Perpanjangan Jadwal Pengimputan KRS Semester Ganjil 2024/2025

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Halo Sahabat Unmal..Berikut adalah informasi Perpanjangan Jadwal Penginputan KRS Semester Ganjil 2024/2025. (gil/humasmalahayatinews)

Rektor Universitas Malahayati Terima Penghargaan Inovator Pendidikan Nasional di Lampung Inspiring Teacher 2024

Bandar Lampung (malahayati.ac.id) : Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Achmad Farich, dr., MM, menerima Penghargaan Inovator Pendidikan Nasional dalam acara bergengsi “Lampung Inspiring Teacher 2024” di Ballroom Novotel Lampung, Selasa, 3 September 2024 .

Piagam penghargaan diberikan langsung oleh Pj Gubernur Lampung, Dr. Drs. Samsudin S.H., M.H., M.Pd didampingi Direktur Utama PT Masa Kini Mandiri (Lampung Post), Gaudensius Suhardi

Acara yang diselenggarakan Harian Umum Lampung Post, bagian dari Media Group Network dihadiri oleh berbagai tokoh pendidikan, sarjana, dan pejabat pemerintah.

Penghargaan Inovator Pendidikan Nasional diberikan kepada Dr. Achmad Farich atas dedikasi dan inovasinya dalam mengembangkan solusi pendidikan yang berdampak signifikan di Provinsi Lampung.

Sebagai seorang pemimpin visioner, Dr. Achmad Farich dinilai berhasil mendorong lahirnya berbagai program inovatif di Universitas Malahayati yang telah memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Provinsi Lampung.

Achmad Farich mengungkapkan rasa terima kasih dan terima kasih kepada seluruh sivitas akademika Universitas Malahayati yang telah bekerja sama dalam mewujudkan berbagai inovasi pendidikan.

“Penghargaan ini bukan hanya untuk saya pribadi, tetapi juga untuk seluruh tim di Universitas Malahayati yang telah bekerja keras dan berkomitmen untuk terus berinovasi demi masa depan pendidikan yang lebih baik,” ujarnya.

Lampung Inspiring Teacher 2024, yang diadakan Harian Umum Lampung Post, bertujuan untuk memberikan apresiasi kepada individu dan institusi yang telah menunjukkan dedikasi, kreativitas, dan inovasi dalam pendidikan.

Dengan diberikannya penghargaan ini, diharapkan semakin banyak inovator yang muncul dan mampu menjawab tantangan pendidikan di masa depan. (*)

Redaktur : Asyihin

15 Mahasiswa Universitas Malahayati Turut Wakili Lampung di Peksiminas 2024

Bandar Lampung (malahayati.ac.id) : Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Achmad Farich, dr., MM., melepas keberangkatan mahasiswa berprestasi Universitas Malahayati ke Jakarta, Jumat, 31 Agustus 2024.

Mahasiswa ini merupakan pemenang juara satu di beberapa tangkai lomba pada ajang Pekan Seni Mahasiswa Daerah (Peksimida) Lampung yang berlangsung dari 25 hingga 28 Juni 2024.

Para mahasiswa tersebut akan mewakili Lampung dalam Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) ke-17 yang diadakan pada 2 hingga 7 September 2024 di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Dalam sambutannya, Dr. Achmad Farich mengingatkan para mahasiswa untuk tetap percaya diri dan memberikan penampilan terbaik mereka di ajang nasional ini.

“Kepercayaan diri dan semangat untuk tampil maksimal adalah kunci. Saya yakin kalian mampu membawa nama baik Universitas Malahayati dan Provinsi Lampung di Peksiminas,” ujar Rektor.

Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Dr. Eng Rina Febrina, ST., M.T, menambahkan bahwa tahun ini Universitas Malahayati mencatatkan prestasi yang membanggakan dengan mengirimkan jumlah mahasiswa terbanyak sebagai juara satu dalam ajang Peksimida Lampung dibandingkan perguruan tinggi swasta lainnya.

“Ini menunjukkan bahwa mahasiswa Universitas Malahayati memiliki talenta luar biasa yang siap bersaing di tingkat nasional,” ujarnyanya.

Beberapa mahasiswa yang akan berlaga di Peksiminas antara lain:

– Ferdika Agustiansyah (Prodi Ilmu Keperawatan), bakal mengikuti lomba menyanyi pop putra.

– Qholik Mawardi (Prodi Kesehatan Masyarakat), bakal mengikuti omba menyanyi keroncong putra.

– Angger Irawan (Prodi Teknik Industri), bakal mengikuti  lomba menyanyi seriosa putra.

Selain itu, kelompok vokal grup bakal mengikuti lomba terdiri dari:

– Arman Taufiqi (Prodi Teknik Lingkungan)

– Pandu Rizky Wicaksono (Prodi Manajemen)

– Hikmah Nurapiansyah (Prodi Ilmu Keperawatan)

– Agung Julian Pangestu (Prodi Ilmu Keperawatan)

– Eka Nur Rahmawati (Prodi Akuntansi)

– Farid Fahrudin (Prodi Teknik Mesin)

– Dinda Ismi Fitriani (Prodi S1 Farmasi)

– Firmansyah (Prodi Teknik Industri)

– Qodah Naiva (Prodi Manajemen)

– Razwa Al-Azzah (Prodi Teknik Industri)

– Muhammad Faris Ar Rahman (Prodi Teknik Sipil)

– Auly Taswifu Dzikri (Prodi Ilmu Keperawatan) (*)

 

Editor : Asyihin

Yang Kuat Menopang yang Lemah

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Beberapa hari saya lalu mendapat undangan dari satu lembaga pendidikan di sebuah kabupaten di Lampung.

Kabupaten hasil pemekaran beberapa tahun lalu memiliki landscap dataran dengan komoditas andalan hasil pertanian perkebunan. Sebelum acara utama dimulai, saya sempat berbincang dengan tokoh masyarakat.

Daerah ini memiliki slogan “yang kuat menopang yang lemah” dengan gerak sandi tangan kanan menopang tangan kiri berbentuk huruf “T”.

Dalam berbagai tradisi filsafat, konsep bahwa yang kuat memiliki tanggung jawab untuk menopang yang lemah merupakan tema yang muncul secara konsisten, baik dalam konteks moralitas, keadilan sosial, maupun kebajikan individu. Filosofi ini ternyata mengandung makna yang sangat dalam dan berakar dari budaya setempat itu, juga ditemukan pada era filsafat Yunani kuno (era Plato dan Sucrates), sampai pada era filsafat modern (era Jean-Jacques Rousseau, John Rawls).

Lebih lanjut berdasarkan penelusuran digital dapat disimpulkan sebagai berikut:

Makna dari filosofi “yang kuat menopang yang lemah” adalah sebuah prinsip etika atau moral yang mengajarkan pentingnya solidaritas, empati, dan tanggung jawab sosial. Filosofi ini menekankan bahwa mereka yang memiliki kekuatan, baik dalam bentuk fisik, mental, ekonomi, atau posisi sosial, memiliki kewajiban untuk membantu dan mendukung mereka yang lebih lemah atau kurang beruntung.

Dalam konteks sosial; filosofi ini mengajak kita semua untuk menciptakan keseimbangan di dalam masyarakat dengan cara menghindari penindasan dan ketidakadilan, serta memastikan bahwa setiap individu mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang.

Secara spiritual, ini bisa dianggap sebagai nilai kemanusiaan yang universal, di mana kepedulian terhadap sesama menjadi pilar utama dalam hubungan antarmanusia. Inti dari filosofi ini adalah bahwa kekuatan sejati bukan hanya terletak pada kemampuan untuk mendominasi atau menguasai, tetapi juga dalam kemampuan untuk melindungi, mendukung, dan memperkuat orang lain.

Oleh sebab itu dapat dijelaskan dari beberapa aspek:

Pertama dari segi Etika dan Moralitas, yang memiliki unsur (1) Tanggung Jawab Sosial: Filosofi ini mengajarkan bahwa individu atau kelompok yang lebih kuat, baik secara fisik, ekonomi, atau intelektual, memiliki tanggung jawab moral untuk membantu yang lemah. Ini mengarah pada prinsip bahwa kekuatan yang dimiliki tidak seharusnya digunakan untuk penindasan, melainkan untuk kebaikan bersama. (2) Kebaikan Hati:

Mengajarkan pentingnya empati dan belas kasih terhadap sesama. Orang yang kuat seharusnya peka terhadap kebutuhan orang lain dan siap untuk memberikan bantuan ketika diperlukan. (3) Keadilan: Ada elemen keadilan di sini, di mana ketidakadilan sering terjadi ketika yang kuat memanfaatkan yang lemah. Filosofi ini menekankan perlunya keadilan dalam hubungan sosial, di mana yang kuat mendukung yang lemah agar semua orang memiliki kesempatan yang setara.

Kedua dari segi Sosial dan Komunitas, yang memiliki unsur (1) Solidaritas:

Dalam komunitas, filosofi ini memperkuat konsep solidaritas sosial. Masyarakat yang sehat adalah yang anggotanya saling menopang, dengan yang kuat membantu yang lebih rentan. Ini bisa berupa bantuan material, emosional, atau dukungan sosial. (2) Kesetaraan: Filosofi ini juga mempromosikan kesetaraan.

Dengan menopang yang lemah, yang kuat membantu menyeimbangkan ketimpangan dalam masyarakat dan membantu memastikan bahwa semua individu memiliki akses ke peluang yang sama. (3) Kebersamaan: Filosofi ini menekankan pentingnya kebersamaan dan kolaborasi. Dalam menghadapi tantangan, sebuah masyarakat yang baik adalah yang bersama-sama mengatasi kesulitan, dengan mereka yang memiliki kekuatan membantu mereka yang membutuhkan.

Ketiga dari segi Spiritualitas dan Agama, yang memiliki unsur (1) Nilai Kemanusiaan: Filosofi ini mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan universal yang sering ditemukan dalam ajaran agama dan spiritualitas. Banyak tradisi agama mengajarkan bahwa membantu mereka yang lemah adalah perwujudan dari kasih sayang dan kebaikan yang mendalam. (2) Kedermawanan: Dalam ajaran spiritual/ agama, kedermawanan dan memberi kepada yang membutuhkan sering dilihat sebagai tindakan yang diberkahi. “Kuat bukan hanya berarti memiliki, tetapi juga berbagi dengan mereka yang kurang beruntung”.

Keempat dari segi Ekonomi dan Politik, yang memiliki unsur (1) Redistribusi Kekayaan: Dalam konteks ekonomi, filosofi ini bisa diterjemahkan ke dalam kebijakan redistribusi kekayaan, di mana yang lebih kuat (kaya) membantu yang lemah (miskin) melalui pajak progresif, program sosial, dan jaminan kesejahteraan. (2) Perlindungan Sosial: Pemerintah yang kuat diharapkan melindungi warganya yang rentan, seperti dengan menyediakan layanan kesehatan, pendidikan, dan jaminan sosial.

Kelima dari segi Psikologis dan Individu, yang memiliki unsur (1) Pengembangan Diri: Filosofi ini juga bisa diterapkan pada pengembangan pribadi. Seseorang yang kuat secara emosional atau mental diharapkan membantu mereka yang sedang mengalami kesulitan, baik melalui dukungan moral, bimbingan, atau hanya dengan menjadi pendengar yang baik. (2) Peningkatan Hubungan Antarpribadi: Dalam hubungan interpersonal, ini berarti mereka yang memiliki lebih banyak pengalaman, kekuatan emosional, atau stabilitas seharusnya membantu pasangan, teman, atau keluarga mereka yang lebih lemah dalam aspek-aspek tertentu.

Keenam dari segi Lingkungan dan Ekologi, yang memiliki makna secara luas, filosofi ini juga bisa diaplikasikan pada hubungan manusia dengan lingkungan. Manusia, sebagai spesies yang kuat, memiliki tanggung jawab untuk melindungi alam dan spesies lain yang lebih lemah, menjaga keseimbangan ekosistem agar kehidupan di bumi tetap berkelanjutan. Dengan kata lain intinya adalah panggilan untuk menciptakan harmoni dan keseimbangan di semua aspek kehidupan.

Kekuatan sejati bukan hanya dalam kekuasaan atau dominasi, tetapi dalam kemampuan untuk mendukung dan mengangkat orang lain yang lebih lemah. Oleh sebab itu menekankan pentingnya gotong royong, keadilan sosial, dan kebaikan hati dalam membangun kehidupan yang lebih baik bersama.

Wajar saja daerah tingkat dua ini memiliki “keguyuban” warga sangat baik, indikator yang dapat digunakan salah satu diantaranya adalah terjalinnya harmonisasi antarwarga yang berada di daerah ini, dan nyaris tidak pernah terdengar adanya konflik sosial. Justru yang sering mengusik adalah adanya konflik politik saat terjadinya kontestasi politik kepemilihan seperti saat ini.

Akibatnya justru menimbulkan konflik antaranggota keluarga besar akibat dari adanya hasrat bersama untuk meraih kursi nomor satui. Ternyata betul apa yang dikemukakan oleh para pendahulu bahwa syahwat untuk berkuasa itu bisa merusak tatanan yang ada, termasuk keharmonisan keluarga jika tidak disikapi dengan arif bijaksana. (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Arinal-Sutono, Keberuntungan atau Kebuntungan Democracy?

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Beberapa hari lalu, HBM menulis di medea ini bagaimana sepak terjang para peminat kursi “Lampung Satu” bersilat untuk meraih jabatan idaman. Semua jurus dikeluarkan, bahkan rekomendasi dari pusat diabaikan demi cita idaman.

Analisis HBM kelihatan sangat hati-hati dalam menulis, karena beliau ingin membuat jarak obyektif terhadap peristiwa; walaupun hal itu tidak mudah, karena HBM pada masa lalu pernah ikut di salah satu gerbong itu.

Dengan gaya bahasa yang ligat beliau tampilkan analisis berbobot jurnalis yang sangat bagus.
Tulisan ini mencoba melihat sisi lain yang terlewat oleh HBM, karena luput dari perhatiannya, atau mungkin sengaja menghindar agar tidak terperosok pada kawasan subyektif.

Itu semua sah-sah saja karena uraian HBM bukan reportase peristiwa tetapi analisis peristiwa. Sisi yang terlewat itu adalah, mestinya semua kita berterimakasih kepada petahana, dan beliau untuk peristiwa ini patut disebut penyelamat demokrasi.

Atas keberanian petahana “melawan” kesewenangan pusat, tentu dengan segala macam konsekwensinya, itu berarti membuat “lawan kotak kosong” tinggal mitos.

Penulis yakin, dan mungkin juga HBM, jika petahana menang, sikap pusat akan berubah total, dan dengan dalih berlindung pada dinamika politik, dengan tidak malu-malu akan mengatakan petahana adalah penyelamat organisasi.

Berbeda jika kalah, maka organisasi akan menghukumnya dengan mungkin tidak setimpal. Hakul yakin dalil yang paling aman untuk dipakai oleh pusat adalah “melanggar kode etik”.

Keadaan seperti ini meminjam istilah Palembang ….”idak galak berejo tapi nak melok menang bae” yang terjemahan bebasnya tidak mau ikut berusaha tetapi mau ikut menangnya saja.

Apakah ini yang menyebabkan organisasi banteng moncong putih membelakangkan diri dalam pencalonan, termasuk Kota Bandarlampung, agar mitos kotak kosong tidak terbukti.

Semua tergantung pisau mana yang kita pakai menganalisis, dan tentu para pakar politik-lah yang patut membedahnya.

Hanya perbedaannya jika provinsi petahana bermain tipis-tipis, sehingga tidak terlalu “gas pool” dalam bekerja, karena tampaknya beliau sadar diri, namun juga harus menjaga harga diri.

Sementara untuk kota tampaknya petahana menampilkan kekuatan penuh untuk berhadapan dengan pemain baru yang tampak masih malu-malu.

Oleh karena itu bisa dikatakan jika pada level proviinsi yang maju ke gelanggang adalah para petarung sejati, sementara untuk kota ada pada level “mari bertarung”.

Lalu bagaimana dengan perilaku para pemilih. Untuk saat ini, masyarakat kebanyakan baru ada pada tataran “tunggu dan lihat”.

Mereka baru menikmati “Tonil Politik” yang ada di daerah maupun pusat melalui media sosial yang ada dengan segala macam “kembang”nya.

Sementara aparat keamanan sekarang harus lebih hati-hati dalam berperilaku di lapangan, karena kemarin mereka sempat melakukan kesalahan fatal dengan melakukan penyiksaan di lapangan.

Bahkan korbannya-pun tidak “kaleng-kaleng”, diantaranya adalah anak seorang mantan Jenderal Angkatan Darat yang terkenal pada masanya. Sampai tulisan ini dibuat kalimat “maaf” belum pernah keluar dari lembaga resmi pemerintah.

Kekhawatiran yang muncul justru semua tontonan tadi membuat “Cognitive Map” para pemilih terisi oleh memori negatif tentang pelaksanaan pemilukada.

Jika ini tidak diantisipasi dengan baik oleh penyelenggara pemilu, justru dapat menyebablan rendahnya tingkat partisipasi pemilih dalam menggunakan hak suaranya. Maka jika keadaan itu yang terjadi betapa mahalnya harga demokrasi yang harus kita bayar.

Terakhir untuk melengkapi analisis HBM adalah, jika para pejabat penyelenggara negara tidak mampu menjaga lisannya, bahkan komentarnya justru melukai hati rakyat, maka jangan harap simpati rakyat akan tumbuh. Justru sebaliknya akan membuat rakyat makin merasa jauh.

Melalui tulisan ini dipesankan…pemilihan apapun akan sia-sia manakala tidak ada yang datang memilih…oleh sebab itu cobalah berlaku manis kepada para pemilih, karena nasib yang dipilih itu ditetapkan Tuhan melalui tangan-tangan pemilih. Salam Waras. (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Karam Sebelum Berlayar

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Beberapa hari ini menyimak isi beberapa media cetak maupun online, bahkan media yang kita baca inipun juga mewartakan bagaimana banyak calon yang semula diunggulkan kemudian tidak diusung oleh partainya. Bahkan secara nasional ada upaya untuk meninggalkan sendirian satu partai, agar semua kadernya tidak bisa tampil. Namun Tuhan berkehendak lain, ternyata aturan berubah akibat permohonan peninjauan aturan kepada lembaga yang berwenang oleh sekelompok “gurem” akan suatu aturan.

Tidak terkecuali ditempat kita berpijak ini; justru korban berjatuhan termasuk pimpinan organisasi politik berlambang pohon tertua itu-pun tidak mendapat dukungan dari pusat; padahal beliau memiliki rekam jejak pengalaman memimpin daerah ini. Adalagi pimpinan organisasi politik yang dibela-belain lompat pagar untuk dapat mencalonkan diri menjadi orang nomor satu di daerah ini, ternyata kandas karena rekomendasi justru tidak untuk pak ketua. Ada lagi pimpinan teras yang semangat sekali bersosialisasi karena merasa mendapat mandat, ternyata ditengah jalan beliau dibuat “layu sebelum berkembang”. Harus terima kenyataan rekomendasi dicabut dan diberikan pada orang lain. beliau diamputasi tanpa ampun sehingga sulit untuk mendongakkan kepala.

Tampaknya negeri ini sedang dikembangkan politik “karam sebelum berlayar” atau “kalah sebelum perang”. Atas nama dinamika politik perubahan haluan, perubahan rekomendasi, perubahan dukungan; seolah-olah menjadi semacam kebiasaan baru untuk saat ini. Calon lebih sibuk mencari perahu dan mesin dorong dibandingkan mencari suara rakyat. alasan ini bisa diterima karena terlena sedikit saja, maka rekomendasi bisa terbang entah kemana.

Di sisi lain, ada pimpinan partai yang memasang palang pagar tinggi bagi orang luar yang akan “kulonuwun” , yaitu dengan satu kata “harus nurut pada pimpinan”. Model begini sah-sah saja dalam rangka memproteksi diri, terutama memproteksi anggota agar tetap “tegak lurus” kepada pimpinan. Namun bagi mereka yang memiliki “jati diri”, tentu tidak akan menggadaikan harkat martabat diri hanya demi jabatan. Karena pola seperti itu akan membangun situasi “memiliki kekuasaan, tetapi tidak kuasa”. Mereka-mereka yang berpola pragmatis-lah yang bersiap untuk menjadi “penderek” dan menggadaikan diri kepada pimpinan seperti ini.

Jangan samakan jabatan dengan pesugihan, walaupun akhir-akhir ini justru sikap itu yang berkembang. Sehingga yang terjadi “harga diri biar tergadai, asal kursi dapat dipakai”, akibat sikap seperti ini jika nanti menduduki jabatan, hidungnya bisa ditarik oleh sak pemilik partai, dan tentu cara seperti itu akan tidak sehat dalam rangka menumbuhkembangkan demokrasi yang berdaulat.
Peristiwa pembelajaran politik sekarang sedang berseliweran di muka kita, semua menarik untuk kita jadikan pembelajaran. Akan tetapi ada yang terlewatkan, semua mereka para calon tampak sekali bagaimana libido berkuasanya begitu menggebu-gebu, sampai-sampai ada diantara mereka yang lupa bahwa dirinya akan dipilih oleh rakyat. Tidak cukup, bahkan tidak jaminan dikukuhkan oleh ketua partai itu akan menang. Bisa jadi justru akibat pengukuhannyalah yang membuat dirinya tidak menang.

Ada juga diantara mereka menjadi “pelompat kijang” yang handal; mereka pertontonkan bagaimana memburu dukungan dengan lompatan-lompatan yang terkadang diluar nalar. Tetapi atas nama politik dan kekuasaan, seolah-olah apapun itu menjadi sah-sah saja; oleh karenanya lompatan demi lompatan begitu dinikmati, terlepas bagaimana hasilnya yang bersangkutan tetap lakukan itu semu demi memenuhi libido ingin menjadi penguasa.

Menit-menit terakhir masih saja kita jumpai bagaimana partai besar ragu mendayung perahu, atas nama kehati-hatian semua dilakukan. Padahal secara filosofis ragu-ragu dengan hati-hati itu perbedaannya sangat tipis sekali, bahkan tidak jarang tertukar keduanya. Kita tidak mengetahui apa yang ada dibalik itu, hanya Tuhan dan mereka saja yang memahami. Bahkan di menit terakhir ada juga bakal calon yang diledakan agar supaya gagal maju, dengan cara dibenturkan kepada pelanggaran kode etik partai. Entah juga kode etiknya seperti apa, hanya kita yang menonton terpaksa harus menahan tawa. Padahal jika tidak tertawa memang menggelikan, jika tertawa takut dikira mengejek; paling aman kita tinggal buang muka.

Mereka tidak sadar bahwa “sandiwara” yang mereka semua pertontonkan kepada publik bisa sangat membahayakan, sebab jika tumbuh sikap apatisme, maka bisa jadi banyak orang enggan datang ke tempat pemungutan suara; dan ini menunjukkan tingkat partisipasi rendah. Itu berarti juga pendidikan politik yang dilakukan partai selama ini dapat disebut gagal. Semoga hal itu tidak terjadi, namun jika keadaan itu yang muncul, maka malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih. Salam Waras. (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Rektor Universitas Malahayati Temui Warga dan Mahasiswa KKL PPM di Pekon Wonosobo Tanggamus

Tanggamus (malahayati.ac.id ): Rektor Universitas Malahayati, Dr. Achmad Farich, dr, MM, menyampaikan rasa terima kasih kepada masyarakat dan perangkat Pekon Wonosobo, Kabupaten Tanggamus, atas Berbagai dan dukungan yang diberikan kepada para mahasiswa KKL PPM.

Hal itu disampaikan Dr. Achmad Farich saat berkunjung ke Pekon Wonosobo menggabungkan langsung pelaksanaan program Kuliah Kerja Lapangan Pembelajaran Pengabdian pada Masyarakat (KKL PPM) yang tengah berlangsung, Kamis, 29 Agustus 2024.

Dalam sambutannya, Dr. Achmad Farich menekankan pentingnya peran pelajar dalam mendukung program pemerintah, khususnya dalam upaya percepatan penurunan angka stunting.

“Terima kasih kepada seluruh masyarakat dan perangkat desa yang telah menerima dengan baik siswa kami. Mereka adalah generasi muda yang kelak akan menjadi harapan bangsa dalam menyongsong Indonesia Emas 2045,” ujarnya.

Lebih lanjut, Rektor juga mengingatkan betapa pentingnya peran masyarakat dalam menjamin kualitas generasi penerus.

“Kami berharap masyarakat, terutama ibu-ibu, dapat saling mengingatkan pentingnya menjaga kesehatan sejak masa pra-kehamilan hingga melahirkan, agar dapat melahirkan generasi yang berkualitas,” tambahnya.

Rektor juga mengapresiasi kerjasama yang telah terjalin dengan Pemerintah Kabupaten Tanggamus, yang menurutnya telah menunjukkan hasil positif dalam upaya penurunan angka stunting.

“Alhamdulillah, berdasarkan laporan terbaru, penurunan angka stunting di Tanggamus berlangsung cukup cepat dan menggembirakan. Kami optimis target nasional dapat tercapai,” ungkapnya.

Kunjungan rektor didampingi Wakil Rektor 1 Dr. Muhammad, S. Kom., M.M., Wakil Rektor III, Dr. Eng Rina Febrina, ST., M.T., Wakil Rektor 4 Bidang Kerjasama Suharman, Drs., M.Pd., M.Kes., Wakil Dekan Fakultas Teknik Ahmad Sidik, ST., MT., Ketua LPPM, Prof. Erna Listyaningsih, SE, M.Si., Ph.D., Wakil Ketua LPMI Prima Dian Furqoni, S.Kep., Ns.,M.Kes., Kepala Humas Emil Tanhar, S. Kom, serta Tim Malahayatinews Gilang Agusman, ST dan Esti Ambarwati, SE. (*)

Redaktur : Asyihin

Rektor Universitas Malahayati Pantau Kegiatan Mahasiswa KKL PPM di Kabupaten Tanggamus

TANGGAMUS (malahayati.ac.id) : Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Achmad Farich, dr., MM., didampingi tim dosen, melakukan kunjungan ke sejumlah pekon di Kabupaten Tanggamus, Kamis, 29 Agustus 2024.

Kunjungan ini bertujuan untuk memantau langsung kegiatan Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan Pembelajaran Pengabdian Masyarakat (KKL PPM) yang berlangsung sejak 5 Agustus 2024.

Selain itu, kunjungan juga untuk memastikan kelancaran kerjasama dalam implementasi program “Best Practice Kampung Keluarga Berkualitas” guna menurunkan angka stunting, bekerja sama dengan BKKBN Lampung.

Dalam kunjungannya, Dr. Achmad Farich menyampaikan bahwa program penanganan stunting ini telah menjadi fokus utama Universitas Malahayati sejak tahun 2023, bekerja sama dengan pemerintah Kabupaten Tanggamus dan BKKBN.

“Kami bersama-sama dengan pemerintah Kabupaten Tanggamus dan didukung BKKBN melaksanakan program pencegahan stunting. Kegiatan ini dilaksanakan di 40 pekon di beberapa kecamatan Kabupaten Tanggamus,” ujar Dr. Achmad Farich.

Menurutnya, kegiatan ini menjadi prioritas utama karena cita-cita bangsa menuju Indonesia Emas 2045 tidak dapat tercapai tanpa perbaikan kualitas sumber daya manusia. Untuk itu, kami dari perguruan tinggi merasa terpanggil untuk ikut serta dalam upaya ini.

“Respon pemerintah Kabupaten Tanggamus sangat luar biasa. Dalam kunjungan kami tiga minggu lalu, informasi dari pemerintah daerah menunjukkan penurunan stunting yang cukup signifikan,” kata Dr. Achmad Farich.

Program KKL PPM yang melibatkan mahasiswa Universitas Malahayati ini akan terus berlanjut hingga tahun 2025 dengan fokus utama pada pencegahan dan penanganan stunting di Kabupaten Tanggamus.

Kepala Dinas P3AP2KB Kabupaten Tanggamus, AAH Derajat, SE., SH., juga turut menyampaikan apresiasi atas kerjasama ini. Ia mengungkapkan bahwa hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menunjukkan penurunan prevalensi stunting di Kabupaten Tanggamus sebesar 14,90%, turun 0,3% dari tahun sebelumnya.

Menurutnya, kerjasama yang melibatkan berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi, sangat penting dalam mencapai target penurunan stunting nasional yang ditetapkan sebesar 14% pada tahun 2024.

Sementara itu, perwakilan BKKBN Lampung, Karnadinata, menekankan pentingnya kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah, dan masyarakat desa dalam mengatasi masalah stunting.

“Kolaborasi ini menggabungkan idealitas program dengan kenyataan lapangan, sehingga manfaatnya benar-benar bisa dirasakan masyarakat,” kata Karnadinata.

Kegiatan tersebut juga dirangkai dengan penyerahan secara simbolis dukungan bahan pangan bergizi bagi keluarga berisiko stunting (KRS) dari BKKBN sebanyak 200 paket, serta 100 paket alat permainan edukatif dari Baznas Tanggamus. (*)

Redaktur : Asyihin

Baek Budi

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Siang itu mendapat kiriman komentar dari sahabat lama dalam menyikapi situasi negara yang sedang tidak baik-baik saja, karena beliau ada di Palembang, maka tidak pelak lagi komennya dalam bahasa Palembang. Tulisan komen itu sebagai berikut “….kito tebudi samo wong yang pecaknyo baik budi….padahal tukang budike… akhirnyo kito tebudi…”. Terjemahan bebasnya “…kita tertipu dari orang yang sepertinya baik budi ..ternyata tukang menipu…akhirnya kita tertipu”. Terjemahan ini tidak tepat benar jika dibaca dengan bahasa rasa, karena rasa bahasa yang terkandung di dalam kalimat itu sering tidak jumbuh dengan terjemahannya.

Hasil penelusuran digital ditemukan konsep: Dalam bahasa Palembang, “baek budi” memiliki arti “baik hati” atau “berbudi baik.” Ungkapan ini menggambarkan seseorang yang memiliki sifat baik, penuh kebaikan, dan memiliki perilaku yang baik terhadap orang lain. Jadi, ketika seseorang mengatakan “baek budi” dalam bahasa Palembang, itu mengacu pada orang yang berperilaku dengan sopan, santun, dan penuh kebaikan hati. Sementara “tebudi” adalah asal katanya ter-budi dari ter-tipu; terjadi pemepetan (pemadatan..?) menjadi tebudi.

Ternyata teman tadi mengingatkan kita semua, semula kita terpesona bahkan terpana, dengan sikap seorang pemimpin yang sepertinya sangat memihak pada demokrasi, mementingkan negara di atas segala-galanya, merakyat dan sifat-sifat luhur lainnya. Ternyata dipenghujung sana baru terlihat aslinya, bahwa semua itu untuk menutupi kehendak tidak terpuji yang ada di dalam hatinya berupa syahwat ingin membangun dinasti.

Namun nanti dulu, ternyata ada komentar masuk dari seorang saudara juga dari Palembang yang berkata sebaliknya. Beliau mengatakan dengan bahasa khas plembang-nya “amen aku jujur bae, aku paham dengan sikap kawan mimpin cak itu, sebab wong tuo mano yang idak pengen anaknyo dan keluargonyo sukses. Kito bejuang pagi sore siang malam itu untuk anak bini…” terjemahan bebasnya kira kira “…saya paham dengan sikap pemimpin seperti itu, sebab orang tua mana yang tidak ingin melihat anaknya dan keluarganya sukses. Kita berjuang siang malam pagi sore itu ya untuk anak istri,”. Ternyata satu peristiwa, atas nama demokrasi, kita juga harus memahami ada pendapat yang berbeda.

Kedewasaan untuk melihat perbedaan ini ternyata juga tidak mudah, karena banyak diantara kita sangat ingin segala sesuatu itu harus sama, bahkan sama dan sebangun. Untuk melihat perbedaan cara pandang kemudian melakukan kompromi atas perbedaan itu juga merupakan sikap kedewasaan yang demokratis.

Oleh karena itulah, sangat diperlukan aturan yang mengatur dan aturan itu ditaati oleh semua, termasuk yang membuat aturan. Sehingga pihak pertama tidak merasa ditipu, juga pihak yang lain boleh sayang anak tetapi tidak dengan memaksakan kehendak, sehingga melanggar aturan yang telah menjadi kesepakatan bersama. Jika anaknya memang memenuhi syarat, ya silahkan. Namun, bukan aturannya yang dipaksa untuk memenuhi keinginan anak atau hasrat orang tua yang sayang anak jika anaknya ternyata tidak layak atau tidak memenuhi syarat.

Oleh karena itu dalam konteks inilah sering orang menyebut sebagai kepatutan; kepatutan sendiri adalah, suatu konsep yang menggambarkan kesesuaian atau kelayakan sesuatu berdasarkan norma-norma, aturan, atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kepatutan sering kali merujuk pada tindakan, keputusan, atau sikap yang dianggap tepat, pantas, dan tidak melanggar batas-batas etika atau kesusilaan.

Lebih tajam lagi jika dirumuskan dengan sudut pandang filsafat politik; dari penelusuran digital ditemukan bahwa hakikat kepatutan dalam berpolitik merujuk pada prinsip-prinsip etis dan moral yang harus diikuti oleh para pelaku politik dalam menjalankan aktivitas politik mereka. Kepatutan ini melibatkan tindakan yang adil, bertanggung jawab, transparan, dan mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi atau golongan.

Secara lebih rinci, hakikat kepatutan dalam berpolitik mencakup hal-hal berikut: Pertama, Kejujuran dan Transparansi: Para politisi diharapkan bertindak jujur dalam menyampaikan informasi dan transparan dalam pengambilan keputusan serta penggunaan kekuasaan.

Kedua, Keadilan: Politik yang patut adalah politik yang memperjuangkan keadilan bagi semua warga, tanpa diskriminasi atau favoritisme.

Ketiga, Akuntabilitas: Para pemimpin politik harus bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan mereka, baik kepada konstituen maupun hukum yang berlaku.

Keempat, Kepentingan Umum: Kepatutan menuntut bahwa kebijakan dan tindakan politik harus mengutamakan kepentingan masyarakat luas daripada keuntungan pribadi, kelompok, atau partai.

Kelima, Etika dan Kesantunan: Tindakan politisi harus selalu mencerminkan sikap yang etis, santun, dan menghormati norma-norma sosial dan hukum.

Keenam, Menghindari Penyalahgunaan Kekuasaan: Politisi yang bertindak dengan patut tidak akan menggunakan posisinya untuk memperoleh keuntungan pribadi yang tidak sah atau menindas orang lain.

Dengan mengikuti prinsip-prinsip kepatutan ini, politik dapat berjalan secara etis, efektif, dan berkelanjutan dalam menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat. Inilah sebenarnya yang menyulut “rasa bernegara” yang dimiliki warga negara manakala melihat penyimpangan yang sudah diluar batas kewajaran, dengan ukuran etika kepatutan.

Sayangnya prinsip-prinsip di atas hanya ada pada ruang kelas kuliah, namun pada tataran praksis ternyata tidak seindah teorinya; sehingga muncul istilah “Baek budi, budi baek, tebudi” dan kata kiasan miring lainnya. Memang menjumbuhkan antara teori dan praktik diperlukan kepiawaian tersendiri, bahkan kelapangan hati, kedewasaan diri dan kebijaksanaan dalam bersikap. Salam Waras. (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Dies Natalis ke-31: Universitas Malahayati Luncurkan Buku Tiga Dekade, Kukuhkan Guru Besar, dan Wisuda 330 Sarjana

BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Universitas Malahayati Bandar Lampung merayakan tiga momen penting dalam Dies Natalis ke-31, yaitu Pengukuhan Guru Besar, Wisuda ke-37, dan peluncuran buku Tiga Dekade di Graha Bintang, Selasa, 27 Agustus 2024.

Kegiatan dengan tema “Tiga Dekade Universitas Malahayati Membangun Negeri” ini menjadi refleksi perjalanan panjang Universitas Malahayati dalam kontribusinya terhadap pembangunan bangsa melalui pendidikan tinggi selama 31 tahun.

Rektor Universitas Malahayati, Dr. Achmad Farich, dr., MM., menyampaikan rasa syukur atas perkembangan signifikan yang telah dicapai Universitas Malahayati selama 31 tahun terakhir.

“Dalam tiga dekade ini, Universitas Malahayati telah mencetak lebih dari 17 ribu lulusan yang telah berkontribusi di berbagai bidang, terutama sektor kesehatan, teknik, dan ekonomi. Mereka adalah dokter muda, tenaga kesehatan, insinyur, dan profesional yang telah mengukir sejarahnya sendiri,” ungkap Rektor.

Keberhasilan ini, lanjut Rektor, tidak lepas dari dedikasi dan komitmen seluruh civitas akademika Universitas Malahayati serta dukungan spiritual dari 8.000 anak yatim binaan Yayasan Alih Teknologi yang tersebar di seluruh Indonesia. “Doa dan dukungan mereka telah menjadi fondasi keberhasilan universitas ini,” tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Universitas Malahayati mengukuhkan Prof. Erna Listyaningsih, SE, M.Si., Ph.D., sebagai Guru Besar Bidang Manajemen. Pengukuhan ini merupakan pengakuan atas dedikasi dan kontribusi Prof. Erna dalam dunia akademik, khususnya di Universitas Malahayati.

Acara juga diisi dengan prosesi Wisuda ke-37 yang diikuti oleh ratusan wisudawan dan wisudawati. Rektor menyampaikan selamat kepada seluruh lulusan yang telah menyelesaikan perjalanan akademik mereka dan berpesan agar terus mengembangkan diri serta berkontribusi dalam pembangunan negeri.

“Bekal ilmu yang kalian peroleh di Universitas Malahayati adalah awal dari perjalanan panjang di dunia kerja. Teruslah menggali ilmu dan keterampilan yang dibutuhkan di dunia usaha, industri, dan dunia kerja (DUDIKA),” ujar Rektor.

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Prof. Anwar Sanusi, Ph.D., yang turut hadir, menyampaikan apresiasi kepada seluruh lulusan dan menegaskan bahwa perjalanan mereka yang penuh perjuangan, pengorbanan, dan dedikasi telah membawa mereka hingga ke titik ini. “Kalian semua adalah orang-orang terpilih. Di tangan kalianlah masa depan Indonesia berada,” ujar Prof. Anwar.

Dia juga menekankan pentingnya terus belajar dan mengembangkan jejaring, mengingat dinamika pasar kerja yang terus berubah. Prof. Anwar Sanusi juga memberikan selamat kepada Prof. Erna Listyaningsih, Ph.D., yang dikukuhkan sebagai Guru Besar. Menurutnya, gelar ini merupakan pengakuan atas dedikasi dan kerja keras dalam mengembangkan ilmu pengetahuan serta merupakan inspirasi bagi generasi akademisi berikutnya.

“Indonesia membutuhkan figur Guru Besar yang tidak hanya ahli dalam bidangnya, tetapi juga memiliki keteladanan publik yang mampu mempercepat pembangunan nasional,” kata Prof. Anwar.

Acara dirangkai dengan penayangan video dokumenter perjalanan Universitas Malahayati selama 30 tahun yang dilanjutkan peluncuran buku berjudul “Universitas Malahayati, Jejak Tiga Dekade Berkarya untuk Pendidikan: Mengantarkan Universitas Malahayati ke Catatan Sejarah”.

Acara dihadiri Sekjen Kemenaker RI, Prof. Anwar Sanusi, Ph.D., Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan SDM, Drs. Intizam, Kepala Biro Umum Universitas Lampung Ida Ropaida, S.E., M.M., serta Direktur Universitas Terbuka Bandar Lampung, Dra. Sri Ismulyati, M.Si.

Turut hadir Kepala Bagian Umum LLDIKTI Wilayah II, Fansyuri Dwi Putra, S.E., M.Si., Kasi Pers Korem 043/Gatam Lampung, Letkol Arh Sujaedi Faisal, dan Karo SDM Polda Lampung, serta perwakilan dari berbagai institusi pendidikan dan kesehatan seperti Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, BKKBN Provinsi Lampung, Universitas Mitra Lampung, Universitas Muhammadiyah Lampung, Universitas Teknokrat Indonesia, Universitas Muhammadiyah Pringsewu, IBI Darmajaya, Universitas Aisyah Pringsewu, Universitas Bandar Lampung, RSPBA, RS Airan Raya, dan Prof. Dr. H.M. Joesoef Simbolon, Sp. KK. (*)

 

Editor: Asyihin