Abu Nawas Dengan Si Tidak Tahu

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Pada artikel yang lalu ada seorang guru besar mengomentari bahwa dirinya pernah diajari untuk menjawab “tidak tahu” oleh promotornya saat mengambil gelar akademik tertinggi di salah satu perguruan tinggi terkenal kelas dunia, tentu saja dengan moment kapan harus menjawab “tahu” dan kapan harus menjawab “tidak tahu”. Komentar dari Sang Profesor tadi menggelitik semakin semangat untuk membaca naskah-naskah tentang Abu Nawas, baik secara digital maupun konvensional. Ternyata perburuan itu berhasil. Lengkap naskahnya sebagai berikut, tentu saja setelah diedit di sana-sini.

Suatu hari, Abu Nawas bertemu dengan seorang pria yang terkenal karena kebiasaannya selalu menjawab, “Saya tidak tahu,” untuk segala pertanyaan. Orang ini berpikir bahwa dengan selalu menjawab seperti itu, ia terlihat rendah hati dan bijaksana. Namun, sikapnya sering membuat orang lain kesal. Abu Nawas, penasaran dengan sikap pria itu, memutuskan untuk mengajarinya suatu pelajaran yang lucu, tapi bermakna. Ia mendatangi pria tersebut dan memulai percakapan.

Abu Nawas: “Wahai sahabatku, apakah benar kau selalu menjawab ‘tidak tahu’ untuk semua pertanyaan?”. Pria itu menjawab: “Ya, benar.”

Abu Nawas melanjutkan pembicaraannya: “Oh, jadi kau tahu bahwa kau selalu menjawab ‘tidak tahu’?”. Jawab Pria tadi: “Tentu saja.”.

Abu Nawas mulai mengeluarkan jurusnya: “Tunggu sebentar, kau tahu kau selalu menjawab ‘tidak tahu,’ tapi kau tetap menjawabnya? Apakah kau benar-benar tahu atau tidak tahu?”

Pria itu bingung mendengar logika Abu Nawas. Ia mencoba menjawab, tetapi terjebak dalam kebingungannya sendiri. Melihat pria itu diam dan tampak kebingungan, Abu Nawas tersenyum dan melanjutkan, “Sahabatku, mengetahui kapan kita tahu dan kapan kita tidak tahu adalah tanda kebijaksanaan. Jika kau terus-menerus menjawab ‘tidak tahu,’ bagaimana kau belajar untuk tahu? Sebaliknya jika kamu menjawab selalu tahu sekalipun kamu tidak tahu, itu menunjukkan kebodohanmu sendiri.”

Pria itu akhirnya menyadari bahwa kebiasaannya hanya membuatnya terlihat bodoh, bukan rendah hati atau bijaksana. Ia berterima kasih kepada Abu Nawas atas pelajaran yang diberikan dan mulai mengubah cara berpikirnya, yaitu dia akan bersikap kapan menjawab tidak tahu dan kapan harus menjawab tahu. Karena kedua-duanya jawaban tadi benar dan baik jika kita pandai menempatkannya, dan itulah disebut dengan bijaksana.

Hikmah Cerita Kisah Abu Nawas pada bab ini mengajarkan bahwa kebijaksanaan bukan hanya tentang rendah hati, tetapi juga tentang keberanian untuk belajar dan menerima pengetahuan. Menjawab “tidak tahu” itu baik jika kita sungguh-sungguh tidak tahu, tetapi jangan sampai itu menjadi penghalang untuk berpikir atau mencari tahu.

Filosofi jawaban “tahu” dan “tidak tahu” berkaitan dengan kesadaran atas batas pengetahuan seseorang dan kebijaksanaan dalam merespons. Filosofi ini sering dijadikan pedoman untuk menghindari sikap arogan dan mengembangkan kerendahan hati serta keterbukaan terhadap pembelajaran.

Hasil penelusuran referensi digital ditemukan pemahaman lebih dalam
hakikat jawaban “tahu” adalah : Pertama, kesadaran akan pengetahuan. Mengakui bahwa kita mengetahui sesuatu bukan hanya tentang menyampaikan informasi, tetapi juga memahami sejauh mana pengetahuan kita relevan dan bermanfaat.

Kedua, tanggung jawab dalam pengetahuan. Ketika menjawab “tahu,” kita harus memastikan bahwa informasi tersebut benar, dapat dipercaya, dan tidak menyesatkan.

Ketiga, keberanian memberi jawaban. Menjawab “tahu” membutuhkan kepercayaan diri, terutama jika konteksnya menantang atau rumit.

Hakikat jawaban “tidak tahu” adalah : Pertama, kerendahan hati. Mengakui bahwa kita tidak tahu adalah tanda kebijaksanaan, bukan kelemahan. Ini menunjukkan kejujuran atas keterbatasan kita.

Kedua, pintu untuk belajar. Dengan mengatakan “tidak tahu,” kita membuka ruang untuk mencari tahu dan memperdalam pemahaman kita.

Ketiga, menghindari kesalahan. Daripada memberikan jawaban yang salah, lebih baik mengakui ketidaktahuan untuk menghindari konsekuensi negatif.

Dalam tradisi filsafat, seperti yang diajarkan oleh Socrates, “Saya tahu bahwa saya tidak tahu” adalah dasar dari kebijaksanaan. Kesadaran akan keterbatasan pengetahuan mendorong kita untuk terus belajar dan mencari kebenaran. Ini juga relevan dalam konsep Sandi Tomo Kawedar yang pernah diuraikan oleh penulis pada tahun lalu, dimana kearifan lokal mengajarkan pentingnya kebijaksanaan dalam berbicara dan bertindak. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

60 Dokter Baru Disumpah dalam Prosesi Sumpah Dokter Periode 71 Universitas Malahayati, Siap Mengabdi untuk Indonesia

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandarlampung sukses menggelar prosesi Sumpah Dokter Periode 71 yang diikuti oleh 60 dokter baru pada Selasa, 14 Januari 2025. Prosesi yang berlangsung khidmat di Gedung Graha Bintang Universitas Malahayati ini menandai langkah awal para dokter baru dalam mengemban tugas mulia sebagai tenaga medis yang siap mengabdi kepada masyarakat.

Dr. Toni Prasetia, dr., Sp.PD., FINASIM, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati, turut memberikan ucapan selamat kepada para lulusan. “Proses ini adalah momen yang sangat dinantikan, bukan hanya oleh kalian, tetapi juga oleh orang tua dan masyarakat. Ini adalah titik awal yang luar biasa,” ujarnya.

Dr. Toni mengingatkan bahwa setelah prosesi sumpah, para lulusan akan melanjutkan perjalanan dengan melaksanakan program internship dan harus memahami dengan baik aturan-aturan terbaru yang diterbitkan oleh pemerintah.

“Prosesi sumpah dokter ini hanya terjadi sekali seumur hidup. Ini adalah sumpah jabatan yang akan kalian pegang seumur hidup. Saya ucapkan selamat kepada 60 dokter baru yang telah berhasil melewati tahapan ini,” ucap Dr. Toni dengan penuh kebanggaan.

Lebih lanjut, Dr. Toni mengingatkan agar para dokter baru tidak hanya terfokus pada perkembangan ilmu kedokteran, tetapi juga menjaga etika profesi yang merupakan landasan utama dalam menjalankan tugas. “Ilmu kedokteran berkembang begitu cepat, jadi kalian harus selalu mengupdate diri. Jangan sampai tertinggal. Namun, ingat bahwa etika profesi tidak akan pernah berubah. Perilaku seorang dokter selalu menjadi sorotan publik, dan menjaga etika adalah kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat,” tambah Dr. Toni dengan tegas.

Dalam kesempatan yang sama, Dr. dr. Aila Karyus, SH, M.Kes., Sp.KKLP, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Provinsi Lampung, mengangkat isu penting terkait kekurangan tenaga medis di Indonesia. “Meskipun kita terus menambah jumlah dokter, kita harus memastikan bahwa kualitas pendidikan kedokteran tetap terjaga. Banyak daerah di Indonesia yang membutuhkan dokter dengan keterampilan dan keahlian terbaik,” ujarnya.

Dr. Aila juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang telah berjuang demi keberhasilan para dokter baru. “Terima kasih kepada orang tua yang telah berperan besar, sehingga anak-anak mereka hari ini dapat diambil sumpah dan dilantik sebagai dokter,” ucapnya.

Selain itu, Dr. Aila menyampaikan apresiasi kepada Universitas Malahayati atas kepercayaannya kepada IDI sebagai mitra dalam mencetak dokter-dokter berkualitas.

Prof. Dr. Dessy Hermawan, S.Kep., Ns., M.Kes, Wakil Rektor 1 Universitas Malahayati, menyampaikan ucapan terima kasih kepada para orang tua yang telah mendukung perjuangan para lulusan. “Hari ini, kita menyaksikan sebuah pencapaian besar yang tidak hanya milik kalian, tetapi juga orang tua yang telah memberikan dukungan dan doa. Ini adalah gerbang menuju kesuksesan yang lebih tinggi,” ujar Prof. Dessy.

Prof. Dr. Dessy juga mengingatkan para dokter baru untuk selalu menjaga nama baik almamater dan terus berkembang. “Jangan pernah lupakan kampus ini, dan jadilah dokter yang membanggakan, yang terus berusaha menjadi lebih baik setiap hari,” tambahnya dengan penuh semangat.

Prosesi ini juga dihadiri oleh sejumlah pejabat penting di antaranya Wakil Rektor II Universitas Malahayati, Drs. Nirwanto, M.Kes, Wakil Rektor IV, Drs. Suharman, M.Pd., M.Kes, Kepala Program Studi Profesi Dokter, dr. Muhamad Ibnu Sina, M.Ked (Neu)., Sp.N., Kepala Program Studi Pendidikan Dokter, dr. Tessa Sjahriani, M.Kes, serta dosen-dosen Fakultas Kedokteran. Kehadiran mereka menunjukkan betapa pentingnya acara ini sebagai bagian dari perjalanan panjang para lulusan.

Acara ini juga mendapat perhatian dari berbagai pihak terkait, termasuk perwakilan Dinas Pendidikan Lampung (Bapak Sunes), Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung (Ibu Lisa Kepriawati), Dinas Kesehatan Provinsi Lampung (Ibu Zarma), serta perwakilan IDI Wilayah dan Kota Bandar Lampung, RS Bhayangkara, RSUD Abdoel Moeloek, dan RS Polda Lampung yang turut hadir untuk memberikan dukungan kepada para dokter baru.

Dengan prosesi sumpah dokter ini, diharapkan para lulusan dapat menjalankan profesi mereka dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi, serta memberikan kontribusi terbaik bagi dunia kesehatan Indonesia. Kini, 60 dokter baru ini tidak hanya mengemban gelar, tetapi juga amanah besar untuk mewujudkan kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik di masa depan. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Yudisium Profesi Dokter Periode ke-71 Universitas Malahayati, Langkah Awal Para Dokter Baru Menuju Dunia Profesional

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati sukses menggelar Yudisium Profesi Dokter Periode ke-71 pada Senin (13/1/2025), yang berlangsung di Gedung Graha Bintang. Sebanyak 60 peserta yang berhasil menyelesaikan pendidikan mereka dalam Program Profesi Dokter turut hadir dalam acara penuh kebanggaan ini.

Turut hadir dalam acara tersebut Wakil Rektor 1 Universitas Malahayati, Prof. Dr. Dessy Hermawan, S.Kep., Ns., M.Kes, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati, Dr. Toni Prasetia, dr., Sp.PD., FINASIM, serta jajaran pengurus Fakultas Kedokteran, seperti Kepala Program Studi Profesi Dokter, Muhamad Ibnu Sina, dr., M.Ked (Neu)., Sp.N., Sekretaris Prodi, serta para dosen Prodi Profesi dan Pendidikan Dokter.

Kepala Program Studi Profesi Dokter, Muhamad Ibnu Sina, dr., M.Ked (Neu)., Sp.N., dalam sambutannya menyampaikan selamat kepada 60 lulusan yang telah berhasil mencapai tahap penting ini. “Semoga pencapaian ini menjadi motivasi bagi rekan-rekan lainnya untuk terus berusaha dan berkarya,” ujarnya.

Hari ini menandai awal perjalanan para dokter muda untuk terjun ke dunia profesional. Para peserta yudisium diharapkan untuk terus mengembangkan kompetensinya melalui berbagai kegiatan ilmiah seperti seminar, workshop, dan simposium, guna menjadi dokter yang semakin berkualitas.

Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran, Dr. Toni Prasetia, dr., Sp.PD., FINASIM, mengungkapkan kebanggaannya terhadap para lulusan. “Kami sangat bangga atas pencapaian ini. Jaga nama baik almamater dan teruslah berkontribusi dalam dunia kedokteran. Dunia kesehatan sangat membutuhkan tenaga medis yang berkompeten dan penuh dedikasi,” tuturnya.

Wakil Rektor 1 Universitas Malahayati, Prof. Dr. Dessy Hermawan, S.Kep., Ns., M.Kes, turut memberikan pesan inspiratif. “Selamat kepada seluruh peserta yudisium. Mudah-mudahan pencapaian ini membawa kalian melangkah lebih maju dalam karier medis, serta membuka kesempatan untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi. Jangan lupakan kampus Universitas Malahayati yang telah membentuk kalian menjadi pribadi yang siap menghadapi dunia profesional.”

Yudisium ini bukan hanya menjadi momen perayaan, tetapi juga pengingat akan tanggung jawab besar yang kini diemban oleh para lulusan. Dengan bekal ilmu yang telah diperoleh, mereka siap melangkah menuju dunia profesi dokter yang penuh tantangan dan harapan. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Soal Singkong, Belajar dari Gubernur Lalu, 4 Pesan Buat Gubernur Nanti

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Sudah beberapa hari ini, saya marhing atau meriang. Atas rekomendasi dokter, badan harus istirahat, termasuk istirahat berfikir. Namun apadaya, untuk yang terakhir tadi sulit sekali dilakukan. Apalagi begitu membaca berita Helo Indonesia secara konsisten mengikuti terpuruknya nasib petani singkong.

Terakhir, ribuan petani singkong dari tujuh kabupaten terpaksa demo besar-besaran di Lapangan Korpri depan Kantor Gubernur dan DPRD Provinsi Lampung. Sementara nu jauh di sana pemilik pabrik “sewot” dengan tidak mau membeli singkong. Ratusan truk antre entah sampai kapan.

Kondisi ini seperti halnya buah simalakama “dimakan mati bapak, dibuang mati emak”.

Sebenarnya, persoalan singkong memiliki riwayat yang panjang hingga tidak jarang memilukan. Kilas balik, Gubernur Pudjono Pranyoto (1988-1997) sudah mengingatkan kala itu agar petani tak gegabah diversifikasi pertanian dengan mengorbankan kebun lada dan kopi saat tidak baik-baik saja.

Bahkan, Ketua Bappeda Siti Nurbaya saat itu — terakhir menteri Kehutanan RI — sudah menyusun sejumlah kebijakkan tentang tata ruang, termasuk pola tanam pohon umbi-umbian yang nama latinnya Manihot esculenta.

Tetap saja, para petani tergoda harga singkong kala itu. Mereka kemudian eksodus menganti kebunnya dengan tanaman bahan baku tepung tapioka yang berjangka pendek dan lebih menguntungkan secara finansial.

Gubernur Oemarsono (1998—2003) dengan Ketua Bappeda Haris Hasyim (Mantan Wakil Rektor Bidang Akademik Unila) melangkah lebih maju dengan Program Desa Ku Maju Sakai Sambayan yang disingkat DMSS. Ada yang kemudian memplesetnya upaya membantu petani itu jadi dang mengan saean saean..

Program ini menggandeng para pemikir peguruan tinggi, Unila khususnya, untuk mencari jalan keluar dari persoalan petani singkong yang kerap harus menghadapi remuknya harga jual.

Lewat Program Industri Tapioka Rakyat atau disingkat ITARA, Pemprov Lampung membantu petani lewat koperasi mesin mini penggiling singkong agar menjadi tepung karya Ir. Sarnadi. M.S (maaf kalau salah menuliskan nama).

Tak sampai di mekanisasi, Pemprov Lampung juga menurunkan para pakar, yakni Irwan Efendi sebagai komandan Tim Sosial Ekonomi Pertanian; Armen Yasir soal hukumnya, Ambyah yang memikirkan pemasarannya, Mohammad Kamal dan Hassanudin urusan penelitian dan pengembangan, dan masih banyak lagi.

Mereka kemudian menjadi guru besar, ada yang saat ini sudah lensiun dan juga sudah ada yang wafat.

Begitu kepala daerah beralih ke Syachruddin ZP (2004—2008 dan 2009—2014) urusan singkong meredup. Sebagai jenderal purnawirawan, putra Gubernur ke-2 Lampung Zainal Abidin Pagaralam ini lebih fokus mengatasi persoalan-persoalan penyerobotan tanah yang marak pada waktu itu.

Namun persoalan petani agak sedikit terpinggirkan dan akhirnya hilang ditelan waktu. Sementara gubernur-gubernur selanjutnya walau janji politiknya selalu demi kesejahteraan rakyat nyatanya lebih repot mengurus infrastruktur. Walau akhirnya, ada yang tak tuntas juga.

Sebagai contoh bisa dibayangkan jalan provinsi yang ada pada sabuk wilayah seperti Banjit, Kasui, Bahuga dan masih banyak lagi; sampai hari ini kita tidak bisa membedakan antara jalan dengan kubangan.

Oleh sebab itu, kita harus berani jujur mengatakan jika gubernur hanya dijabat oleh selevel “penjabat” jangan harap untuk dapat menuntaskan persoalan yang memang sudah menahun.

Sebagai orang yang mengamati perjalanan singkong dari gubernur ke gubernur, saya mencoba menarik benang merah yang dapat membela rakyat kecil dari “bulanan-bulanan” para kaum kapitalis.

Mudah-mudahan, empat solusi ini dapat mengubah singkong jadi semanis madu bukan hanya untuk pengusaha dan pejabat saja, tetapi juga rakyat Lampung yang harus menanam dan merawat tanamannya berbulan-bulan di bawah terik dan hujan.

PERTAMA
Gubernur terpilih segera membentuk tim penyelaras untuk masalah petani singkong yang isinya para praktisi, akademisi, dan pengusaha guna melakukan inventarisasi persoalan bersama dan merancang keputusan bersama.

KEDUA
Gubernur terpilih melakukan kerjasama teknis dengan perguruan tinggi yang memiliki sumberdaya keahlian bidang persingkongan guna menyusun skema hulu sampai hilir persoalan singkong. Bukan hanya teori atau di atas kertas, tetapi aksi nyata terukur dan dapat dievaluasi kapanpun. Leading sektornya adalah Dinas Pertanian dan Dinas Perdagangan.

KETIGA
Gubernur terpilih harus tegas bernegosiasi dengan kementerian agar impor tapioca pembicaraan berkaitan dengan jumlah kuota nasional, harus melihatkan Lampung sebagai produsen tapioka terbesar.

KEEMPAT
Gubernur terpilih bersama DPRD membentuk satgas indipenden yang terdiri dari unsur masyarakat, LSM, Jurnalis dan pihak terkait untuk mengawasi semua regulasi yang ada dan dilaporkan secara terbuka jika ada penyimpangan.

Tentu semua itu bukan obat mujarab segala macam penyakit, akan tetapi paling tidak kita harus berani memulai berbenah diiri guna membela rakyat kecil, tak hanya terus-menerus bikin buncit pengusaha.

Terima kasih, istirahat pay, semoga tidur siang nanti bermimpi pemimpin Lampung yang akan datang, Rahmad Mirzani Djausal (2025-2030) sukses mengatasi penyakit kronis persingkongan agar rakyat sejahtera dan Lampung Maju.. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Harapan Warga Kota Bandarlampung

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

TERILHAMI tulisan Herman Batin Mangku (HBM) beberapa waktu lalu di media ini, saya teringat masa lalu, nunjauh di tengah Pulau Sumatera. Pada era 1960-an, di Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan, ada group Orkes Melayu (OM) “Bintang Harapan”.

Group ini memiliki peralatan terlengkap pada jamannya. Selain alat musik, ada dinamo pembangkit listrik, sehingga bisa berorkes ria hingga pelosok desa. Di era itu, group OM merebak seperti OM Kelana Ria, Sinar Kemala, Pancaran Muda, dan OM Purnama.

Mereka berperan penting dalam mempopulerkan musik melayu dengan nuansa India yang kemudian menjadi cikal bakal musik dangdut.

“Bintang Harapan” adalah sebuah frasa dalam bahasa Indonesia yang dapat diartikan sebagai “bintang yang memberi harapan.” Secara harfiah, bintang adalah benda langit yang bersinar, simbol cahaya atau petunjuk malam hari.

Dalam konteks figuratif, bintang sering melambangkan sesuatu yang gemilang, terkenal, atau memiliki potensi besar. Harapan: merujuk pada sesuatu yang diinginkan atau diimpikan, atau perasaan optimisme mengenai masa depan.

Secara keseluruhan, “Bintang Harapan” bisa diartikan sebagai simbol atau tanda yang membawa harapan, impian, atau masa depan yang lebih baik. Dalam konteks musik atau seni, ini bisa merujuk pada grup atau individu menjadi inspirasi bagi orang lain.

Sedangkan dalam makna yang lebih luas kata “harapan” menjadi semacam simbol cita-cita masa depan yang lebih baik.

Sama halnya dengan dilantiknya kepala daerah hasil Pemilu Kada yang lalu, termasuk Wali Kota Bandarlampung. Tentu, para pemilih berharap kepala daerah terpilih menunaikan janji kampanyenya.

Untuk petahana atau incumbent, kesempatan menyelesaikan sisa pekerjaan masa lalu yang belum tuntas.

Dari catatan saya, untuk Kota Bandarlampung, pekerjaan yang mendesak bagaimana membebaskan banjir yang masih menghantui warga kota saat hujan dari pusat kota sampai pinggiran kota.

BANJIR

Banjir adalah persoalan serius sejak wali kota terdahulu yang juga “teman tidur” Wali Kota Bandarlampung sekarang.

HUTAN KOTA

Persoalan hutan kota yang makin kemari makin tidak jelas penyelesaiannya. Hal ini bisa menjadi bom waktu bagi wali kota karena harus dengan tegas memberikan jalan keluar yang bijak kepada pengembang dan pelestarian lingkungan.

Pertanyaan yang sering muncul kemudian adalah mengapa wilayah itu menjadi wilayah pribadi, apakah pihak kota tidak bisa memberi kompensasi?

Belajar dari persoalan penimbunan tangkapan air di wilayah Rajabasa yang sampai hari ini menjadi persoalan dan tidak selesai, wali kota sebaiknya mengambil langkah tegas sekalipun pahit.

SAMPAH

Prioritas utama adalah selamatkan alam demi keberlangsungan kota, dan kesejahteraan warga. Persoalan belum selesai, datang persoalan baru, yaitu TPA.

Kalau mau bijak dan menerima masukan kajian wilayah ini sudah pernah dilakukan pada tahun 2013 oleh doktor Ahli Lingkungan Unila. Beliau melakukan penelitian untuk disertasi tentang jalan keluar dari persoalan limbah sampah di Bandarlampung.

Beliau sampai pensiun tetapi hasil kajiannya yang sudah dikirimkan ke Kota Bandarlampung entah kemana rimbanya.
Harusnya, wali kota tidak menutup mata dengan lembaga indipenden yang ada di daerahnya dalam menghadapi persoalan apapun.

Karena mereka bisa dengan jeli dan memberikan masukan yang berarti, tentu terlebih dahulu dilakukan kajian. Minta perguruan tinggi yang ada untuk duduk bersama dengan pihak kota guna menemukenali persoalan dan mencari jalan keluar.

Jangan hanya setelah anugerah honoriscausa semua selesai, justru itu pintu masuk untuk kerjasama lebih lanjut. Jangan sampai harapan masyarakat tinggal menjadi harapan; jangan pula diubah menjadi harapan hampa, apalagi harapan palsu.

Kepastian yang ada baru menunggu Bus Harapan Jaya untuk membawa kita menuju tujuan. Selamat berkarya untuk melayani warga agar kota ini lebih baik lagi. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Prodi S1 Kesmas UNMAL Gelar Pemetaan Wilayah Kerja Puskesmas dengan QGIS

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id)Quantum GIS (QGIS) adalah perangkat lunak pemetaan berbasis open-source yang memungkinkan visualisasi dan analisis data spasial secara akurat. Dalam dunia kesehatan masyarakat, QGIS menjadi alat yang krusial untuk perencanaan layanan kesehatan yang lebih efisien dan berbasis data.
Dalam rangka mengintegrasikan teknologi ini ke dalam pembelajaran, mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati, khususnya peminatan Epidemiologi-Biostatistik (EpidBios), melaksanakan kegiatan pemetaan wilayah kerja Puskesmas menggunakan QGIS. Kegiatan yang merupakan bagian dari mata kuliah Public Health GIS ini berlangsung selama enam hari, dari 06 hingga 11 Januari 2025.
Pemetaan dilakukan di delapan Puskesmas di Kota Bandar Lampung, yaitu Puskesmas Beringin Raya, Kemiling, Rajabasa Indah, Segala Mider, Kota Karang, Gedong Air, Kedaton, dan Labuhan Ratu.
Kegiatan ini dirancang untuk menjawab tantangan kurikulum berbasis capaian atau Outcome-Based Education (OBE) yang menekankan hasil pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Dalam pemetaan ini, mahasiswa melakukan penitikan titik koordinat (longitude dan latitude) pada berbagai fasilitas kesehatan, seperti Pustu, Poskeskel, Posyandu, Dokter Praktik Mandiri (DPM), Bidan Praktik Mandiri (BPM), dan Klinik Kesehatan.
Dosen pengampu mata kuliah, Agung Aji Perdana, M.Epid., menilai kegiatan ini memberikan dampak positif bagi mitra akademik Universitas Malahayati, khususnya Puskesmas yang menjadi lokasi pemetaan. “Kegiatan ini sangat membantu Puskesmas dalam mengidentifikasi area yang belum memiliki cakupan layanan kesehatan yang memadai. Dengan data yang dihasilkan mahasiswa, perencanaan layanan kesehatan dapat dioptimalkan untuk menanggulangi masalah kesehatan masyarakat secara lebih tepat sasaran,” ujar Agung.
Kegiatan ini mendapatkan antusiasme tinggi dari mahasiswa peserta. Salah satu peserta menyampaikan kesan positifnya, “Kami sangat tertarik mengikuti kegiatan ini. Selama ini kami hanya menggunakan pemetaan untuk mengetahui lokasi saja. Sekarang kami tahu bahwa pemetaan bisa lebih bermanfaat untuk perkembangan bidang kesehatan, seperti perencanaan layanan yang lebih terarah dan berbasis data.”
Melalui kegiatan ini, mahasiswa tidak hanya meningkatkan keterampilan teknis dalam menggunakan aplikasi QGIS, tetapi juga memberikan kontribusi nyata bagi layanan kesehatan masyarakat. Hal ini sejalan dengan kurikulum OBE yang mendorong penguasaan keterampilan aplikatif yang relevan dengan kebutuhan industri dan layanan kesehatan profesional.
Dengan semakin tingginya kebutuhan pemetaan berbasis data di bidang kesehatan, kegiatan seperti ini diharapkan terus menjadi bagian dari inovasi pembelajaran yang mencetak tenaga kesehatan adaptif, inovatif, dan berdaya saing tinggi
Penulis : Prodi kesmas

Mahasiswa Prodi S1 Kesmas Unmal Galakkan Edukasi “Cegah Nyamuk DBD” di Desa Waylayap

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan sebagai langkah pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD), mahasiswa Prodi S1 Kesmas UNMAL peminatan K3 dan Kesehatan Lingkungan (K3&Kesling) melaksanakan kegiatan edukasi bertema “Cegah Nyamuk DBD dengan Kepedulian dan Kebersihan” di Desa Waylayap, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung Minggu (12/1/2025). Kegiatan ini merupakan bagian dari tugas akhir mata kuliah Penyakit Infeksi Berbasis Lingkungan yang diampu oleh Khoidar Amirus, SKM., M.Kes

Desa Waylayap dipilih sebagai lokasi edukasi karena tercatat pernah mengalami satu kasus DBD. Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat setempat memerlukan pengetahuan lebih dalam mengenai pencegahan penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Selain itu, kegiatan ini menjadi kesempatan bagi mahasiswa untuk mengintegrasikan teori dengan praktik di lapangan sekaligus berkontribusi langsung dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat.


Kerja bakti bersama warga desa untuk membersihkan lingkungan mengawali rangkaian kegiatan pengmas ini. Mahasiswa dan warga saling bahu-membahu mengidentifikasi dan mengeliminasi potensi sarang nyamuk, seperti genangan air di wadah terbuka. Langkah ini bertujuan untuk memutus rantai perkembangan nyamuk DBD.
Selanjutnya, mahasiswa memberikan sosialisasi kepada warga tentang pentingnya penerapan metode 3M Plus (Menguras, Menutup, Mendaur ulang) serta langkah-langkah tambahan seperti penggunaan kelambu, pemberian abate, dan menjaga kebersihan lingkungan secara konsisten.

Kepala Desa Waylayap, M. Syaiful Akbar, memberikan apresiasi terhadap inisiatif mahasiswa UNMAL. Dalam sambutannya, beliau mengharapkan kegiatan yang memberikan wawasan kepada masyarakat tentang langkah pencegahan DBD dapat terus dilakukan dikemudian hari.

“Kegiatan seperti ini sangat bermanfaat. Kami sebagai pemerintah desa sangat mendukung langkah-langkah yang dilakukan, supaya kami paham apa yang harus dilakukan demi terwujudnya masyarakat desa yang sehat, baik secara individu maupun kelompok,” ujar nya.


Melalui kegiatan ini diharapkan agar warga lebih proaktif dalam mengelola lingkungan sekitar mereka untuk memutus rantai perkembangan nyamuk Aedes aegypti. Selain itu, kebiasaan hidup bersih yang dipromosikan selama edukasi diharapkan menjadi bagian dari gaya hidup sehari-hari masyarakat. Dengan meningkatnya kesadaran ini, tidak hanya kesehatan individu yang terjaga, tetapi juga kesehatan komunitas secara keseluruhan dapat ditingkatkan.

Santri Pondok Pesantren Al Banin Dibekali Pengetahuan Pencegahan Scabies oleh Mahasiswa Prodi S1 Kesmas UNMAL.

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Menjaga kesehatan di lingkungan pesantren menjadi tantangan tersendiri, terutama dalam mencegah penyakit kulit menular seperti scabies. Menyadari pentingnya edukasi kesehatan di komunitas berbasis pesantren, mahasiswa Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Unmal, peminatan K3 dan Kesehatan Lingkungan (K3&Kesling), hadir memberikan solusi melalui penyuluhan bertajuk Pencegahan dan Penanganan Scabies di Pondok Pesantren Al Banin, Bandar Lampung pada hari Minggu (12/1/2025).
Scabies, atau yang dikenal sebagai penyakit kulit akibat tungau, kerap menjadi ancaman di lingkungan yang padat seperti pesantren. Penyakit ini mudah menyebar melalui kontak langsung atau penggunaan barang pribadi secara bersama-sama. Meski dapat diobati, minimnya pemahaman mengenai pencegahan membuat scabies sering menjadi masalah berulang.
Bapak Rohman selaku pengurus Pondok Pesantren Al Banin berkempatan membuka acara dengan memberikan sambutan. Tim mahasiswa, yang terdiri dari Ari Pratama, Irpan Andika, Celvira Effendi, Khairunnisa, Triyana Septiyani, dan Anggi Safitri, kemudian memaparkan materi dengan gaya interaktif. Para peserta, yang merupakan santri putra, diajak memahami penyebab, gejala, dan langkah pencegahan scabies melalui presentasi yang dilengkapi visualisasi menarik.
Diskusi interaktif menjadi salah satu segmen yang paling diminati. Para santri dengan antusias bertanya tentang cara menjaga kebersihan pribadi, pengelolaan barang bersama, dan upaya menciptakan lingkungan sehat di pesantren. Sesi ini tidak hanya menambah wawasan, tetapi juga mendorong santri untuk menjadi agen perubahan di komunitas mereka. Sebagai penutup, tim mahasiswa menyerahkan sertifikat penghargaan kepada perwakilan Pondok Pesantren Al Banin sebagai bentuk apresiasi atas kerja sama dan dukungan mereka.
Mahasiswa Prodi Kesmas berharap Kegiatan ini mampu memberikan dampak berkelanjutan diataranya Santri mampu mengenali gejala awal scabies dan memahami mekanisme penularannya kemudian dapat menerapkan langkah pencegahan secara konsisten di lingkungan pesantren. Selain itu dimasa yang akan datang santri dapat menjadi agen perubahan dan juga sebagai sumber informasi kesehatan bagi keluarga mereka masing-masing.
“Kami sangat berterima kasih atas edukasi yang diberikan. Kegiatan ini memberikan wawasan baru bagi santri kami untuk menjaga kebersihan dan kesehatan dengan lebih baik,” ujar Bapak Rohman.
Pengabdian masyarakat berupa penyuluhan merupakan bagian dari tugas akhir mata kuliah Penyakit Infeksi Berbasis Lingkungan yang diampu oleh Bapak Khoidar Amirus, SKM., M.Kes. Melalui program ini,Prodi S1 Kesmas Unmal kembali menunjukkan komitmennya dalam mendorong kesehatan masyarakat melalui kolaborasi akademis dan pengabdian kepada masyarakat.

Mahasiswa Prodi S1 Kesmas Unmal Galakkan Edukasi “Cegah Nyamuk DBD” di Desa Waylayap

 

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan sebagai langkah pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD), mahasiswa Prodi S1 Kesmas UNMAL peminatan K3 dan Kesehatan Lingkungan (K3&Kesling) melaksanakan kegiatan edukasi bertema “Cegah Nyamuk DBD dengan Kepedulian dan Kebersihan” di Desa Waylayap, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung pada Minggu (12/01/2025). Kegiatan ini merupakan bagian dari tugas akhir mata kuliah Penyakit Infeksi Berbasis Lingkungan yang diampu oleh Khoidar Amirus, SKM., M.Kes

Desa Waylayap dipilih sebagai lokasi edukasi karena tercatat pernah mengalami satu kasus DBD. Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat setempat memerlukan pengetahuan lebih dalam mengenai pencegahan penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Selain itu, kegiatan ini menjadi kesempatan bagi mahasiswa untuk mengintegrasikan teori dengan praktik di lapangan sekaligus berkontribusi langsung dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat.
Kerja bakti bersama warga desa untuk membersihkan lingkungan mengawali rangkaian kegiatan pengmas ini. Mahasiswa dan warga saling bahu-membahu mengidentifikasi dan mengeliminasi potensi sarang nyamuk, seperti genangan air di wadah terbuka. Langkah ini bertujuan untuk memutus rantai perkembangan nyamuk DBD.
Selanjutnya, mahasiswa memberikan sosialisasi kepada warga tentang pentingnya penerapan metode 3M Plus (Menguras, Menutup, Mendaur ulang) serta langkah-langkah tambahan seperti penggunaan kelambu, pemberian abate, dan menjaga kebersihan lingkungan secara konsisten.
Kepala Desa Waylayap, M. Syaiful Akbar, memberikan apresiasi terhadap inisiatif mahasiswa UNMAL. Dalam sambutannya, beliau mengharapkan kegiatan yang memberikan wawasan kepada masyarakat tentang langkah pencegahan DBD dapat terus dilakukan dikemudian hari.
“Kegiatan seperti ini sangat bermanfaat. Kami sebagai pemerintah desa sangat mendukung langkah-langkah yang dilakukan, supaya kami paham apa yang harus dilakukan demi terwujudnya masyarakat desa yang sehat, baik secara individu maupun kelompok,” ujar nya.
Melalui kegiatan ini diharapkan agar warga lebih proaktif dalam mengelola lingkungan sekitar mereka untuk memutus rantai perkembangan nyamuk Aedes aegypti. Selain itu, kebiasaan hidup bersih yang dipromosikan selama edukasi diharapkan menjadi bagian dari gaya hidup sehari-hari masyarakat. Dengan meningkatnya kesadaran ini, tidak hanya kesehatan individu yang terjaga, tetapi juga kesehatan komunitas secara keseluruhan dapat ditingkatkan.

Mahasiswa Prodi S1 Kesmas UNMAL Gelar Seminar “Cawa Santun Bicara Sanitasi untuk Negeri”.

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id) : Mahasiswa Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati, peminatan K3 Kesling, sukses menggelar seminar inspiratif bertajuk “Cawa Santun Bicara Sanitasi untuk Negeri”. Acara tersebut digelar di Ruang MCC Universitas Malahayati pada Sabtu, (11/1/2025).
Seminar ini dihadiri oleh Nurul Aryastuti, SST., MKM., selaku Kaprodi S1 Kesehatan Masyarakat, Dina Dwi Nuryani, SKM., M.Kes., selaku perwakilan Dosen Kesmas UNMAL. Selain itu, turut hadir Iffa Rachmi (@iffarachmi) Direktur Eksekutif Youth Sanitation Concern (YSC) Indonesia, perwakilan Start Community, perwakilan Himpunan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat (Hima Kesmas), serta peserta dari berbagai kalangan. Moderator seminar Dipsi Eliminati, mahasiswa Prodi Kesehatan Masyarakat memandu jalannya acara dengan apik dan interaktif. Dengan tujuan utama meningkatkan kesadaran akan pentingnya sanitasi yang baik, seminar ini memberikan wawasan tentang cara menjaga kesehatan, mencegah penyakit, dan melestarikan lingkungan.
Mengusung tema “WASH” (Water, Sanitation, and Hygiene), seminar ini menyoroti pentingnya akses terhadap air bersih, fasilitas sanitasi yang layak, dan praktik kebersihan sehari-hari. Tema ini mencerminkan komitmen untuk mendorong masyarakat memahami bahwa sanitasi yang baik adalah fondasi kehidupan sehat.
Seminar menghadirkan pembicara kompeten yang membahas isu-isu terkini terkait sanitasi. Pada sesi pertama, Agung Aji Perdana, SKM., M.Epid., menyampaikan pentingnya sanitasi dalam mencegah penyebaran penyakit. Sesi kedua dilanjutkan oleh Bambang Pujiatmoko, seorang aktivis senior dan perwakilan dari Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Stichting Nederlandse Vrijwilligers (STBM SNV) Lampung, yang membahas solusi inovatif untuk meningkatkan akses terhadap sanitasi yang layak di masyarakat. Tidak hanya itu, pertunjukan seni kreatif dari Divisi Minat dan Bakat HIMA KESMAS turut memeriahkan acara.
Peserta terlihat berpartisipasi aktif dalam sesi diskusi, dengan antusiasme tinggi, para peserta mendapatkan pemahaman mendalam tentang pentingnya sanitasi dan langkah nyata yang bisa diambil untuk mendukung lingkungan sehat.
Seminar ini menjadi langkah nyata dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya sanitasi yang layak. Dengan kolaborasi berbagai pihak, Prodi Kesmas Universitas Malahayati berkomitmen untuk terus mengedukasi masyarakat demi menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan.