Jagad Besar dan Jagad Kecil

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Siang minggu lalu saat hari pertama Idhul Adha, rumah kedatangan tamu agung yaitu para cucu-cucu yang ingin mencium tangan dan memeluk erat kakeknya yang sudah mulai renta. Saat becengkerama ternyata cucu tertua yang sudah ada pada smester dua di Politeknik Kesehatan Negeri ternama di daerah ini menghampiri, sambil minta waktu menanyakan sesuatu:

Cucu :…..Kakek kenapa mata saya sebelah kiri bawah kelopak bergerak-gerak, apa itu namanya?
Kakek : ….ooooooooo…..itu namanya ..kedutan..dalam bahasa Jawa.
Cucu : …. Apa itu maknanya….kek… ?

Karena cucu ini sudah mahasiswa kesehatan maka diberi penjelasan harus secara ilmiah, dan kami bersepakat untuk menelusuri informasi tentang kedut ini melalui media digital; dan, ditemukan informasi bahwa kedutan, atau fasciculations dalam istilah medis, adalah kontraksi otot yang tidak disengaja yang biasanya terjadi pada otot rangka.

Berikut beberapa penyebab kedutan menurut ilmu medis: (1) Stres dan Kecemasan: stres dan kecemasan bisa menyebabkan ketegangan otot yang berlebih, yang akhirnya dapat memicu kedutan. (2) Kafein dan Stimulant Lain: konsumsi berlebih kafein atau zat stimulant lain dapat meningkatkan aktivitas saraf yang memicu kedutan. (3) Kelelahan Otot: aktivitas fisik yang berlebihan atau kelelahan otot bisa menyebabkan kedutan, terutama pada otot yang baru saja digunakan secara intensif. (4) Kekurangan Nutrisi: kekurangan nutrisi seperti magnesium, kalium, atau kalsium bisa menyebabkan gangguan pada fungsi otot dan saraf yang memicu kedutan. (5) Dehidrasi: kurangnya cairan dalam tubuh bisa mempengaruhi keseimbangan elektrolit, yang penting untuk fungsi otot dan saraf yang normal. (6) Pengaruh Obat: beberapa obat, terutama diuretik, kortikosteroid, dan estrogen, dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit atau mempengaruhi fungsi saraf yang menyebabkan kedutan. (7) Kondisi Neurologis: penyakit atau kondisi yang mempengaruhi sistem saraf seperti ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis), penyakit Lou Gehrig, atau neuropati perifer dapat menyebabkan kedutan. (8) Gangguan Metabolik: gangguan metabolik seperti penyakit tiroid bisa mempengaruhi fungsi saraf dan otot. (9) Iritasi Saraf: cedera atau iritasi pada saraf bisa menyebabkan otot yang dipersarafi oleh saraf tersebut mengalami kedutan. (10) Konsumsi Alkohol: konsumsi alkohol yang berlebihan atau penarikan dari alkohol bisa mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan kedutan.

Berbeda lagi telusuran dalam budaya Jawa diperoleh informasi, kedutan sering kali dianggap sebagai tanda atau pertanda yang memiliki makna tertentu. Perlu diingat bahwa kepercayaan ini adalah bagian dari tradisi dan budaya lisan masyarakat Jawa, dan tidak ada bukti ilmiah yang mendukung hubungan antara kedutan dan peristiwa yang akan terjadi. Kepercayaan ini lebih merupakan bagian dari warisan budaya yang kaya dan memberikan warna dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa.

Kita tinggalkan soal kedut, tetapi ada yang esensial di sana yaitu “penanda”; maksudnya Konsep penanda dalam filsafat Jawa menunjukkan keterkaitan yang mendalam antara dunia fisik dan dunia spiritual, dan sering disulih namakan menjadi “jagad cilik” dan “jagad gede”. Penanda dianggap sebagai cara alam semesta atau kekuatan ilahi berkomunikasi dengan manusia, memberikan petunjuk, peringatan, atau pesan penting yang bisa mempengaruhi keputusan dan tindakan seseorang. Ini mencerminkan pandangan holistik masyarakat Jawa, di mana segala sesuatu saling terkait dan memiliki makna yang mendalam.

Filsafat Jawa memiliki konsep yang mendalam dan kaya akan makna, salah satunya adalah konsep “jagad gede” dan “jagad cilik” seperti tersebut di atas. Konsep ini berkaitan dengan pandangan kosmologis dan metafisik masyarakat Jawa tentang alam semesta dan individu.

Definisi: jagad gede adalah konsep yang merujuk pada alam semesta atau makrokosmos. Ini mencakup segala sesuatu yang ada di luar diri manusia, termasuk alam semesta, bumi, langit, dan segala isinya.

Makna Filosofis: dalam konteks filsafat Jawa, jagad gede mencerminkan realitas eksternal yang luas dan kompleks. Ini adalah manifestasi dari kekuatan ilahi dan hukum-hukum alam yang mengatur segala sesuatu. Jagad gede dilihat sebagai cerminan dari kekuatan dan kebesaran Tuhan. Penerapannya: Pemahaman tentang jagad gede mengajarkan manusia untuk menyadari keterkaitannya dengan alam semesta, menjaga harmoni dengan lingkungan, dan menghormati kekuatan-kekuatan alam.

Definisi: Jagad cilik adalah konsep yang merujuk pada individu atau mikrokosmos. Ini mencakup diri manusia secara fisik dan spiritual, termasuk pikiran, perasaan, dan jiwa. Makna Filosofisnya: Jagad cilik mencerminkan realitas internal dari setiap individu. Ini adalah dunia batin yang kompleks dan penuh makna, di mana manusia berusaha memahami dirinya sendiri dan hubungannya dengan jagad gede. Dalam filsafat Jawa, manusia dianggap sebagai mikrokosmos yang mencerminkan makrokosmos. Penerapannya: Pemahaman tentang jagad cilik mengajarkan manusia untuk introspeksi, memahami diri sendiri, dan menjaga keseimbangan dalam diri. Ini juga mengajarkan pentingnya pengembangan spiritual dan moral individu.

Kata kunci yang menghubungkan jagad cilik dengan jagad gede dan atau sebaliknya itulah disebut “sasmito”; di sini kita diminta menemukenali sasmito atau penanda itu yang tidak jarang kita abai. Baru menyadari bahwa sudah diberi petunjuk oleh Allah melalui sasmito, biasanya setelah kejadian berlangsung. Sasmito berupa tanda-tanda bisa saja ada tubuh, atau pada alam semesta.

Konon menurut legenda atau juga mitos bahwa sebelum tsunami ada tanda-tanda alam yang mengawalinya, dan pada umumnya atas nama modernitas atau rasionalitas, semua terabaikan. Oleh sebab itu pada tataran ini banyak ditemukan istilah-istilah filosofis khas Jawa yang memerlukan pemahaman yang dalam, salah satu contoh “Kodok nguntal leng nge”; terjemahan bebasnya kodok memakan sarang nya. Dalam makna harfiah tentu tidak mungkin, tetapi dalam kontek makna filsafat hal itu mungkin, karena ada maksud lain yang ingin disampaikan dengan menggunakan perlambang atau sasmito kodok tadi.

Pertanyaan lanjut apakah kedua konsep di atas pada saat ini masih relevan. Tentu dari sudut pandang mana kita menjawabnya. Sebab bisa jadi sepintas kilas tidak relevan; namun sejatinya ketidakrelevanannya karena kedangkalan atau ketidakpahaman akan konsep itu. Hal serupa ini akan menjadi berbahaya manakala yang bersangkutan tidakmemahami akan ketidaktahuannya; dan, langsung memvonis untuk sependapat atau tidak sependapat. Sependapat dan tidaksependapat memiliki konsekuensi sama, manakala bersumber dari ketidaktahuan, yaitu sama-sama tersesat.

Jika konsep ini dianggap tidak relevan dengan kondisi sekarang, tetapi paling tidak menjadi pengetahuan pada generasi kini dan yang akan datang, bahwa di negeri ini pernah hidup kearifan lokal yang begitu dipercaya pada zamannya. Biarkan itu menjadi sejarah yang menyejarah karena hanya tinggal menjadi naskah kuno yang penuh sejarah, sekalipun mungkin nilai gunanya sudah tidak ada, tetapi itu sudah menjadi sejarah sekaligus bernilai sejarah.

Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply