Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Pada suatu peristiwa negara Hastinapura sedang melakukan Pasewakan Agung di alun-alun utara ibu kota negara. Seluruh Pangeran Pati dengan membawa para pengikutnya tampak hadir; termasuk diantaranya Haryo Dursasana dari Kasatrian Banjarjunut yang memiliki kebiasaan mulutnya sering “ndower” alias tidak pernah mau berhenti bicara dan tertawa. Saat Pasewakan itu sedang bicara Patih Haryo Sengkuni, sebagai orang nomor dua di Hastinapura sekaligus pemimpin pada pertemuan .
“Wahaiiii para kurawa kemenakanku semua, mohon diperhatikan instruksi dari Sinuwun Duryudhana raja kita,” demikian suara Sang Patih dengan nada agak cemeng sebagai khasnya, tetapi tetap berwibawa.
Dursasana nyletuk “Perintah apa lagi Paman, karena perintah bulan lalu saja belum dievaluasi sekarang sudah perintah lagi, memang enak tinggal perintah saja, yang mengerjakan ini tidak dipikirkan capeknya,”.
Sengkuni agak tersinggung mendengar celetukan keponaannya yang satu ini dan berkata “Dur, kamu kan ketua rombongan adik-adikmu, kenapa tidak memberikan keteladanan yang baik. Dengarkan dulu perintah apa ini, jangan asal mangap mulutmu. Kalau tidak suka saya tinggal lapor ke Raja”.
Dursasana langsung berdiri sikap sempurna dan mulut besarnya bicara “Siapppp paman patih, laksanakan”.
Belum selesai bicara, agak jauh dari Dursasana berdiri ada Penjual Es Teh sedang menawarkan dagangannya dengan suara agak keras. Sontak Dursasana tersinggung dan beliau langsung memanggil si Penjual Es.“ Heeeeeee….penjual es…sini kamu..dasar koplak…..”.
Sambil terbata-bata dan mendekat, Tukang Es yang merasa bersalah itu menjawab “Saya juragan..mohon maaf..saya salah juragan”.
Dursasana berkata dan tertawa sambil tolak pinggang “Sudah laku belum es mu”.
“Belum juragan” jawab Penjual Es dengan gemetar karena ketakutan.
Dursasana tambah dongkol hatinya dan berteriak “Saya gak akan beli..cuman tanya…goblok…..ya jual saja sana biar ada yang beli, tapi jauh-jauh sana dari saya yaaaaaa,” sambil tertawa terbahak bahak sesuai ciri khasnya yang kurang sopan itu.
Ucapan Dursasana didengar oleh orang sealun-alun karena memang sudah keras suaranya ditambah lagi penggunaan sound system yang canggih, maka makin keras. Pilu hati Tukang Penjual Es, sambil undur diri beliau mengusap air mata dan terbayang bagaimana susahnya jadi rakyat jelata.
Namun, tidak jauh dari sana ada Raden Adipati Karna, Raja Awangga, yang memperhatikan acara itu, dan beliau juga menyimak kegacolannya Dursasana yang kurang beradab itu. Beliau mengutus salah seorang pengikutnya untuk memanggil Tukang Es malang tadi.
Setelah mendekat, Sang Adipati mendekatkan mulutnya ketelinga Si penjual Es seraya berbisik “Paman jualan es-mu saya borong semua, kasihkan kepada siapa yang mau minum, bilang kalau es-nya gratis karena sudah ada yang bayar, jangan sebut nama saya ya,”.
Tukang Es tadi menjawab “Sendiko Ndoro, semoga ini menjadikan keberkahan hidup paduka”.
Tukas Adipati Karna “Sudah sana jauh-jauh, tidak enak dipandang para kawula dan Nayakapraja yang hadir, ingat pesanku jangan bicara jika ada yang bertanya siapa yang memborong es-mu”.
Setelah selesai acara Pasewakan Agung tadi, kelakuan Dursasana menjadi bahan perbincangan yang hadir, tidak terkecuali para adik-adiknya termasuk Citraksi, Durmogati, Kartomarmo dan lainnya. Dan, beberapa hari kemudian sampailah berita itu ke telinga Raja Duryudhana. Beliau sangat masgul mendengar kelakuan adiknya; beliau kemudian memanggil Dursasana untuk klarifikasi. “Adikku Dursasana apakah benar berita yang beredar itu”.
Dengan sangat takzim Dursasana menjawab “Benar Kanda, dan saya mohon maaf atas peristiwa itu, karena saya emosi saat itu berhubung gaji bulan ini belum saya terima, sementara tagihan kredit saya sudah jatuh tempo”.
Duryudhana melanjutkan bicaranya “Dursasana, saya tahu bahwa uang bukan segalanya, tetapi segalanya perlu uang. Namun kekoplakan kelakuanmu itu memalukan orang satu negara ini. Jangan kau ulangi lagi kelakuan rendahmu itu, karena dirimu itu adalah Pangeran Pati yang diangkat Raja untuk mengamankan kebijakkan Raja. Jangan kalau sudah di atas panggung, kamu lupa diri siapa dirimu sebenarnya. Ingat Dursasana, kita di atas panggung itu baru berarti jika ada yang di bawah panggung. Coba bayangkan jika di atas panggung itu hanya kamu sendiri dan yang di bawah tidak ada orang, lalu kamu teriak-teriak sendiri. Saya yakin orang akan berkata, walaupun dalam hati, Dursasana sudah gila”. Sambil menahan amarah sang Raja melanjutkan bicaranya, walaupun halus suara.menyampaikannya, tetapi jika orang yang waras mendengarnya akan terasa sakit telinganya.
Demikian ucapnya “Kelakuan rendahan seperti itu tidak cocok dipelihara Dur, apalagi dirimu adalah satria dan Pangeran Pati, apakah dirimu merasa sebagai tokoh agama yang bisa seenak jidat mengupat. Justru jika dirimu merasa sebagai tokoh dan panutan sudah seharusnya ucapanmu dijaga, sekalipun itu senda-gurau. Jangan merendahkan orang di muka umum siapapun dan apapun profesinya, karena itu sangat menyakitkan dan tidak bisa dihapus dengan kata maaf mu.. Paham”. Dursasana tertunduk lesu, malu dan entah apalagi.
Memang kelakuan Dursasana dalam pewayangan seperti itu, bahkan ada sebagian para Dalang Wayang Purwa menyebut Dursasana banyak dibuat dengan berbagai model, salah satunya model Gacul. Akan tetapi uniknya tidak semua Dalang bisa menghidupkan suasana kebatinan kegaculan Dursasana.
Hal ini disebabkan sebelum memperankan Dursasana, sang Dalang sudah antipati terlebih dahulu pada tokoh Dursasana. Oleh sebab itu kita tidak boleh menghakimi kelakuan orang lain, apalagi mentertawakannya. Sebab, kalau Wayang satu peti itu isinya sama, maka itu bukan disebut wayang. Demikian halnya jika satu dunia ini isinya sama, maka dunia ini tidak layak disebut dunia.
Demikian juga dengan si Penjual Es dalam cerita carangan di atas. Profesi ini tetap diperlukan dan dimulyakan, bagaimana tidak jika tidak ada penjual es keliling mungkin banyak orang kehausan ditengah berhimpitnya orang, untuk keluar barisan tidak mungkin karena disamping tidak bisa keluar, juga tatatertibnya demikian. Oleh sebab itu mari kita melakonkan peran kita masing-masing didunia ini sebaik dan seihlas mungkin, sebab apapun ceritanya semua sudah ditulis sebelum kita lahir. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Wakil Rektor 1 Universitas Malahayati Bicara Soal Peran ChatGPT: Teknologi AI Membantu, Tapi Mahasiswa Harus Tetap Verifikasi Sumbernya
“Teknologi memang tidak bisa dibendung, dan kita semua harus siap beradaptasi dengan perkembangan ini. ChatGPT, sebagai salah satu bentuk kecerdasan buatan, memiliki banyak sisi positif yang memudahkan pekerjaan, mempercepat proses pencarian informasi, bahkan memberikan hasil yang lebih baik dalam waktu yang lebih singkat,” ungkap Prof. Dessy.
Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, Prof. Dessy juga mengingatkan akan sisi negatif yang perlu diwaspadai, terutama bagi para mahasiswa. “Meskipun ChatGPT bisa memberikan jawaban dengan cepat, bahaya muncul jika mahasiswa hanya mengandalkan alat ini tanpa memahami konteksnya secara mendalam”.
Kecerdasan buatan tidak bisa menjamin keakuratan informasi yang diberikan. “AI hanya merangkum data besar yang telah ada, dan bisa saja informasi yang disajikan tidak sepenuhnya benar,” tegasnya.
Dampak Negatif: Potensi Menurunnya Kemampuan Akademik
Prof. Dessy juga mengungkapkan kekhawatirannya mengenai dampak jangka panjang penggunaan ChatGPT yang berlebihan. “Dengan adanya alat seperti ChatGPT, mahasiswa mungkin merasa lebih mudah untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan, namun ini berisiko membuat mereka menjadi malas untuk membaca buku, jurnal, atau datang ke perpustakaan untuk menggali pengetahuan lebih dalam,” katanya.
Penggunaan ChatGPT yang Bijak: Kunci Utama
Prof. Dessy menegaskan bahwa penggunaan ChatGPT memang diperbolehkan, namun mahasiswa harus tetap berhati-hati. “Saya sarankan mahasiswa untuk tidak sepenuhnya mengandalkan ChatGPT. Selalu pastikan untuk memeriksa kembali informasi yang diberikan dengan merujuk pada sumber asli, seperti buku teks, jurnal, atau artikel yang terverifikasi,” pesannya.
Selain itu, Prof. Dessy juga mengingatkan pentingnya pemahaman terhadap konteks informasi yang diberikan oleh ChatGPT. “Mahasiswa harus membaca dan memahami isi jawaban yang diberikan. Jangan hanya menerima informasi secara mentah tanpa pemahaman yang mendalam. Jika tidak, pengetahuan yang didapatkan bisa jadi tidak utuh atau bahkan menyesatkan,” tambahnya.
Pesan untuk Mahasiswa Universitas Malahayati
Sebagai penutup, Prof. Dessy memberikan pesan khusus kepada mahasiswa Universitas Malahayati. “Silakan gunakan ChatGPT sebagai alat untuk mengikuti perkembangan digital yang tak bisa kita hindari. Namun, tetap jadikan sumber referensi asli sebagai landasan untuk memverifikasi kebenaran informasi. Yang tak kalah penting, ingat bahwa pekerjaan yang melibatkan emosi atau nilai-nilai perasaan tetap harus dilakukan sendiri. Mesin tidak memiliki perasaan manusia, dan itu adalah aspek yang tak bisa digantikan oleh teknologi,” tutupnya.
Dengan menggunakan teknologi secara bijak, mahasiswa dapat memperoleh manfaat maksimal dari ChatGPT tanpa kehilangan esensi dari proses belajar yang mendalam dan kritis. Ini adalah peluang untuk beradaptasi dengan perubahan zaman, sambil tetap menjaga kualitas pendidikan yang berbasis pada pengetahuan yang valid dan terpercaya.(gil)
Editor: Gilang Agusman
Ketentuan Pengisian KRS dan Jadwal Input KRS Semester Genap 2024/2025 Universitas Malahayati
BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Halo Salam Sahabat Unmal..Berikut ini kami lampirkan Ketentuan Pengisian KRS (Kartu Rencana Studi) Semester Genap 2024/2025. Pengisian KRS Online WAJIB dilakukan oleh seluruh Mahasiswa Universitas Malahayati.
Untuk Jadwal Input KRS dapat dilihat dibawah ini. (gil)
Editor: Gilang Agusman
Pendukuhan Klampesireng
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Sore menjelang senja, Semar duduk diberanda depan rumah bersama istri tercinta Dewi Loro Ireng sambil menikmati kopi panas ditemani pisang goreng kesukaannya yang semua itu dibuat sendiri oleh istrinya. Mereka berdua sedang “ngudoroso” mengenai masa depan dari Pedukuhan Klampesireng tempat mereka tinggal dari zaman Koloyogo sampai Kaliyugo sekarang ini.
Pedukuhan ini sudah sangat berkembang luas dan berpenduduknya sangat banyak, bahkan sudah terkategori padat; kalau ada kenaikan status daerah maka wilayah ini sudah selayaknya naik status menjadi Kadipaten. Namun dasar Semar memang tidak mau neko-neko, beliau cukup dengan apa yang ada saja.
Pembicaraan “jagongan” sore itu berkisar seiring perjalanan waktu Semar berkeinginan memberikan tinggalan kepada anak-anaknya berupa perdikan, dengan cara membagi Pedukuhan ini menjadi empat; seperti dituturkan oleh Semar kepada istrinya “Adinda Loro Ireng berhubung kita sudah sangat tua, maka saya berkeinginan memberikan tetenger atau penanda kepada anak-anak kita Gareng, Petruk, Bagong berupa perdikan, dengan cara membagi pedukuhan ini menjadi empat. Pertama, untuk kita berdua, kemudian mereka mendapat masing-masing seperempatnya, bagaimana menurut pendapatmu”.
Dewi Loro Ireng tidak langsung menjawab, beliau berfikir keras ada apa sebenarnya dibenak Ki Lurah Semar suaminya ini, sampai ingin membagi harta satu-satunya yang mereka miliki, akhirnya beliau berkata dengan takzim “Mohon maaf beribu maaf Ki Lurah sesembahanku setelah Tuhanku, sebelum menjawab izinkan saya bertanya, ada pemikiran apa gerangan Ki Lurah kok berkeinginan membagi waris yang hanya satu-satunya ini, sementara kita berdua masih hidup segar bugar walaupun sudah tidak muda lagi. Lagipula ketiga anak-anak itu sebenarnya yang asli anak kita ya Bagong karena dia tercipta dari bayang-bayangmu, sementara Gareng dan Petruk adalah anak angkat walaupun sudah melebihi anak kandung kita. Selain itu mereka sudah berkeluarga semua bahkan sudah punya cucu, punya penghasilan cukup, apa justru nanti tidak akan memberatkan mereka”.
Semar menghela nafas panjang sambil menarik kursinya lebih dekat kepada istri yang sangat dicintainya itu, dan beliau berkata dengan lembut; “Istriku, ketahuilah bahwa zaman ini semakin tua, dan pikiran manusia semakin gila; saya tidak ingin meninggalkan perkara kepada keturunanku hanya karena harta, sementara harta itu titipan, yang nanti akan diminta pertanggungjawaban dihadapan Sang Maha Tunggal, dari cara memperoleh, mengelola dan kepada siapa harta itu kita tautkan. Harta itu ibarat pakaian yang dipinjamkan kepada kita; ada yang satu jam sudah diminta kembali oleh yang punya, ada yang satu tahun, seratus tahun, bahkan ada yang seribu tahun. Namun, manakala tiba waktunya yang punya memintanya untuk kembali; tidak ada satupun yang mampu menghalangi. Pada waktu diminta kembali itulah kita harus mempertanggung jawabkan selama ada pada kita, berarti makin lama kita dipinjamkan, peluangnya makin banyak diminta pertangungjawabannya.
Oleh sebab itu manakala nanti pada zamannya ada anak lupa orang tuanya , orang tua lupa akan anaknya hanya karena masalah harta. Ya untuk generasi Gareng, Petruk, Bagong tidak ada persoalan, tetapi nanti cucu-cucu mereka atau buyut, canggah, udeg-udeg kita; saya membaca ada tanda-tanda tidak baik itu. Oleh karena itulah Istriku aku ingin kita bersama saat pulang ke alam keabadian nanti berdua, dapat bergandeng tangan menuju surga tanpa harus diribeti atau dibebani oleh masalah dunia dan isinya”.
Mendengar itu Loro Ireng yang sejatinya Dewi dari Kayangan itu, diam-diam bangga akan ketulusan dan kebersihan hati suaminya yang memang sejatinya sebagai Dewa Ismaya ngejawantah. Namun kalau tidak rewel bukan wanita namanya. Oleh karena itu, sambil ngelendot ke pundak suaminya beliau berkata “Bagaimana Kakang kalau bagian kita agak lebih besar dan ambil paling depan tepi jalan raya supaya kita tidak repot kalau pesan grab atau pesan mie rebus kesukaanmu”.
Semar tanggap sasmita akan kemanjaan Istrinya yang sudah bersamanya puluhan tahun itu dalam susah dan senang, beliau menjawab “Nanti dulu istriku, apa sudah kau pikirkan masak-masak permintaanmu itu? Sebab, jika halaman rumah terlalu luas, lalu siapa yang akan menyapu setiap hari, membersihkan rumputnya setiap bulan, menyiram tanaman saat kemarau. Dan, jika rumah letaknya di tepi jalan raya, suara bising kendaraan, polusi debu, keamanan lalu lintas, semua itu menjadi pertimbanganku mengapa aku mengambil paling belakang. Sebab kita hanya memerlukan kamar satu untuk berdua supaya kau tetap dimataku, dan kita hanya perlu satu ruang tamu untuk menyambut cucu dan canggah. Terakhir kita hanya perlu dapur kering untuk sekedar aku memasakkan makanan untukmu agar kita tetap bisa bersama sepanjang masa. Toh, nanti kita berdua hanya memerlukan lubang galian tanah panjang tiga meter lebar dua meter dan dalam dua setengah meter. Itupun apakah yang akan menguburkan kita mau memasukkan jenazah kita berdua dalam satu lubang. Semua sudah kupikir masak-masak istriku demi keberlangsungan dan kenyamanan kita berdua”.
Kalau tidak ngeyel bukan wanita, istrinya berkata lagi “Bagaimana kalau di tengah saja Kiyai, agar para keturunan kita selalu ada di mata kita, lagi pula di belakang itu sepi, saya takut”.
Semar tersenyum mendengar ucapan istrinya sambil mencium pipi istrinya, beliau menjawab dengan suara agak dinaikkan volumenya “Istriku, kamu nanti gak betah melihat kelakuan Bagong yang selalu membuat masalah dengan keluarga saudara-saudaranya. Apa kamu tidak ingat Petruk pernah kehilangan telur ayam satu petarangan, ternyata yang mengambil Bagong. Akhirnya yang memberi uang ganti rugi dirimu, lagi-lagi uang makan kita jadi berkurang, ujungnya malah kita berdua yang harus puasa”.
Diam-diam istrinya tersenyum ingat akan kelakuan anak-anaknya. Dia ingat bagaimana Bagong mengambil secara diam-diam akte tanah mereka yang diagunkan ke bank untuk meminjam uang. Begitu tidak mampu mencicil, Bagong sembunyi di kolong tempat tidur mereka sambil menangis minta tolong pada mereka berdua. Ya itulah anak-anak, sekalipun sudah punya anak tetap saja anak-anak dimata orang tua. Dari zaman Ramayana sampai Pendawa, anak-anaknya itu tidak berubah ya seperti itu; namun bektinya kepada orang tua anak-anak itu luar biasa.
Lamunan Loro Ireng buyar saat Semar memegang pundaknya sambil berkata “Sudahlah Nyai, jangan melamun, serahkan semua pada Yang Maha Kuasa, kita hanya sekedar titah yang melakoni kodrat yang telah ditulis, yang penting ikhlas dan sabar, tidak usah neko-neko dihari senja kita. Mari kita masuk karena sebentar lagi panggilan Yang Maha Tunggal untuk menghadap beliau akan berkumandang. Heningkan pikiranmu dan kita berdoa supaya diberi waktu untuk melihat matahari esok dalam keadaan sehat dan iman kepadaNya.” Salam Waras. (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Rayakan Pencapaian Tiga Tahun, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati Gelar Dies Natalis Ke-3 dengan Meriah
Acara yang berlangsung meriah ini dibuka oleh Wakil Rektor 1, Prof. Dr. Dessy Hermawan, S.Kep., Ns., M.Kes., dan dihadiri juga oleh para dosen, kepala program studi (Ka.Prodi), serta mahasiswa FIK.
Perayaan Dies Natalis ke-3 ini menjadi momentum untuk mengenang perjalanan dan pencapaian yang telah diraih oleh FIK Universitas Malahayati sejak berdirinya. Selain itu, acara ini juga bertujuan untuk mempererat hubungan antara civitas akademika serta sebagai wadah untuk berbagi semangat kebersamaan dalam memajukan ilmu kesehatan.
Prof. Dr. Dessy Hermawan, S.Kep., Ns., M.Kes., dalam sambutannya mengungkapkan rasa bangga dan apresiasinya atas perkembangan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati. “Hari ini, kita merayakan pencapaian luar biasa yang telah diraih oleh FIK, semoga dengan bertambahnya usia fakultas ini, kita dapat terus menghasilkan lulusan yang berkualitas dan berkontribusi positif bagi dunia kesehatan di Indonesia,” ujar Prof. Dessy.
Prof.Dessy menegaskan dengan adanya 2 Program Studi yang saat ini terakreditasi “UNGGUL” hal ini menjadi harapan besar terhadap prodi-prodi lainnya agar bisa mencapai kriteria tersebut
“Kami bangga dengan pencapaian yang telah diraih, namun kami juga sadar bahwa masih banyak tantangan yang harus kami hadapi,” ujarnya.
Dr. Lolita menambahkan melalui perayaan ini, kami berharap dapat semakin memperkuat kolaborasi antara dosen, mahasiswa, dan berbagai pihak untuk terus memajukan ilmu kesehatan.
Selain rangkaian acara pembukaan, Dies Natalis FIK Universitas Malahayati juga dimeriahkan dengan berbagai kegiatan, seperti seminar kesehatan, lomba-lomba akademik, dan hiburan yang melibatkan mahasiswa. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi ajang untuk mengasah kreativitas dan memperkuat semangat kebersamaan di kalangan sivitas akademika FIK.
Kehadiran para dosen dan mahasiswa dalam acara ini menunjukkan antusiasme yang tinggi, serta semangat untuk terus berkontribusi dalam bidang ilmu kesehatan. Harapan ke depan, FIK Universitas Malahayati dapat terus berkembang dan menjadi institusi pendidikan yang unggul dalam mencetak tenaga kesehatan profesional yang berkualitas. (gil)
Editor: Gilang Agusman
KATALOG BUKU BELAJAR MENGENAL MATERIAL TEKNIK
JUDUL BUKU : BELAJAR MENGENAL MATERIAL TEKNIK
PENULIS :
Fauzi Ibrahim, S.T., M.T.
Agus Apriyanto, S.T., M.T.
Novia Utami Putri, S.T., M.T.
Adam Wisnu Murti, S.T., M.T.
SINOPIS : Buku ini disusun sebagai panduan dan referensi
yang diharapkan dapat memberikan pemahaman komprehensif
mengenai ilmu material, yang menjadi fondasi utama dalam bidang
teknik dan industri. Pembahasan dalam buku ini mencakup berbagai
aspek penting dari ilmu material, mulai dari struktur atomik, sifat
mekanik, hingga transformasi fasa
PENERBIT: UNIVERSITAS MALAHAYATI
Katalog buku Buku ajar Kesehatan Mental Berorientasi Komunitas
Judul buku : Buku ajar Kesehatan Mental Berorientasi Komunitas
Penulis:
Prida Harkina, S.Psi., M.Psi
Octa Reni Setiawati, S.Psi., M.Psi.
Asri Mutiara Putri, S.Psi., M.Psi
Supriyati, S.Psi., M.Si
Vira Sandayanti, S.Psi., M.Psi
Dewi Lutfianawati, S.Psi., M.Psi
Elsy Junilia, S.Psi., M.Psi
Sinopsis:
Buku ajar ini disusun untuk memberikan pemahaman yang
mendalam mengenai konsep-konsep kesehatan mental, termasuk
di dalamnya konsep sehat dan sakit, konsep-konsep dasar
kesehatan mental, dimensi-dimensi yang mempengaruhi
perkembangan kesehatan mental seseorang, konsep kesehatan
mental dalam pendekatan komunitas, isu-isu kesehatan mental
komunitas, serta program promosi kesehatan mental. Materi
yang disajikan dalam buku ini disusun secara sistematis dan
dilengkapi dengan contoh-contoh kasus yang relevan. Selain itu,
buku ini juga dilengkapi dengan berbagai aktivitas pembelajaran
seperti latihan soal, diskusi kelompok, dan tugas individu.
Diharapkan dengan adanya buku ajar ini, mahasiswa dapat secara
aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan memperoleh
Penerbit: Universitas Malahayati
Bondan Akampuh Jiwo
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Akhir pekan itu cuaca agak mendung tetapi udara terasa gerah, angin seolah tidak bertiup; sehingga merasa tidak nyaman jika ada pada tempat terbuka. Terpaksa jika sudah seperti ini harus masuk rumah dan menghidupkan pendingin ruangan, yang tentu saja menambah pemborosan penggunaan enargi listrik. Disaat sedang duduk melepas kegerahan udara, media sosial berbunyi dan ternyata ada pesan masuk dari sahabat lama, entah mendapatkan nomor pribadi dari mana. Doktor yang bermukim di tengah jantung pulau Sumatera ini bertanya dengan terlebih dahulu dibuka dengan permohonan maaf karena selama ini tidak mencari tahu; pertanyaan utama beliau ingin mendapatkan pencerahan tentang Bondan Akampuh Jiwo yang pernah didiskusikan beberapa puluh tahun lalu saat sama-sama menjadi mahasiswa pasca di salah satu Universitas ternama di negeri ini. Sekedar pengingat Doktor ini meneliti tentang kepemimpinan, dan saat itu penulis menawarkan konsep Kepemimpinan Nusantara bukan tidak percaya dengan teori-teori Barat, akan tetapi kekhasan Nusantara sangat mewarnai tipe kepemimpinan para pemimpin di negeri ini. Jejak yang digunakan adalah wilayah yang telah memiliki budaya tulis diasumsikan memiliki tinggalan literasi tentang tipe pemimpin di wilayah itu. Jadi paling tidak ada empat wilayah yang ada di Nusantara, pertama daerah yang berbudaya Batak, kedua, daerah yang berbudaya Lampung. Ketiga, daerah yang berbudaya Jawa, dan yang keempat daerah yang berbudaya Bugis. Beliau tidak begitu tertarik, namun seiring perjalanan waktu dan saat sekarang sudah mencapai derajat Guru Besar, hatinya tergelitik untuk menukil istilah-istilah dalam kepemimpinan Nusantara, karena banyak “keanehan-keanehan” jika parameternya yang dipakai teori teori Barat.
Tentu saja kalimat ucap yang dipindahtuliskan menjadi kalimat tulis harus disusun sesuai kaidah kebahasaan, demikian pesan seorang sahabat redaktur media online terkemuka di negeri ini. Berdasarkan penelusuran digital: Bondan Akampuh Jiwo adalah salah satu istilah dalam khasanah budaya Jawa yang melibatkan konsep kejiwaan, moralitas, dan integritas diri seseorang. Secara harfiah, istilah ini mengandung makna bahwa seseorang bernama “Bondan” adalah individu yang telah mencapai keadaan jiwa yang “akampuh,” yakni tidak tergoyahkan, stabil, dan kokoh dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan. Secara historis dan filosofis, istilah ini sering dihubungkan dengan ajaran Jawa kuno yang menekankan harmoni, keutuhan batin, dan kemampuan mengelola emosi serta tindakan.
Dalam budaya Jawa, nama Bondan sering diidentikkan dengan tokoh-tokoh legendaris atau pewayangan yang memiliki sifat bijaksana, penuh tanggung jawab, dan menjadi pengayom. Salah satu tokoh yang terkenal adalah Bondan Kejawan, seorang penggiat seni yang berupaya keras untuk melestarikan budaya jawa, yang hidup dengan prinsip kesederhanaan, ketulusan, dan pengabdian terhadap kehidupan.
Sedangkan jika kita ingin memahami dari segi makna istilah dari Akampuh Jiwo adalah: Akampuh berarti tidak dapat dipatahkan atau tidak tergoyahkan. Jiwo berarti jiwa atau kepribadian inti seseorang. Istilah ini mencerminkan prinsip bahwa manusia yang unggul adalah manusia yang berhasil menyelaraskan pikiran, rasa, dan tindakannya sehingga tidak mudah terombang-ambing oleh godaan duniawi atau tekanan eksternal. Seseorang yang hidup sesuai konsep Bondan Akampuh Jiwo adalah individu yang: Tidak mudah dipengaruhi oleh emosi negatif seperti amarah, iri hati, atau kebencian. Memiliki sikap sabar dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Berkomitmen pada nilai-nilai moralitas yang tinggi, meskipun dalam keadaan sulit.
Konsep ini tidak hanya relevan dalam konteks tradisional, tetapi juga menjadi panduan untuk menghadapi tantangan hidup modern, di mana tekanan eksternal sering kali menguji kestabilan mental dan spiritual seseorang. Dari saat pemilihan sampai pelantikan kepala daerah harus berhadapan dengan persoalan, dari yang remehtemeh sampai dengan yang berat; semua harus dihadapi dengan katangguhan yang luar biasa, baik dalam mengkoordinasikan team, sampai dengan kesiapan personal menghadapi kelelahan fisik.
Bukan setelah dilantik kemudian seenaknya menghina orang lain karena melihat jenis pekerjaan, bukannya melihat hakekat orang bekerja. Mereka yang berperilaku seperti ini hanya mampu melihat kulit luar tetapi tidak dapat melihat makna hakekat. Lebih berbahaya lagi jika berjubah agama, namun berperilaku nista kepada sesama.
Di sisi lain pemimpin yang sudah sampai pada tataran Bondan Akampuh Jiwo tidak lagi melihat “dulu dia tidak memilih saya, atau dulu memusuhi saya”; akan tetapi “dia warga saya yang harus saya bawa bersama untuk mencapai kesejahteraan bersama”. Tidak peduli dia Tukang Penjual Es, Somai, Kacang rebus, Tukang Sapu Jalan atau kongklomerat tajir, Jenderal sekalipun; jika dia warga negara saya, maka saya harus bersama mereka dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Dengan demikian sebenarnya ajaran budi, ajaran kepemimpinan ada berserak di bumi Nusantara ini. Hanya sayang banyak diantara kita lupa diri, sehingga menganggap yang baik itu yang dari luar. Sementara kearifan local yang sudah terbukti berabad-abad keampuhannya menjadi alat perekat dalam perbedaan, sering kita abaikan bahkan kita musuhi sebagai “berhala baru” yang wajib disingkirkan. Salam Waras (gil)
Editor: Gilang Agusman
Es Koplak
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Pada suatu peristiwa negara Hastinapura sedang melakukan Pasewakan Agung di alun-alun utara ibu kota negara. Seluruh Pangeran Pati dengan membawa para pengikutnya tampak hadir; termasuk diantaranya Haryo Dursasana dari Kasatrian Banjarjunut yang memiliki kebiasaan mulutnya sering “ndower” alias tidak pernah mau berhenti bicara dan tertawa. Saat Pasewakan itu sedang bicara Patih Haryo Sengkuni, sebagai orang nomor dua di Hastinapura sekaligus pemimpin pada pertemuan .
“Wahaiiii para kurawa kemenakanku semua, mohon diperhatikan instruksi dari Sinuwun Duryudhana raja kita,” demikian suara Sang Patih dengan nada agak cemeng sebagai khasnya, tetapi tetap berwibawa.
Dursasana nyletuk “Perintah apa lagi Paman, karena perintah bulan lalu saja belum dievaluasi sekarang sudah perintah lagi, memang enak tinggal perintah saja, yang mengerjakan ini tidak dipikirkan capeknya,”.
Sengkuni agak tersinggung mendengar celetukan keponaannya yang satu ini dan berkata “Dur, kamu kan ketua rombongan adik-adikmu, kenapa tidak memberikan keteladanan yang baik. Dengarkan dulu perintah apa ini, jangan asal mangap mulutmu. Kalau tidak suka saya tinggal lapor ke Raja”.
Dursasana langsung berdiri sikap sempurna dan mulut besarnya bicara “Siapppp paman patih, laksanakan”.
Belum selesai bicara, agak jauh dari Dursasana berdiri ada Penjual Es Teh sedang menawarkan dagangannya dengan suara agak keras. Sontak Dursasana tersinggung dan beliau langsung memanggil si Penjual Es.“ Heeeeeee….penjual es…sini kamu..dasar koplak…..”.
Sambil terbata-bata dan mendekat, Tukang Es yang merasa bersalah itu menjawab “Saya juragan..mohon maaf..saya salah juragan”.
Dursasana berkata dan tertawa sambil tolak pinggang “Sudah laku belum es mu”.
“Belum juragan” jawab Penjual Es dengan gemetar karena ketakutan.
Dursasana tambah dongkol hatinya dan berteriak “Saya gak akan beli..cuman tanya…goblok…..ya jual saja sana biar ada yang beli, tapi jauh-jauh sana dari saya yaaaaaa,” sambil tertawa terbahak bahak sesuai ciri khasnya yang kurang sopan itu.
Ucapan Dursasana didengar oleh orang sealun-alun karena memang sudah keras suaranya ditambah lagi penggunaan sound system yang canggih, maka makin keras. Pilu hati Tukang Penjual Es, sambil undur diri beliau mengusap air mata dan terbayang bagaimana susahnya jadi rakyat jelata.
Namun, tidak jauh dari sana ada Raden Adipati Karna, Raja Awangga, yang memperhatikan acara itu, dan beliau juga menyimak kegacolannya Dursasana yang kurang beradab itu. Beliau mengutus salah seorang pengikutnya untuk memanggil Tukang Es malang tadi.
Setelah mendekat, Sang Adipati mendekatkan mulutnya ketelinga Si penjual Es seraya berbisik “Paman jualan es-mu saya borong semua, kasihkan kepada siapa yang mau minum, bilang kalau es-nya gratis karena sudah ada yang bayar, jangan sebut nama saya ya,”.
Tukang Es tadi menjawab “Sendiko Ndoro, semoga ini menjadikan keberkahan hidup paduka”.
Tukas Adipati Karna “Sudah sana jauh-jauh, tidak enak dipandang para kawula dan Nayakapraja yang hadir, ingat pesanku jangan bicara jika ada yang bertanya siapa yang memborong es-mu”.
Setelah selesai acara Pasewakan Agung tadi, kelakuan Dursasana menjadi bahan perbincangan yang hadir, tidak terkecuali para adik-adiknya termasuk Citraksi, Durmogati, Kartomarmo dan lainnya. Dan, beberapa hari kemudian sampailah berita itu ke telinga Raja Duryudhana. Beliau sangat masgul mendengar kelakuan adiknya; beliau kemudian memanggil Dursasana untuk klarifikasi. “Adikku Dursasana apakah benar berita yang beredar itu”.
Dengan sangat takzim Dursasana menjawab “Benar Kanda, dan saya mohon maaf atas peristiwa itu, karena saya emosi saat itu berhubung gaji bulan ini belum saya terima, sementara tagihan kredit saya sudah jatuh tempo”.
Duryudhana melanjutkan bicaranya “Dursasana, saya tahu bahwa uang bukan segalanya, tetapi segalanya perlu uang. Namun kekoplakan kelakuanmu itu memalukan orang satu negara ini. Jangan kau ulangi lagi kelakuan rendahmu itu, karena dirimu itu adalah Pangeran Pati yang diangkat Raja untuk mengamankan kebijakkan Raja. Jangan kalau sudah di atas panggung, kamu lupa diri siapa dirimu sebenarnya. Ingat Dursasana, kita di atas panggung itu baru berarti jika ada yang di bawah panggung. Coba bayangkan jika di atas panggung itu hanya kamu sendiri dan yang di bawah tidak ada orang, lalu kamu teriak-teriak sendiri. Saya yakin orang akan berkata, walaupun dalam hati, Dursasana sudah gila”. Sambil menahan amarah sang Raja melanjutkan bicaranya, walaupun halus suara.menyampaikannya, tetapi jika orang yang waras mendengarnya akan terasa sakit telinganya.
Demikian ucapnya “Kelakuan rendahan seperti itu tidak cocok dipelihara Dur, apalagi dirimu adalah satria dan Pangeran Pati, apakah dirimu merasa sebagai tokoh agama yang bisa seenak jidat mengupat. Justru jika dirimu merasa sebagai tokoh dan panutan sudah seharusnya ucapanmu dijaga, sekalipun itu senda-gurau. Jangan merendahkan orang di muka umum siapapun dan apapun profesinya, karena itu sangat menyakitkan dan tidak bisa dihapus dengan kata maaf mu.. Paham”. Dursasana tertunduk lesu, malu dan entah apalagi.
Memang kelakuan Dursasana dalam pewayangan seperti itu, bahkan ada sebagian para Dalang Wayang Purwa menyebut Dursasana banyak dibuat dengan berbagai model, salah satunya model Gacul. Akan tetapi uniknya tidak semua Dalang bisa menghidupkan suasana kebatinan kegaculan Dursasana.
Hal ini disebabkan sebelum memperankan Dursasana, sang Dalang sudah antipati terlebih dahulu pada tokoh Dursasana. Oleh sebab itu kita tidak boleh menghakimi kelakuan orang lain, apalagi mentertawakannya. Sebab, kalau Wayang satu peti itu isinya sama, maka itu bukan disebut wayang. Demikian halnya jika satu dunia ini isinya sama, maka dunia ini tidak layak disebut dunia.
Demikian juga dengan si Penjual Es dalam cerita carangan di atas. Profesi ini tetap diperlukan dan dimulyakan, bagaimana tidak jika tidak ada penjual es keliling mungkin banyak orang kehausan ditengah berhimpitnya orang, untuk keluar barisan tidak mungkin karena disamping tidak bisa keluar, juga tatatertibnya demikian. Oleh sebab itu mari kita melakonkan peran kita masing-masing didunia ini sebaik dan seihlas mungkin, sebab apapun ceritanya semua sudah ditulis sebelum kita lahir. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Mahasiswa Psikologi Universitas Malahayati Borong Juara di Festival Mahasiswa Psikologi 2024
BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Prestasi gemilang kembali ditorehkan oleh mahasiswa Universitas Malahayati pada ajang Festival Mahasiswa Psikologi 2024 yang digelar dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia. Acara ini diselenggarakan oleh HIMPSI Lampung pada 16 November 2024, mengusung tema “It’s Time to Prioritize Mental Health in the Workplace”.
Beragam kompetisi menarik, seperti Psycho TikTok Competition, debat, dan esai, menjadi wahana bagi mahasiswa untuk menunjukkan kreativitas, intelektualitas, dan kemampuan komunikasi. Mahasiswa Psikologi Universitas Malahayati berhasil mencuri perhatian dengan pencapaian luar biasa di kategori Psycho TikTok Competition:
Juara 1: Ikrima Lutfiyani Alkautsar (22370044)
Juara 2: Deni Kurniawan (23370027)
Juara 3: Gina Aliya Mufidah (22370040)
Ikrima Lutfiyani Alkautsar, peraih Juara 1, mengungkapkan rasa syukur dan kebahagiaannya. “Alhamdulillah, saya merasa sangat bangga bisa meraih juara pertama. Semoga prestasi ini dapat menginspirasi teman-teman mahasiswa lainnya untuk terus berprestasi,” tuturnya.
Ia juga berharap prestasi ini menjadi motivasi untuk mempertahankan gelar di masa mendatang. “Semoga tahun depan Prodi Psikologi bisa kembali membawa pulang piala bergilir dan piala umum,” tambahnya penuh semangat.
Gina Aliya Mufidah, yang berhasil meraih Juara 3, tidak dapat menyembunyikan rasa harunya. “Akhirnya, setelah sekian lama, Prodi Psikologi berhasil membawa pulang Piala Bergilir dan Piala Umum. Ini adalah momen yang sangat membanggakan bagi kami semua,” ucapnya.
Sementara itu, Deni Kurniawan, Juara 2, mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukungnya. “Saya sangat berterima kasih kepada Universitas Malahayati, dosen-dosen Prodi Psikologi, sivitas akademika, dan tentunya orang tua saya yang terus memberikan dukungan penuh. Keberhasilan ini adalah hasil kerja keras dan doa bersama,” ujarnya.
Festival Mahasiswa Psikologi 2024 tidak hanya menjadi wadah kompetisi, tetapi juga momentum untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, khususnya di lingkungan kerja. Prestasi mahasiswa Universitas Malahayati ini diharapkan dapat menjadi pemacu semangat bagi generasi muda untuk terus berkarya dan berkontribusi dalam dunia psikologi.
Selamat kepada para juara! Terus harumkan nama Universitas Malahayati di berbagai ajang prestasi! (gil)
Editor: Gilang Agusman
Seminar Nasional Kesehatan Masyarakat (KESMAS) “Peningkatan Pelayanan Kesehatan Global pada Era Transformasi Digital”
BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat (PRODI KESMAS) Universitas Malahayati
(UNMAL) menyelenggarakan Seminar Nasional Kesehatan Masyarakat (KESMAS) Jumat (06/12/2024 ) yang mengusung tema “Peningkatan Pelayanan Kesehatan Global pada Era Transformasi Digital”. Kegiatan ini berlangsung di Ruang MCC Universitas Malahayati dan dihadiri oleh lebih dari 300 peserta, terdiri dari mahasiswa dan para dosen di linkungan PRODI KESMAS.
Seminar ini menghadirkan pembicara yang sangat berpengalaman di bidangnya, yaitu: Prof. dr. Adang Bachtiar,
MPH., DSC, Guru Besar Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, yang membahas tantangan dan peluang pelayanan kesehatan di era digital. Acara dipandu oleh moderator Ibu Dr. Wayan Aryawati, SKM., M.Kes, dosen Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati, yang membawa diskusi menjadi interaktif dan berwawasan luas.
Seminar ini dibuka dengan laporan oleh Ketua Panitia, Muhammad Rafi, yang menyampaikan antusiasme besar atas kehadiran narasumber dan partisipasi para peserta. Acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Wakil Rektor II Universitas Malahayati, Drs. Nirwanto, M.Kes, mewakili Rektor Universitas Malahayati, dalam sambutannya beliau menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya seminar ini dan secara simbolis membuka acara.
Seminar juga dihadiri oleh Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati, Kaprodi S1 Kesehatan Masyarakat, serta para dosen tetap dan Dosen tidak tetap Prodi Kesehatan Masyarakat.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan wawasan baru bagi mahasiswa dan peserta lainnya terkait strategi dan inovasi dalam pelayanan kesehatan global yang sejalan dengan perkembangan teknologi digital. Dalam sesi diskusi, peserta aktif bertanya dan berbagi pandangan, mencerminkan tingginya minat terhadap topik yang dibahas.
Dengan terselenggaranya Seminar Nasional KESMAS ini, diharapkan tercipta sinergi antara akademisi, praktisi, dan mahasiswa dalam mendukung transformasi digital di bidang pelayanan kesehatan.
IMG_5060
IMG_5034
IMG_5036
IMG_5107
IMG_5079