Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Ingat pada waktu kecil dahulu, bila senja sudah tiba, warna langit berubah jingga yang biasa disebut dengan Candikolo, dan setelahnya temaram menuju gelap. Waktu seperti itu oleh orang Jawa disebut “Surup”. Dan. Jika waktu itu tiba Ibu pasti memanggil kami anak-anaknya guna memastikan apakah sudah masuk rumah. Selanjutnya beliau akan menutup pintu menyalakan “dimar” atau lampu teplok; yaitu lampu minyak tanah yang diberi sumbu dan diberi penutup kaca. Entah mengapa, sore itu saat menuju mushala dekat rumah, kenangan itu berkelebat dalam angan dan bayang. Sepulang dari menunaikan kewajiban shalat, tergerak untuk menelusuri makna surup itu dari kacamata filsafat manusia; yang sejatinya setiap kita akan mengalami waktu “surup-nya kehidupan”.
Di dunia ini, setiap peristiwa alam sesungguhnya menggambarkan hakikat kehidupan manusia. Tidak ada yang terjadi tanpa makna, dan tidak ada yang berjalan tanpa sebab. Di antara berbagai tanda yang dihadirkan Tuhan, waktu surup adalah salah satu simbol yang sarat makna. Surup bukan sekadar perubahan warna langit dari jingga menjadi gelap, melainkan lambang dari transisi, peralihan antara terang dan gelap, antara hidup dan mati, antara kesadaran dan keheningan. Di sinilah filsafat kehidupan menemukan cerminnya, sebab dalam waktu surup manusia belajar mengenali hakikat dirinya sebagai makhluk yang selalu berubah, yang tidak kekal, dan yang pada akhirnya akan melewati masa senja kehidupannya sendiri.
Ketika langit mulai menebar warna merah keemasan dan burung-burung pulang ke sarang, muncul suasana hening yang khas. Dunia seolah berhenti sejenak, menggantung di antara terang dan gelap. Keheningan itu memberi pesan bahwa segala sesuatu yang hidup akan mengalami perubahan. Tak ada yang abadi. Manusia yang dahulu muda dan kuat, lambat laun akan memasuki masa surup kehidupannya , saat tenaga berkurang, ketika suara hati lebih nyaring daripada suara ambisi. Dalam waktu seperti itu, manusia belajar menerima kenyataan bahwa satu-satunya hal yang tetap dalam hidup adalah perubahan itu sendiri.
Pandangan orang Jawa, surup tidak hanya berarti waktu secara fisik, tetapi juga waktu yang simbolis. Ia adalah momen ketika kekuatan alam berganti arah, ketika keseimbangan antara terang dan gelap terjadi sesaat. Suasananya lembut, udara terasa tenang, dan perasaan menjadi lebih peka. Bagi manusia yang waspada, surup adalah saat paling tepat untuk menyadari keberadaannya, untuk menengok ke dalam diri. Sebab ketika cahaya luar mulai redup, cahaya dari dalam hati seharusnya menyala agar tidak tersesat dalam gelap. Di sinilah makna filosofisnya tampak jelas: ketika dunia luar menjadi gelap, manusia harus menyalakan terang di dalam dirinya.
Manusia hidup di antara terang dan gelap. Dalam terang, ia berbuat, bekerja, dan mencipta. Dalam gelap, ia merenung, menahan diri, dan berserah. Surup adalah garis tipis di antara keduanya, tempat di mana manusia diajak untuk memandang dua sisi itu dengan bijak. Surup tidak memaksa manusia memilih antara terang atau gelap, tetapi mengajarkan keseimbangan ; bahwa keduanya adalah bagian yang sama penting dari kehidupan.
Pada akhirnya, setiap manusia akan mengalami waktu surup-nya sendiri-sendiri. Tak seorang pun bisa menghindar dari masa ketika cahaya hidupnya mulai redup, ketika semangat duniawi mulai digantikan oleh ketenangan jiwa. Namun di sini tidak ada kesedihan, sebab surup bukanlah akhir. Setelah gelap, akan datang terang baru. Surup hanyalah peralihan dari satu bentuk cahaya ke bentuk cahaya lainnya; dari cahaya kasar menuju cahaya halus, dari kehidupan fisik menuju kehidupan spiritual. Dalam pemahaman ini, surup adalah simbol kesadaran rohani, pengingat bahwa kematian bukanlah penutupan, melainkan pintu menuju kehidupan yang lebih dalam.
Saat menatap surup, langit seperti melukis suasana melankolis yang lembut namun dalam. Tidak ada hiruk-pikuk, tidak ada cahaya menyilaukan, hanya ada warna-warna lembut yang menenangkan rasa. Dalam keadaan itu, manusia bisa merasakan bahwa segala yang ada di dunia ini hanyalah singgah. Perasaan ini bukan untuk menimbulkan kesedihan, tetapi untuk menumbuhkan kesadaran bahwa hidup harus dijalani dengan makna. Setiap terang akan berakhir, maka setiap masa terang harus dijalani dengan penuh arti. Surup tidak untuk ditakuti, tetapi untuk diterima sebagai pengingat bahwa tidak ada yang abadi, dan hanya kesadaran yang mampu menembus kegelapan.
Manusia yang telah melalui berbagai fase kehidupan akan lebih memahami makna surup. Saat muda, surup tampak seperti waktu yang biasa saja, hanya pertanda malam akan tiba. Namun ketika usia menua, surup menjadi simbol masa senja kehidupan, yaitu: saat seseorang lebih banyak mengingat daripada berharap. Di sini filsafat bertemu dengan rasa: kesadaran akan datangnya senja membuat manusia lebih lembut, lebih dalam, lebih dekat pada hakikat dirinya. Surup mengajarkan bahwa umur seperti perjalanan matahari; ada pagi, siang, dan senja. Tak ada yang lebih penting, sebab semuanya memiliki peran dalam kesempurnaan hidup.
Maka, waktu surup lebih dari sekadar perubahan warna langit. Ia adalah kitab filsafat yang ditulis oleh alam, yang dapat dibaca oleh siapa pun yang mau berhenti sejenak dan menatapnya dengan hati. Setiap sinar jingga yang menyatu dengan gelap memberi pelajaran bahwa hidup tidak harus selalu terang, tetapi harus jujur dalam menerima setiap perubahannya. Manusia yang memahami makna surup akan hidup lebih tenang, lebih sadar, dan lebih siap ketika masa surup-nya sendiri tiba.
Setiap waktu surup yang tampak di langit sejatinya adalah panggilan agar manusia mengingat kehidupan dirinya sendiri. Surup bukan hanya milik langit, tetapi juga ada di dalam hati setiap manusia. Setiap kali manusia mengalami kehilangan, perpisahan, atau kesedihan, ia sebenarnya sedang mengalami surup batinnya. Namun dari sana akan tumbuh cahaya baru yaitu, cahaya yang lebih dalam, lebih murni, dan lebih sejati. Surup bukan akhir, melainkan awal dari kebijaksanaan yang abadi. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Bupati Tanggamus Kasih Wejangan 5 Mahasiswa Universiti Putra Malaysia
Bandarlampung (malahayati.ac.id): Lima mahasiswa Universiti Putra Malaysia (UPM) yang tengah menjalani Student Mobility Program: Clinical Elective Placement (CEP) 2025 di Universitas Malahayati (Unmal), melakukan kunjungan kehormatan ke Rumah Dinas Bupati Kabupaten Tanggamus,
Kunjungan tersebut dihadiri oleh para mahasiswa UPM, yaitu Nazirul Mubin, Harith Hazmi, Farah Liza, Zulaikha Nasron, dan Fareesha Hana, yang merupakan peserta program internasional hasil kerja sama antara Universiti Putra Malaysia dan Universitas Malahayati. Dalam kunjungan ini, para mahasiswa UPM didampingi oleh Ricko Gunawan, S.Kep., M.Kes (Ka. Biro Kemahasiswaan Unmal) dan Emil Tanhar, S.Kom (Kabag Humas Unmal) yang langsung disambut hangat oleh Bupati Tanggamus Drs. H. Mohammad Saleh Asnawi, M.A., M.H. didampingi oleh Irvan Wahyudi, ST, MM (Asisten I Pemkab Tanggamus), Drs. Rakhman Husin, MM (Plt.Kepala Dinas Pendidikan) Maryani, S. Kep. Ners (Kabag Kerjasama Setdakb. Tanggamus) Novrizal Mulkan (Kabid Riset dan Inovasi Daerah Bapperida Tanggamus) Ivan Rinaldo HR (Analis Data Ilmiah Bapperida) Rio Apriansyah (Analis Pemanfaatan IPTEK Bapperida).
Silaturahmi dan kunjungan singkat yang berlangsung hangat dan akrab ini menjadi ajang pertukaran gagasan dan pandangan terkait dunia pendidikan, kesehatan, serta potensi kolaborasi antara Pemerintah Provinsi Lampung dan Universiti Putra Malaysia melalui Universitas Malahayati.
Bupati Tanggamus Drs. H. Mohammad Saleh Asnawi, M.A., M.H. dalam sambutannya menyampaikan ucapan terima kasih dan sangat mengapresiasi atas kunjungan mahasiswa internasional tersebut.
“Saya menyambut dengan hangat kehadiran para mahasiswa dari Universiti Putra Malaysia yang sedang menjalani Student Mobility Program: Clinical Elective Placement (CEP) 2025 di Universitas Malahayati. Kehadiran mereka menjadi bukti nyata bahwa kerja sama antaruniversitas lintas negara tidak hanya memperkuat hubungan akademik, tetapi juga mempererat persaudaraan antara Indonesia dan Malaysia.”
Program seperti ini sangat penting untuk memperluas wawasan, memperdalam pengalaman lintas budaya, serta menumbuhkan semangat kolaborasi dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Saya berharap para mahasiswa dapat mengambil banyak pelajaran berharga selama berada di Lampung, serta membawa kesan baik tentang keramahan masyarakat dan kekayaan budaya daerah ini.
Kami juga menyampaikan apresiasi kepada Universitas Malahayati yang telah memfasilitasi program internasional ini dengan baik. Semoga kegiatan ini menjadi inspirasi bagi mahasiswa lain untuk terus belajar, berkolaborasi, dan memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa dan dunia.”
Sementara itu Ricko Gunawan, S.Kep., M.Kes, selaku Kepala Biro Kemahasiswaan Universitas Malahayati, menyampaikan bahwa kunjungan ini menjadi bagian penting dari rangkaian program mobility yang tidak hanya fokus pada kegiatan akademik, tetapi juga membangun nilai-nilai sosial dan kepemimpinan.
“Kami ingin para mahasiswa memperoleh pengalaman yang lebih luas, tidak hanya di ruang perkuliahan atau rumah sakit, tetapi juga memahami bagaimana kepemimpinan dan pemerintahan daerah bekerja. Itu akan menjadi nilai tambah bagi mereka dalam pengembangan karakter dan profesionalitas,” ujar Ricko.
Emil Tanhar, S.Kom, Kepala Bagian Humas Universitas Malahayati juga menambahkan bahwa kegiatan ini juga menjadi momentum untuk memperkenalkan potensi dan keramahan masyarakat Lampung, khususnya Kabupaten Tanggamus.
“Kami berharap para mahasiswa UPM membawa kesan positif tentang Indonesia, tentang Lampung, dan khususnya tentang Tanggamus. Ini juga sekaligus menjadi promosi daerah dalam konteks hubungan antarbangsa di bidang pendidikan,” jelas Emil.
Perwakilan mahasiswa Universiti Putra Malaysia (UPM) yang mengikuti Student Mobility Program: Clinical Elective Placement (CEP) 2025 di Universitas Malahayati menyampaikan rasa syukur dan kebahagiaan mereka atas sambutan hangat masyarakat Lampung selama menjalani program tersebut.
Salah satu perwakilan mahasiswa UPM menyampaikan bahwa pengalaman belajar dan berinteraksi di Lampung memberikan kesan mendalam yang tak terlupakan.
“Kami merasa sangat diterima di sini. Masyarakat Lampung ramah, dosen dan staf di Universitas Malahayati sangat membantu, dan kami belajar banyak hal baru — baik di bidang klinis maupun kehidupan sosial,” ungkapnya.
Selain mengikuti kegiatan akademik di rumah sakit dan universitas, para mahasiswa juga berkesempatan menikmati kuliner khas Lampung, seperti Nyeruit, Bakso Sony, Nasi Uduk Toha yang memberikan pengalaman cita rasa tersendiri. Mereka juga mengunjungi sejumlah objek wisata populer, di antaranya Pulau Pahawang.
HUMAS
Sekda Provinsi Lampung Terima Kunjungan Mahasiswa Universiti Malaysia dalam Rangka Student Mobility Program Di Unmal
Bandarlampung (malahayati.ac.id): Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Lampung Dr. Marindo Kurniawan, S.T., M.M., menerima kunjungan tujuh mahasiswa Universiti Putra Malaysia (UPM) yang tengah menjalani Student Mobility Program: Clinical Elective Placement (CEP) 2025 di Universitas Malahayati, jumat (31/10/2025).
Kunjungan para mahasiswa UPM kali ini diwakili oleh Hanis Farhana, Nurdeena Shukriah, Nur Fareesha Hana, Farrah Asyiqin, Nurul Azrin, Sharifah Ruqayyah, Zulaikha yang merupakan peserta program internasional hasil kerja sama antara Universiti Putra Malaysia dan Universitas Malahayati.
Dalam kunjungan ini, para mahasiswa UPM didampingi oleh Bapak Romy J Utama, SE., M.Sos. Ahmad Iqbal, S.S (Ka Biro Administrasi Akademik), Syafik arisandi S.S., M.kes (Ka Kerjasama Internasional) yang langsung disambut hangat oleh Sekda Provinsi Lampung Bapak Dr. Marindo Kurniawan, S.T., M.M. didampingi oleh Ganjar Jationo, SE., M.AP (Kadis Kominfo provinsi lampung).
Silaturahmi dan kunjungan singkat yang berlangsung hangat dan akrab ini menjadi ajang pertukaran gagasan dan pandangan terkait dunia pendidikan, kesehatan, serta potensi kolaborasi antara Pemerintah Provinsi Lampung dan Universiti Putra Malaysia melalui Universitas Malahayati.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Lampung Dr. Marindo Kurniawan, S.T., M.M., dalam sambutannya menyampaikan ucapan terima kasih dan sangat mengapresiasi atas kunjungan mahasiswa internasional tersebut.
“Kami sangat menyambut baik dan bangga atas kehadiran para mahasiswa dari Universiti Putra Malaysia ke Provinsi Lampung. Saya secara pribadi juga ingin menyampaikan bahwa selama berkegiatan di Lampung, diharapkan para tamu dapat memperoleh kesan yang baik, serta dapat memberikan informasi positif kepada pihak Universitas Putra Malaysia dan juga kepada rekan-rekan di Malaysia. Hal ini berarti bahwa kunjungan kali ini tidak hanya berhenti sampai di sini, tetapi diharapkan dapat dilanjutkan dengan kunjungan berikutnya, baik untuk berwisata maupun untuk kegiatan lainnya di Provinsi Lampung.”
Sementara itu, Bapak Romy J Utama,SE., M.Sos. menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan wujud kolaborasi yang baik antara Universitas Malahayati dan Universitas Putra Malaysia. Mahasiswa dari Universitas Putra Malaysia telah bermukim di Lampung selama kurang lebih tiga minggu, dan selama itu mereka memberikan kesan yang sangat positif. Selama kegiatan di Universitas Malahayati maupun di rumah sakit, para mahasiswa menunjukkan antusiasme yang tinggi, serta turut menikmati kehangatan budaya lokal dan beragam kuliner khas Lampung yang menjadi pengalaman berharga bagi mereka.
Disisi lain, Ahmad Iqbal S.S (Ka Biro Administrasi Akademik) dan Syafik arisandi S.S., M.kes (Ka Kerjasama Internasional) menambahkan bahwasanya Student Mobility Program: Clinical Elective Placement (CEP) 2025 di Universitas Malahayati ini akan ada kunjungan balasan yang akan dikirim ke Universiti Putra Malaysia untuk melakukan kegiatan akademik dan kegiatan wisata ke malaysia.
Kegiatan ini diharapkan tidak hanya memperluas wawasan mahasiswa UPM, tetapi juga mempererat hubungan persahabatan antara Malaysia dan Indonesia, khususnya antara Universitas Malahayati dan Universiti Putra Malaysia.
Humas
Mahasiswa Universiti Putra Malaysia (UPM) Kunjungi Rumah Dinas Wali Kota Metro dalam Rangka Student Mobility Program di Universitas Malahayati
Kunjungan tersebut dihadiri oleh para mahasiswa UPM yaitu Nazirul Mubin, Harith Hazmi, Farah Liza, Zulaikha Nasron, dan Fareesha Hana, yang merupakan peserta program internasional hasil kerja sama antara Universiti Putra Malaysia dan Universitas Malahayati.
Pertemuan yang berlangsung dalam suasana hangat dan penuh keakraban ini menjadi ajang pertukaran gagasan dan pandangan terkait dunia pendidikan, kesehatan, serta potensi kolaborasi antara Kota Metro dan Universiti Putra Malaysia melalui Universitas Malahayati.
“Kami sangat menyambut baik kehadiran para mahasiswa dari Universiti Putra Malaysia di Kota Metro. Kunjungan ini bukan hanya mempererat hubungan antara dua institusi pendidikan, tetapi juga membuka peluang kerja sama lintas negara dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Kami berharap para mahasiswa dapat mengambil banyak pengalaman dan pengetahuan selama berada di Indonesia, khususnya di Universitas Malahayati,” ujar Walikota Metro.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa kehadiran mahasiswa asing di Metro menjadi bukti bahwa kota ini semakin dikenal sebagai kota yang ramah pendidikan dan memiliki potensi besar dalam pengembangan kerja sama internasional.
“Metro terus berkomitmen untuk menjadi kota yang terbuka terhadap kolaborasi global, terutama dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Kami bangga Universitas Malahayati menjadi bagian dari gerakan ini,” imbuhnya.
Disisi lain, Kepala Humas dan Protokol Universitas Malahayati, Emil Tanhar, S.Kom., menambahkan bahwa kegiatan Student Mobility Program ini merupakan bagian dari upaya kampus dalam memperkuat jaringan akademik internasional dan memberikan pengalaman lintas budaya bagi mahasiswa.
Kunjungan ke Rumah Dinas Wali Kota Metro menjadi salah satu agenda penting dalam rangkaian kegiatan mahasiswa UPM selama mengikuti Clinical Elective Placement di Universitas Malahayati. Para mahasiswa juga dikenalkan dengan kebudayaan, sistem kesehatan, dan pemerintahan daerah di Kota Metro.
Kegiatan ini diharapkan tidak hanya memperluas wawasan mahasiswa UPM, tetapi juga mempererat hubungan persahabatan antara Malaysia dan Indonesia, khususnya antara Universitas Malahayati dan Universiti Putra Malaysia. (gil)
Editor: Gilang Agusman
Asah Kemampuan Analisis Data, Prodi Manajemen Universitas Malahayati Gelar Bootcamp “Statistik Jadi Asik”
Kegiatan yang diikuti oleh 204 mahasiswa angkatan 2022 ini dirancang sebagai wadah pembekalan keterampilan analisis data bagi mahasiswa yang tengah mempersiapkan penelitian dan penyusunan tugas akhir.
Statistik memegang peranan penting dalam penelitian ilmiah, khususnya dalam pendekatan kuantitatif. Melalui statistik, peneliti dapat mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data numerik secara objektif untuk menguji hipotesis dan menarik kesimpulan yang valid. Dalam bidang ilmu sosial dan ekonomi, kemampuan memahami serta mengolah data statistik menjadi keterampilan esensial yang menentukan kualitas hasil penelitian.
Kegiatan dibuka secara resmi oleh Ketua Pelaksana, Harold Kevin Alfredo, S.E., M.B.A, yang dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang turut mendukung terselenggaranya acara tersebut.
“Bootcamp ini diadakan untuk membekali mahasiswa dengan kemampuan praktis dalam pengolahan dan analisis data. Harapannya, kegiatan ini dapat mempermudah mahasiswa dalam menyusun tugas akhir serta menghasilkan penelitian yang berkualitas,” ujar Harold.
• Dr. Febrianty, S.E., M.Si dengan materi “Tips & Trik Pembuatan Kuesioner Penelitian yang Benar dan Pemanfaatan AI”
• Euis Mufahamah, S.E., M.Ak yang membahas teknik pengolahan data menggunakan SPSS
• Muhammad Irfan Pratama, S.E., M.E yang mengulas pengujian data melalui EViews
• Reza Hardian Pratama, S.E., M.M yang memaparkan metode analisis data dengan SmartPLS
Keempat narasumber tersebut tidak hanya memberikan penjelasan teoritis, tetapi juga memandu peserta secara langsung melalui simulasi dan praktik, sehingga mahasiswa dapat memahami proses pengolahan data secara lebih aplikatif.
Kegiatan Bootcamp ini menjadi momentum penting bagi mahasiswa Manajemen untuk mengasah keterampilan riset yang lebih tajam, ilmiah, dan relevan dengan kebutuhan akademik maupun dunia kerja. Melalui kegiatan ini, diharapkan mahasiswa mampu menghasilkan penelitian yang tidak hanya memenuhi standar akademik, tetapi juga memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan praktik manajerial.
“Statistik bukan sekadar angka, tetapi alat untuk memahami fenomena sosial-ekonomi secara mendalam. Dengan bekal ini, mahasiswa diharapkan lebih percaya diri dan terampil dalam melakukan penelitian berbasis data,” tutup salah satu narasumber. (gil)
Editor: Gilang Agusman
Pasar Ilang Kumandange
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Akhir-akhir ini dalam media sosial banyak menampilkan pasar yang ditinggalkan pembeli; dari pasar besar setingkat grosir, sampai pasar ditingkat kecamatan, bahkan pedesaan. Peristiwa ini mengingatkan pesan Pujangga Besar pada jamannya, yaitu Ranggawarsita, yang mengulas tanda-tanda “jaman” yang mengarah kepada “kehancuran”. Sebelum lebih jauh kita membahas, sebaiknya kita memahami siapa Ranggawarsita itu. Beliau adalah pujangga besar Jawa dari Surakarta (1802–1873), dikenal sebagai pujangga terakhir Keraton. Ia menulis karya sastra dan ramalan berisi kritik sosial serta kebijaksanaan hidup. Beberapa karya terkenal Ranggawarsita antara lain: Serat Kalatidha, Serat Sabdajati, Serat Wedhatama, Serat Pustakaraja Purwa, dan Serat Jaka Lodhang. Ranggawarsita memang dikenal sebagai penulis Serat Jangka Jayabaya, sebuah karya yang berisi ramalan-ramalan masa depan, termasuk tentang hilangnya keramaian pasar. Dalam Serat Jangka Jayabaya, terdapat petikan yang berbunyi:
“Mbesuk yen ana kreta mlaku tanpo jaran, tanah Jawa kalungan wesi, prahu mlaku ing dhuwur awang-awang, kali ilang kedunge, pasar ilang kumandange.”
Secara keseluruhan, “Pasar Ilang Kumandange” adalah bagian dari ramalan Jayabaya yang menggambarkan perubahan besar dalam kehidupan masyarakat, khususnya dalam hal hilangnya keramaian pasar tradisional.
Ungkapan “pasar ilang kumandange” selalu menggema sebagai salah satu frasa paling puitis sekaligus paling getir dari khazanah kebijaksanaan Jawa. Di dalamnya tersimpan renungan yang jauh melampaui sekadar keluhan sosial atau ramalan masa depan. Ia adalah pantulan kesadaran seorang pujangga yang menyaksikan dunia berubah begitu cepat, dan manusia di dalamnya perlahan kehilangan gema dirinya sendiri.
Pasar dalam pandangan budaya Jawa bukanlah sekadar tempat transaksi. Ia adalah lambang dari kehidupan dunia, tempat manusia saling bertemu, bertukar bukan hanya barang tetapi juga rasa, pandangan, bahkan nasib. Suara pasar seperti: tawar-menawar, tawa, teriakan, panggilan, dan canda, itu adalah simbol dari denyut kehidupan manusia itu sendiri. Maka ketika sang pujangga berkata “pasar ilang kumandange”, yang ia maksud bukan sekadar pasar sepi pembeli, tetapi dunia yang kehilangan getar kehidupan. Suara manusia meredup, interaksi menjadi dingin, dan dunia berubah menjadi ruang tanpa gema.
Di sini, kata “kumandang” menjadi sangat penting. Dalam bahasa Indonesia, kumandang berarti suara yang bergema, pantulan bunyi yang menandakan adanya kehidupan, ruang, dan kehadiran. Tetapi dalam kedalaman batin Jawa, kumandang juga berarti getaran hidup yang menyatukan antara manusia, alam, dan kekuatan ilahi. Hilangnya kumandang berarti padamnya resonansi antara manusia dan dunia, antara lahir dan batin, antara cipta, rasa, dan karsa. Dunia tetap ada, tetapi kehilangan jiwa.
Dalam konteks itu, “pasar ilang kumandange” dapat dibaca sebagai pernyataan ontologi, yaitu dunia kehilangan “ada”-nya. Ranggawarsita melihat bagaimana arus zaman membawa manusia masuk ke dalam dunia yang penuh aktivitas tetapi miskin makna. Orang bekerja, berdagang, bergaul, namun semua berlangsung tanpa kesadaran mendalam. Aktivitas menjadi rutinitas, relasi menjadi mekanis, dan kehidupan menjadi semacam mesin yang berjalan tanpa tujuan spiritual. Dunia yang dulu hidup kini menjadi kosong, seperti wadah tanpa isi. Inilah yang disebut krisis ontologis: keberadaan kehilangan kehadirannya. Dalam istilah para pemikir modern, manusia telah lupa akan keberadaan; ia terperangkap dalam kejatuhan eksistensial, hidup di tengah hiruk-pikuk tanpa sempat mendengarkan gema dirinya sendiri.
Dalam pandangan Jawa, dunia bukanlah sekadar ruang material. Dunia adalah harmoni antara jagad gedhe (alam semesta), jagad cilik (manusia), dan sangkan paraning dumadi (asal dan tujuan Ilahi). Ketika pasar kehilangan kumandangnya, berarti keseimbangan antara tiga ranah itu telah rusak. Manusia tidak lagi berelasi dengan alam secara selaras, tidak lagi berinteraksi dengan sesamanya secara hangat, dan tidak lagi menyapa Tuhan secara khusyuk. Dunia menjadi bisu bukan karena tidak ada suara, tetapi karena manusia tidak lagi mampu mendengar.
Krisis yang digambarkan Ranggawarsita kini menemukan bentuk paling nyata dalam dunia modern. Kita hidup di zaman ketika pasar benar-benar kehilangan kumandangnya dalam arti harfiah. Pasar tradisional yang dulu menjadi ruang sosial kini tergantikan oleh layar-layar digital. Interaksi manusia berpindah dari tatapan mata menjadi ketukan jari. Suara manusia berganti dengan notifikasi. Kumandang berubah menjadi algoritma. Dunia menjadi sangat efisien, tetapi juga sangat sunyi. Manusia saling terhubung, tetapi tidak benar-benar bersentuhan. Teknologi menciptakan kenyamanan, namun sekaligus menjarakkan manusia dari rasa kemanusiaannya sendiri.
Ungkapan “pasar ilang kumandange” pada akhirnya bukanlah kutukan, melainkan peringatan. Ia adalah ajakan untuk merenung tentang makna menjadi manusia di tengah perubahan yang tak terbendung. Ia mengingatkan bahwa suara sejati kehidupan bukan datang dari luar, melainkan dari dalam diri yang sadar. Selama manusia masih mampu mendengar gema batinnya, selama ia masih bisa merasakan denyut kehidupan yang sejati, maka kumandang itu tidak akan benar-benar hilang. Dunia akan tetap bergema, dan manusia akan tetap menjadi manusia. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Mahasiswa Pendidikan Kedokteran Universitas Malahayati Kunjungi Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, Dapatkan Pembekalan Program Puskesmas Sesuai Permenkes No. 9 Tahun 2024
Dalam kesempatan tersebut, dr. Festy Ladyani, M.Kes selaku dosen pengampu blok CHOP, menjelaskan bahwa kegiatan lapangan seperti ini sangat penting untuk memperkuat pemahaman mahasiswa terhadap penerapan kedokteran komunitas.
Kunjungan ini juga menjadi momen penting bagi mahasiswa untuk mendapatkan pembekalan langsung dari Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung terkait program-program Puskesmas yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2024.
Para pemateri dari Dinas Kesehatan yang hadir dan memberikan penjelasan dalam kegiatan ini antara lain:
• drg. Santi Sundari, M.Kes
• Leni Syahnimar, SKM., MH
• Leni Septiana, SKM
• W.D. Ari Pratama Ade Putra, SKM
• Ria Rachmawati, S.Kom
• Dini Ariyanti, SKM., M.Kes
Materi yang disampaikan mencakup penjabaran lima klaster utama Puskesmas berdasarkan Permenkes No. 9 Tahun 2024, yaitu:
1. Klaster 1: Alur administrasi Puskesmas
2. Klaster 2: Kesehatan ibu hamil, bayi, balita, dan anak
3. Klaster 3: Kesehatan remaja, dewasa, dan lansia
4. Klaster 4: Penyakit menular dan tidak menular
5. Klaster 5: Lintas sektoral (pelayanan poli, farmasi, IGD, laboratorium, dan lainnya)
Turut hadir dalam kegiatan ini Wakil Dekan Akademik Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati, dr. Neno Fitriyani Hasbie, M.Kes, Ka.Prodi Pendidikan Dokter, Dr. Tessa Sjahriani, dr., M.Kes, bersama dosen prodi pendidikan dokter dr. Mira Aprilika, M.Biomed.
Dengan adanya kunjungan ini, Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati terus berkomitmen membekali mahasiswanya dengan kompetensi akademik dan keterampilan lapangan yang sejalan dengan kebijakan dan kebutuhan sektor kesehatan di Indonesia. (gil)
Editor: Gilang Agusman
Mahasiswi Universitas Malahayati Raih Juara 3 Solo Song Ajang Frenchtival 2025
Kompetisi bergengsi ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Bahasa Prancis Universitas Lampung (Unila) pada 21 Oktober 2025, dan diikuti oleh berbagai peserta dari universitas serta sekolah menengah di seluruh Lampung. Frenchtival sendiri merupakan festival tahunan yang menggabungkan seni, budaya, dan bahasa, dengan tujuan mempererat hubungan antar generasi muda melalui kreativitas dan ekspresi seni.
Dalam ajang tersebut, Zahwa tampil memukau dengan suara merdunya dan pembawaan panggung yang penuh percaya diri. Penampilannya sukses memikat para juri dan penonton, hingga mengantarkannya meraih posisi ketiga di kategori Solo Song Bahasa Indonesia.
Zahwa mengaku sangat bersyukur atas pencapaian ini. Ia mengatakan bahwa prestasi ini merupakan buah dari latihan dan dukungan lingkungan kampus yang selalu memberikan ruang bagi mahasiswa untuk mengembangkan bakatnya.
“Saya sangat bersyukur bisa membawa nama Universitas Malahayati di ajang Frenchtival 2025. Awalnya saya hanya ingin tampil sebaik mungkin dan menikmati prosesnya, tapi tidak menyangka bisa meraih juara. Terima kasih untuk semua dosen dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dan semangat,” ujar Zahwa dengan penuh rasa syukur.
Capaian ini menjadi bukti nyata bahwa mahasiswa Universitas Malahayati tidak hanya unggul dalam bidang akademik, tetapi juga berprestasi di bidang seni dan budaya. Semangat dan dedikasi Zahwa diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa lainnya untuk terus berkarya dan berprestasi, mengharumkan nama almamater di berbagai ajang.
Dengan semangat muda yang kreatif dan berani tampil, Universitas Malahayati terus mendorong mahasiswanya untuk mengembangkan potensi diri dalam berbagai bidang, sesuai dengan motonya: “Mencetak generasi berilmu, berakhlak, dan berprestasi.” (gil)
Editor: Gilang Agusman
Katalog buku TOREFAKSI SAMPAH KOTA: Teknologi, Implementasi dan Potensi Energi Terbarukan
Judul Buku : TOREFAKSI SAMPAH KOTA: Teknologi, Implementasi dan Potensi Energi Terbarukan
Penulis:
Agus Apriyanto, S.T., M.T.
Fauzi Ibrahim, S.T., M.T.
Tyan Tasa, S. Kom., M. Kom.
Retno Wahyudi, S.Pd., M.T.
Adam Wisnu Murti, S.T., M.T.
Alexander Sembiring, S.T., M.T.
ISBN: Sedang proses
Sinopsis: Dalam konteks ini, teknologi torefaksi hadir sebagai salah satu solusi inovatif
yang memungkinkan konversi sampah menjadi bahan bakar padat berkualitas
tinggi, dengan proses yang efisien, ramah lingkungan, dan berpotensi diterapkan
secara luas, baik dalam skala industri maupun komunitas lokal. Sampah
merupakan material yang bersifat heterogen dengan kadar air tinggi dan energi
yang rendah. Selama ini, sampah sering dianggap sebagai masalah, terutama di
kota-kota besar di Indonesia. Namun, sampah juga memiliki potensi untuk
dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif. Nilai kalor dari sampah
perkotaan bisa mencapai sekitar 25,2 MJ/kg. Meski demikian, penerapan
pengolahan sampah masih menghadapi berbagai tantangan, baik dari sisi teknis
maupun non-teknis. Mengingat kondisi tersebut, dibutuhkan metode yang tepat
untuk mengolah dan memanfaatkan sampah agar bisa dijadikan sumber energi
alternatif yang efektif dalam mengurangi volume sampah. Salah satu teknologi
yang menjanjikan untuk mengubah sampah menjadi bahan bakar padat bernilai
kalor tinggi adalah torefaksi.
Selamat Hari Sumpah Pemuda ke-97 “Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu”
Dengan mengusung semangat “Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu”, Universitas Malahayati mengajak generasi muda untuk melanjutkan perjuangan para pendahulu dengan karya nyata, inovasi, serta dedikasi bagi masa depan Indonesia yang lebih gemilang.
Semangat Sumpah Pemuda harus menjadi inspirasi bagi mahasiswa untuk terus berinovasi, berkontribusi, dan menjaga persatuan di tengah perbedaan. Karena masa depan bangsa ada di tangan generasi muda.
Sumpah Pemuda merupakan tonggak penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Peristiwa bersejarah ini terjadi pada 28 Oktober 1928, saat para pemuda dari berbagai daerah dan organisasi kepemudaan berkumpul dalam Kongres Pemuda II di Jakarta.
Dalam kongres tersebut, lahirlah ikrar Sumpah Pemuda yang berisi tiga butir utama:
1. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
2. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Ikrar ini menjadi simbol tekad bulat para pemuda untuk menyingkirkan sekat-sekat kedaerahan dan bersatu dalam satu identitas: Indonesia. Semangat inilah yang kemudian menjadi fondasi utama perjuangan menuju kemerdekaan 17 tahun kemudian, pada 17 Agustus 1945.
Kini, semangat Sumpah Pemuda bukan hanya tentang perjuangan fisik, tetapi juga perjuangan intelektual, digital, dan sosial. Generasi muda diharapkan mampu menghadapi tantangan zaman, mulai dari perkembangan teknologi, perubahan iklim, hingga globalisasi dengan semangat kolaborasi dan inovasi.
Universitas Malahayati, sebagai institusi pendidikan yang berkomitmen mencetak generasi unggul, terus menanamkan nilai persatuan dan nasionalisme kepada seluruh mahasiswa. Melalui kegiatan akademik maupun sosial, mahasiswa diajak untuk tidak hanya berpikir kritis, tetapi juga berjiwa nasionalis dan berorientasi pada kemajuan bangsa.
Mari kita jadikan Hari Sumpah Pemuda 2025 sebagai momentum untuk meneguhkan kembali semangat kebangsaan. Selamat Hari Sumpah Pemuda ke-97! “Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu!” (gil)
Editor: Gilang Agusman
Waktu “Surup”
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Ingat pada waktu kecil dahulu, bila senja sudah tiba, warna langit berubah jingga yang biasa disebut dengan Candikolo, dan setelahnya temaram menuju gelap. Waktu seperti itu oleh orang Jawa disebut “Surup”. Dan. Jika waktu itu tiba Ibu pasti memanggil kami anak-anaknya guna memastikan apakah sudah masuk rumah. Selanjutnya beliau akan menutup pintu menyalakan “dimar” atau lampu teplok; yaitu lampu minyak tanah yang diberi sumbu dan diberi penutup kaca. Entah mengapa, sore itu saat menuju mushala dekat rumah, kenangan itu berkelebat dalam angan dan bayang. Sepulang dari menunaikan kewajiban shalat, tergerak untuk menelusuri makna surup itu dari kacamata filsafat manusia; yang sejatinya setiap kita akan mengalami waktu “surup-nya kehidupan”.
Di dunia ini, setiap peristiwa alam sesungguhnya menggambarkan hakikat kehidupan manusia. Tidak ada yang terjadi tanpa makna, dan tidak ada yang berjalan tanpa sebab. Di antara berbagai tanda yang dihadirkan Tuhan, waktu surup adalah salah satu simbol yang sarat makna. Surup bukan sekadar perubahan warna langit dari jingga menjadi gelap, melainkan lambang dari transisi, peralihan antara terang dan gelap, antara hidup dan mati, antara kesadaran dan keheningan. Di sinilah filsafat kehidupan menemukan cerminnya, sebab dalam waktu surup manusia belajar mengenali hakikat dirinya sebagai makhluk yang selalu berubah, yang tidak kekal, dan yang pada akhirnya akan melewati masa senja kehidupannya sendiri.
Ketika langit mulai menebar warna merah keemasan dan burung-burung pulang ke sarang, muncul suasana hening yang khas. Dunia seolah berhenti sejenak, menggantung di antara terang dan gelap. Keheningan itu memberi pesan bahwa segala sesuatu yang hidup akan mengalami perubahan. Tak ada yang abadi. Manusia yang dahulu muda dan kuat, lambat laun akan memasuki masa surup kehidupannya , saat tenaga berkurang, ketika suara hati lebih nyaring daripada suara ambisi. Dalam waktu seperti itu, manusia belajar menerima kenyataan bahwa satu-satunya hal yang tetap dalam hidup adalah perubahan itu sendiri.
Pandangan orang Jawa, surup tidak hanya berarti waktu secara fisik, tetapi juga waktu yang simbolis. Ia adalah momen ketika kekuatan alam berganti arah, ketika keseimbangan antara terang dan gelap terjadi sesaat. Suasananya lembut, udara terasa tenang, dan perasaan menjadi lebih peka. Bagi manusia yang waspada, surup adalah saat paling tepat untuk menyadari keberadaannya, untuk menengok ke dalam diri. Sebab ketika cahaya luar mulai redup, cahaya dari dalam hati seharusnya menyala agar tidak tersesat dalam gelap. Di sinilah makna filosofisnya tampak jelas: ketika dunia luar menjadi gelap, manusia harus menyalakan terang di dalam dirinya.
Manusia hidup di antara terang dan gelap. Dalam terang, ia berbuat, bekerja, dan mencipta. Dalam gelap, ia merenung, menahan diri, dan berserah. Surup adalah garis tipis di antara keduanya, tempat di mana manusia diajak untuk memandang dua sisi itu dengan bijak. Surup tidak memaksa manusia memilih antara terang atau gelap, tetapi mengajarkan keseimbangan ; bahwa keduanya adalah bagian yang sama penting dari kehidupan.
Pada akhirnya, setiap manusia akan mengalami waktu surup-nya sendiri-sendiri. Tak seorang pun bisa menghindar dari masa ketika cahaya hidupnya mulai redup, ketika semangat duniawi mulai digantikan oleh ketenangan jiwa. Namun di sini tidak ada kesedihan, sebab surup bukanlah akhir. Setelah gelap, akan datang terang baru. Surup hanyalah peralihan dari satu bentuk cahaya ke bentuk cahaya lainnya; dari cahaya kasar menuju cahaya halus, dari kehidupan fisik menuju kehidupan spiritual. Dalam pemahaman ini, surup adalah simbol kesadaran rohani, pengingat bahwa kematian bukanlah penutupan, melainkan pintu menuju kehidupan yang lebih dalam.
Saat menatap surup, langit seperti melukis suasana melankolis yang lembut namun dalam. Tidak ada hiruk-pikuk, tidak ada cahaya menyilaukan, hanya ada warna-warna lembut yang menenangkan rasa. Dalam keadaan itu, manusia bisa merasakan bahwa segala yang ada di dunia ini hanyalah singgah. Perasaan ini bukan untuk menimbulkan kesedihan, tetapi untuk menumbuhkan kesadaran bahwa hidup harus dijalani dengan makna. Setiap terang akan berakhir, maka setiap masa terang harus dijalani dengan penuh arti. Surup tidak untuk ditakuti, tetapi untuk diterima sebagai pengingat bahwa tidak ada yang abadi, dan hanya kesadaran yang mampu menembus kegelapan.
Manusia yang telah melalui berbagai fase kehidupan akan lebih memahami makna surup. Saat muda, surup tampak seperti waktu yang biasa saja, hanya pertanda malam akan tiba. Namun ketika usia menua, surup menjadi simbol masa senja kehidupan, yaitu: saat seseorang lebih banyak mengingat daripada berharap. Di sini filsafat bertemu dengan rasa: kesadaran akan datangnya senja membuat manusia lebih lembut, lebih dalam, lebih dekat pada hakikat dirinya. Surup mengajarkan bahwa umur seperti perjalanan matahari; ada pagi, siang, dan senja. Tak ada yang lebih penting, sebab semuanya memiliki peran dalam kesempurnaan hidup.
Maka, waktu surup lebih dari sekadar perubahan warna langit. Ia adalah kitab filsafat yang ditulis oleh alam, yang dapat dibaca oleh siapa pun yang mau berhenti sejenak dan menatapnya dengan hati. Setiap sinar jingga yang menyatu dengan gelap memberi pelajaran bahwa hidup tidak harus selalu terang, tetapi harus jujur dalam menerima setiap perubahannya. Manusia yang memahami makna surup akan hidup lebih tenang, lebih sadar, dan lebih siap ketika masa surup-nya sendiri tiba.
Setiap waktu surup yang tampak di langit sejatinya adalah panggilan agar manusia mengingat kehidupan dirinya sendiri. Surup bukan hanya milik langit, tetapi juga ada di dalam hati setiap manusia. Setiap kali manusia mengalami kehilangan, perpisahan, atau kesedihan, ia sebenarnya sedang mengalami surup batinnya. Namun dari sana akan tumbuh cahaya baru yaitu, cahaya yang lebih dalam, lebih murni, dan lebih sejati. Surup bukan akhir, melainkan awal dari kebijaksanaan yang abadi. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman