Oleh: Sudjarwo 
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Beberapa hari lalu mendapat kiriman berita dari sohib disatu kabupaten, yang menunjukkan berita dengan gambar ada satu lembaga pendidikan justru diruang pimpinan lembaga negara itu tertera nama seseorang penasehat hukum swasta. Tentu saja hal ini memancing urat geli sekaligus konyol; mana ada lembaga negara bertindak atas nama negara yang memiliki petugas hukum negara (kejaksaan), justru memasang nama penasehat hukum swasta. Kiriman yang disertai komen dan pertanyaan itu mengingatkan satu istilah dalam bahasa jawa kata “Koplak”.; walaupun kata itu tidak tepat benar, karena diksi itu seolah konyol tetapi sebenarnya itu merupakan gambaran ketidakpahaman diri akan persoalan.
Sebelum lebih jauh kita memahami istilah itu, kita telusuri terlebih dahulu maknawinya. Dalam bahasa Jawa, istilah “koplak” sering digunakan untuk menggambarkan seseorang yang berperilaku konyol, lucu, atau bodoh dalam konteks yang tidak serius. Kata ini biasanya digunakan dalam situasi santai atau bercanda, dan meskipun mengandung unsur ejekan, penggunaannya lebih bersifat ringan atau untuk menegur atas kesalahan teman dengan cara yang tidak menyakitkan. Misalnya, jika seseorang melakukan sesuatu yang aneh atau lucu, teman-temannya mungkin menyebutnya “koplak” sebagai bentuk candaan.
Namun akhir-akhir ini kita sering menemukan “gaya kepemimpinan koplak” ini: yaitu, menggambarkan pendekatan kepemimpinan yang cenderung tidak konvensional, konyol, dan kadang-kadang dianggap tidak serius. Meskipun gaya ini mungkin tampak tidak efektif, namun ada kalanya situasi di mana pemimpin dengan pendekatan seperti ini bisa membawa dampak positif, terutama dalam konteks yang membutuhkan fleksibilitas, humor, atau suasana kerja yang santai. Berikut adalah beberapa karakteristik gaya kepemimpinan “koplak”:
1. Santai dan Tidak Formal
Pemimpin dengan gaya “koplak” biasanya tidak kaku dan lebih santai dalam berinteraksi dengan tim. Mereka mungkin tidak terlalu peduli dengan formalitas dan cenderung mengutamakan suasana yang nyaman dan penuh canda. Dalam beberapa kasus, ini bisa membantu mengurangi stres dan membuat tim merasa lebih dekat dengan pemimpin mereka.
2. Menggunakan Humor sebagai Alat
Gaya kepemimpinan “koplak” sering kali menggunakan humor sebagai alat utama dalam memimpin. Pemimpin ini mungkin sering bercanda, membuat lelucon, atau bersikap konyol untuk mencairkan suasana. Humor ini bisa membantu membangun hubungan yang baik dengan tim, tetapi jika tidak digunakan dengan bijak, bisa mengurangi rasa hormat atau profesionalisme.
3. Keputusan yang Tidak Konvensional
Pemimpin “koplak” mungkin membuat keputusan yang tampak aneh atau tidak biasa bagi orang lain. Mereka mungkin cenderung mengambil risiko, mencoba pendekatan baru, atau melakukan hal-hal yang tidak lazim dalam situasi tertentu. Pendekatan ini bisa membawa inovasi, tetapi juga bisa berisiko jika tidak disertai dengan pertimbangan yang matang. Contoh kasus pimpinan lembaga yang dikirim oleh teman di atas, termasuk kategori ini.
4. Fleksibel dan Tidak Kaku
Fleksibilitas adalah salah satu kekuatan dari pemimpin dengan gaya ini. Mereka mungkin tidak terlalu terikat pada aturan atau prosedur yang ketat, dan lebih memilih menyesuaikan diri dengan situasi yang ada. Ini bisa sangat berguna dalam lingkungan yang cepat berubah, tetapi bisa menjadi masalah jika tim membutuhkan arahan yang jelas.
5. Cenderung Kurang Disiplin
Salah satu kelemahan utama dari gaya kepemimpinan “koplak” adalah kurangnya disiplin. Pemimpin ini mungkin kesulitan menetapkan batasan, tenggat waktu, atau standar yang jelas. Mereka bisa dianggap tidak serius oleh tim, yang pada akhirnya bisa mempengaruhi kinerja dan tingkat produktivitas.
6. Mengutamakan Hubungan Sosial
Pemimpin “koplak” sering kali lebih fokus pada membangun hubungan sosial yang baik dengan tim daripada memastikan bahwa semua tugas selesai dengan sempurna. Mereka mungkin lebih memperhatikan kesejahteraan dan kebahagiaan tim daripada kinerja atau hasil akhir.
7. Mampu Menciptakan Suasana Kerja yang Nyaman
Meskipun gaya ini memiliki kelemahan, salah satu kelebihannya adalah kemampuan untuk menciptakan suasana kerja yang nyaman dan tidak tegang. Tim yang dipimpin oleh pemimpin “koplak” mungkin merasa lebih bebas untuk mengekspresikan diri dan tidak takut membuat kesalahan.
Kapan Gaya Kepemimpinan “Koplak” Bisa Efektif ?. Dalam Lingkungan Kreatif: Gaya kepemimpinan ini bisa sangat efektif dalam industri kreatif di mana inovasi dan pemikiran out-of-the-box sangat dihargai, terutama dalam situasi: Pertama, Menghadapi Tekanan: Ketika tim menghadapi tekanan yang besar, humor dan suasana yang santai dari pemimpin “koplak” bisa membantu meredakan stres. Kedua, Memperbaiki Hubungan Tim: Jika tim mengalami masalah dalam hal dinamika kelompok atau ada ketegangan internal, pemimpin dengan gaya ini bisa membantu memperbaiki hubungan melalui pendekatan yang lebih ringan dan sosial.
Risiko Gaya Kepemimpinan “Koplak” adalah: Pertama, Kurangnya Kredibilitas: Jika humor dan ketidakseriusan terlalu sering ditonjolkan, pemimpin bisa kehilangan kredibilitas di mata tim, bahkan bisa kehilangan kewibawaan.
Kedua, Ketidakjelasan Arah: Tanpa arahan yang jelas dan disiplin yang memadai, tim bisa merasa bingung tentang apa yang sebenarnya diharapkan dari mereka. Ketiga, Efisiensi yang Terganggu: Gaya ini bisa mengganggu efisiensi kerja jika terlalu banyak waktu dihabiskan untuk hal-hal yang tidak produktif.
Secara keseluruhan, gaya kepemimpinan “koplak” bisa efektif dalam situasi tertentu, terutama ketika keseimbangan antara kerja keras dan suasana yang menyenangkan diperlukan. Namun, penting bagi pemimpin dengan gaya ini untuk tetap menjaga keseimbangan antara humor dan keseriusan agar tujuan organisasi tetap tercapai. Menjadi persoalan manakala kekoplakan itu terjadi karena kebodohan sipemimpin sendiri dalam memformulasikan persoalan dalam tugas yang dia hadapi. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Revani Junia Tari Mahasiswa Universitas Malahayati, Raih Medali Emas dan Perak Ajang Indonesian Student Science Competition (ISSC)
Revani juga Meraih Medali Perak Bidang Bahasa Indonesia yang diselenggarakan oleh @puskanas di Yogyakarta, 16 Juli 2024.
Indonesian Student Science Competition (ISSC) 2024 adalah sebuah kompetisi ilmiah untuk siswa dan mahasiswa yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Sains (Puskanas) di Yogyakarta. Kompetisi ini mencakup berbagai bidang ilmu pengetahuan, termasuk sains, teknologi, teknik, bahasa, dan matematika.
Tujuan dari ISSC adalah untuk mendorong minat dan kemampuan siswa dan mahasiswa dalam bidang sains dan teknologi, serta untuk menyediakan platform bagi siswa untuk menunjukkan hasil penelitian dan proyek ilmiah mereka. Kompetisi ini juga bertujuan untuk menjalin jaringan antara siswa, pendidik, dan praktisi sains dari berbagai daerah.
Revani ucapkan rasa syukur dan bangga atas prestasi yang ia raih ini. “Alhamdulilah sangat bersyukur dapat memperoleh Medali Emas dan Medali Perak dalam ajang ini,” ucapnya.
“Saya juga berterimasih kepada orang tua, diri saya sendiri, prodi dan Universitas Malahayati yang telah mensupport saya sejauh ini,” tambahnya.
Revani mengungkapkan alasannya mengikuti ajang ini adalah untuk meningkatkan prestasi akademik dirinya dan dapat mengembangkan minat dan bakat yang ada pada dirinya. Ia juga beralasan bahwa ingin terus berkembang dan bergerak lebih maju serta memberikan yang terbaik buat kampus tercinta Universitas Malahayati.
Lanjutnya, ia berharap kedepannya ia bisa terus meningkatkan skill dan kemampuan yang dimiliki dan dapat membuat keluarga, prodi dan kampus bangga dengan apa yang telah ia raih. “Semoga untuk tahun kedepannya semakin banyak lomba yang akan saya ikuti dan semakin banyak prestasi yang saya ukir,” tandasnya. (gil)
Editor: Gilang Agusman
Tidak Penuh
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Beberapa hari lalu mendapat kiriman berita dari sohib disatu kabupaten, yang menunjukkan berita dengan gambar ada satu lembaga pendidikan justru diruang pimpinan lembaga negara itu tertera nama seseorang penasehat hukum swasta. Tentu saja hal ini memancing urat geli sekaligus konyol; mana ada lembaga negara bertindak atas nama negara yang memiliki petugas hukum negara (kejaksaan), justru memasang nama penasehat hukum swasta. Kiriman yang disertai komen dan pertanyaan itu mengingatkan satu istilah dalam bahasa jawa kata “Koplak”.; walaupun kata itu tidak tepat benar, karena diksi itu seolah konyol tetapi sebenarnya itu merupakan gambaran ketidakpahaman diri akan persoalan.
Sebelum lebih jauh kita memahami istilah itu, kita telusuri terlebih dahulu maknawinya. Dalam bahasa Jawa, istilah “koplak” sering digunakan untuk menggambarkan seseorang yang berperilaku konyol, lucu, atau bodoh dalam konteks yang tidak serius. Kata ini biasanya digunakan dalam situasi santai atau bercanda, dan meskipun mengandung unsur ejekan, penggunaannya lebih bersifat ringan atau untuk menegur atas kesalahan teman dengan cara yang tidak menyakitkan. Misalnya, jika seseorang melakukan sesuatu yang aneh atau lucu, teman-temannya mungkin menyebutnya “koplak” sebagai bentuk candaan.
Namun akhir-akhir ini kita sering menemukan “gaya kepemimpinan koplak” ini: yaitu, menggambarkan pendekatan kepemimpinan yang cenderung tidak konvensional, konyol, dan kadang-kadang dianggap tidak serius. Meskipun gaya ini mungkin tampak tidak efektif, namun ada kalanya situasi di mana pemimpin dengan pendekatan seperti ini bisa membawa dampak positif, terutama dalam konteks yang membutuhkan fleksibilitas, humor, atau suasana kerja yang santai. Berikut adalah beberapa karakteristik gaya kepemimpinan “koplak”:
1. Santai dan Tidak Formal
Pemimpin dengan gaya “koplak” biasanya tidak kaku dan lebih santai dalam berinteraksi dengan tim. Mereka mungkin tidak terlalu peduli dengan formalitas dan cenderung mengutamakan suasana yang nyaman dan penuh canda. Dalam beberapa kasus, ini bisa membantu mengurangi stres dan membuat tim merasa lebih dekat dengan pemimpin mereka.
2. Menggunakan Humor sebagai Alat
Gaya kepemimpinan “koplak” sering kali menggunakan humor sebagai alat utama dalam memimpin. Pemimpin ini mungkin sering bercanda, membuat lelucon, atau bersikap konyol untuk mencairkan suasana. Humor ini bisa membantu membangun hubungan yang baik dengan tim, tetapi jika tidak digunakan dengan bijak, bisa mengurangi rasa hormat atau profesionalisme.
3. Keputusan yang Tidak Konvensional
Pemimpin “koplak” mungkin membuat keputusan yang tampak aneh atau tidak biasa bagi orang lain. Mereka mungkin cenderung mengambil risiko, mencoba pendekatan baru, atau melakukan hal-hal yang tidak lazim dalam situasi tertentu. Pendekatan ini bisa membawa inovasi, tetapi juga bisa berisiko jika tidak disertai dengan pertimbangan yang matang. Contoh kasus pimpinan lembaga yang dikirim oleh teman di atas, termasuk kategori ini.
4. Fleksibel dan Tidak Kaku
Fleksibilitas adalah salah satu kekuatan dari pemimpin dengan gaya ini. Mereka mungkin tidak terlalu terikat pada aturan atau prosedur yang ketat, dan lebih memilih menyesuaikan diri dengan situasi yang ada. Ini bisa sangat berguna dalam lingkungan yang cepat berubah, tetapi bisa menjadi masalah jika tim membutuhkan arahan yang jelas.
5. Cenderung Kurang Disiplin
Salah satu kelemahan utama dari gaya kepemimpinan “koplak” adalah kurangnya disiplin. Pemimpin ini mungkin kesulitan menetapkan batasan, tenggat waktu, atau standar yang jelas. Mereka bisa dianggap tidak serius oleh tim, yang pada akhirnya bisa mempengaruhi kinerja dan tingkat produktivitas.
6. Mengutamakan Hubungan Sosial
Pemimpin “koplak” sering kali lebih fokus pada membangun hubungan sosial yang baik dengan tim daripada memastikan bahwa semua tugas selesai dengan sempurna. Mereka mungkin lebih memperhatikan kesejahteraan dan kebahagiaan tim daripada kinerja atau hasil akhir.
7. Mampu Menciptakan Suasana Kerja yang Nyaman
Meskipun gaya ini memiliki kelemahan, salah satu kelebihannya adalah kemampuan untuk menciptakan suasana kerja yang nyaman dan tidak tegang. Tim yang dipimpin oleh pemimpin “koplak” mungkin merasa lebih bebas untuk mengekspresikan diri dan tidak takut membuat kesalahan.
Kapan Gaya Kepemimpinan “Koplak” Bisa Efektif ?. Dalam Lingkungan Kreatif: Gaya kepemimpinan ini bisa sangat efektif dalam industri kreatif di mana inovasi dan pemikiran out-of-the-box sangat dihargai, terutama dalam situasi: Pertama, Menghadapi Tekanan: Ketika tim menghadapi tekanan yang besar, humor dan suasana yang santai dari pemimpin “koplak” bisa membantu meredakan stres. Kedua, Memperbaiki Hubungan Tim: Jika tim mengalami masalah dalam hal dinamika kelompok atau ada ketegangan internal, pemimpin dengan gaya ini bisa membantu memperbaiki hubungan melalui pendekatan yang lebih ringan dan sosial.
Risiko Gaya Kepemimpinan “Koplak” adalah: Pertama, Kurangnya Kredibilitas: Jika humor dan ketidakseriusan terlalu sering ditonjolkan, pemimpin bisa kehilangan kredibilitas di mata tim, bahkan bisa kehilangan kewibawaan.
Kedua, Ketidakjelasan Arah: Tanpa arahan yang jelas dan disiplin yang memadai, tim bisa merasa bingung tentang apa yang sebenarnya diharapkan dari mereka. Ketiga, Efisiensi yang Terganggu: Gaya ini bisa mengganggu efisiensi kerja jika terlalu banyak waktu dihabiskan untuk hal-hal yang tidak produktif.
Secara keseluruhan, gaya kepemimpinan “koplak” bisa efektif dalam situasi tertentu, terutama ketika keseimbangan antara kerja keras dan suasana yang menyenangkan diperlukan. Namun, penting bagi pemimpin dengan gaya ini untuk tetap menjaga keseimbangan antara humor dan keseriusan agar tujuan organisasi tetap tercapai. Menjadi persoalan manakala kekoplakan itu terjadi karena kebodohan sipemimpin sendiri dalam memformulasikan persoalan dalam tugas yang dia hadapi. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Kemerdekaan itu untuk Siapa?
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Pagi itu, seperti sudah menjadi rutinitas setiap pukul tujuh tigapuluh pagi saat hari kerja, posisi selalu sudah berada di perempatan jalan raya yang harus berhenti sejenak, karena lampu lalu lintas sedang berwarna merah. Perjalanan ini dipertontonkan Tuhan untuk melihat bagaimana anak-anak kecil yang badannya dicat warna putih metalik, berdiri di samping jalan yang padat kendaraan. Mereka meminta sedikit uang kepada setiap pengendara yang berhenti menunggu lampu lalu lintas berubah berwarna hijau.
Di kejauhan sana ada wanita setengah baya mengawasi mereka. Matanya sedikit terbelalak jika anak-anak tadi aksinya kurang berkenaan di batinnya. Ini berlangsung sepanjang hari. Anehnya, di negeri ini ada Departemen Sosial yang salah satu tuasnya memberikan perlindungan pada anak-anak, tetapi entah ke mana beliau-beliau itu.
Saat menemani istri berbelanja dapur untuk beberapa hari ke depan di suatu pasar tempel, karena lokasinya menempel di antara rumah dan jalan raya, para pedagang kecil berhimpitan berjualan sayuran dan semua perlengkapan masak-memasak. Usia mereka umumnya sudah tidak muda lagi. Mereka mengais rezeki dari sedikit kemurahan hati emak-emak yang berbelanja pagi.
Sejurus kemudian ada laki-laki setengah baya meminta uang kepada mereka semua pedagang. Saat ditanya uang apa itu, dengan ketus laki-laki paro baya menjawab untuk uang keamanan. Entah siapa yang diamankan dan apa yang diamankan. Padahal, ibu penjual di sudut sana dari tadi belum satu pun dagangannya laku. Ia kelihatan lelah dan pucat. Mungkin ia belum makan. Dia tidak memerlukan pengamanan karena dagangannya berupa daun singkong muda dipetik dari kebun sendiri kemudian dibawa ke pasar ini.
Nun jauh di sana, di gedung mewah berpendingin udara yang sangat sejuk, makanan lezat tertata rapi di meja. Katanya mereka sedang melangsungkan rapat organisasi dengan acara memilih pimpinan tertinggi. Mereka yang datang semua berdasi pakai jaket lambang organisasi. Pidato kampanye dimula. Semua calon bersemangat ingin membangun negeri. Namun dari belakang sudah beredar amplop berisi cuan. Bagi yang menerima untuk memilih yang memberi. Mulut berkata demokras, berantas korupsi. Namun suara bisa dibeli. Penerima bersenang hati karena dapat “rejeki”. Si pemberi bergembira karena bisa membeli.
“Demokrasi” begitu gaduh di negeri ini. Untuk meraih kekuasaan, kegaduhan harus disertai cuan. Cuan yang banyak. Itu pun belum jadi jaminan kekuasaan bisa didapatkan. Seperti yang dialami seorang sahabat saya misalnya. Ya, dalam pesta demokrasi kemarin ia mencalonkan diri untuk menjadi wakil rakyat. Ia sebenarnya sudah diberi tahu bahwa untuk lolos jadi wakil rakyat harus punya modal guna membeli suara.
Dasar orang muda yang masih idealis, dengan gagah perkasa dan penuh semangat memaksa diri menjual yang ada untuk menggapai cita cita membangun negeri. Cuan pun banyak dia keluarkan. Hasilnya: ia gagal karena suaranya tidak mencukupi untuk meraih satu kursi. Uang sekarung sudah terhambur, tetapi suara tidak terkumpul. Selidik punya selidik, ternyata sohib tadi dikadali oleh “kadal gurun” yang memang haus akan cuan. Tidak peduli apa itu saudara atau siapa. Uang memang lebih kuasa dari segalanya.
Juga atas nama demokrasi, baru saja terjadi tokoh partai paling tua di negeri ini mengundurkan diri. Padahal selama ini ia termasuk pemimpin partai yang sukses. Suara dari balik layar (yang sejatinya yang jauh lebih faktual dibanding yang diberitakan televisi dan media online), pemimpin partai itu terpaksa harus menyerah karena diduga “separo badannya” sudah tersandera pihak eksternel. Tak lain tak bukan, ialah orang superkuat yang bisa menghitam-putihkan hukum dan tatanan. Demi nama baik keluarga dan partai, ia harus mengalah. Menepi. Ia mungkin masih bisa tertawa lepas dengan orang kuat di ruang dan meja yang sama. Tapi tidak ada yang tahu betapa pedih sebenarnya hatinya.
Yang ini terjadi di Indonesia. Ya, Indonesia yang sedang menyiapkan hari kemerdekaan di ibu kota negara yang baru (maksudnya, ibu kotanya yang baru). Berita mengejutkan datang lagi: detik-detik menjelang upacara kenaikan Bendera Pusaka, petugas putri yang menggunakan busana keagamaa, demi keseragaaman harus melepaskan hijabnya. Ternyata negeri ini sudah bisa membatalkan hukum Tuhan hanya demi kekuasaan. Atas nama keseragaman semua disamakan. Padahal negeri ini adalah plural. Bhineka. Dan Tuhan menciptakan mahluk-Nya pun tidak seragam. Berani benar mereka yang hanya sekadar kuasa, lalu berbuat semena-mena. Setelah nitizen goyangkan media sosial…buru-buru…larangan ditarik…seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Ibu Pertiwi saat ini berduka melihat tingkah polah kita semua. Penguasa merajalela. Rakyat terus dibuat sengsara. Lalim terus bersahabat untuk membabat semua yang terlihat. Kekuasaan menjadi mutlak hanya untuk para kerabat. Pekik merdeka hanya sesaat, agar terlihat oleh rakyat. Ironisnya lagi, sementara pejabat upacara pakai anggaran negara, rakyat mau buat hiburan demi kemerdekaa harus mengemis cari dana keman-mana.
Negeri ini sudah tua, 79 tahun. Dewasa. Semestinya ia sudah matang untuk menjadi. Namun isi negeri ini masih suka untuk berilusi, sehingga sibuk menyusun kursi untuk anak dan istri. Dulu saat reformasi semua ingin terbebas dari korupsi dan kolusi. Ironisnya (atau paradoksnya!), kini kita menjad lebih ganas dari yang tempo hari. Korupsi, kolusi, dan nepotisme dipertontonkan di muka orang ramai dengan tanpa rasa malu. Nepotisme yang dulu menjadi ancaman dan harus dijauhi, sekarang dimaklumi dengan sejumlah embel-embel permakluman.
Sudah 79 tahun kita merdeka. Kegembiraan lomba lari dengan kelereng di sendok yang digigit bocah-bocah lugu pun terasa hambar. Lomba tarik tambang pun sudah tidak bisa kita lakukan karena semua “tambang” sudah habis dibagi. Panjat pinang pun tidak bisa kita lakukan karen sebelum dipanja semua kursi sudah “dipinang” duluan oleh yang bercuan.
Walaupaun didera aneka cobaan, negeri ini tetaplah negeri kita. Siapa pun penguasanya, ia tetapkan negeri yang kita cintai. Dirgahayu Indonesiaku! (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Universitas Malahayati Gelar Upacara HUT RI ke-79, Rektor Ajak Civitas Akademika Jaga Amanah Kemerdekaan
BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Universitas Malahayati Bandar Lampung menggelar upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-79 pada 17 Agustus 2024.
Upacara ini dipimpin langsung Rektor Universitas Malahayati, Dr. Achmad Farich, dr., MM, yang juga bertindak sebagai Komandan Upacara.
Dalam pidatonya, Rektor menyampaikan rasa syukur dan kebanggaannya karena masih mendapat kepercayaan untuk mengisi kemerdekaan sesuai dengan bidang profesi dan kemampuan masing-masing.
“Tahun ini kita banyak mengabdi dan menyaksikan berbagai perubahan serta pembaharuan. Kita baru saja melalui pemilihan umum, dan dengan terpilihnya presiden, wakil presiden, serta anggota legislatif, kita harus siap mendukung perubahan kepemimpinan yang akan datang,” ujar Rektor.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga amanah konstitusi dan undang-undang, serta turut mensukseskan setiap perubahan yang terjadi.
Rektor mengingatkan bahwa Universitas Malahayati terus mendukung program pemerintah dalam mencerdaskan anak bangsa, sejalan dengan tagline “Semua Bisa Kuliah”.
Hal ini diwujudkan dengan memberikan kesempatan luas bagi masyarakat dari berbagai daerah untuk mengenyam pendidikan di Universitas Malahayati, menciptakan keberagaman budaya yang harmonis.
Rektor juga mengimbau kepada para dosen untuk terus meningkatkan kinerja, mengikuti perkembangan aturan dan kebijakan terbaru, sehingga tidak tertinggal dalam upaya mencetak lulusan yang unggul dan siap bersaing di dunia kerja.
Ia juga mendorong para mahasiswa untuk memperluas wawasan tentang kehidupan global, agar mampu bersaing di dunia kerja yang semakin kompetitif.
Acara ini diakhiri dengan pemberian penghargaan kepada dosen dan tenaga pendidik teladan Universitas Malahayati, serta penyerahan Surat Keputusan (SK) kelulusan kepada calon mahasiswa program KIP Kuliah.
Rektor berharap Universitas Malahayati dapat terus berkembang dan adaptif terhadap segala perubahan yang terjadi, khususnya di bidang pendidikan.
“Selamat Dirgahayu Republik Indonesia ke-79. Semoga Indonesia terus maju di kancah dunia demi kesejahteraan rakyat,” pungkas Rektor. (*)
Editor: Asyihin
Maksud Baik yang Tidak Baik
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Beberapa hari lalu ada teman jurnalis mengirimkan sejumlah kliping berita dari berbagai media online, isinya tentang bagaimana oknum di sekolah dasar kota ini “menghimpun” dana dari murid sebesar tigaribu rupiah per minggu dengan alasan digunakan untuk membiayai kegiatan kelas. Sayangnya jurnalis media online tidak menjelaskan secara rinci berita tersebut dengan kaidah-kaidah kejurnalistikan, sehingga kesannya hanya laporan pandangan mata. Bahkan terkesan berita itu menjadi seolah “persepsi” dari jurnalis, padahal jika digali dengan ilmu kejurnalistikan, berita tadi menjadi betul-betul “news”. Namun demikian dari kiriman berita itu ada hal yang menarik dari hasil kerja kejurnalistikan tadi yaitu segera tanggapnya pihak inspektorat untuk mengambil langkah. Sayangnya juga langkah seperti apa yang diambil, hanya diberitakan secara normatif saja; padahal jika digali lebih dalam banyak hal menjadi menarik.
Pada sisi lain yang perlu digali dari persoalan ini adalah, mengapa hampir setiap periode persoalan tarikmenarik uang menjadi semacam “bumbu masak” yang jika tidak dipakai maka masakan tidak sedap, padahal bumbu itu merusak sistem yang ada. Sementara sisi lain pemerintah sudah menyediakan dana Bantuan Sekolah baik dari pusat maupun daerah. Anehnya lagi jika persoalan ini tidak “tercium” oleh teman jurnalis, seolah-olah “lancar jaya”. Tentu hal ini akan mengundang tanya bagi banyak pihak ada persoalan apa sebenarnya di sana. Beberapa waktu lalu juga ada media online yang memberitakan ditangkapnya seorang oknum kepala sekolah Sekolah Menengah Pertama negeri di salah satu kabupaten di provinsi ini, karena korupsi dana Bantuan Sekolah yang uangnya digunakan untuk Judi Online. Sementara peristiwa itu sudah cukup lama terjadi. Pertanyaannya kemana kepengawasan selama ini.
Memang jika dibandingkan dengan menggunakan metode statistika, jumlah itu tidak mempengaruhi populasi. Namun untuk masalah pendidikan hukum itu tidak berlaku, justru yang diberlakukan pepatah “nila setitik merusak susu sebelanga”; jadi sekalipun dilakukan hanya satu orang, namun hal itu akan menggoncangkan sendi sendi kehidupan pendidikan di negeri ini.
Tampaknya dunia pendidikan sedang “tidak baik-baik saja” manakala barometer yang dipakai adalah pengulangan persoalan yang hampir sama disetiap periode tertentu. Hal ini menunjukkan sistem yang ada belum bekerja secara baik dan benar. Pertanyaan mendasar kenapa peristiwa itu sampai terjadi, bagaimana sistem pencegahan yang dilakukan, bagaimana kinerja instrument pengawasan. Semua menjadi pertanyaan substantif, karena peristiwa itu seharusnya terjadi hanya satu kali, jika sudah berkali-kali berarti ada instrumen yang tidak jalan.
Berdasarkan penelusuran referensi yang ada tugas inspektorat yang membidangi pendidikan dasar itu adalah sebagai berikut: Pertama, Pengawasan dan Evaluasi: Cakupannya meliputi; Audit Kinerja Sekolah: Melakukan audit terhadap kinerja sekolah, termasuk manajemen, administrasi, dan penggunaan sumber daya pendidikan. Evaluasi Implementasi Kebijakan: Menilai sejauh mana kebijakan pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat atau daerah telah diimplementasikan dengan baik di sekolah-sekolah dasar. Penilaian Standar Pendidikan: Mengawasi dan memastikan bahwa standar pendidikan nasional dan daerah dipenuhi oleh sekolah-sekolah dasar.
Kedua, Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi: mencakup : Pengawasan Penggunaan Dana Pendidikan: Memastikan bahwa dana yang dialokasikan untuk pendidikan dasar, seperti Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), digunakan sesuai dengan peraturan dan tujuan yang telah ditetapkan. Deteksi dan Investigasi: Mengidentifikasi potensi penyelewengan atau penyalahgunaan anggaran pendidikan serta mengambil tindakan preventif dan korektif.
Ketiga, Pembinaan dan Pengembangan: meliputi; Pembinaan Kelembagaan: Memberikan arahan dan pembinaan kepada sekolah dalam hal manajemen, administrasi, dan pengelolaan pendidikan. Pengembangan SDM: Mendorong pengembangan profesionalisme tenaga pendidik dan kependidikan melalui pelatihan, workshop, dan kegiatan pengembangan lainnya.
Keempat, Penegakan Disiplin dan Kepatuhan: meliputi: Penegakan Aturan dan Kebijakan: Memastikan bahwa seluruh elemen pendidikan, termasuk guru, kepala sekolah, dan staf lainnya, mematuhi peraturan dan kebijakan yang berlaku. Tindak Lanjut Temuan Audit: Mengambil tindakan terhadap temuan-temuan audit yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian atau pelanggaran dalam pelaksanaan tugas dan fungsi di sekolah.
Kelima, Pelaporan: meliputi: Pelaporan Hasil Pengawasan: Menyusun dan menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada atasan dan pihak terkait, serta memberikan rekomendasi untuk perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan. Transparansi dan Akuntabilitas: Menjamin bahwa proses pengawasan dan audit dilakukan secara transparan dan akuntabel, serta hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
Keenam, Koordinasi dan Kerjasama: meliputi: Koordinasi dengan Lembaga Terkait: Bekerja sama dengan dinas pendidikan, sekolah, dan pihak-pihak lain yang terkait dalam proses pengawasan dan pembinaan. Sosialisasi Kebijakan: Membantu dalam menyosialisasikan kebijakan-kebijakan baru dari pemerintah terkait pendidikan dasar kepada sekolah-sekolah.
Dengan menjalankan tugas-tugas ini, inspektorat berperan dalam memastikan bahwa pendidikan berjalan sesuai dengan tujuan dan standar yang telah ditetapkan, serta mendukung peningkatan kualitas pendidikan. oleh sebab itu unsur pembinaan lebih dikedepankan dibandingkan dengan penghukuman.
Teman-teman jurnalis seyogyanya juga mengkorek apakah peran inspektorat sudah berjalan sesuai dengan amanat undang-undang yang mengaturnya; karena kesan public selama ini justru inspektorat datang jika ada pelanggaran, atau datang ke lapangan hanya jika pemeriksaan berkala saja.
Maksud baik dilakukan dengan cara yang kurang baik, bisa jadi hasilnya akan tidak baik, karena maksud baik dilakukan dengan cara baik-pun belum tentu berhasil baik, sebab situasi untuk berbuat baik juga ikut menentukan. Kerjasama yang baik untuk tidak saling mengadili, tetapi lebih kepada saling mengingatkan; adalah tugas mulia yang diemban kita bersama sebagai mahluk Tuhan yang pasti memiliki kekurangan dan kelemahan, karena kekurangan dan kelemahan adalah penyempurna dari ketidaksempurnaan sebagi mahluk. Kesempurnaan hanya milik Tuhan semata, tak ada satupun yang dapat menandingiNYA. Salam Waras. (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Hasil Penelitian Dosen Universitas Malahayati Raih Medali Emas di Ajang Southern Inventor Award 2024 Thailand
THAILAND (malahayati.ac.id): Dr. Dwi Marlina Syukri, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati (Unmal), kembali mengharumkan nama Indonesia khususnya Provinsi Lampung dengan meraih medali emas dalam ajang Southern Inventor Award 2024, diselenggarakan di Thaksin University, Thailand, Selasa, 1-3 Agustus 2024.
Dalam kompetisi bergengsi ini, produk penelitian Dwi Marlina Syukri yang berjudul “Antibacterial Coated Silk Suture” berhasil mencuri perhatian para juri.
Kegiatan ini merupakan ajang inovasi yang diikuti berbagai peneliti dari seluruh dunia, dengan fokus pada penemuan-penemuan yang berkontribusi dalam bidang kesehatan dan teknologi.
Produk penelitian Dwi Marlina Syukri, yang sebelumnya telah dipublikasikan dalam bentuk paper ilmiah, menunjukkan kemampuan antibakterial yang signifikan melalui metode pelapisan benang sutera dan fungsionalisasi nilon.
Dua publikasi yang berkaitan dengan produk penelitian ini, yaitu ‘Antibacterial Coated Silk Suture’ dan ‘Antibacterial Functionalization of Nylon’
“Dalam kompetisi ini, tiga mahasiswa yang saya bimbing mewakili saya menyampaikan produk penelitian ini. Mereka adalah Pannatat Mannanee, Inarm Ekkakaraphiban, dan Peemphon Engchuan,” ucap Dwi Marlina Syukri.
Produk penelitian yang telah mendapatkan pengakuan internasional ini diharapkan dapat memberikan dampak besar dalam dunia medis, khususnya dalam pencegahan infeksi pasca-operasi.
“Produk saya tersebut terdaftar paten di Thailand dengan nomor 2003001900,” ujarnya. (*)
Editor: Asyihin
Universitas Malahayati Jadi Test Center TOEIC di Provinsi Lampung
Bandar Lampung (malahayati.ac.id): Universitas Malahayati Bandar Lampung kini menjadi salah satu test center TOEIC (Test of English for International Communication) di Provinsi Lampung.
Ini ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MOU) antara Rektor Universitas Malahayati, Dr. Achmad Farich, dr., M.M., dan International Test Center (ITC), Selasa, 13 Agustus 2024.
Kerja sama ini merupakan upaya Universitas Malahayati dalam meningkatkan kualitas dan daya saing lulusannya di kancah internasional. “Dengan adanya test center TOEIC di Universitas Malahayati, mahasiswa serta masyarakat umum di Provinsi Lampung kini dapat mengakses tes kemampuan bahasa Inggris yang diakui secara global dengan lebih mudah,” ucap Rektor Achmad Farich.
Penandatanganan MOU ini merupakan hasil dari inisiatif Kepala Bagian Kerjasama Internasional, Slamet Widodo, S.S., M.Kes., bersama Kepala UPT Balai Bahasa Universitas Malahayati, Syafik Arisandi, S.S., M.Kes.
Mereka berdua berperan penting dalam membawa fasilitas ini ke universitas, dengan tujuan untuk mendukung peningkatan kemampuan bahasa Inggris di kalangan akademisi dan masyarakat Lampung.
“Dengan adanya fasilitas ini, kami berharap Universitas Malahayati dapat memberikan kontribusi lebih dalam meningkatkan kemampuan bahasa Inggris di Lampung, baik di kalangan mahasiswa maupun masyarakat umum,” ujar Syafik Arisandi.
Dengan MOU ini, UPT Balai Bahasa Universitas Malahayati kini memiliki empat jenis tes kompetensi bahasa Inggris, yaitu TOEIC, TOEFL ITP, IELTS, dan MEPT, yang siap digunakan untuk menguji dan meningkatkan kemampuan bahasa Inggris di lingkungan akademik dan masyarakat luas. (*0
Editor: Asyihin
Lebih Gilo dari Wong Gilo
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Pagi menjelang siang di penghulu hari itu sudah menjadi kebiasaan untuk memuliakan hari penuh berkah ini. Ada sejumlah ritual keagamaan yang sunah untuk dilakukan, diantaranya melakukan ritual mandi jumat. Namun entah mengapa hari itu agak sedikit malas untuk beranjak dari kursi “pelamunan” tempat mencari inspirasi; mendadak dawai media sosial berbunyi pertanda ada pesan masuk, ternyata benar berita dari yunior sesama Sumatera Selatan mengirimkan berita dengan aksen Plembang. Sayang pesan itu tidak untuk dipublikasikan, karena kami berdiskusi tentang negeri yang sedang tidak baik-baik ini lewat media dan ditutup dengan kata kunci seperti judul di atas.
Sebelum lebih jauh membahas kata kunci “gilo”; sebaiknya kita beri batasan terlebih dahulu; berdasarkan penelusuran digital istilah ini dalam bahasa Palembang memiliki makna yang agak sedikit berbeda dengan “gila” dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Palembang, kata “gilo” bisa berarti “aneh” atau “konyol.” Kata ini sering digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang dianggap tidak biasa atau lucu dengan cara yang sedikit berlebihan. Misalnya, jika seseorang melakukan tindakan yang aneh atau membuat orang lain tertawa karena kelucuannya, orang tersebut bisa disebut “gilo.” Kata ini juga bisa digunakan dalam konteks bercanda antara teman-teman.
Filosofi kata “gilo” dalam bahasa Palembang mencerminkan pandangan masyarakat terhadap perilaku yang dianggap diluar kebiasaan atau norma. Dalam penggunaannya, kata ini sering mengandung unsur keheranan dan humor, serta menggambarkan reaksi spontan terhadap sesuatu yang dianggap tidak biasa atau absurd.
Secara budaya, penggunaan kata “gilo” dapat menunjukkan toleransi dan penerimaan terhadap keunikan individu. Dalam konteks sosial, menyebut seseorang “gilo” bukanlah sebuah penghinaan, melainkan lebih kepada pengakuan atas perilaku yang lucu atau aneh dengan nada yang ringan dan tanpa maksud merendahkan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kata “gilo” sering digunakan untuk meredakan ketegangan atau sebagai bagian dari interaksi sosial yang hangat. Ini mencerminkan cara masyarakat Palembang menggunakan humor dan keceriaan sebagai alat untuk mempererat hubungan sosial dan mengatasi situasi yang mungkin menimbulkan kebingungan atau ketidaknyamanan.
Meskipun dalam banyak konteks kata “gilo” dalam bahasa Palembang digunakan dengan nada bercanda dan humor, kata ini juga bisa memiliki konotasi negatif tergantung pada cara dan konteks penggunaannya.
Dalam konteks yang lebih serius atau marah, “gilo” bisa digunakan untuk mengejek atau mengkritik seseorang yang dianggap berperilaku tidak masuk akal, tidak pantas, atau terlalu berlebihan. Ketika diucapkan dengan intonasi yang tajam atau dalam situasi yang tegang, kata ini bisa menunjukkan ketidaksetujuan atau rasa tidak hormat terhadap perilaku seseorang.
Misalnya, jika seseorang bertindak dengan cara yang dianggap mengganggu atau merugikan orang lain, kata “gilo” bisa diucapkan dengan nada yang menunjukkan ketidakpuasan atau rasa jengkel. Dalam situasi seperti ini, kata tersebut bisa dianggap sebagai sindiran atau bahkan hinaan.
Secara keseluruhan, meskipun “gilo” sering kali digunakan dalam konteks yang ringan dan humoris, konteks, intonasi, dan situasi bisa mengubah maknanya menjadi sesuatu yang lebih negatif atau kritis. Karena diksi “gilo” berada pada wilayah ontologi, maka akan berubah “rasa bahasa” nya jika masuk ke wilayah epistemologi dan aksiologi.
Sebagai contoh jika kata ini masuk dalam ranah kekuasaan, maka kata “gilo” seringkali dipakai untuk menyoroti sesuatu yang dianggap luar biasa atau tidak biasa dari seorang pemimpin atau orang yang berkuasa. Baik itu dalam bentuk kekaguman, keheranan, maupun kritik, tergantung pada bagaimana orang tersebut memandang tindakan atau otoritas yang dimaksud.
Sebagai contoh orang Palembang jika melihat orang yang sangat bernafsu ingin memangku banyak jabatan, maka pada umumnya mereka akan megatakannya dengan “gilo jabatan”. Dalam konteks bahasa Palembang, “arti gilo jabatan” merujuk pada seseorang yang sangat berambisi atau terobsesi dengan jabatan, sehingga ingin berada pada banyak posisi. Istilah ini sering digunakan secara negatif untuk menggambarkan individu yang sangat menginginkan kekuasaan atau status hingga mereka rela melakukan apa saja untuk mencapainya. Maknawi yang terkandung disini berarti “gila” atau “sangat terobsesi,” sehingga “gilo jabatan” bisa diartikan sebagai “gila jabatan.”
Namun demikian jangan terkejut jika kita berada di tengah-tengah “wong Plembang” mendengar perkataan “gilo” dalam percakapan mereka yang diucapkan sambil tertawa terbahak-bahak; karena bisa jadi itu kegirangan yang amat sangat, bisa juga mengumpat dengan cara satir terhadap sesuatu yang diluar kebiasaan, atau memang sedang terperanjat (bahasa Palembang: tekanjat), melihat keanehan dari sesuatu.
Ternyata ketakjuban akan sesuatu bisa juga diberi label “gilo” oleh orang Palembang yang terkenal humoris; sebagai bukti tidak ada “wong Plembang” yang tidak punya pekerjaan atau menganggur, karena setiap ditanya mau pergi kemana jawabannya “ado gawe”. Akan tetapi bisa juga karena ketidaksukaan terhadap perilaku orang lain yang menurut mereka menyimpang dari norma umumnya, maka mereka akan berucap “lebih gilo dari wong gilo”. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Kotak Kosong, Siapa Takut
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Menyimak tulisan HBM di media ini beberapa saat lalu, pertama saya ucapkan selamat ulang tahun, walau agak terlambat; kedua bagaimana HBM menganalisis peluang bakal terjadinya “lawan kotak kosong” pada Pilgub Lampung 2024 yang begitu tajam lewat opini Calon Tunggal vs Oligarki Pilgub Lampung.
Namun, ada sisi-sisi lain yang akan dilengkapi oleh tulisan ini, mengingat “suasana” atau “atmosfir” pemilihan kali ini agak sedikit berbeda dibandingkan dengan pemilihan-pemilihan sebelumnya.
Perbedaan atmosfir ini tampaknya sedikit banyak akan berpengaruh kepada “perilaku” pemilih dipandang dari kacamata sosiologis, terutama aspek perilaku sosial dengan pisau analisis fenomenologis.
AYAM SAYUR
Pertama, pemilihan kali ini agaknya tidak ada “penyandang dana” seperti pemilihan sebelumnya yang jor-joran menggelontorkan dana untuk mendukung calonnya.
Tentu, konsekuensinya, nafas dari para calon agak terengah-engah. Namun, untuk jangka panjang, terasa mulai ada udara segar yang akan menyehatkan demokrasi daerah ini.
Persoalannya sekarang, siapapun pemenangnya kelak harus berani adu “nyali” berhadapan dengan gajah-gajah yang selama ini kemungkinan bimsalabim denga. kewajibannya kepada pemerintah, termasuk pemerintah daerah.
Jika di tengah jalan “masuk angin”, apalagi kalau itu “angin duduk” yang bisa membuat orang “terduduk”; maka apapun kalkulasi pemilihan dilakukan sangat tergantung kepada tipe kepemimpinan si pemenang.
Jika pemenangnya tipe “ayam sayur” akan percumah saja pemilihan dilakukan, karena tidak akan terjadi perubahan yang signifikan ke depan.
KOTAK KOSONG
Kedua, sangat mungkin terjadi kotak kosong yang menang. Penyebabnya, bukan akibat banyaknya pemilih menjatuhkan pilihan ke kotak kosong, tapi yang dikhawatirkan rendahnya tingkat partisipasi pemilih datang ke TPS.
Kenapa ada potensi rendahnya partisipasi pemilih. Secara fenomenologis, hal ini akibat terjadinya dua hal:
Pertama, pemilih merasa tidak mendapatkan apa-apa dari pemilihan itu. Hal ini disebabkan karena selama ini yang namanya pemilihan ada “tentengan” yang dibawa pulang atau paling tidak “amplop” sedekahnya.
Sementara saat ini, penyandang dana untuk menyediakan tentengan bakal tidak ada lagi. Akibatnya sikap sosial “berani berapa, dapat apa” yang selama ini terbentuk, menjadi ambyar.
Kedua, sikap apatisme dari kalangan menengah yang berpersepsi “siapapun” yang terpilih, mereka tidak kerja, mereka tidak makan.
Sikap seperti ini melekat terutama bagi mereka yang di lampung ini “hanya numpang hidup” maksudnya bekerja di Lampung, namun keluarga ada di luar Lampung. Saat hari pemilihan, justru mereka manfaatkan untuk “pulang” menjumpai keluarga, tidak tertarik untuk berpartisipasi mendatangi lokasi pemilihan.
Oleh sebab itu, calon sekarang hanya memiliki alternatif jalan menuju kemenangan adalah mengandalkan hubungan primordial.
Termasuk, dalam hubungan pola ini adalah kekerabatan, baik dari pihak ayah/ibu, mertua, adik-kakak, saudara dari adik atau saudara dari kakak, teman main ayah/ibu/mertua, dan handai tolan. Itu yang bersifat primer
Yang sekunder, teman organisasi profesi, teman alumni, dan organisasi masa lainnya.
Sementara organisasi politik justru tidak bisa banyak diharap karena banyak sekali konflik kepentingan dan lain sebagainya, terutama negosiasi-negosiasi kepentingan.
Apapun kejadiannya Pilkada harus jalan, tinggal bagaimana “tim sukses” para calon bekerja. Jika mereka setengah hati, maka hasilnyapun seperempat harap.
Jika tidak bekerja, hanya menonton, maka hasilnya-pun sudah bisa diduga akan kedodoran. Sekalipun pemilihan ini tidak berada dipersimpangan jalan, namun tetap saja jalan terjal akan dijumpai oleh siapapun calonnya.
Kondisi partai pengusung yang carut-marut, juga sedikit banyak akan berpengaruh kepada persepsi pemilih dalam menentukan pilihannya. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Prodi S1 Farmasi Universitas Malahayati Gelar Kuliah Tamu tentang Kosmetik Herbal
BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Program Studi S1 Farmasi Universitas Malahayati Bandar Lampung menggelar kuliah tamu di Malahayati Career Center, Selasa, 13 Agustus 2024.
Kuliah tamu ini mengusung tema “Ensuring Herbs Cosmetics Safety In Society dan Potensi Buah Parijoto sebagai Agen Fertilitas”.
Tema ini dipilih untuk memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya keamanan produk kosmetik berbahan dasar herbal serta menjelaskan potensi buah parijoto sebagai agen fertilitas.
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati Dr. Lolita Sary, M. Kes., membuka acara ini dan berharap mahasiswa mendapat pencerahan dan wawasan yang bermanfaat dari para narasumber.
Kuliah umum ini menghadirkan dua pembicara utama yang ahli di bidangnya, Dr. apt. Rina Wijayanti, M.Sc, Dekan Fakultas Farmasi, dan Dr. Apt. Naniek Widyaningrum, M.Sc, Kaprodi Profesi Apoteker dari Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang
Kepala Program Studi S1 Farmasi Universitas Malahayati, apt. Ade Maria Ulfa, M.Kes, menyampaikan, kegiatan bertujuan memperluas pengetahuan mahasiswa terkait pengembangan produk farmasi berbasis herbal serta memahami aspek keamanan dan efektivitasnya di masyarakat.
“Kami berharap melalui kuliah umum ini, mahasiswa dapat lebih memahami pentingnya keamanan dalam penggunaan kosmetik herbal serta melihat potensi besar yang dimiliki oleh buah parijoto dalam bidang farmasi, khususnya sebagai agen fertilitas,” ujar Ade Maria.
Selain menggelar kuliah tamu, kehadiran narasumber dari Unissula juga untuk menjajaki kerjasama dalam pelaksanaan tridharma perguruan tinggi di bidang kefarmasian.
Kegiatan diikuti 100 mahasiswa program studi S1 Farmasi dari setiap tingkatan semester dan 25 dosen. Mereka berkesempatan untuk bertanya langsung kepada narasumber, sehingga terjadi diskusi yang interaktif dan memperkaya pemahaman mereka tentang topik yang dibahas. (*)
Editor: Asyihin