Doktor “Tangguh”

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Hampir semua media massa dalam beberapa hari terakhir memuat berita nasib gelar doktor seorang politisi yang ditinjau ulang oleh perguruan tinggi tempat dia belajar. Kemudian program studinya untuk sementara waktu ditutup sementara. Terlepas dari apa yang melatarbelakangi semua itu, tulisan ini tidak ingin masuk keranah internal kelembagaan, dan tidak juga untuk menghakimi; akan tetapi melihat dari sisi lain yaitu dari kacamata kepatutan secara filosofis guna untuk mengambil hikmah dari peristiwa ini.

Gelar doktor (Dr.) adalah gelar akademik tertinggi yang diberikan oleh institusi pendidikan tinggi. Biasanya gelar itu diraih seseorang setelah menyelesaikan program studi yang mencakup penelitian orisinal dalam suatu bidang ilmu. Gelar doktor menunjukkan pencapaian tertinggi dalam dunia akademik. Pemegang gelar ini telah menunjukkan kemampuan dalam melakukan penelitian yang mendalam dan berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan atau praktik profesional di bidang tertentu.

Seorang doktor diharapkan memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian secara independen. Mereka mampu mengidentifikasi masalah yang kompleks, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen atau kajian, dan memberikan solusi atau pemahaman baru yang mendalam mengenai topik yang diteliti. Program doktoral biasanya mengharuskan mahasiswa untuk menulis disertasi atau tesis doktoral yang berisi penelitian orisinal. Ini berarti karya tersebut harus memberikan kontribusi baru pada ilmu pengetahuan atau teknologi, bukan hanya mengulang atau meringkas apa yang sudah ada.

Proses meraih gelar doktor membutuhkan waktu yang lama, biasanya antara 3 hingga 7 tahun atau juga bisa lebih, tergantung pada bidang studi dan kecepatan penelitian. Ini mencerminkan tingkat dedikasi, ketekunan, dan komitmen yang tinggi dalam mengejar keahlian. Pengalaman membimbing calon doktor, mereka memang merasakan bagaimana tekanan yang luar biasa yang mereka terima karena harus mengikuti prosedur penelitian, kaidah penulisan, berdiskusi untuk mengurai masalah. Bahkan tidak jarang mereka sampai-sampai berurai keringat dan air mata, untuk membedah, menemukenali, mengurai, menuliskan, mempertanggungjawabkan semua laku ilmiahnya di muka sidang promotor dan sidang guru besar.

Seorang doktor yang tangguh memiliki beberapa ciri khas yang membuatnya mampu menghadapi berbagai tantangan di dunia akademik dan praktis. Berdasarkan kajian digital ditemukan beberapa ciri yang menandakan seorang doktor tangguh:

1. Ketahanan Mental (Mental Resilience)
Memiliki kemampuan untuk bertahan dan bangkit kembali dari tekanan, kegagalan, atau kritik yang tajam. Tidak mudah terpengaruh oleh kegagalan sesaat atau hambatan di tengah proses penelitian. Pandai mengelola stres dan tetap fokus pada tujuan akhir, meskipun kondisi yang dihadapi sangat berat.

2. Ketekunan (Perseverance)
Konsisten dalam upaya menyelesaikan penelitian meski harus menghadapi banyak rintangan dan revisi. Tidak menyerah meskipun proses penelitian memakan waktu yang lama dan penuh tantangan.

3. Kemandirian Berpikir (Independent Thinking)
Mampu membuat keputusan yang kuat dan berani dalam menjalankan penelitian tanpa terlalu bergantung pada arahan pembimbing. Memiliki rasa percaya diri yang tinggi terhadap metode dan ide penelitian yang dikembangkan.

4. Kritis dan Reflektif (Critical and Reflective)
Selalu mempertanyakan asumsi dan metode yang digunakan, serta terbuka untuk menerima saran dan kritik. Pandai menganalisis kekuatan dan kelemahan dari hasil penelitiannya sendiri.

5. Fleksibilitas (Flexibility)
Mampu menyesuaikan diri dengan perubahan situasi dan kondisi penelitian yang tidak terduga. Tidak kaku dengan rencana awal dan siap untuk melakukan perubahan strategi jika diperlukan.

6. Kemampuan Mengelola Waktu (Time Management)
Mampu mengatur jadwal dengan baik untuk menyelesaikan tugas-tugas penelitian, publikasi, dan kegiatan lainnya. Disiplin dalam menyelesaikan target dan tenggat waktu yang ditetapkan, baik oleh diri sendiri maupun oleh pihak eksternal.

7. Kolaboratif (Collaborative)
Meskipun mandiri, seorang Doktor yang tangguh mampu bekerja sama dengan orang lain, baik dalam tim penelitian maupun saat berkolaborasi lintas disiplin. Menghargai kontribusi dari rekan kerja dan bersedia mendengarkan serta belajar dari orang lain.

8. Penasaran dan Suka Belajar (Curious and Lifelong Learner)
Selalu memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan tidak pernah berhenti belajar, meskipun sudah mencapai gelar tertinggi. Terbuka terhadap ide-ide baru dan selalu mencari kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.

9. Etika dan Integritas (Ethics and Integrity)
Menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dalam penelitian, tidak terlibat dalam plagiarisme atau manipulasi data. Memiliki komitmen yang kuat terhadap etika profesional dan bertanggung jawab atas hasil karyanya.

10. Kemampuan Komunikasi (Communication Skills)
Mampu menyampaikan ide dan hasil penelitian dengan jelas, baik secara tertulis dalam publikasi ilmiah maupun secara lisan dalam presentasi. Mampu mengkomunikasikan ide kompleks kepada audiens yang tidak memiliki latar belakang yang sama dengan baik.

Ciri-ciri ini membantu seorang Doktor tidak hanya untuk menyelesaikan program studi doktoral dengan sukses tetapi juga untuk berkontribusi secara signifikan di bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, dan masyarakat luas.

Hal di atas adalah ciri doktor tangguh, akan menjadi berbeda jika ditambah akhiran “kan” menjadi “tangguh-kan”; sebab maknanya menjadi sangat bertolak belakang. Dunia akademik sangat paham dengan istilah ini, sebab penangguhan yang tidak terbatas waktunya, itu sama halnya penundaan, dan atau bisa jadi pencabutan yang dikemukakan secara arif bijaksana.

Jika ada institusi pendidikan yang memiliki kewenangan untuk memberikan gelar Doktor pada seseorang, dan kemudian sebelum diberikan sepenuhnya melalui sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi, yang pada akhirnya menunda atau menangguhkan pemberian itu; hal itu mengindikasikan ada sesuatu yang tidak sesuai dengan standard prosedur yang ada. Berdasarkan pengalaman selama ini penaguhan itu pada umumnya berdasarkan atas kepatutan dilihat dari segi waktu, keorsinalitas, kebaharuan, tatatulis, dan ada beberapa sebab lain. Adapun penyelesaiannya sangat tergantung pada perguruan tingginya, karena ini adalah otoritas akademik yang dijunjung tinggi oleh lembaga tersebut.

Atas dasar itu seyogianya sebelum kita memutuskan untuk mengambil studi doktor hendaknya persiapkan diri, terutama ketahanan mental untuk menghadapi halangrintang yang akan ditemui. Banyak mahasiswa gagal atau tidak berhasil menyelesaikan program ini disebabkan karena tidak memiliki cukup kuat mental dalam mengarungi gelombang yang ada. Ketersediaan finansial dan kemampuan intelektual mungkin tersedia sangat cukup, namun jika tidak memiliki mental yang tangguh untuk mengurai persoalan akademik dan nonakademik; maka besar kemungkinan tidak berhasil.

Semoga peristiwa yang terjadi dapat diambil pelajaran oleh semua fihak bahwa masalah akademik memang memiliki iklim tersendiri. Untuk saat ini mungkin bisa lolos; namun seiring perjalanan waktu, masalah akademik akan mengemuka tanpa diminta. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman