Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Diusia senja ini pendengaran sudah menjadi persoalan serius; sekalipun di rumah hanya berdua, tetapi gara-gara “APA” terkadang menjadikan suasana tidak nyaman. Bisa dibayangkan dua orang berbicara dengan masing-masing pendengarannya sudah kurang; maka yang terjadi ialah “salah sambung”, dan tentu akan membuat saling pandang. Di sinilah letak kebahagiaan kami, ternyata hanya karena sering bertanya “APA” membuat kami berdua sering tertawa. Lalu ada apa dengan APA dalam konteks ini.
Dalam filsafat, konsep APA bisa dimaknai dalam beberapa cara tergantung pada sudut pandang filosofis yang digunakan. Pertanyaan “Apa itu manusia?” menjadi inti dari banyak pemikiran filosofis, diantaranya: Eksistensialisme (Sartre, Heidegger): Manusia adalah makhluk yang mendefinisikan dirinya sendiri melalui tindakan.
Humanisme: Manusia sebagai makhluk rasional dan berbudaya. Strukturalisme (Foucault, Levi-Strauss): Manusia dipahami dalam konteks struktur sosial dan bahasa.
Jadi, dalam filsafat, konsep “APA” bukan hanya sekadar kata tanya, tetapi juga bisa menjadi kunci untuk memahami hakikat segala sesuatu, baik dalam aspek keberadaan, pengetahuan, bahasa, maupun manusia itu sendiri.
Menjadi lebih seru jika APA diberi tanda ulang, sehingga menjadi APA-APA; pemaknaannyapun menjadi berubah dan mendalam. Berdasarkan penelusuran literatur digital ditemukan informasi sebagai berikut: Konsep APA-APA dalam filsafat bisa dimaknai dalam beberapa cara tergantung dari sudut pandang yang digunakan. Berikut adalah beberapa pendekatan untuk memahami konsep ini:
1. Ontologi (Hakikat Keberadaan)
Dalam kajian ontologi, APA-APA bisa dimaknai sebagai sesuatu yang bersifat universal dan mencakup segala sesuatu yang ada (being). Jika ditarik ke dalam filsafat eksistensialisme, konsep ini bisa dikaitkan dengan pertanyaan tentang “segala sesuatu yang mungkin ada” dan bagaimana keberadaan itu dimaknai.
2. Epistemologi (Teori Pengetahuan)
Dari perspektif epistemologi, APA-APA bisa dihubungkan dengan pengetahuan yang bersifat inklusif, yaitu mencakup segala sesuatu yang dapat diketahui. Dalam konteks skeptisisme, konsep ini juga bisa diuji dengan pertanyaan: “Apakah kita benar-benar bisa mengetahui apa-apa secara pasti?”
3. Logika dan Semiotika
Dalam kajian logika dan semiotika, APA-APA dapat dipahami sebagai tanda atau representasi dari segala kemungkinan makna. Misalnya, dalam filsafat bahasa Wittgenstein, makna suatu kata sangat bergantung pada penggunaannya dalam konteks tertentu.
4. Filsafat Timur (Keberadaan dan Kekosongan)
Dalam filsafat Timur seperti Taoisme atau Buddhisme, APA-APA bisa dikaitkan dengan konsep kekosongan (sunyata). Segala sesuatu itu ada dan tidak ada dalam waktu yang bersamaan, tergantung dari bagaimana kita memandangnya.
5. Sosiologi dan Etika
Dalam konteks sosial dan etika, APA-APA bisa merujuk pada sikap atau pandangan yang terlalu terbuka terhadap segala kemungkinan, yang bisa menjadi kebajikan atau justru menyebabkan ketidakjelasan dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan kerangka teori yang kelima tadi jika kita bumikan maka yang akan terjadi adalah pesan moral sebagai berikut:
“Kita belum punya apa-apa, tidak apa-apa; Kita belum bisa beli apa-apa, tidak apa-apa; Tetapi kita harus bersyukur karena masih bisa makan apa-apa; Karena: Ada orang yang punya apa-apa, bisa beli apa-apa, bisa memiliki apa-apa; tetapi sudah tidak doyan apa-apa”.
Oleh karena itu kita bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa di muka bumi ini; hanya karena rahmad ALLOH-lah menjadikan kita bermakna. Jangan pula kita terlalu banyak meminta karena sebenarnya kita tidak butuh apa-apa. Tuhan hanya meminta kita selalu bersyukur apapun ceritanya karena dengan rasa syukurlah nikmat itu akan ditambah. Tuhan Maha Mengetahui akan semua kebutuhan ciptaanNYA. Salam Waras. (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Rasa dan Cerita
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Siang itu agak sedikit mendung, tetapi cuaca begitu terasa sangat terik; entah apa penyebabnya, memang akhir-akhir ini perubahan iklim begitu terasa. Jika dahulu orang-orang tua memberi penanda jika kita sudah pada posisi bulan yang berakhiran “ber”; maka hujan akan terus datang. Seterusnya, jika sampai pada awal tahun yaitu bulan Januari, maka itu penanda “hujan setiap hari”. Semua itu sekarang sudah berubah, karena hujan bisa datang tidak menunggu Januari, dan bulan yang berakhiran “ber” bisa jadi sedang teriknya matahari, tiba-tiba turun hujan dalam sekejab. Kata orang bijak “semua sudah berubah”, tetapi jangan tanyakan mengapa itu berubah, apalagi dilanjutkan dengan pertanyaan “siapa yang mengubahnya”. Karena pertanyaan itu harus dijawab dengan satu semester perkuliahan tentang iklimatologi dan ketuhanan.
Hubungan rasa dan cerita itu menjadi sangat spesifik manakala kita memaknainya melalui silogisme berpikir filsafat . Hasil penelusuran perpustakaan digital ditemukan informasi antara lain sebagai berikut: pertama, dari aspek makna. Peran rasa dalam cerita memberikan kedalaman dan pesan emosional pada cerita. Sementara peran cerita dalam rasa menyalurkan dan mengekspresikan rasa agar dapat dipahami.
Kedua, aspek keterhubungan, peran rasa dalam cerita membuat karakter dan kejadian terasa nyata dan dekat. Sementara peran cerita dalam rasa membantu memahami dan mengenali rasa dalam pengalaman hidup.
Ketiga, aspek ingatan. Peran rasa dalam cerita dengan rasa yang kuat menjadi lebih mudah diingat. Sementara peran cerita dalam rasa akan memperkuat ingatan personal dan kolektif.
Jika ditelusuri lebih dalam masih banyak lagi ditemukan keterhubungan keduanya secara filosofis, tetapi tidak selayaknya itu ditampilkan pada halaman yang terbatas ini; akan tetapi ada satu hal bahwa “Rasa dan Cerita” memiliki hubungan yang saling berkelindan dalam perjalannannya. Oleh sebab itu jika kita menganalisisnya menggunakan jendela Jhon and Harry akan tampak algoritma berfikir sebagai berikut:
Jendela pertama: “enak dirasa dan enak diceritakan”
Jendela kedua: “enak dirasa tetapi tidak enak diceritakan”
Jendela ketiga: “tidak enak dirasakan tetapi enak diceritakan”
Jendela keempat: “tidak enak dirasakan juga tidak enak diceritakan”
Secara jujur kita harus berani mengatakan bahwa kehidupan kita di dunia ini ada pada keempat jendela tadi. Banyak peristiwa yang enak dirasakan sekaligus juga enak diceritakan. Tetapi ada juga yang enak dirasakan tetapi tidak enak untuk diceritakan. Namun tidak jarang kita jumpai tidak enak dirasakan tetapi indah untuk diceritakan. Sekalipun sering kali kita jumpai dalam hidup ini tidak enak dirasakan sekaligus juga tidak enak diceritakan.
Disanalah letak solusi religius yang mengatakan “ikuti prosesnya, syukuri hasilnya” adalah keberserahan diri kepada Sang Maha Pencipta. Karena tanpa itu kita akan menjadi gila; akibat dari itu pula menyadarkan kita akan keterbatasan manusia dalam perspektif ketuhanan.
Banyak diantara kita dengan mengatasnamakan “usaha” melakukan apa saja untuk dapat meraih hasilnya. Tentu akibatnya kita menggunakan segala cara untuk menggapai cita-cita yang mengabaikan “rasa”; diantaranya rasa berkeadilan, berkemanusiaan, bermartabat, berketuhanan, dan sebagainya. Termasuk didalamnya membenarkan yang salah, menyalahkan yang benar.
Cara bertindak dengan mengabaikan “rasa” tentu dampaknya menjadi sangat luas, dan daya rusaknyapun sangat masif. Bisa dibayangkan orang atau kelompok orang yang hilang rasa kemanusiaannya dan hilangnya rasa memiliki negara, akan melakukan korupsi tanpa batas, bahkan bisa jadi secara sistemik, masif, dan berkelanjutan. Jadi, tidak salah jika negara-negara yang menyadari akan akibat kejahatan ini menggunakan hukuman maksimal bagi pelakunya, yaitu hukuman “mati”. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Universitas Malahayati Jadi Tuan Rumah Audisi Pemilihan Muli Mekhanai Kota Bandar Lampung 2025 dengan Tema “The Beauty of Bandar Lampung”
Acara tersebut dihadiri oleh berbagai tokoh penting, di antaranya Kepala Biro Kemahasiswaan Universitas Malahayati, M. Ricko Gunawan, M.Kes, Kepala Bagian Kemahasiswaan, Rudi Winarno, S.Kep., Ns., M.Kes, dan Kepala Humas dan Protokol, Emil Tanhar, S.Kom, yang turut menyaksikan langsung jalannya audisi.
Dalam kesempatan ini, Emil Tanhar, S.Kom., selaku Kepala Humas dan Protokol Universitas Malahayati, menyampaikan harapan besar terhadap ajang Pemilihan Muli Mekhanai. “Acara ini bukan sekadar kompetisi kecantikan, namun juga merupakan upaya untuk memperkenalkan dan mempromosikan kekayaan budaya serta potensi pariwisata Kota Bandar Lampung. Kami sangat mendukung kegiatan seperti ini karena dapat membuka lebih banyak peluang bagi generasi muda untuk menjadi duta pariwisata yang membanggakan,” ujar Emil dengan semangat.
Sebanyak 12 peserta, yang semuanya merupakan mahasiswa Universitas Malahayati, tampil dengan penuh percaya diri menunjukkan berbagai kemampuan bidang seni dan keahlian mereka. Mereka tidak hanya berkompetisi dalam aspek penampilan luar, tetapi juga ditantang untuk menunjukkan kemampuan berbicara di depan umum dan menyampaikan informasi tentang potensi pariwisata di Bandar Lampung. Dengan begitu, ajang ini berfungsi sebagai platform untuk mengasah keterampilan komunikasi dan kepemimpinan mereka.
Wakil Ketua IMKOBAL, Peter Muhammad, dalam kesempatan yang sama mengungkapkan, “Audisi ini diadakan untuk menjaring lebih banyak calon Muli dan Mekhanai yang memiliki potensi besar untuk mewakili wajah Kota Bandar Lampung. Dengan melibatkan sekolah dan masyarakat umum, kami berharap dapat membuka lebih banyak peluang bagi generasi muda untuk berperan aktif dalam memajukan pariwisata di kota ini.”
Pemilihan Muli Mekhanai Kota Bandar Lampung 2025 ini diharapkan dapat menjadi ajang yang tidak hanya mencari figur-figur berpotensi, tetapi juga memperkenalkan lebih jauh keindahan dan keunikan kota ini kepada masyarakat luas. Melalui kegiatan ini, diharapkan dapat lahir duta pariwisata yang tidak hanya menginspirasi, tetapi juga turut berkontribusi dalam memajukan sektor pariwisata di Bandar Lampung.
Sebagai tuan rumah audisi, Universitas Malahayati menunjukkan komitmennya dalam mendukung kegiatan positif yang berdampak langsung bagi pengembangan generasi muda dan pariwisata daerah. Kampus ini terus membuka pintu bagi berbagai kegiatan yang dapat memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat, terutama di bidang kebudayaan dan pariwisata. (gil)
Editor: Gilang Agusman
APA
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Diusia senja ini pendengaran sudah menjadi persoalan serius; sekalipun di rumah hanya berdua, tetapi gara-gara “APA” terkadang menjadikan suasana tidak nyaman. Bisa dibayangkan dua orang berbicara dengan masing-masing pendengarannya sudah kurang; maka yang terjadi ialah “salah sambung”, dan tentu akan membuat saling pandang. Di sinilah letak kebahagiaan kami, ternyata hanya karena sering bertanya “APA” membuat kami berdua sering tertawa. Lalu ada apa dengan APA dalam konteks ini.
Dalam filsafat, konsep APA bisa dimaknai dalam beberapa cara tergantung pada sudut pandang filosofis yang digunakan. Pertanyaan “Apa itu manusia?” menjadi inti dari banyak pemikiran filosofis, diantaranya: Eksistensialisme (Sartre, Heidegger): Manusia adalah makhluk yang mendefinisikan dirinya sendiri melalui tindakan.
Humanisme: Manusia sebagai makhluk rasional dan berbudaya. Strukturalisme (Foucault, Levi-Strauss): Manusia dipahami dalam konteks struktur sosial dan bahasa.
Jadi, dalam filsafat, konsep “APA” bukan hanya sekadar kata tanya, tetapi juga bisa menjadi kunci untuk memahami hakikat segala sesuatu, baik dalam aspek keberadaan, pengetahuan, bahasa, maupun manusia itu sendiri.
Menjadi lebih seru jika APA diberi tanda ulang, sehingga menjadi APA-APA; pemaknaannyapun menjadi berubah dan mendalam. Berdasarkan penelusuran literatur digital ditemukan informasi sebagai berikut: Konsep APA-APA dalam filsafat bisa dimaknai dalam beberapa cara tergantung dari sudut pandang yang digunakan. Berikut adalah beberapa pendekatan untuk memahami konsep ini:
1. Ontologi (Hakikat Keberadaan)
Dalam kajian ontologi, APA-APA bisa dimaknai sebagai sesuatu yang bersifat universal dan mencakup segala sesuatu yang ada (being). Jika ditarik ke dalam filsafat eksistensialisme, konsep ini bisa dikaitkan dengan pertanyaan tentang “segala sesuatu yang mungkin ada” dan bagaimana keberadaan itu dimaknai.
2. Epistemologi (Teori Pengetahuan)
Dari perspektif epistemologi, APA-APA bisa dihubungkan dengan pengetahuan yang bersifat inklusif, yaitu mencakup segala sesuatu yang dapat diketahui. Dalam konteks skeptisisme, konsep ini juga bisa diuji dengan pertanyaan: “Apakah kita benar-benar bisa mengetahui apa-apa secara pasti?”
3. Logika dan Semiotika
Dalam kajian logika dan semiotika, APA-APA dapat dipahami sebagai tanda atau representasi dari segala kemungkinan makna. Misalnya, dalam filsafat bahasa Wittgenstein, makna suatu kata sangat bergantung pada penggunaannya dalam konteks tertentu.
4. Filsafat Timur (Keberadaan dan Kekosongan)
Dalam filsafat Timur seperti Taoisme atau Buddhisme, APA-APA bisa dikaitkan dengan konsep kekosongan (sunyata). Segala sesuatu itu ada dan tidak ada dalam waktu yang bersamaan, tergantung dari bagaimana kita memandangnya.
5. Sosiologi dan Etika
Dalam konteks sosial dan etika, APA-APA bisa merujuk pada sikap atau pandangan yang terlalu terbuka terhadap segala kemungkinan, yang bisa menjadi kebajikan atau justru menyebabkan ketidakjelasan dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan kerangka teori yang kelima tadi jika kita bumikan maka yang akan terjadi adalah pesan moral sebagai berikut:
“Kita belum punya apa-apa, tidak apa-apa; Kita belum bisa beli apa-apa, tidak apa-apa; Tetapi kita harus bersyukur karena masih bisa makan apa-apa; Karena: Ada orang yang punya apa-apa, bisa beli apa-apa, bisa memiliki apa-apa; tetapi sudah tidak doyan apa-apa”.
Oleh karena itu kita bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa di muka bumi ini; hanya karena rahmad ALLOH-lah menjadikan kita bermakna. Jangan pula kita terlalu banyak meminta karena sebenarnya kita tidak butuh apa-apa. Tuhan hanya meminta kita selalu bersyukur apapun ceritanya karena dengan rasa syukurlah nikmat itu akan ditambah. Tuhan Maha Mengetahui akan semua kebutuhan ciptaanNYA. Salam Waras. (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Universitas Malahayati Gelar Rapat Pimpinan Strategi Pencapaian Target Kinerja Sumber Data Digital Kemendikbudristek 2025
Acara ini dihadiri oleh para pejabat penting di Universitas Malahayati, termasuk Wakil Rektor I Prof. Dr, Dessy Hermawan, S.Kep., Ns., M.Kes, Wakil Rektor II Drs. Nirwanto, M.Kes, Wakil Rektor III Dr. Eng Rina Febrina, ST., MT, dan Wakil Rektor IV Drs. Suharman, S.Pd., M.Pd., M.Kes, bersama dengan Kepala Lembaga, Kepala Biro, Kepala Bagian, dan pejabat undangan lainnya.
“Untuk meraih keberhasilan di tahun 2025, kita tidak hanya perlu fokus pada pencapaian angka, tetapi juga kualitas pengelolaan data yang mendalam. Data yang terstruktur dan terintegrasi akan menjadi fondasi yang kuat dalam mencapai target yang telah ditetapkan Kemendikbudristek. Kami berharap setiap elemen di Universitas Malahayati bisa bekerja bersama-sama untuk memastikan bahwa data yang kita kelola dapat mendukung keputusan strategis yang tepat dan efektif,” ungkap Prof. Dessy.
“Dalam upaya mencapai target yang telah ditetapkan oleh Kemendikbudristek, kami perlu mengembangkan strategi yang berbasis data yang akurat dan sistem yang terintegrasi. Sebagai Lembaga Penjamin Mutu Internal, kami berkomitmen untuk memastikan setiap unit di Universitas Malahayati memahami pentingnya kualitas data. Data yang baik adalah fondasi utama dalam pengambilan keputusan strategis yang akan memandu langkah kita menuju pencapaian target kinerja 2025,” ujar Dr. Arifki.
Dr. Arifki mengidentifikasi empat poin utama yang perlu diperhatikan dalam pencapaian target kinerja 2025, yang di antaranya adalah:
Penguatan Sistem Pengelolaan Data
Peningkatan sistem pengelolaan data yang lebih efisien dan efektif sangat penting untuk mendukung setiap keputusan strategis. Sistem ini akan memastikan bahwa data yang digunakan oleh setiap unit di Universitas Malahayati adalah data yang valid dan terstruktur dengan baik.
Sinkronisasi dan Validasi Data
Data yang dimiliki harus disinkronkan antar unit dan tervalidasi dengan tepat. Proses ini akan memastikan bahwa data yang ada benar-benar akurat dan dapat dipertanggungjawabkan untuk mendukung perencanaan serta evaluasi kegiatan.
Peningkatan Kapasitas SDM
Untuk dapat mengelola data dengan baik, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) menjadi hal yang tak kalah penting. Program pelatihan dan pengembangan akan dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh pihak di UNMAL memiliki pengetahuan yang cukup dalam pengelolaan data.
Monitoring dan Evaluasi Berkelanjutan
Proses monitoring dan evaluasi akan dilakukan secara berkelanjutan untuk memastikan bahwa setiap langkah yang diambil menuju pencapaian target berjalan sesuai rencana. Hal ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi potensi hambatan sejak dini dan melakukan perbaikan yang diperlukan.
Dr. Arifki mengakhiri pemaparannya dengan mengajak seluruh unit di Universitas Malahayati untuk bersinergi dalam menerapkan strategi pencapaian target ini. “Kami yakin dengan kerja sama yang solid antar seluruh unit, Universitas Malahayati akan mampu mencapai target yang telah ditetapkan Kemendikbudristek. Lebih dari itu, pencapaian ini akan berkontribusi dalam peningkatan mutu pendidikan tinggi di Indonesia. Mari kita bersama-sama berkomitmen untuk mengimplementasikan strategi ini dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab,” tutup Dr. Arifki.
Rapat Pimpinan yang berlangsung secara dinamis ini diakhiri dengan diskusi mendalam mengenai langkah-langkah konkrit untuk implementasi strategi pencapaian target. Semua pihak yang hadir berkomitmen untuk bersama-sama bekerja keras dan memberikan yang terbaik dalam rangka mendukung Universitas Malahayati menuju keberhasilan yang lebih besar di masa depan.
Dengan komitmen yang kuat, kolaborasi yang solid, dan strategi yang terarah, Universitas Malahayati siap untuk menghadapi tantangan dan mencapai target kinerja yang ditetapkan oleh Kemendikbudristek untuk tahun 2025. Universitas ini terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan dunia pendidikan tinggi di Indonesia. (gil)
Editor: Gilang Agusman
Makanan Sehat untuk Sahur dan Berbuka serta Tips Jaga Kesehatan dan Energi Selama Ramadan
Universitas Malahayati Raih Peningkatan Signifikan di Pemeringkatan UniRank 2024
Peningkatan peringkat ini menandakan kualitas pendidikan yang semakin diakui di tingkat nasional maupun internasional. UniRank, yang merupakan salah satu lembaga pemeringkat universitas terkemuka di dunia, menggunakan sejumlah parameter untuk menilai perguruan tinggi, seperti kualitas pendidikan, penelitian, tingkat kehadiran global, serta kontribusi akademik dan sosial dari universitas tersebut.
Peringkat yang diraih Universitas Malahayati ini tentu saja tidak lepas dari kontribusi besar yang telah diberikan oleh dosen, mahasiswa, serta berbagai pihak yang mendukung perkembangan akademik dan non-akademik di kampus. Sejak didirikan, Universitas Malahayati telah fokus pada peningkatan mutu pendidikan dan pengembangan berbagai bidang ilmu pengetahuan. Dalam beberapa tahun terakhir, Unmal juga aktif dalam meningkatkan kualitas fasilitas kampus, memperkuat riset, dan memperluas jaringan kerja sama internasional.
Salah satu faktor yang turut mendorong peningkatan peringkat Unmal adalah inovasi dalam pendidikan dan riset. Program-program unggulan yang mengedepankan pendekatan berbasis riset dan teknologi terbaru telah membantu mahasiswa dan dosen Unmal untuk menghasilkan karya ilmiah yang mampu bersaing di tingkat internasional. Selain itu, berbagai program magang dan kolaborasi dengan industri juga menjadi salah satu daya tarik utama bagi mahasiswa Unmal, yang turut memperkuat posisi universitas ini di kancah global.
Selain kualitas akademik, Unmal juga semakin memperkuat jaringan internasional. Kerja sama dengan berbagai universitas di luar negeri, program pertukaran mahasiswa, serta pelibatan dalam konferensi internasional menjadi bagian integral dari strategi universitas untuk meningkatkan visibilitas di dunia pendidikan tinggi.
Kenaikan peringkat ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi seluruh civitas akademika Unmal untuk terus berinovasi dan berprestasi. Unmal tidak hanya berkomitmen untuk meningkatkan peringkatnya, tetapi juga berfokus pada pengembangan kualitas pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat dan industri. Dengan visi dan misi yang jelas, Universitas Malahayati siap untuk terus bersaing dan memberikan kontribusi terbaik dalam dunia pendidikan tinggi.
Dengan pencapaian ini, Universitas Malahayati semakin mengukuhkan posisinya sebagai salah satu universitas terkemuka di Indonesia yang terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan memperluas pengaruhnya di kancah internasional. (gil)
Editor: Gilang Agusman
Tukang Parkir Sejati
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Hari libur adalah hari yang dinanti oleh banyak orang, sebab bisa keluar dari rutinitas keseharian. Ada suasana baru yang hadir atau dihadirkan, seperti mengurus tanaman di kebun, membersihkan kolam ikan, dan lain sebagainya, tergantung hobi dan ketersediaan sarana. Namun pada umumnya pilihan ada pada bertamasya dalam arti sesungguhnya atau kiasan. Arti sesungguhnya menunjukkan pergi ke tempat daerah wisata, sementara yang arti kiasan adalah bertamasya dalam bentuk lain; salah satu diantaranya adalah mengantar istri belanja ke pasar.
Kategori terakhir tadilah menjadi pembuka tulisan ini saat minggu lalu menjadi pengawal polisi dapur; Dan, pagi itu matahari baru muncul diufuk timur dengan suasana tidak begitu terik, kami memutuskan untuk pergi berbelanja di salah satu pasar tradisional.
Kesepakatan diambil “pak supir” tinggal di kendaraan, sementara kepala dapur yang keliling pasar untuk berbelanja. Kesempatan ini digunakan untuk mengamati keadaan sekitar yang menarik untuk bahan kajian perenungan diri. Tampak di kejauhan ada sosok tukang parkir yang sedang menepi sambil berkipas, beliau tampak sangat kelelahan. Ada keinginan untuk mendekati yang bersangkutan, namun terlebih dahulu mencari tahu tentang profesi ini; ternyata dari penelusuran digital diperoleh informasi sebagai berikut: “Tukang parkir sejati” bisa diartikan secara filosofis, bukan hanya sekadar profesi. Seorang tukang parkir sejati memahami bahwa kendaraan yang ia jaga bukan miliknya, ia hanya mengatur, merapikan, dan memastikan semuanya berjalan lancar. Ketika saatnya tiba, ia harus rela melepas kendaraan itu kembali ke pemiliknya tanpa rasa memiliki. Makna ini bisa menjadi filosofi hidup yang sangat dalam: kita hanya “mengatur” apa yang sementara, bukan memiliki sepenuhnya—baik itu harta, jabatan, atau bahkan orang-orang di sekitar kita. Semua datang dan pergi sesuai waktunya.
Profesi tukang parkir mulai muncul seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan kebutuhan akan keteraturan dalam parkir. Jika kita lihat sejarahnya, ditemukan jejak digital demikian: Awal Abad ke-20 – Di kota-kota besar seperti di Amerika dan Eropa, seiring dengan bertambahnya mobil pribadi, muncul sistem parkir yang lebih teratur. Petugas parkir mulai dipekerjakan untuk membantu mengatur lalu lintas dan parkir di area ramai.
Indonesia (Era 1950-an – 1970-an) – seiring pertumbuhan kendaraan setelah kemerdekaan, terutama di kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya, profesi tukang parkir mulai banyak muncul secara informal. Awalnya, mereka hanya sukarela membantu pemilik kendaraan untuk mendapat sedikit uang.
Regulasi Parkir (1980-an – Sekarang) – Pemerintah daerah mulai mengatur sistem parkir, termasuk retribusi dan pengelolaan oleh dinas perhubungan atau pihak ketiga. Namun, di Indonesia, masih banyak tukang parkir yang bekerja secara mandiri atau di bawah organisasi tertentu. Secara esensial, profesi ini muncul sebagai solusi atas kebutuhan manusia dalam mengatur ruang parkir yang semakin padat.
Demikian halnya yang ada di pasar tradisional ini, tampaknya mereka “setengah resmi” dalam pengertian mereka mendapatkan pembahagian hasil dari yang diperoleh kepada atasannya. Atasannya sendiri harus “setor” dengan petugas, yang untuk ini belum jelas apakah resmi sebagai ristribusi kota atau oknum.
Begitu ada kesempatan turun dari kendaraan menghampiri mereka untuk sedikit ngobrol sebagai berikut: saat ditanya sejak kapan menjadi tukang parkir dan berapa penghasilannya, dan bagaimana mekanismenya; yang bersangkutan menjawab: “saya sudah lima tahun disini pak…meneruskan pekerjaan abang saya yang juga dulu tukang parkir di sini. Beliau sudah sakit-sakitan dan saya harus gantiin beliau. Dahulu abang yang menyekolahkan saya sampai SMP, kemudian tidak ada uang lagi, sementara beliau sakit, maka saya harus bantu”.
Soal penghasilan beliau menjawab: “kalau soal hasil tidak menentu pak, kadang banyak kadang sedikit……namun berapapun semua saya serahkan pada Abang. Kata Abang akan disetorkan ke petugas yang memerintah mereka”.
Apa harapannya dengan pekerjaan seperti ini, jawab beliau : “saya nikmati saja pak dengan bersyukur, walau kadang sakit jika ada pemilik kendaraan saat memberikan uang parkir dengan cara melempar, namun apa hendak dikata itu sudah nasib saya. Tetapi saya sangat senang jika kendaraan-kendaraan yang parkir tadi bisa tertata rapi dan pergi dengan tidak ada halangan apapun”.
Saat ditanya apakah tidak ada keinginan mengubah nasib, jawaban beliau “..keinginan itu ada pak, tetapi saya tidak tahu jalannya, dan kalau soal rejeki saya yakin Allah telah mengaturnya, jadi biarlah semua berjalan sebagaimana adanya”.
Takut mengganggu pekerjaannya untuk sementara undur diri karena kebetulan juga polisi dapur sudah selesai berbelanja. Dari perbincangan tadi dapat kita renungkan apa yang pernah dikatakan orang-orang terdahulu bahwa; “rezeki semua kita berbeda, ujian masing-masing kita juga berbeda, setiap kita memiliki keberentungan yang berbeda, juga setiap kita memiliki jatah dan jatuh yang berbeda pula. Oleh sebab itu jangan bandingkan diri kita dengan diri orang lain; sekalipun kita hidup di bumi yang sama, tetapi dengan takdir yang berbeda”. Dengan kata lain mensyukuri apa yang ada, kemudian mengelola dengan baik dan benar secara syariat; mudah-mudahan Tuhan memberikan keberkahan akan kehidupan kita. Salam Waras. (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Serah Terima Praktik Klinik Keperawatan Program Profesi Ners Universitas Malahayati di RSD dr. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung
Serah terima yang melibatkan 35 mahasiswa dari Program Studi Profesi Ners Universitas Malahayati dilakukan oleh Ketua Program Studi Profesi Ners, Aryanti Wardiyah, Ns., M.Kep, Sp.Kep.Mat. Beliau didampingi oleh Sekretaris Prodi Profesi Ners, Eka Yudha Chrisanto, S.Kep., Ns., M.Kep, serta sejumlah dosen pembimbing akademik.
Tak kalah pentingnya, Direktur RSD dr. A. Dadi Tjokrodipo, yang diwakili oleh Ketua Diklat dr. Okta Rusnaniza, menyambut dengan penuh antusias. Dalam sambutannya, dr. Okta menekankan pentingnya kolaborasi antara dunia akademik dan praktisi. “Kami menerima mahasiswa dari Program Profesi Ners Universitas Malahayati dengan tangan terbuka. Semoga melalui praktik ini, kami bisa saling berbagi ilmu, pengalaman, dan perspektif yang bermanfaat, baik bagi mahasiswa maupun bagi kami di rumah sakit,” ungkapnya.
Tentu saja, kerjasama ini juga diharapkan akan semakin mempererat hubungan antara Universitas Malahayati dan RSD dr. A. Dadi Tjokrodipo, demi tercapainya standar mutu pendidikan yang tinggi di bidang keperawatan.
Dengan adanya praktik ini, Universitas Malahayati berharap para mahasiswa Program Profesi Ners akan menjadi perawat yang siap menghadapi tantangan di dunia kesehatan yang terus berkembang. Perawat Unmal KUAT (Kreatif, Unggul, Aktif, Terampil). (gil)
Editor: Gilang Agusman
Wakil Rektor I Universitas Malahayati Pantau Langsung Kuliah Perdana Semester Genap 2024/2025
Tim pimpinan universitas ini berkeliling ke berbagai ruang kuliah untuk memeriksa kesiapan fasilitas, antusiasme dosen, dan semangat mahasiswa pada hari pertama kuliah. Menyambut dimulainya semester baru, Prof. Dessy mengungkapkan rasa syukur dan puas atas kelancaran perkuliahan. “Alhamdulillah, perkuliahan pada hari pertama ini berjalan lancar, baik dari segi fasilitas kelas, kesiapan dosen, dan antusiasme mahasiswa dalam memulai semester baru,” ujarnya dengan senyum lebar.
Namun demikian, Prof. Dessy juga mengingatkan bahwa masih ada beberapa aspek yang perlu diperbaiki, terutama terkait sarana dan prasarana fasilitas kelas. “Kami akan terus melakukan monitoring dan evaluasi untuk meningkatkan kualitas fasilitas kelas guna mendukung kenyamanan dan efektivitas proses pembelajaran,” tambahnya.
Sebagai bentuk apresiasi, Prof. Dessy juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam menyukseskan perkuliahan minggu pertama ini, mulai dari P3T, BAU, hingga seluruh dosen, dekan, kepala program studi, dan mahasiswa yang telah berperan aktif dalam kelancaran kegiatan akademik.
“Secara umum, perkuliahan hari pertama telah berjalan dengan baik. Mayoritas kelas berlangsung tepat waktu, dengan tingkat kehadiran yang sangat baik dari sisi dosen maupun mahasiswa. Sarana dan prasarana pun dalam kondisi siap mendukung proses pembelajaran, meski masih ada beberapa hal yang perlu kami perbaiki untuk meningkatkan kenyamanan dan efektivitas perkuliahan,” ungkap Dr. Arifki.
Lebih lanjut, Dr. Arifki menegaskan pentingnya menjaga semangat positif yang terlihat pada hari pertama kuliah. “Semangat dosen dan mahasiswa pada hari pertama ini sangat luar biasa. Kami berharap semangat ini dapat terus dipertahankan sepanjang semester Genap 2024/2025, sehingga proses akademik di Universitas Malahayati dapat berjalan optimal sesuai dengan visi dan misi kami dalam mencetak lulusan yang kompeten dan berdaya saing.”
“LPMI juga berkomitmen untuk terus melakukan monitoring dan evaluasi guna menjamin mutu pendidikan di Universitas Malahayati tetap terjaga dan meningkat dari waktu ke waktu,” tandasnya.
Dengan pemantauan yang cermat dan semangat positif dari seluruh sivitas akademika, diharapkan semester genap ini dapat menjadi ajang pencapaian yang lebih besar bagi mahasiswa dan dosen Universitas Malahayati. Proses perkuliahan yang lancar dan berkualitas akan memberikan kontribusi besar terhadap pengembangan akademik dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan datang. (gil)
Editor: Gilang Agusman
Bene’h
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Saat berbincang dengan salah seorang staf administrasi senior di ruang depan pascasarjana, kami memperbincangkan banyak hal, dan diantaranya adalah bagaimana sikap ibu yang selalu pemberi maaf kepada kesalahan anak-anaknya, dan betapa banyak air mata bunda mengalir saat bulan suci seperti ini, apalagi nanti saat satu syawal tiba; mengalir deras sebagai perwujudan maaf pada anak-anaknya. Sejurus kemudian beliau mengatakan “itu jika ibu yang beneh, kalau yang tidak ya …beda lagi jadinya Prof..” beliau sambil tertawa khas. Kata “beneh” yang sudah lama tidak terdengar di telinga menjadi menarik disimak sebagai bahasa ibu kami yang dahulu masih sering terdengar.
Berdasarkan jejak digital kata “beneh” itu dahulu di tulis bene’h, yang bermakna sesuai dengan aturan moral yang berlaku dan sesuai dengan tata krama kehidupan sebagai manusia. oleh sebab itu pada waktu dulu jika orang tua memarahi anaknya keluar ucapan “dasar bocah ora bene’h” maksudnya adalah anak yang tidak memiliki tata krama sopan santun.
Kebene’han itu sekarang mulai berangsur langka, karena terdistorsi oleh sejumlah perubahan perilaku akibat perubahan sistem sosial yang ada. Perlu dipahami bahwa jika hal-hal tidak bene’h terjadi di sekitar kita itu pada umumnya disebabkan oleh dua hal: pertama, memang ukurannya telah berubah. Hal ini disebabkan oleh karena sistem nilai yang dianut antargenerasi sudah berubah. Akibatnya perilaku yang dahulu dianggap tidak patut, justru sekarang menjadi patut.
Kedua, memang perilakunya sudah berubah; yang semula dianggap tidak patut, sekarang justru menjadi sangat patut. Akhirnya membuat keyakinan akan kebenaran perilaku menjadi berubah. Jika dulu murid dihardik guru itu bene’h; sekarang jika ada guru menghardik murid, tunggu sebentar kemudian orang tua datang untuk menghadik guru. Kurang puas lapor petugas keamanan dan kemudian di sidang; gurunya dihardik petugas penegak hukum; padahal mereka bisa menjadi seperti itu semua karena guru.
Namun ketidak bene’han ini menjadi “kelucuan” bahkan bisa menjadi “agak gila sedikit” jika kita perhatikan contoh kemaren; bayangkan Setasiun Pengisian Bahan Bakar berjumlah delapan ribu dan tersebar di negeri ini, ditest standard Ron nya dengan mengambil sampel “hanya” dua Stasiun dan itupun di Ibu Kota; kemudian pejabat dengan bangga menyimpulkan sudah memenuhi standard “semua”. Teori metodologi penelitian mana yang dipakai, padahal pimpinannya bergelar akademik tertinggi. Wajar saja jika orang mengatakan “dasar ora bene’h”.
Ketidak bene’h-an ini juga melanda kita semua, dan itu telah pernah diingatkan oleh Jalaluddin Rumi beberapa abad silam yang peringatannya sebagai berikut: “ Tuhan yang engkau sembah di bulan Ramadhan adalah Tuhan yang sama yang engkau jauhi di bulan-bulan lainnya. Lantas mengapa caramu beribadah berbeda..?..”. Kalimat itu sangat menusuk bagi mereka yang bene’h dan berpikir waras.
Oleh sebab itu sikap bene’h dalam konteks perilaku sosial, yang mirip dengan sikap hormat dan patuh kepada otoritas, dapat dianalisis melalui beberapa teori sosial. Berikut adalah beberapa teori sosial yang relevan dari hasil penelusuran digital:
1. Teori Fungsionalisme Struktural (Talcott Parsons)
Dalam perspektif ini, sikap bene’h dapat dipahami sebagai bagian dari sistem sosial yang menjaga keseimbangan dan keteraturan. Dalam masyarakat timur, kepatuhan kepada orang tua, pemimpin, dan figur otoritas berfungsi untuk mempertahankan harmoni sosial (rukun).
2. Teori Kekuasaan dan Hegemoni (Antonio Gramsci)
Sikap bene’h bisa dilihat sebagai bentuk hegemoni budaya, di mana norma kepatuhan dan penghormatan terhadap otoritas tertanam melalui sosialiasi sejak kecil. Orang timur cenderung mengikuti budaya ewuh pakewuh (segan/tidak enak hati) sebagai mekanisme kontrol sosial.
3. Teori Interaksionisme Simbolik (Herbert Blumer)
Dari sudut pandang ini, sikap bene’h terbentuk melalui interaksi sosial dan simbol-simbol budaya. Misalnya, penggunaan bahasa yang bertingkat atau kata ganti penghormatan; itu adalah mencerminkan penghormatan dalam hubungan sosial dan menjadi alat internalisasi sikap patuh.
4. Teori Pertukaran Sosial (George Homans & Blau)
Kepatuhan dalam budaya timur juga bisa dipandang sebagai bentuk pertukaran sosial, di mana seseorang bersikap patuh (manut) dengan harapan mendapat perlindungan, kesejahteraan, atau dukungan sosial dalam sistem patron-klien.
5. Teori Strukturasi (Anthony Giddens)
Sikap bene’h dalam budaya timur bukan hanya hasil dari struktur sosial yang membentuk individu, tetapi juga tindakan individu yang terus-menerus mereproduksi budaya kepatuhan dan hormat dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam perspektif teori sosial, sikap bene’h dalam masyarakat timur bukan sekadar kepatuhan pasif, tetapi merupakan hasil dari interaksi sosial yang kompleks, di mana norma, simbol, dan relasi kuasa berperan dalam membentuk dan mempertahankannya.
Namun sayangnya siring perjalanan waktu sekarang sikap bene’h ini sudah memudar. Sekarang sudah sulit untuk membedakan mana yang bene’h dengan yang tidak bene’h; bahkan tidak jarang mereka yang bene’h dianggap tidak bene’h; justru yang tidak bene’h dianggap bene’h. Salam Waras. (SJ)
Editor: Gilang Agusman