Omon-Omon Debat Cagub Lampung dan Kepemimpinannya Kelak
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Menonton debat pilkada, apapun persoalannya menjadi sangat menarik manakala peserta menunjukkan perilaku aneh-aneh. Sama halnya dengan perdebatan calon pimpinan kepala daerah level provinsi di daerah ini dua hari lalu.
Terus terang, saya semula tidak tertarik dengan “adu gagasan” dengan pola debat; namun karena diberi tahu oleh HBM tentang keseruan acara, maka mulialah menyimak apa yang diminta simak oleh “Kolpah” saya ini.
Benar saja, saat petahana diminta tanggap balik dari persoalan yang terlempar pada acara itu, justru yang bersangkutan menampilkan perilaku yang tidak seharusnya beliau tampilkan.
Ingat pesan emak dulu bahwa kalau kau benci terhadap sesuatu jangan pula kau bawa sampai mimpi, karena itu akan merusak dirimu. Lalu apa itu “benci” dan apapula itu “mimpi”.
Berdasarkan penelusuran digital diperoleh informasi; Teori benci atau hate theory menjelaskan mengapa dan bagaimana perasaan benci muncul dan berkembang dalam diri individu atau kelompok.
Kebencian bisa dipahami sebagai emosi yang kuat, seringkali negatif, terhadap seseorang, kelompok, atau ide tertentu. Berikut beberapa perspektif dan teori yang relevan:
PERTAMA
Teori Sosial-Psikologis: Frustrasi-Agresi: Kebencian sering kali timbul akibat frustrasi. Teori ini menjelaskan bahwa ketika individu atau kelompok merasa terhalang dalam mencapai tujuannya, mereka bisa mengalihkan agresi tersebut ke target yang dianggap lebih lemah atau yang dianggap sebagai penyebab frustrasi.
Teori Pengelompokan Sosial (SocialIdentityTheory). Seseorang cenderung mengidentifikasi diri dengan kelompok tertentu (ingroup) dan melihat kelompok lain (outgroup) sebagai ancaman. Hal ini bisa menimbulkan bias dan permusuhan yang berkembang menjadi kebencian.
KEDUA
Teori Kognitif: pembingkaian dan persepsi. Cara seseorang memandang dunia memengaruhi kecenderungan mereka untuk merasa benci. Misalnya, jika seseorang dibiasakan dengan narasi atau retorika yang menjelekkan kelompok tertentu, mereka mungkin akan mengembangkan perasaan benci terhadap kelompok tersebut.
Teori ini menganggap bahwa kebencian bisa dipicu atau diperparah oleh eksposur terhadap media yang mempromosikan stereotip atau ideologi tertentu.
MIMPI
Sementara “mimpi” memiliki banyak teori yang mengupasnya, paling tidak ada tujuh teori yang membahasnya. Namun pada kesempatan ini ada teori yang relevan untuk dijadikan bahan pijak analisis, yaitu:
Pertama, Teori Kognitif (Calvin Hall dan David Foulkes). Pendapat teori ini mimpi sebagai pemikiran yang berkelanjutan. Teori ini menyatakan bahwa mimpi adalah kelanjutan dari proses berpikir yang terjadi selama siang hari.
Dengan kata lain, otak melanjutkan aktivitas berpikir saat tidur, dan mimpi merefleksikan minat, kekhawatiran, dan kegiatan harian seseorang.
Kedua Teori Jungian (Carl Jung). Mimpi Sebagai Komunikasi dengan Alam Bawah Sadar: Jung berpendapat bahwa mimpi tidak hanya mencerminkan keinginan pribadi tetapi juga terhubung dengan alam bawah sadar kolektif, yang berisi arketipe dan simbol universal.
Mimpi membantu individu memahami diri sendiri dan terhubung dengan aspek-aspek universal dari pengalaman manusia.
Oleh sebab itu jika yang dominan pada diri seseorang adalah aspek ketidaksukaan, atau kecurigaan yang berlebih; maka sangat bisa jadi yang bersangkutan akan menjadi pemimpi yang pembenci, dan lebih parah lagi kalau pembenci yang pemimpi.
Manakala model begini diberi amanah untuk memimpin negeri, maka nasib negeri itu “Hanya Tuhan Yang Maha Tahu”.
Kita diminta mencermati sebelum menentukan pilihan, apapun yang kita pilih; apalagi jika itu adalah “calon pemimpin” kita semua. Menjadi sangat aneh manakala kita tidak bisa jeli dalam melihatnya kalau itu sudah terbentang dihadapan kita.
Oleh sebab itu orang bijak pernah berkata “Terlalu mencintai jangan pula sampai menutupi, terlalu membenci jangan pula sampai menjauhi”.
Akan tetapi berada pada posisi tengah bukan pula kita berada pada wilayah “omon-omon”. Selamat memilih yang layak di pilih. Salam Waras. (SJ)
Editor: Gilang Agusman