Memotong Jari Di Atas Paha

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Sahdan ditulis oleh Walmiki dalam Serat Barathayuda, dan didongeng-gubahkan oleh para Dalang Wayang Purwa dalam penggalan cerita; setelah Batara Kresna pulang dari Hastinapura gagal menunaikan tugas sebagai Duta Pamungkas Pandawa, yang sebelumnya saat di Pasewakan Agung Hastinapura Prabu Kresna yang sebagai Duta Besar Kuasa Penuh itu dikeroyok oleh para Kurawa untuk dibunuh; dan memuncaklah kemarahan Kresna, kemudian dia berTriwikrama menjadi Raksasa mengguncang bumi Hastina.

Untung tidak lama berselang Batara Narada turun mengingatkan Kresna bahwa perilaku itu tidak patut untuk seorang Duta. Maka Kresna sadar berubah menjadi wujud seperti sediakala, dan kemudian pulang ke Dwarawati bersama Sais Keretanya yaitu Raden Setyaki.

Dalam perjalanan pulang itulah bertemu dengan Prabu Basukarna atau populer disebut Karna. Beliau adalah putra Dewi Kunthi ibunya para Pandawa tetapi berbeda ayah, sebab ayahnya Karna adalah Betara Surya, sedangkan Ayahnya para Pandawa adalah Prabu Pandu raja Hastinapura (versi wayang Purwa Jawa). Dialog itu jika dideskripsikan secara bebas dan singkat akan tertuang sebagai berikut:

Prabu Kresna : …wahai Karna mengapa dirimu tidak bergabung dengan Pandawa, sebab itu kan saudara-saudaramu semua. Lagi pula para Kurawa jelas-jelas salah telah merampas kerajaan yang bukan miliknya. ..berarti kamu memerangi saudaramu sendiri, dan itu sama saja kamu memotong jari di atas pahamu sendiri…… Aku ingin mendengar apa alasanmu…..wahai Basukarna!

Karna menjawab sambil menghela nafas dalam-dalam : ……Kanda Prabu betul apa yang Kanda katakan, sebagai titisan Wisnu, Kanda Prabu sejatinya sudah paham akan jawaban ini…namun baiklah akan saya kemukakan alasan saya; pertama….pembeda yang benar dengan yang salah itu harus ada garis tegas sebagai pemisah, karena tanpa garis pemisah itu maka tidak tampak mana yang benar dan mana yang salah. Oleh sebab itu biarkan saya mengorbankan diri saya untuk menjadi pemisah dari keduanya..dan saya akan menjadi garis itu..…., kedua….. saya ikhlas untuk menjadi garis itu…..sebab tanpa garis itu Pandawa akan mengalami kesulitan di belakang hari…..dan tanpa garis itu maka akan bercampur mana baik mana buruk….dan itu tidak boleh terjadi.

Prabu Kresna memotong :…nanti dulu….nanti dulu…… Adinda Karna….apakah dirimu sadar bahwa perilakumu itu adalah pecundang namanya…….?

Karna menjawab: …Kakanda…seseorang ada pada posisi pecundang atau pahlawan…itu tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Saya yakin para kerabat Pandawa mengatakan saya pecundang…dan bisa jadi ada yang berpendapat saya penghianat..itu sah-sah saja…….namun sebaliknya orang Hastinapura akan mengatakan saya sebagai pahlawan….karena telah membela negara yang telah memberikan kenikmatan kepada saya. Kanda Prabu ketahuilah bawa Saya, ….Patih Sengkuni…dan Begawan Dorna…. itu keberadaannya diperlukan agar memperjelas posisi kita masing-masing. Sengkuni itu diperlukan..karena dia tukang hasut …maka yang baik akan selalu memusuhi yang buruk. Dorna diperlukan karena tukang adu domba…sebab jika baik dan buruk tidak diadu domba…maka si buruk bisa jadi merajalela…..dan si baik tidak akan menjadi kuat. …… agar si buruk dimusnahkan oleh si baik….maka dia harus kuat…caranya ya itu tadi…mereka diadu domba dan di hasut terus menerus. Dengan kata lain semestinya Pandawa berterimakasih kepada kami bertiga…sebab keberadaan kamilah yang memperjelas posisi dimana Pandawa…dan di mana Kurawa. Juga, karena kami bertigalah Pandawa menjadi kuat dan digjaya. Justru yang khianat adalah mereka-mereka yang tidak jelas posisinya, bahkan hanya ikut menang saja,.tanpa harus ikut berjuang. Teriakan mereka paling kencang, apalagi saat kemenangan, dan akan menghilang bagai ditelan bumi saat terjadi kekalahan. Mereka ini sejatinya ada di mana-mana, bahkan di setiap perselisihan apapun bentuknya. Mereka ada di situ untuk mengambil keuntungan pribadi dengan berlindung pada kepandaian mimikri atau membunglonkan diri.

Prabu Kresna :… Baiklah kalau begitu Karna…sejatinya pahlawan perang Baratayudha ini adalah dirimu…karena Adindalah yang menjadi api pembakar agar si Baik menjadi pemberani untuk melawan si Buruk…….

Karna menukas :……Bukan Kakanda….semua itu hanya karena masing-masing kita menjalani kodratnya…. Sampai di sini Kanda kita harus berpisah jalan…seperti halnya berpisah jalan kehidupan kita berdua……..sampurasun Kanda …..

Prabu Karna menyembah Prabu Kresna dan kemudian memeluknya…sambil berbisik ditelinga Kresna….”wahai Wisnu …terimakasih telah mengantarkanku lebih dahulu menuju Nirwana…sementara dirimu harus terus dan terus ada di dunia untuk mengurusi bertemunya baik dan buruk yang tidak pernah berakhir sampai nanti dunia di gulung oleh Sang Maha Widhi”….

Kresna terperanjat dan kehabisan kalimat. Kemudian mereka berpisah jalan karena Kerajaan Dwarawati tempat bermukimnya Prabu Kresna belok kanan, sementara Kerajaan Awangga tempat bermukimnya Prabu Karna belok kiri.
Sang dalang menutup pakeliran dengan menancapkan Gunungan.

Dari penggalan cerita Gubahan Dalang dalam cerita Kresna Duta itu kita dapat memetik pelajaran bahwa: baik dan buruk itu keberadaannya saling meneguhkan, sesuatu dikatakan baik karena ada yang buruk. Demikian halnya dikatakan buruk karena ada yang baik; fungsi parameter keduanyalah yang saling meneguhkan satu sama lain.

Demikian halnya dengan kehidupan, kita harus berterimakasih kepada apapun yang berbeda dengan kita, sebab dengan perbedaan itu kita dapat menarik garis imaginer yang terang diantaranya. Dan, tidak ada yang tidak berguna Tuhan menciptakan sesuatu; hanya saja keegoan manusia sering menutupi untuk memahami itu semua, sehingga segala sesuatu yang tidak sama dengannya atau tidak sesuai dengan keinginannya itu jelek atau buruk, dan harus dimusuhi bila perlu dimusnakan. Padahal semua itu tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Ternyata kelemahan kita melihat sesuatu secara holistik dan komprehensif merupakan bawaan lahir tampaknya. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman