Titip Asa, Jangan Bus Harapan Jaya Lebih Pasti dari Harapan Pilkada

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Minggu lalu, saya “berpetualang” menjadi relawan untuk mengedukasi para orangtua siswa kelas sepuluh (SMA) tentang bagaimana mendampingi anak-anak remaja yang sedang tumbuh di perbatasan Lampung-Sumatera Selatan.

Betul-betul berpetualang, isteri yang setia membantu mengemudikan kendaran menyelusuri jalan provinsi yang hancur lebur. Bayangkan, jalan 30 km harus ditempuh 1,5 jam dengan mobil tahun 2022.

Rasanya, tak pantas jalan provinsi itu disebut jalan, saya melihat dan merasakan lebih tepat jalan tersebut disebut sungai yang mengering. Jika berpapasan dengan truk, terpaksa minggir tak bisa bersamaan.

Perjuangan kami sampai di lokasi akhirnya terbayar dengan antusiasme orangtua siswa yang begitu tinggi. Mereka tidak beranjak sama sekali dari tempat pertemuan kurang lebih dua jam.

Selesai acara, kami meninggalkan lokasi melalui jalan lain yang menurut informasi tidak lebih baik dari jalan sebelumnya. Dasar jiwa aponturir, tak perlu berpikir, kami berdua memilih jalan alternatif dengan menyiapkan mental.

Benar saja jalan itu tidak lebih baik dari jalan kami datang. Bahkan, untuk beberapa lokasi, lebih parah lagi. Saat jeda selesai menunaikan Salat Jumat, kami berdua membuka dialog dengan warga yang topiknya jalan.

Berdasarkan informasi yang kami terima, dua periode kepemimpinan gubernur, jalan tersebut belum tersentuh pembangunan.

Sementara dana desa yang mereka miliki tidak dapat digunakan untuk perbaikan, akhirnya dengan gotong royong seadanya mereka menambal jalan yang amat parah.

Sepulang dari lokasi melalui piranti sosial melakukan pemetaan keadaan jalan dengan informannya mantan mahasiswa pasca yang sekarang tersebar di banyak daerah perbatasan.

Semua mereka menginformasikan hancurnya sarana jalan, bahkan ada diantara mereka untuk mencapai tempat tugas harus masuk dari provinsi tetangga. Pertanyaannya apa yang sudah dikerjakan wahai pemimpin negeri ini.

Saya ingatkan kepada calon kepala daerah janganlah dekati rakyat manakala Anda berhasrat saja. Jika selesai hajat, rakyatpun Anda babat. Perilaku seperti itu adalah zolim dalam ukuran moral dan etika.

Belajar dari Penjabar Gubernur Lampung Samsudin yang hanya memerintah seumur jagung, namun sudah banyak yang diukir oleh Beliau tanpa banyak janji, tetapi lebih mengedepankan bukti.

Siapapun Anda yang akan mendapatkan amanah memimpin daerah ini, titip pesan dengarkan suara batin dari kami rakyat jelata. Kami tak muluk-muluk tolong perhatikan jalan daerah kami, karena kamipun rakyat Anda dan akan memilih Anda.

Kami tidak perlu janji, akan tetapi bukti; jangan pula kami diintimidasi hanya karena Anda tidak sanggup memenuhi harapan kami. Bukan kami mengadili dari yang sudah terjadi, namun kami mengingatkan kembali tugas pemimpin negeri yang terpilih nanti.

Kami-pun paham PAD daerah ini tidak besar, berbeda dengan provinsi tetangga. Namun skala prioritas pada jalan agar terjadi mobilitas, yang akhirnya akan terjadi “efek menetes ke bawah” insya Allah akan terjadi.

Kami tidak ingin mengkuliahi, apalagi mengajari; karena kami sadar siapa diri. Namun jika harap-pun sudah tak boleh, buat apa lagi Anda berharap dihadapan kami.

Pemilukada harus ada, tetapi setelah ada jangan pula menjadi tiada.
Kami juga tidak meminta Anda untuk berjanji, tetapi kami berharap Anda mau memberi.

Jangan sampai terjadi anak muda bilang “menunggu datangnya Bus Harapan Jaya itu lebih pasti dari pada menanti harapan hampa dari Pilkada. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman