Membanding dan Menyanding

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Beberapa waktu lalu membaca komentar dari tulisan yang dikirimkan kepada salah seorang yunior di fakultas terkenal dan bergengsi di negeri ini, dengan kekhasannya selalu menggunakan bahasa salah satu sub-etnik daerah Sumatera Selatan. Lengkapnya demikian: ”Au nian aku setuju nga tulisan prof….sebab uji jeme kite dusun…di dunie ini ade ye pacak di sanding ka saje….dik de pacak dibanding ka….anye ade juge ye pacak disanding ka sekaligus dibanding ka… Nak ati ati nian tittu….” Terjemahan bebasnya kira-kira: Saya setuju dengan tulisan prof…sebab kata orang desa..didunia ini ada ya bisa disandingkan tetapi tidak bisa dibandingkan…tetapi ada juga yang bisa disandingkan dan dibandingkan…harus hati hati sekali…

Itu merupakan kalimat bijak sebagai penanda kearifan local itu sangat menyentuh dan mengena untuk mendedah situasi kekinian di negeri ini.

Kita coba untuk menjadikan kerangka berpikir kata bijak itu, dan kita dalami makna hakiki dari membandingkan dengan menyandingkan. Manakala kita menelisik secara filosofis ditemukan jejak digital bahwa bersanding mengajarkan kita tentang hubungan yang sehat dan kerjasama, membandingkan bisa menjadi cermin bagi pertumbuhan pribadi kita.

Yang penting adalah menggunakan kedua filosofi ini dengan bijak, menjadikannya alat untuk membentuk hubungan yang kuat dan untuk berkembang sebagai individu yang lebih baik. Perlu diingat bahwa membandingkan juga dapat memiliki konsekuensi negatif, seperti merasa tidak memadai atau cemburu. Oleh karena itu, penting untuk membandingkan dengan bijaksana, menggunakan perbandingan sebagai alat untuk pembelajaran dan pertumbuhan, bukan sebagai sumber ketidakbahagiaan atau perasaan kurang. Karena dalam membandingkan kita memerlukan tolok ukur sebagai alat atau media banding, sehingga ditemukenali posisi masing-masing dengan parameter minimal normatif.

Sementara itu filosofi menyandingkan dapat memberikan sudut pandang yang lebih komprehensif dan mendalam terhadap subjek yang sedang dipertimbangkan, serta memungkinkan refleksi yang lebih mendalam tentang hubungan antara entitas atau konsep yang berbeda. Ini merupakan alat penting dalam pemikiran filosofis dan analisis konseptual.

Sayangnya, dalam kehidupan sehari-hari banyak diantara kita tidak memahami apakah dia sedang membandingkan atau sedang menyandingkan. Akibatnya banyak sekali benturan sosial terjadi karena salah dalam menempatkan posisi suatu peristiwa sosial, karena tertukar peran akibat dari tidak memahami nilai-nilai yang terkandung dalam perilaku sosial.

Sesuatu yang berbeda secara esensial, tentu saja kita hanya bisa menyandingkan, dan manakala kita memaksakan membandingkan; maka yang kita jumpai kekecewaan atau mengecewakan. Sementara jika memang sesuatu itu secara esensial secara hukum sosial harusnya sama, ternyata berbeda; maka kondisi ini dimungkinkan melakukan membandingkan.

Karena ada di antara kita gagal paham karena tidak mampu menangkap esensi membanding dan menyanding. Sehingga tidak jarang merusak tatanan sosial yang telah ada, akibatnya harmoni dalam masyarakat terusik. Tidak semua orang bisa menerima pendekatan konflik, namun juga tidak semua orang bisa menerima pendekatan equilibrium. Tinggal bagaimana kita dengan bijak paham akan kapan masing-masing tadi digunakan dalam kepentingan apa, dan tujuannya untuk apa.

Betul bahwa membandingkan itu seyogianya diawali dengan menyandingkan terlebih dahulu, namun tidak semua yang disandingkan dapat kita paksa untuk membandingkannya. Sebab, di samping esensi yang berbeda seperti dijelaskan di atas, ada hal lain yang juga perlu dipahami bahwa ada norma dan nilai yang berbeda untuk dapat dipedomani dalam memahaminya.

Peristiwa sanding dan banding saat ini sedang ramai menjadi perbincangan public melalui media sosial. Dari banyak peristiwa yang menonjol ada dua yaitu seseorang berprofesi sebagai pemuka agama, dan seorang lagi berprofesi sebagai pemuka hukum. Mereka mengalami nasib yang sama, yaitu sama sama menjadi korban rujakkan warga dunia maya; akibat dari ketidak mampuan memposisikan saat kapan sanding dikedepankan dan banding dikemukakan.

Orang bijak adalah mereka yang mampu menangkap pesan yang disampaikan oleh suatu peristiwa yang sedang berlangsung. Semoga kita mampu menangkap esensi dari peristiwa yang dipertontonkan Tuhan dimuka bumi ini.

Salam waras! (SJ)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply