Katalog Buku Hukum Perikatan Perjanjian

Judul Buku : Hukum Perikatan Perjanjian

ISBN: Proses

Penulis : Rissa Afni Martinouva

Muhammad Kadafi

Dahlan

Aditia Perdana Solihin

Suhendra Pratama Putra

Sinopsis:

Tujuan dari penulisan buku ini diharapkan  mahasiswa dan masyarakat lebih cerdas dalam melaksanakan perikatan dan perjanjian. Pelaksanaan perikatan perjanjian harus memperhatikan proposionalitas dan keseimbangan bagi para pihak yang terlibat. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata akan menjadi dasar utama terhadap penyusunan perjanjian biasa dan perancangan dan analisis kontrak bisnis. Pembaca dapat mudah memahami syarat sah perjanjian, prestasi, wanprestasi, perbuatan melawan hukum, overmacht, hapusnya perikatan, hapusnya perjanjian. Pemahaman juga diberikan agar dapat menjadi profesional hukum yang baik yang menggunakan keilmuan baik dan menyelesaikan sengketa hukum melalui beberapa pilihan yaitu litigasi, non litigasi dan alternatif penyelesaian sengketa melalui administrative dispute resolution pada hukum perdata.

Karakter Kepemimpinan Pandawa Lima

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Pagi itu pergi ke kampus agak sedikit kesiangan karena menjelang pagi turun hujan, sehingga harus berbenah rumah sebelum yakin betul kondisi dan situasi layak ditinggal. Kebiasaan pagi untuk mencapai ruangan harus menggunakan sarana lift, sehingga usia yang sudah tidak muda lagi ini sangat terbantu; sesaat keluar pintu; media sosial berdenting pertanda ada pesan masuk. Setelah di cek ternyata benar, pesan dari seorang sahabat di tepi kota sana mengatakan bahwa kenapa teori kepemimpinan yang sering dibahas dan dijadikan rujukan di Indonesia ini selalu kepemimpinan di negara luar sana, sementara negeri ini banyak sekali tipe kepemimpinan lokal yang juga bagus; kenapa janturan dalang pada wayang kulit atau wayang orang tentang kepemimpinan hanya berhenti di ruang hampa, tidak ada upaya untuk menulisnya.

Tentu sebagai seorang ilmuwan tantangan itu sangat menggelitik untuk melihat, mempelajari, memahami, mengendapkan, terakhir mengemukakan.
Atas dasar latarbelakang itulah maka tulisan ini mencoba mencuil sedikit kue dari Epos Mahabarata tentang kepemimpinan Pandawa Lima.

Berdasarkan penelusuran digital diperoleh informasi sebagai berikut: Pendowo Limo (juga ditulis Pandawa Lima) merupakan istilah dalam budaya Jawa yang merujuk pada lima tokoh utama dalam cerita pewayangan Mahabharata, yaitu lima Pandawa. Mereka adalah Yudhishthira, Bhima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa. Setiap tokoh memiliki karakter dan keahlian yang berbeda-beda, yang mencerminkan berbagai aspek kepemimpinan.

(1). Yudhishthira: Karakter: Bijaksana, adil, dan penuh tanggung jawab. Kepemimpinan: Mewakili sifat seorang pemimpin yang adil dan bijaksana, mampu memimpin dengan hati nurani dan integritas.

(2). Bhima: Karakter: Kuat, berani, dan loyal. Kepemimpinan: Mewakili kekuatan dan keberanian, serta kesetiaan kepada kelompok dan tujuan.

(3). Arjuna: Karakter: Terampil, cerdas, dan fokus. Kepemimpinan: Mewakili kecerdasan, keterampilan, dan kemampuan untuk fokus pada tujuan, serta mengambil keputusan strategis.

(4). Nakula: Karakter: Tampan, sehat, dan penuh kasih. Kepemimpinan: Mewakili keseimbangan, kesehatan, dan kepedulian terhadap kesejahteraan kelompok.

(5). Sadewa: Karakter: Cerdas, tenang, dan bijaksana. Kepemimpinan: Mewakili ketenangan dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, serta kecerdasan dalam menghadapi masalah.

Jika kita lanjutkan bagaimana tipe kepemimpinan pandawa lima ini adalah sebagai berikut:
Yudistira: Tipe Kepemimpinan: Bijaksana dan adil. Karakteristik: Yudistira dikenal sebagai pemimpin yang adil, bijaksana, dan penuh integritas. Dia selalu berusaha untuk bertindak berdasarkan prinsip dharma (kebenaran dan keadilan). Kelebihan: Memiliki kemampuan untuk membuat keputusan yang bijaksana, diakui sebagai pemimpin yang sah dan dihormati. Kelemahan: Kadang-kadang terlalu idealis dan dapat ragu-ragu dalam situasi yang membutuhkan keputusan cepat.

Bima: Tipe Kepemimpinan: Kuat dan tegas. Karakteristik: Bima dikenal karena kekuatan fisiknya dan keberaniannya. Dia selalu siap melindungi keluarganya dan melawan ketidakadilan. Kelebihan: Pemimpin yang tegas dan tidak ragu-ragu dalam bertindak, sangat loyal dan berani. Kelemahan: Kadang-kadang cenderung impulsif dan bisa terlalu agresif.

Arjuna: Tipe Kepemimpinan: Strategis dan karismatik. Karakteristik: Arjuna adalah seorang pejuang hebat dan pemanah ulung. Dia memiliki keahlian strategis yang sangat baik dan kemampuan untuk memotivasi orang lain. Kelebihan: Ahli dalam merencanakan dan melaksanakan strategi, mampu menginspirasi dan memimpin dengan karisma. Kelemahan: Terkadang terlalu percaya diri dan bisa terpengaruh oleh emosi.

Nakula: Tipe Kepemimpinan: Cerdas dan analitis. Karakteristik: Nakula dikenal karena kecerdasannya dan kemampuannya dalam menganalisis situasi. Dia adalah pemimpin yang berhati-hati dan penuh perhitungan. Kelebihan: Pemimpin yang cerdas dan mampu membuat keputusan berdasarkan analisis yang mendalam, sangat perhatian terhadap detail. Kelemahan: Bisa terlalu berhati-hati dan lambat dalam mengambil keputusan.

Sadewa: Tipe Kepemimpinan: Penuh pengetahuan dan konselor. Karakteristik: Sadewa adalah orang yang penuh dengan pengetahuan dan sering berperan sebagai konselor bagi saudara-saudaranya. Dia memiliki kemampuan untuk memberikan nasihat yang baik dan bijaksana. Kelebihan: Penuh pengetahuan dan mampu memberikan nasihat yang bijak, pemimpin yang mendukung dan membantu. Kelemahan: Terkadang lebih nyaman di balik layar dan kurang dalam inisiatif kepemimpinan yang langsung.

Setiap Pandawa menunjukkan gaya kepemimpinan yang berbeda, dan keberhasilan mereka seringkali berasal dari kerja sama dan kombinasi dari kekuatan masing-masing. Kepemimpinan Pendawa Lima mengajarkan bahwa pemimpin yang efektif harus menggabungkan berbagai sifat dan kemampuan untuk mencapai keberhasilan dan kesejahteraan kelompok yang dipimpin. Kombinasi dari kebijaksanaan, kekuatan, kecerdasan, keseimbangan, dan ketenangan adalah kunci untuk menjadi pemimpin yang baik.

Satu hal yang menjadi catatan dari semua hal di atas adalah: tidak ada seorang pemimpin yang sempurna, paripurna atau lengkap. Tetap saja yang namanya manusia memiliki kelemahan dan kekurangan. Oleh sebab itu sangat dianjurkan untuk “saling mengingatkan untuk menuju kebaikan”; dengan kata lain kritik membangun diantaranya mengingatkan akan kelemahan diri, adalah sesuatu yang dibutuhkan, bukan dimusihi apalagi di “musnahkan”. Tuhan menciptakan ketidaksamaan itu antaralain agar kita untuk selalu saling menyempurnakan, salah satu caranya adalah dengan saling mengingatkan. Saling meneguhkan dalam perbedaan adalah cara Tuhan saling melengkapkan diantara kita.

Epos Mahabarata itu ternyata juga berisi tentang kepemimpinan dan keteladanan; tetapi sayang semua itu kini tinggal di jagad pakeliran wayang. Sangat jarang para ahli tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang itu, sebab merasa lebih hebat jika bisa menggunakan milik orang asing. Mempelajari teori asing dalam dunia ilmu pengetahuan boleh-boleh saja karena ilmu pengetahuan itu bersifat universal, bahkan sangat dianjurkan; namun jangan lupa bahwa kita juga sebenarnya memiliki sendiri teori yang tidak kalah canggih. Dengan kata lain jangan sampai punya orang kita kuasai, punya sendiri dibuang. Orang bijak mengatakan “jangan sampai mengharap Elang yang terbang tinggi di awan, Punai ditangan dilepaskan”. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Tiga Mahasiswa Prodi Psikologi Universitas Malahayati, Raih Medali Emas dan Perak Ajang Kompetisi Akademik Nasional Hari Pancasila

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Selamat kepada Tim Mahasiswa Program Studi S1 Psikologi Universitas Malahayati Bandarlampung; Ade Rizka Prihatin (23370129), Shayla Fryliantika (23370102), Vannesa Ayang Fernada (23370111) yang berhasil meraih Medali Emas dan Perak Bidang Bahasa Indonesia pada kegiatan Kompetisi Akademik Nasional Hari Pancasila. Ajang ini  diselenggarakan oleh @olimpiadesiswa.id, Kota Balikpapan, pada 21-23 Juni 2024.

Kompetisi Akademik Nasional Hari Pancasila adalah sebuah acara kompetisi yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Kesadaran Nasional Pancasila, yang jatuh pada tanggal 1 Juni setiap tahunnya. Acara ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap nilai-nilai Pancasila di kalangan generasi muda Indonesia, serta sebagai wadah untuk menumbuhkan semangat kompetisi dan prestasi di bidang akademik.

Lomba bahasa Kompetisi Akademik Nasional Hari Pancasila @olimpiadesiswa.id, ini tidak hanya sebagai ajang untuk menunjukkan kemampuan bahasa, tetapi juga sebagai sarana pendidikan karakter dan pengembangan potensi peserta dalam mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan masyarakat. Lomba ini diselenggarakan secara online dan individu, diikuti banyak peserta secara nasional.

Ade Rizka Prihatin, peraih medali emas ini mengungkapkan bahwa ini pertama kalinya ia bisa mempersembahkan medali emas ini. “Saya sangat termotivasi dan terinspirasi oleh semangat kompetisi ini,” ungkapnya.

Ia berharap kedepannya ia dapat meraih juara lainnya. “Kedepannya saya akan mengikuti kompetisi lainnya dan menginginkan untuk kembali menjadi juara,” tegasnya.

Disisi lain, Syahla Fryliantika menceritakan kesannya mengikuti dan memenangkan lomba dengan raihan medali perak ini menjadi motivasi penuh untuknya. “Saya berharap kemenangan ini menjadi harapan dan motivasi bagi saya untuk meraih prestasi yang lebih besar pada lomba selanjutnya,” serunya.

Hal yang sama juga diungkapkan Vannesa Ayang Fernanda yang juga mendapatkan medali perak. “Alhamdulilah sangat bersyukur dapat memberikan prestasi dan membawa nama baik Universitas Malahayati di tingkat nasipnal pada jenjang perguruan tingg,” ucapnya.

Vannesa berharap untuk dirinya dan teman-teman mahasiswa lain agar terus rutin mengikuti lomba-lomba yang ada di tingkat nasional, agar kita bersama dapat menorehkan prestasi serta mengharumkan nama Universitas Malahayati. (gil)

Editor: Gilang Agusman

 

 

Rektor Universitas Malahayati Buka Loka Karya Pembelajaran Berbasis Outcome

Bandar Lampung (malahayati.ac.id): Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Achmad Farich, dr., MM, membuka kegiatan Loka Karya Pembelajaran Berbasis Outcome dan Berorientasi Komunitas Program Kompetisi Kampus Merdeka di Ruang Pertemuan Gedung Rektorat, Selasa, 23 Juli 2024.

Kegiatan diselenggarakan Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati Bandar Lampung. Hadir sebagai narasumber Prof. Dr. Een Yayah Haenilah, M.Pd dan Monica Eviandaru Madyaningrum, PhD.

Dalam sambutannya, Rektor Achmad Farich menekankan pentingnya pembelajaran berbasis outcome (OBE) di era digital ini untuk menyiapkan lulusan yang siap kerja. “Saat ini, perkembangan dunia menuntut kompetensi mahasiswa tidak hanya terpaku pada kemampuan utama atau konvensional, tetapi juga harus memiliki keahlian lainnya. Lulusan yang tidak siap akan tergilas oleh persaingan dunia kerja,” ujarnya.

Rektor Achmad Farich juga menyoroti perlunya fleksibilitas dalam proses belajar mengajar agar lulusan dapat beradaptasi dengan kebutuhan dunia kerja yang dinamis. “Jika kebutuhan kerjanya adalah influencer, maka mahasiswa juga harus menguasai bidang ini. Banyak soft skill yang belum dikuasai sedangkan hard skill yang dimiliki tidak dapat diaplikasikan di sebagian bidang kerja,” tambahnya.

Kegiatan ini diikuti oleh para dekan, kepala program studi, dan dosen di lingkungan Universitas Malahayati Bandar Lampung. Rektor berharap, materi yang disampaikan oleh para narasumber dapat menjadi pencerahan bagi para peserta.

Pembelajaran Berbasis Outcome adalah sistem pendidikan yang menitikberatkan pada pencapaian hasil akhir, di mana fokusnya tidak hanya pada materi yang harus diselesaikan, tetapi juga pada keterampilan yang relevan untuk menghadapi dunia kerja. (*)

 

Editor: Asyihin

Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Raih Akreditasi “Baik Sekali”

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Rektor dan Sivitas Akademika Universitas Malahayati Mengucapkan Selamat dan Sukses, serta memberikan apresiasi yang tinggi kepada: Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Atas Diraihnya Hasil AKREDITASI LAM PT-Kes Meraih Peringkat “BAIK SEKALI”. Berdasarkan Keputusan LAM-PTKes Nomor. 0477/ LAM-PTKes/Akr/Sar/VIl/2024, Jakarta 12 Juli 2024.

Klik di sini : Pendaftaran Online Mahasiswa Baru

Yuk, persiapkan diri kamu untuk bergabung bersama di Program Studi S1 Farmasi Universitas Malahayati. Caranya mudah, kamu bisa klik link Pendaftaran Mahasiswa Baru  atau datang langsung ke kampus Universitas Malahayati Bandarlampung.

Editor: Gilang Agusman

Horor Guru Honor

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Pada 15 Juli 2024  lalu semua sekolah di seantero negeri ini mulai kembali dengan kegiatannya. Di sana banyak tawa ria, tingkah lucu anak-anak bangsa dalam menjalani kehidupan baru di sekolah. Mereka bergembira ria, berwajah ceria. Semua mereka lakoni dengan penuh semangat. Saking semangatnya sampai emak-emak yang mengantarkan generasi penerus bangsa ini rela berdiri di pinggir pagar atau pintu gerbang sekolah berjam-jam. Mereka juga ikut larut akan kegembiraan putra-putrinya. Serasa baru kemarin si kecil digendong-gendong,  hari ini mereka harus “dilepaskan” ke pantai harapan masa depan dengan penuh hikmat.

Di pojok sana, ada beberapa orang “pahlawan tanpa tanda jasa” berlinang air mata menatap anak-anak bangsa. Mereka haru sedih karena harus berpisah dengan semua yang ada. Mereka terdepak dari muka kelas akibat datangnya tenaga baru yang berbaju P3K.

Baru saja mereka menerima Surat Keputusan “Pemecatan” dan mereka harus menerima nasib sebagai guru honor yang sudah tidak diperlukan lagi. Bertahun-tahun mereka menanti dengan penuh harap menunggu datangnya asa, sekalipun menerima upah tidak seberapa, mereka berjuang penuh dedikasi. Namun, harapan itu kini musnah akibat dari satu kebijakan yang “membunuh” harapan mereka.

Langkah gontai dengan linangan air mata. Mereka melepaskan baju seragam kebesaran yang mereka beli sendiri. Dengan mata nanar entah harus ke mana meniti nasib mengais rezeki. Sementara kemampuan hanya bisa mengajar, kemampuan lain entah apa yang bisa mereka perbuat karena mereka sendiri tidak tahu.

Program P3K yang semula diplesetkan dengan istilah “pertolongan pertama pada kecelakaan”, benar-benar membuat celaka bagi sebagian orang yang telah berjuang tanpa pamrih dengan upah seadanya. Sekarang betul-betul sudah tidak ada apa-apanya. Ibarat peribahasa “habis manis sepah dibuang” yang selama ini menjadi materi pembelajaran di muka kelas, sekarang justru menimpa diri mereka.

Mereka tidak lebih dari ban serep pada kendaraan, setelah pemiliknya bisa membeli ban baru, maka ban serep harus diganti, dan dibuang ketempat sampah. Terbayang dimuka sana gelapnya kehidupan ini, yang semula dilalui dengan routinitas dan semangat tinggi, sekarang terhempas bagai ombak memecah pantai.

Mata nanar menatap masa depan yang entah apa yang akan terjadi untuk diri dan keluarganya. Terbayang si kecil yang harus membeli susu tiap minggu, abangnya harus sekolah Taman Kanak-Kanak, dan anak tertua baru masuk Sekolah Dasar. Bumi terasa bergoyang, alam menjadi gelap. Entah apa yang harus dibuat untuk menyelamatkan mereka semua.

Tidak jauh dari sana ada ibu muda yang terdiam membisu. Hanya air mata yang mengalir deras di pipinya. Awal tahun lalu baru saja melangsungkan pernikahan dan sekarang sedang hamil mud. Terpaan tiba-tiba melanda, ekonomi yang belum tersusun karena suamipun juga guru honor; mereka berdua harus menerima pemecatan di tempat sekolah yang berbeda. Langit serasa runtuh harus ke mana nasib mengadu. Gelombang raksasa kehidupan melanda mereka sebagai pasangan muda. Ongkos untuk pulang pun hari itu tidak punya. Untuk makan siang hari ini pun belum terbayang. Hanya bisa berharap dari kasih Tuhan kepada diri mereka. Semoga ada malaikat penolong segera didatangkan. Tetapi entah kapan dan di mana.

Korban kebijakan yang tidak bijak ini seolah melanggengkan teori kapitalisme dalam pendidikan. Sumberdaya manusia tidak lebih sebagai mesin yang bisa diganti kapan saja sesuai selera dan kemauan global. Hak-hak dasar yang tercermin dalam “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”; hanya tinggal di uang hampa saat anak kelas lima harus menghafalnya dimuka kelas.

Organisasi profesi guru sudah lama mengingatkan agar pemerintah memprioritaskan mengangkat mereka dengan status yang lebih baik. Para ahli sudah menyuarakan di ruang-ruang seminar dan pertemuan, para cerdik pandai sudah mengingatkan lewat tulisan dari yang halus sampai yang kasar. Namun, semua hanya dianggap angin lalu.

Bisa dibayangkan terhuyung-huyungnya rumah tangga mereka, karena topangan selama ini ada walau tidak seberapa. Ternyata hari ini dan entah sampai kapan, mereka harus memulai hidup lagi dari nol. Ibarat orang tenggelam yang hanya bisa menggapai apa saja agar dirinya bisa hidup. Rumah tangga mereka terjerembab luluh lantak karena saka guru ekonomi mereka dirobohkan.

Tak ada lagi tawa, tak ada lagi gembira. Semua musnah bagai ditelan bumi. Tak satu pun petinggi negeri ini peduli dengan nasibnya. Jika ditanyakan, mereka hanya bisa angkat bahu dan membuka kedua telapak tangan pertanda tak berdaya. Saat kampanye mereka berharap kepada honorer, dengan alasan tidak ada aturan yang dilanggar. Begitu kemenangan didapat, lupa sudah akan janji, semua mereka mantan honorer harus mencari sendiri demi sesuap nasi. Menembus badai kehidupan menjalani horornya keadaan yang sering tidak bersahabat dengan mereka. Apakah ini akibat dari mengangkat menteri pendidikan yang tidak paham akan profesinya, entahlah itu bukan urusan mereka. Satu kata yang mereka harapkan ada jawaban adalah “bagaimana nasib mereka”.

Sekadar berandai-andai, bagaimana kalau pemerintah daerah membangun sekolah swasta milik Pemda dari TK sampai SLTA? Gurunya bisa diambil semua mantan honorer ini. Pengelolaannya menggunakan pola BUMD. Untuk jangka pendek memang masih memerlukan investasi. Namun, untuk jangka panjang sekolah ini diharapkan menjadi semacam sekolah unggulan milik Pemda yang jika ada margin keuntungan kelak di kemudian hari menjadi milik pendapatan asli daerah (PAD). Uang yang dihamburkan untuk kegiatan sosial yang tidak terukur dan tidak jelas kemanfaatannya, akan lebih baik jika dijadikan investasi peningkatan sumberdaya manusia, dengan memprioritaskan siswanya adalah anak-anak pegawai pemerintah daerah.

Bisa juga mendistribusikan mereka ke sekolah swasta yang membutuhkan. Sisanya bisa dipekerjakan pada Dinas Pendidikan setempat sambil menunggu waktu untuk peluang yang akan datang. Caranya, mereka dibuatkan pusat data sesuai keahlian. Kemudian diperbantukan kepada unit yang ada. Semua ini untuk menghargai mereka sebagai warga bangsa yang telah berjasa di dunia pendidikan. Penghargaan itu diberikan tidak harus menunggu matinya yang diberi, tetapi justru saat mereka masih hidup itu manfaatnya akan lebih besar.

Selanjutnya, organisasi profesi guru terbesar seperti PGRI dan  lainnya harus terus berjuang menyuarakan nasib mereka. Jangan kasih kendor agar pemerintah tidak salah dalam mengambil kebijakan. Sebab, selama ini kebijakan sering tidak dikaji terlebih dahulu dampaknya sampai di bawah. Yang ada hanya ingin cepat selesai masalahnya. Padahal, kebijakan yang diambil “menyelesaikan masalah dengan membuat masalah”.

Tentu pola seperti ini jika tidak ada pihak  untuk selalu cawe-cawe dikhawatirkan akan terus berulang. Sebagai contoh kebijakan sekolah gratis dengan memaksakan kapasitas daya tampung dan sistem zonasi yang kurang melibatkan sekolah swasta. Karena tidak dikaji dengan benar, justru banyak mematikan sekolah milik PGRI dan swasta lainnya.  Satu sisi sekolah negeri dipaksa siswanya berdesak-desakan, sementara sekolah swasta mati secara perlahan.

Tampaknya kita mulai menjadi orang asing di negeri sendiri, karena dari ideologi, kebijakan, bahkan kebijaksanaan semua sudah tergerus dari negeri ini. Sampai-sampai ruang kelas dianggap demplot tanaman. Baik guru maupun siswa bisa dicabut kapan saja dengan cara apa saja. Mereka yang menolak akan ditinggalkan di pinggir jalan untuk selanjutnya menikmati kematiannya.

Sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang adil dan beradab,  entah sudah pergi ke mana. Guru honor tidak perlu dikasihani, tetapi mereka perlu dicarikan solusi. (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Rektor Universitas Malahayati Kunjungi Bapperida Tanggamus Bahas Lokus KKL PPM 2024

TANGGAMUS (malahayati.ac.id): Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Achmad Farich, dr., MM., mengunjungi Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida) Kabupaten Tanggamus pada Jumat, 19 Juli 2024.

Kunjungan ini bertujuan untuk menentukan lokasi kegiatan Kuliah Kerja Lapangan Pembelajaran Pengabdian Masyarakat (KKL PPM) Universitas Malahayati tahun 2024.

Kunjungan diterima langsung Plt. Kepala Bapperida Tanggamus, Feri Septiawan, SE., MM, bersama perwakilan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Tanggamus, Bagian Kerjasama Setda Tanggamus, Plh. Kepala Bidang Riset dan Inovasi Daerah, serta para perwakilan camat dari kecamatan Gisting, Sumberejo, Semaka, dan Wonosobo.

Feri Septiawan menyatakan bahwa isu stunting masih menjadi prioritas di Indonesia, termasuk di Kabupaten Tanggamus.

“Prevalensi stunting di Tanggamus terus mengalami penurunan, menunjukkan kinerja yang baik. Pada tahun 2021, prevalensi stunting mencapai 25 persen, turun menjadi 20,40 persen pada tahun 2022, dan 12,68 persen pada tahun 2023. Harapannya, pada akhir tahun 2024, prevalensi stunting dapat turun. menjadi 10,25 persen,” ujar Feri.

Penanganan stunting di Tanggamus tahun ini akan difokuskan pada isu-isu sensitif seperti sanitasi dan air bersih, berdasarkan hasil survei di beberapa daerah yang menunjukkan penurunan prevalensi stunting secara signifikan.

Dr. Achmad Farich dalam sambutannya menyatakan bahwa stunting bukanlah masalah sederhana dan membutuhkan penanganan dalam jangka panjang.

“Stunting merupakan dampak dari perilaku kesehatan keluarga yang sudah terjadi sebelumnya, sehingga memerlukan proses yang lama untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam penanganannya,” kata Dr. Achmad Farich.

“Universitas Malahayati dalam penanganan stunting tidak hanya menyasar ibu hamil dan bayi, namun juga fokus memberikan edukasi kepada kepala keluarga untuk mencegah stunting,” tambahnya.

Melihat kemampuan penurunan prevalensi stunting yang signifikan di Tanggamus, rektor berharap keberadaan mahasiswa Universitas Malahayati dapat memberikan dukungan positif dalam penurunan prevalensi stunting pada tahun 2024.

Program KKL PPM Universitas Malahayati pada tahun 2023 dilaksanakan di Kecamatan Gisting dan Sumberejo, dan tahun ini akan mencakup Kecamatan Semaka, Wonosobo, Gisting, dan Sumberejo dengan partisipasi 583 mahasiswa pada tanggal 5 Agustus hingga 5 September 2024.

Hadir mendampingi rektor antara lain Wakil Rektor 4 Bidang Kerjasama Suharman, Drs., M.Pd., M.Kes., Ketua LPPM, Prof. Erna Listyaningsih, SE, M.Si., Ph.D., Ketua LPMI Dr. Dessy Hermawan, S.Kep., Ns., M.Kes, Wakil Ketua LPMI Prima Dian Furqoni, S.Kep., Ns.,M.Kes., Ketua MBKM Aditia Arief Firmanto, SH, MH, Ketua KKLPPM Marcelly wardana, ST ., MT, Wakil Ketua KKLPPM Ahmad sidiq, ST.,MT, Ketua Humas Emil Tanhar, S.Kom, serta Tim Malahayatinews Gilang Agusman dan Esti Ambarwati, SE. (*)

Redaktur : Asyihin

Universitas Malahayati Bandar Lampung dan Penerbit Erlangga Gelar Workshop Penyusunan Buku

Bandar Lampung (malahayati.ac.id): Universitas Malahayati Bandar Lampung bersama Penerbit Erlangga mengadakan workshop penyusunan buku di gedung rektorat Universitas Malahayati, Kamis, 18 Juli 2024.

Acara ini menghadirkan Rizal Pahlevi Hilabi, Chief Editor Buku Perguruan Tinggi Penerbit Erlangga, sebagai narasumber dan diikuti 40 dosen dari 20 program studi Universitas Malahayati.

Workshop dibuka Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Achmad Farich, dr., M.M. Dalam sambutannya, Rektor Achmad Farich menyatakan pentingnya menulis buku bagi para dosen. Dalam mengajar, tentunya dosen harus memiliki buku sebagai panduan. Maka dari itu, sangat diharapkan para dosen bisa menulis buku sendiri

“Semoga acara ini dapat membangkitkan semangat para dosen untuk menulis buku,” ucapnya.

Menurut rektor, menulis buku ini bukanlah hal yang mudah sehingga butuh kemauan yang kuat.

“Walaupun saat ini sudah ada Artificial intelligence (AI) yang bisa membantu dalam mempermudah penulisan buku, namun jika berkaitan dengan karya ilmiah tidak bisa menjadi acuan karena butuh pemahaman yang mendalam dari si penulis.

Rektor juga berharap kehadiran Penerbit Erlangga dapat menambah wawasan para dosen dalam penulisan buku. “Semoga pengetahuan hari ini dapat di-share kepada dosen-dosen yang tidak hadir,” tambahnya.

Kepala Depo Lampung Penerbit Erlangga, Linggom Napitupulu, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Erlangga telah berdiri selama 72 tahun dan memiliki 21 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia hingga Papua.

“Semoga kegiatan ini menambah semangat bapak-ibu dosen untuk membuat dan menulis buku. Jika buku ibu nanti terbit di Erlangga, buku bapak-ibu bisa tersebar ke penjuru Indonesia,” kata Linggom. (*)

 

Editor: Asyihin

 

 

Mikul Duwur Mendem Jero

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Pada saat membagikan tulisan yang terbit di media online kepada salah seseorang yang penulis amat sangat hormati, yaitu Maha Guru Doktor Muklis Paeni, seorang sejarawan yang saat mahasiswa menjadi bimbingan Doktor Taufik Abdullah, sejarawan dan tokoh ilmu-ilmu sosial pada zamannya, sengaja penulis menggunakan diksi Maha Guru karena beliau terlalu kecil kalau dipanggil dengan label profesor atau guru besar walaupun itu gelar formalnya; apalagi gelar itu sekarang sedang mengalami banyak persoalan karena ulah segelintir oknum yang ingin mengail di air keruh.

Beliau pernah menjadi direktur Lembaga Pusat Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial di Universitas Hasanuddin, dan salah satu muridnya adalah penulis. Beliau menjadi dosen tamu di banyak negara, juga pernah memangku sejumlah jabatan penting di bidang kebudayaan dan berfilman, serta sejumlah jabatan bergengsi lainnya. Sang Maha Guru meminta penulis untuk membeberkan judul di atas yang pada masa orde baru digeser artinya oleh Soeharto guna meredupkan pengaruh Soekarno; dan bagaimana dikaitkan dengan kondisi sekarang.

Sebelum lebih jauh membahasnya, kita telusuri terlebih dahulu apa makna dari “Mikul duwur mendem jero” itu secara konseptual. Berdasarkan penelusuran digital ungkapan “mikul duwur mendem jero” dalam bahasa Jawa memiliki makna yang sangat mendalam dan mengandung nilai-nilai moral serta kearifan lokal. Secara harfiah, “mikul duwur” berarti “mengangkat tinggi” dan “mendem jero” berarti “mengubur dalam-dalam”.

Makna keseluruhan dari ungkapan ini adalah: Mikul Duwur : mengangkat tinggi harkat, martabat, dan nama baik leluhur atau orang tua. Ini berarti menghormati, menjaga, dan memuliakan nama baik serta segala kebaikan yang telah diwariskan oleh mereka. Dalam kehidupan sehari-hari, ini bisa diartikan sebagai usaha untuk menjaga nama baik keluarga dengan berperilaku baik dan berprestasi.

Mendem Jero : mengubur dalam-dalam segala aib, kesalahan, atau kekurangan dari leluhur atau orang tua. Artinya, kita tidak mengungkapkan atau menyebarluaskan hal-hal negatif atau memalukan yang mungkin pernah dilakukan oleh mereka. Hal ini menunjukkan rasa hormat dan menjaga kehormatan keluarga.

Secara umum, ungkapan ini mengajarkan kita untuk selalu menghormati dan memuliakan leluhur atau orang tua, atau orang yang dituakan, serta menjaga nama baik keluarga dengan berperilaku baik dan bijaksana, sambil tetap menutupi dan tidak mengungkapkan hal-hal negatif yang bisa merusak kehormatan keluarga dan atau lembaga.
Namun sayangnya prinsip ajaran moral ini pernah digesermaknakan oleh Soeharto kepada Soekarno.

Penyimpangan ajaran “mikul duwur mendem jero” oleh Soeharto kepada Soekarno bisa dilihat dalam sejarah beberapa tindakan yang diambil oleh Soeharto selama masa transisi kekuasaan dari Soekarno ke dirinya. Ajaran “mikul duwur mendem jero” mengharuskan seseorang untuk menghormati, memuliakan, dan menjaga nama baik leluhur atau pendahulu, serta menutupi kesalahan atau kekurangan mereka. Namun, dalam konteks sejarah Indonesia, beberapa tindakan Soeharto terhadap Soekarno dianggap tidak sejalan dengan prinsip ini.

Degradasi dan penahanan Soekarno, setelah Soeharto mengambil alih kekuasaan pada tahun 1967, Soekarno ditempatkan dalam tahanan rumah. Soekarno mengalami penurunan drastis dalam status dan pengaruh politiknya, yang bertentangan dengan prinsip “mikul duwur” yang seharusnya menghormati dan memuliakan pendahulu. Soekarno dieliminasi secara fisik maupun sosial dari lingkungan bahkan keluarganya.

Pembersihan sejarah pada masa orde baru, banyak upaya dilakukan untuk menggambarkan Soekarno dalam cahaya negatif. Ini bertentangan dengan prinsip “mendem jero”, yang mengharuskan menutupi atau setidaknya tidak mengungkapkan aib pendahulu secara terbuka.

Penghapusan warisan Soekarno: hal ini menunjukkan ketidaksediaan untuk menjaga dan menghormati warisan apapun dari Soekarno. Upaya menjauhkan Soekarno dari rakyatnya dengan mengeliminasi hubungan sosialnya dengan alasan menjaga kesehatan. Dan, memakamkan Soekarno di tempat yang jauh agar tidak terjangkau oleh pengagumnya dengan meng-kamuflase dengan alasan agar dekat dengan keluarganya.

Tindakan-tindakan ini menunjukkan penyimpangan dari ajaran “mikul duwur mendem jero”, karena Soeharto tidak hanya gagal menghormati dan memuliakan Soekarno, tetapi juga secara aktif berusaha mengurangi pengaruh dan warisan pendahulunya. Terlepas pandangan ini ada yang setuju ada yang tidak, hal tersebut adalah sah-sah saja, karena kita bebas menentukan sudut pandang mana yang kita ambil. Namun yang paling penting adalah saling menghormati atas perbedaan sudut pandang tadi.

Padahal sejarah mencatat bahwa sesungguhnya ajaran “mikul duwur mendem jero”  telah menjadi bagian integral dari budaya Jawa sejak lama dan mencerminkan nilai-nilai moral yang mendalam yang dihormati dalam kehidupan sosial masyarakat. Pada era masa lalu, ajaran ini diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam keluarga, masyarakat, dan pemerintahan.

Dalam Keluarga; Penghormatan kepada Orang Tua dan Leluhur: Anak-anak diajarkan untuk selalu menghormati orang tua dan leluhur mereka. Ini berarti mendengarkan nasihat mereka, menjaga nama baik keluarga, dan merawat mereka di usia tua. Kebaikan dan prestasi orang tua atau leluhur selalu diingat dan dihargai, sementara kekurangan atau kesalahan mereka tidak diungkapkan atau dibesar-besarkan.

Penerusan Nilai dan Tradisi: Nilai-nilai, adat istiadat, dan tradisi yang baik diwariskan dari generasi ke generasi. Setiap anggota keluarga bertanggung jawab untuk menjaga dan melanjutkan warisan ini.

Dalam Masyarakat; Kepemimpinan dan Kearifan Lokal: Pemimpin masyarakat diharapkan menghormati pendahulunya, meneruskan kebijakan yang baik, dan menghargai jasa-jasa mereka. Kesalahan atau kekurangan pendahulu tidak diungkapkan secara publik, melainkan diselesaikan secara internal untuk menjaga keharmonisan dan martabat masyarakat.

Gotong Royong dan Solidaritas: Nilai “mikul duwur mendem jero” juga diterapkan dalam semangat gotong royong. Setiap individu berusaha untuk mengangkat harkat dan martabat komunitas mereka dan saling membantu untuk mencapai kesejahteraan bersama. Aib atau masalah pribadi yang dapat mencemarkan nama baik komunitas diselesaikan secara bijaksana dan tidak diumbar ke luar.

Dalam Pemerintahan. Penerusan Kebijakan dan Pembangunan: Pemerintah pada masa lalu diharapkan untuk melanjutkan kebijakan dan program yang baik dari pendahulunya, serta menghormati jasa-jasa pemimpin sebelumnya. Kritik terhadap pemimpin terdahulu dilakukan dengan cara yang hormat, santun dan tidak merusak reputasi mereka.

Pendidikan dan Penanaman Nilai: Nilai-nilai “mikul duwur mendem jero” diajarkan di lembaga pendidikan dan diterapkan dalam pendidikan karakter, sehingga generasi muda memahami pentingnya menghormati dan menjaga warisan budaya serta moral.

Ajaran “mikul duwur mendem jero” pada era masa lalu menjadi panduan moral yang menjaga keharmonisan dan kehormatan dalam keluarga, masyarakat, dan pemerintahan. Nilai ini mengajarkan pentingnya menghormati, memuliakan, dan menjaga warisan baik dari pendahulu, sekaligus menutupi dan tidak mengungkapkan kesalahan atau kekurangan mereka secara publik. Dengan demikian, ajaran ini berperan dalam membentuk tatanan sosial yang harmonis dan penuh rasa hormat.

Walau tampaknya akhir-akhir ini tidaklah demikian, banyak kita jumpai pergantian kepemimpinan baik lokal maupun nasional, sering diwarnai penindakan terhadap masa sebelumnya. Bahkan tidak segan-segan untuk memberangus apa saja yang berbau masa lampau, sekalipun pengorbanan masa lampau itu sudah memakan biaya tidak sedikit. Ini terbukti banyak proyek-proyek ideal masa lalu yang menjadi mangkrak hanya karena ketidaksukaan akan orang yang digantikan.

Dapat kita inventarisir dari tingkat nasional, provinsi sampai kabupaten, kita jumpai banyak hal setiap pergantian kepemimpinan, berganti pula proyek mercusuarnya. Kita tunggu saja nanti apakah hal yang sama akan dilakukan oleh pemerintahan baru negeri ini kepada pendahulunya, tentu saja dengan segala macam alasan rasionalitas yang dapat disusun secara rapi dan seolah-olah rasional. Orang bijak mengatakan; saat kita menyampaikan kebenaran, maka kita akan menemukan dua reaksi yang berbeda; mereka yang bijak akan merenung, sementara mereka yang bodoh akan tersinggung. Memang sulit meyakinkan lalat bahwa bunga itu jauh lebih indah dari pada sampah. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Universitas Malahayati dan Kanwil Kemenkumham Lampung Tandatangani MoU tentang Sistem Kekayaan Intelektual

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan pelayanan di bidang Sistem Kekayaan Intelektual di Provinsi Lampung, diperlukan koordinasi, kerja sama, dan sinergi yang erat antara Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Lampung dengan perguruan tinggi. Salah satu langkah nyata dari upaya tersebut adalah penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) tentang Sistem Kekayaan Intelektual antara Kanwil Kemenkumham Lampung dan Universitas Malahayati Bandarlampung. Selasa (16/7/2024).

Kegiatan penandatanganan MoU ini dilaksanakan di Institut Bisnis dan Informatika Darmajaya. Dalam kegiatan tersebut, Universitas Malahayati diwakili oleh Rektor, Dr. Achmad Farich, dr., MM, didampingi Ka,Bag Humas dan Protokol, Emil Tanhar, S,Kom, dan Ka.Bag Kerjasama. Sedangkan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Lampung diwakili oleh Agvirta Armilia Sativa, S.H., M.H., selaku Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM.

Penandatanganan MoU ini diharapkan dapat memperkuat sinergi antara kedua institusi dalam mengembangkan pemahaman dan implementasi Sistem Kekayaan Intelektual di Provinsi Lampung. Kerja sama ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan, serta memberikan edukasi dan bimbingan kepada masyarakat, akademisi, dan pelaku industri terkait pentingnya perlindungan dan pemanfaatan kekayaan intelektual.

Dr. Achmad Farich, dr., MM selaku Rektor Universitas Malahayati, dengan bangga menyambut penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) tentang Sistem Kekayaan Intelektual antara Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Lampung dengan Universitas Malahayati. “Kolaborasi ini menandai langkah penting dalam memperkuat pemahaman dan pelayanan di bidang kekayaan intelektual, serta akan memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan inovasi di Provinsi Lampung,” ujar Rektor.

Rektor juga menegaskan, bahwa Universitas Malahayati  siap untuk bekerja sama secara aktif dengan Kanwil Kemenkumham Lampung untuk mencapai tujuan bersama dalam perlindungan dan pemanfaatan kekayaan intelektual secara efektif dan berkelanjutan.

Sementara itu, Agvirta Armilia Sativa, S.H., M.H., menambahkan bahwa kerjasama ini merupakan langkah strategis dalam meningkatkan kualitas pelayanan hukum khususnya di bidang kekayaan intelektual di Lampung. “Kami sangat antusias dengan MoU ini, karena ini akan membuka banyak peluang untuk pengembangan inovasi dan kreativitas di kalangan akademisi dan masyarakat luas. Kami siap mendukung penuh setiap upaya yang akan dilakukan bersama Universitas Malahayati untuk mencapai tujuan ini,” ungkap Agvirta Armilia Sativa dalam sambutannya.

Kedua belah pihak berharap dapat menjadi awal dari berbagai program dan kegiatan yang bermanfaat dalam rangka mendukung kemajuan sistem kekayaan intelektual di Provinsi Lampung, yang pada akhirnya akan mendorong inovasi dan kreativitas di berbagai sektor. Dengan adanya kerjasama ini, diharapkan Lampung dapat menjadi salah satu daerah yang unggul dalam pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan intelektual di Indonesia. (gil/humasmalahayatinews)