Kekuasaan, Mitos atau Fakta

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Kekuasaan adalah elemen penting dalam kehidupan sosial dan politik yang mepengaruhi hubungan antarindividu maupun kelompok. Penggunaan kekuasaan yang bijak dan etis dapat membawa manfaat besar, sementara penyalahgunaannya dapat menyebabkan ketidakadilan dan konflik. Batasan atau definisi kekuasaan sendiri banyak sekali; salah satu ringkasannya adalah, kemampuan atau kapasitas seseorang, kelompok, atau institusi untuk memengaruhi, mengendalikan, atau mengarahkan perilaku, keputusan, atau tindakan orang lain. Kekuasaan merupakan salah satu elemen penting dalam hubungan sosial, politik, ekonomi, dan organisasi.

Seiring perjalanan waktu kekuasaan itu dipertahankan dengan membangun mitos; meskipun kekuasaan itu nyata, dalam beberapa kasus, kekuasaan bisa menjadi mitos jika dianggap sebagai sesuatu yang absolut, suci, atau tak terbantahkan. Legitimasi kekuasaan sering dibangun melalui mitos; sementara itu penguasa sering menggunakan cerita, simbol, atau ideologi untuk memperkuat kekuasaan mereka. Di negeri ini pernah seorang Presiden diangkat untuk seumur hidup, karena oleh orang sekitarnya dimembangunkan mitos untuk yang bersangkutan, dengan tujuan mereka yang ada disekitar tadi untuk mendapatkan manfaat akan hal tadi.

Di negeri ini berkelindannya antara kekuasaan, mitos dan fakta sudah lama terjadi; salah satu diantaranya adalah Kisah Pangeran Pekik dari Surabaya yang menjadi menantu Sultan Agung Raja Mataram Islam. Dari berbagai sumber jika dirangkum kita temukan kisah singkat sebagai berikut: Pangeran Pekik adalah seorang bangsawan dari Surabaya, wilayah yang ditaklukkan oleh Sultan Agung. Sebagai bagian dari upaya menyatukan kekuasaan, Sultan Agung menikahkan putrinya dengan Pangeran Pekik, menjadikannya menantu. Hubungan antara menantu dan mertua ini awalnya terlihat harmonis, namun legenda menyebutkan bahwa ada perasaan saling curiga di antara keduanya, terutama karena Pangeran Pekik dianggap berpotensi menjadi ancaman terhadap kekuasaan Sultan Agung.

Dalam beberapa versi cerita, disebutkan bahwa Pangeran Pekik dieksekusi atas perintah Sultan Agung karena tuduhan konspirasi atau pengkhianatan. Pemenggalan kepala menjadi hukuman berat yang diterapkan untuk menjaga kehormatan dan wibawa raja, sekaligus sebagai peringatan kepada pihak lain yang mungkin berniat melawan kekuasaan Mataram. Mitos yang berkembang bahwa kepala Pangeran Pekik di tanam dibawah Dampar atau Singga Sana Raja, sedangkan badannya dimakamkan di luar. Mitos ini dibangun bertujuan untuk meneguhkan kekuasaan raja itu mutlak.

Di Negeri Konoha juga pernah terjadi seorang Kepala Negara konon memaksa anak putrinya menceraikan suami hanya karena diduga menantu itu berkonspirasi ingin menjatuhkanya sebagai kepala negara. Namun duapuluh lima tahun kemudian, sang mantan menantu tadi justru menjadi Kepala Negara ditempat mantan mertua menjadi kepala negara.

Berbeda lagi perkembangan masa kini, di era modern yang menjunjung tinggi demokrasi; ternyata mitos bisa menjadi fakta dengan mudah. Hari ini yang menjadi pimpinan adalah suaminya, dilanjutkan kemudian oleh istrinya, dan digantikan anaknya. Hal seperti ini sah-sah saja karena tidak ada perundang-undangan formal yang dilanggar.

Ada juga orang tua dan anak berseteru hanya karena perebutan kekuasaan atas sesuatu sumber daya ekonomi. Hal seperti ini bisa saja terjadi; sekalipun mitos sudah dibangun bahwa “anak harus mengikuti kehendak orang tua”. Namun pada persoalan ini faktanya berbeda dikarenakan persoalan yang melatarbelaknginya juga berbeda. Bisa dibayangkan perusahaan armada transportasi yang selama ini dikelola oleh anaknya; terpaksa harus dicabut oleh sang-ayah karena menurut beliau penyelenggaraan manajemennya tidak sesuai khitah perusahaan yang dibangunnya.

Merujuk pada sejumlah peristiwa di atas ternyata kekuasaan pada sisi lain bisa berupa mitos, namun pada sisi yang berbeda bisa berubah menjadi fakta. Sebaliknya kekuasaan yang merupakan fakta, namun untuk meneruslajukan syahwat berkuasa, bisa saja dipertahankan dengan menggunakan mitos. Akan tetapi jika kita pahami dari sisi yang berbeda bisa jadi kekuasaan itu adalah anugerah, atau bisa juga merupakan cobaan dari

Yang Maha Kuasa. Berarti kekuasaan itu saat ada pada wilayah ontology, dia bebas nilai; namun manakala dia sudah berada pada wilayan empistemologi, apalagi axiology; maka saat itulah menjadikan kekuasaan tergantung kepada yang menerima mandat atas kekuasaan itu. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman