Masalah

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Doktor Herdian memposting di line media masanya guyonan ala Gus Dur, yang nama lengkapnya Abdul Rahman Wahid mantan Presiden dan juga ulama besar Indonesia pada masanya; isi guyonan itu jika dideskripsikan sebagai berikut: …..”hanya ada dua masalah di dunia ini….pertama…. masalah yang dapat diselesaikan,..ini tidak perlu dipikirkan karena bisa diselesaikan dan itu berarti tidak dapat disebut masalah…….Kedua,….. masalah yang tidak dapat diselesaikan,……karena tidak dapat diselesaikan……… maka tidak perlu dipikirkan untuk diselesaikan karena akan menghabiskan waktu saja….”

Sepintas guyonan itu hanya untuk memancing tertawa saja, tetapi sejatinya ada hal yang esensial ingin disampaikan melalui guyonan itu. Untuk menelusurinya pertama kita harus menemukenali apa sejatinya “masalah”, karena setiap kita tentu pernah mendapatkan masalah. Bagi mereka yang pernah belajar Metodologi Penelitian tentu sudah biasa mendengar pertanyaan apa masalahya, dan apa yang disebut masalah, serta apa bedanya dengan permasalahan.

Dikutip dari berbagai sumber menyatakan bahwa, pengertian masalah adalah situasi atau kondisi yang mengandung kesulitan atau ketidakpastian yang memerlukan pemecahan atau penyelesaian. Masalah seringkali muncul ketika ada perbedaan antara keadaan yang diharapkan dengan kenyataan yang terjadi, atau ada kesenjangan antara harapan dengan kenyataan; dan situasi ini menuntut adanya tindakan untuk mencapai tujuan atau hasil yang diinginkan.

Masalahnya sekarang adalah semua bermasalah, tetapi justru itu dianggap tidak masalah; manakala kita mempersoalkan itu masalah, justru kitanya yang bermasalah.
Bisa jadi sebenarnya bukan masalah, tetapi jika tidak ada masalah, justru akan bermasalah. Maka dibuatlah sesuatu itu bermasalah, atau menjadikannya masalah.

Dengan demikian sejatinya dalam kehidupan ini kita tidak bisa menghindar dari masalah, karena hidup sendiri adalah masalah. Tanpa masalah maka hidup ini tidak akan hidup, yang penting bagaimana menemukenali masalah itu untuk dapat diselesaikan; sekalipun penyelesaian masalah itu juga bibit dari akan timbulnya masalah baru.

Pernyataan terakhir ini sering orang menyebutnya dengan dialektika; dan hidup ini adalah pergerakan dari dialektika itu, menurut paham ini. Untuk itu kita boleh beda pendapat dan sah- sah saja; sebab perbedaan pendapat sejatinya berawal dari perbedaan tafsir, dan tafsir ini berbeda karena perbedaan sudut pandang.

Persoalannya sekarang adalah kita sebagai rakyat sudah capek dengan sejuta masalah; dan anehnya setiap selesai Pemilian Umum, rakyat mentengarai selalu timbul berjuta masalah. Terakhir dari pemilihan umum yang baru saja berakhir, justru menyisakan sejumlah masalah, yang semuanya menekan kebawah. Siapapun pemenangnya seolah hanya ada dua pilihan dalam mencari penyelesaian masalah yang berkaiatan dengan dana untuk menggerakkan roda ekonomi negeri. Pilihan pertama meningkatkan jumlah pinjaman luar negeri; pilihan kedua, menaikkan pajak. Bahkan kedua pilihan itu bisa jadi dilaksanakan secara bersamaan, dan simultan.

Pada masa lalu pinjaman luar negeri dibahasahaluskan menjadi “bantuan luar negeri”; puncaknya negeri ini kolaps pada tahun 1998; dan ini merupakan pengulangan kondisi pada tahun 1966 sebelumnya yang membawa ekonomi negeri ini hancur-hancuran. Karena pada waktu itu sanering besar-besaran terjadi dengan “mengantikan” nilai rupiah dari seribu rupiah menjadi satu rupiah.

Sementara sekarang rakyat juga dihadapkan pada program-program yang juga memberikan penekanan pada aspek peningkatan pajak, dan meningkatkan pinjaman luar negeri untuk membayar janji pemilu. Seolah jargon menyelesaikan masalah dengan masalah, mendapatkan pembenaran. Teori memecahkan masalah dengan masalah, atau lebih dikenal sebagai Teori Heuristik, memiliki akar yang panjang dalam sejarah pemikiran manusia. Teori ini pada dasarnya melibatkan penggunaan solusi sementara atau pendekatan yang tidak konvensional untuk memecahkan masalah yang sulit, dengan cara yang mungkin tidak langsung tetapi efektif.

Algoritma yang menggunakan prinsip memecahkan masalah dengan masalah, atau dikenal sebagai algoritma heuristik, sering digunakan dalam situasi di mana solusi optimal sulit atau tidak mungkin ditemukan dalam waktu yang wajar. Algoritma heuristik ini memanfaatkan berbagai pendekatan untuk mencari solusi mendekati optimal dalam waktu yang wajar. Mereka sangat berguna dalam masalah-masalah yang terlalu kompleks untuk diselesaikan dengan metode eksak dalam waktu yang terbatas.

Meskipun solusi yang ditemukan mungkin tidak selalu optimal, mereka sering kali cukup baik dan praktis untuk digunakan dalam banyak situasi dunia nyata. Jadi pilihan untuk menaikan pajak dan menambah jumlah hutang luar negeri, jika pendekatan algoritma heuristik yang dipakai, menjadikan keputusan itu wajar. Masalahnya sekarang tinggal kita sebagai rakyat akankah tercekik dua kali dalam menjalani hidup ini. Ibarat pepatah mengatakan “salah melangkah di awal, menjadikan jauh akan tujuan”; semoga kita semua masih diberi waktu untuk dapat menemukan jalan kembali.

Editor: Gilang Agusman

Fitri Nofiana Fransiska Mahasiswa Universitas Malahayati, Raih Medali Perak Ajang Olimpiade Sains Tingkat Nasional 2024

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Selamat kepada Fitri Nofiana Fransiska ( 23140037) Mahasiswa Prodi S1 Teknik Lingkungan Universitas Malahayati  yang berhasil meraih Medali Perak pada ajang Olimpiade Sains Tingkat Nasional bertajuk “Olimpiade Sains Hardiknas (OSH) 2024. Acara ini diselenggarakan oleh Pusat Kejuaraan Sains Nasional (Puskasnas.id) di Yogyakarta, 28 Mei 2024.

Olimpiade Sains Hardiknas (OSH) adalah sebuah kompetisi ilmiah tingkat nasional di Indonesia yang diadakan setiap tahun dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). OSH bertujuan untuk mendorong minat dan bakat siswa dalam bidang sains, matematika, dan teknologi.

OSH juga sering kali menjadi wadah untuk mengidentifikasi dan mendukung bakat-bakat muda di bidang sains dan teknologi di Indonesia. Adanya OSH juga menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dengan memberikan tantangan dan pengalaman belajar yang berbeda bagi para peserta.

Fitri mengungkapkan rasa syukur, senang, dan bangga atas hasil yang ia peroleh. “Walaupun mendapatkan Predikat A dan meraih medali Perak, ini adalah kesan yang membanggakan di tahun ini,” ungkapnya.

Lebih lanjut Fitri menceritakan, dalam lomba itu ia mengerjakan beberapa soal essay, pilihan ganda, cerita pendek dalam waktu yang telah ditentukan oleh penyelenggara. “Saya memilih untuk mengikuti lomba Bahasa Indonesia, karena mata pelajaran itu memang saya minati sejak masih duduk di SMK,” ujarnya.

“Bahasa Indonesia juga merupakan mata pelajaran yang saya dalami, seperti cerita pendek, menulis puisi, sampai karya sastra,” lanjutnya.

Tak Lupa ia mengucapkan terimakasih kepada Universitas Malahayati dan Prodi Teknik Lingkungan yang telah mensupportnya dalam ajang lomba ini. “Semoga keberhasilan ini dapat memacu semangat teman-teman untuk lebih berani mengikuti kompetisi-keompetisi di bidang sains atau lomba lainnya,” tambahnya.

Fitri juga berharap agar kedepannya ia dapat mengembahkan bakat dan minat yang dimilikinya. “Semoga saya mampu unutuk meraih prestasi-prestasi yang membanggakan dan menjadi pribadi yang lebih semangat, kreatif dan berani,” tandasnya.

Editor: Gilang Agusman

Selamat Ulang Tahun Ke-42 LLDIKTI Wilayah 2 “Kuatkan Integritas untuk Layanan yang Berkualitas”

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Rektor dan Sivitas Akademika Universitas Malahayati Bandarlampung mengucapkan selamat ulang tahun ke-42 LLDIKTI Wilayah 2 “Kuatkan Integritas untuk Layanan yang Berkualitas”. Perayaan ini adalah tonggak penting yang menandai 42 tahun dedikasi dan kontribusi luar biasa dalam dunia pendidikan tinggi di wilayah ini.

Dalam empat dekade lebih, LLDIKTI Wilayah 2 telah menjadi pilar utama dalam mengarahkan dan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi, serta membantu mengembangkan potensi mahasiswa dan tenaga pendidik. Prestasi ini tidak hanya mencerminkan kerja keras dan komitmen, tetapi juga visi yang tajam untuk menciptakan masa depan pendidikan yang lebih baik.

Semoga momentum ini menjadi kesempatan untuk merayakan pencapaian yang telah dicapai, serta menjadi inspirasi untuk terus berinovasi dan menghadirkan perubahan positif di masa depan. Selamat ulang tahun yang ke-42, LLDIKTI Wilayah 2! Semoga sukses selalu dalam misi mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Editor: Gilang Agusman

Program Studi S1 Farmasi Universitas Malahayati Raih Akreditasi “Baik Sekali”

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Rektor dan Sivitas Akademika Universitas Malahayati Mengucapkan Selamat dan Sukses, serta memberikan apresiasi yang tinggi kepada: Program Studi S1 Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Atas Diraihnya Hasil AKREDITASI LAM PT-Kes Meraih Peringkat “BAIK SEKALI” Berdasarkan Keputusan LAM-PTKes Nomor. 0339/ LAM-PTKes/Akr/Sar/V/2024 Tanggal 30 Mei 2024.

Klik di sini : Pendaftaran Online Mahasiswa Baru

Yuk, persiapkan diri kamu untuk bergabung bersama di Program Studi S1 Farmasi Universitas Malahayati. Caranya mudah, kamu bisa klik link Pendaftaran Mahasiswa Baru  atau datang langsung ke kampus Universitas Malahayati Bandarlampung.

Editor: Gilang Agusman

Mati Kok Lampu

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Beberaapa waktu lalu pagi menjelang siang di ruang kerja sedang mencermati layar laptop dalam rangka menyiapkan artikel untuk diterbitkan pada media yang kita sedang baca ini, tiba-tiba tanpa peringatan dini lampu penerang gedung mati mendadak. Basanya hal ini tidak berlangsung lama. Namun kali ini cukup memakan waktu, karena mesin pembangkit listrik lembaga difungsikan. Itu penanda mati listrik PLN akan memakan waktu lama.

Betul saja ternyata; sampai pulang dikompeks perumahan-pun listrik tetap tidak menyala. Di sana tampak keaslian tempramen manusia sebagaimana warna aslinya. Ada yang mengeluh berkepanjangan karena kepanasan sambil berkipas membuka baju setengah badan, ada yang asyik bermain dengan keluarga, ada yang ngobrol bareng tetangga, dan masih banyak lagi. Perilaku yang selama ini tidak pernah muncul dipermukaan, justru dengan kematian listrik semua menjadi tampak warna aslinya.

Lalu apa yang menjadi menarik untuk dideskripsikan sehingga dapat diambil sebagai pembelajaran. Ternyata matinya listrik karena gangguan yang cukup lama itu menunjukkan banyak hal kepada kita untuk dapat diambil sebagai hikmah , paling tidak ada dua hal besar yaitu: Pertama, kita melihat sifat asli pribadi-pribadi dalam menghadapi persoalan yang tidak menyenangkan.

Kedua, kita dapat melihat begitu sangat tergantungnya manusia saat ini terhadap energi, dalam hal ini listrik; bahkan menduduki setara dengan papan, sandang, dan pangan. Sekaligus ketergantungan ini menunjukkan betapa pentingnya listrik dalam mendukung fungsi-fungsi dasar dan kenyamanan dalam kehidupan modern. Krisis listrik atau pemadaman listrik dapat menyebabkan gangguan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan dan ekonomi. Bahkan ada teman seorang ekonom mencoba menghitung dan mengkalkulasi berapa kerugian perputaran ekonomi saat kematian listrik yang lebih dari duabelas jam; hasilnya mencengangkan, diperoleh angka delapan belas digit.

Selanjutnya biarkan mereka yang berkepentingan untuk menghitungnya, lalu apa yang menarik untuk dibahas. Listrik secara fisik yang mati membuat semua kita mengalami persoalan dalam melakoni kehidupan. Bagaimana jika yang mati itu listrik yang ada dalam diri kita yaitu “hati nurani”; bisa dibayangkan kesulitan yang akan kita jumpai. Tampaknya kematian hati nurani itu semakin hari semakin menggejala, dan ini melanda siapapun kita, tidak perduli pejabat atau rakyat jelata.

Apa itu hati nurani ? Secara singkat, hati nurani adalah mekanisme internal yang membantu seseorang menentukan tindakan yang benar dan salah berdasarkan moral dan etika pribadi. Hati nurani adalah konsep yang merujuk pada suara batin atau perasaan moral seseorang yang membimbing mereka untuk membedakan antara yang benar dan yang salah. Secara umum, hati nurani dianggap sebagai kompas internal yang membantu seseorang membuat keputusan moral berdasarkan keyakinan, nilai-nilai, dan prinsip-prinsip etis yang mereka pegang.

Beberapa aspek penting dari hati nurani: Pertama, Moral dan Etika: Hati nurani seringkali dipahami sebagai panduan internal yang membantu seseorang memahami dan mengevaluasi tindakan mereka dari sudut pandang moral dan etis. Kedua, Internal dan Personal: Hati nurani bersifat sangat pribadi dan individual. Apa yang dirasakan benar atau salah oleh satu orang mungkin berbeda dengan orang lain, tergantung pada latar belakang, pendidikan, dan pengalaman hidup mereka.

Ketiga, Kesadaran Diri: Hati nurani juga berkaitan dengan kesadaran diri seseorang mengenai tindakannya. Ini termasuk kemampuan untuk merasakan penyesalan atau rasa bersalah ketika melakukan sesuatu yang dianggap salah menurut standar moral pribadi maupun pada umumnya. Keempat, Pengaruh Lingkungan: Meskipun hati nurani bersifat internal, ia dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti pendidikan, budaya, agama, dan lingkungan sosial. Kelima, Pengambilan Keputusan: Dalam proses pengambilan keputusan, hati nurani memainkan peran penting dengan memberikan dorongan atau peringatan batin yang membantu seseorang memilih tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai moral mereka.

Padamnya listrik sudah begitu terasa dampaknya kesemua lini kehidupan, lalu; jika yang padam hati nurani; betapa menderitanya bangsa ini. Karena semua kita kehilangan suluh keilahian yang memberi penerang dalam mengambil keputusan. Siapapun kita akan dibuat menderita berkepanjangan, karena sekali saja kita mengabaikan pertimbangan hati nurani; maka dampak iringnya akan memakan waktu yang tidak sebentar.

Lebih parah lagi jika itu melanda mereka yang berada pada posisi memimpin. Tentu saja akibat yang ditimbulkan akan lebih fatal lagi. Karena semua keputusan yang diambil akan kehilangan roh keilahian, yang berupa tata nilai, kepatutan, kelayakan, keadilan, kebersamaan, dan masih banyak lagi sifat-sifat mulia yang seharusnya melekat kepada semua keputusan yang diambil.

Jabatan boleh berganti, bahkan berseri; namun semua menjadi kehilangan makna jika semua itu membuat menderitanya orang lain, karena disebabkan oleh matinya hati nurani. Kehidiran yang tidak dapat menghadirkan adalah merupakan malapateka bagi kehidupan bersama.

Editor: Gilang Agusman

Qholik Mawardi Mahasiswa Universitas Malahayati, Catatkan Prestasi Pada Ajang Duta Bahasa dan Solo Song Competition

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Selamat kepada Qholik Mawardi (22410059) Mahasiswa rodi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati yang berhasil Menjadi Duta Bahasa Terpilih 2024 Provinsi Lampung. Ajang Pemilihan Duta Bahasa Provinsi Lampung ini diselenggarakan oleh Kantor Bahasa Provinsi Lampung & Ikadubas Lampung, yang berlangsung di Hotel Novotel. Sabtu (18/5/2024).

Ajang Pemilihan Duta Bahasa Provinsi Lampung 2024 adalah sebuah kompetisi yang diselenggarakan untuk mencari duta yang mampu menjadi perwakilan yang baik dalam mempromosikan dan melestarikan bahasa daerah Lampung. Pemilihan duta bahasa juga dapat menjadi platform untuk mempromosikan penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari, yang dapat membantu dalam menjaga keberlanjutan dan keberagaman budaya daerah.

Qholik mengungkapkan rasa syukur, bahagia dan bangganya dengan terpilihnya menjadi bagian Duta Bahasa Provinsi Lampung. “Ajang ini membuat saya dapat bertemu dengan orang-orang hebat, dan menginspirasi saya untuk terus maju dan mengembangkan potensi yang saya miliki,” ungkapnya.

Ia berharap dengan terpilihnya menjadi Duta Bahasa Provinsi Lampung, dirinya dapat bertanggung jawab serta dapat menjadi contoh dalam Trigarta Bangun Bahasa. “Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing,”ujarnya.

Diajang yang berbeda, Qholik juga memperoleh Juara Harapan 2 Solo Song pada acara National Art Competition (NAC) yang diselengarakan oleh UKMBS Polinela, 24-26 Mei 2024. National Art Competition (NAC) UKMBS Polinela adalah sebuah kompetisi seni yang diselenggarakan oleh Universitas Kader Bangsa (UKMBS) Politeknik Negeri Lampung.

Qholik merasa cukup puas dan bangga dengan pencapaian ini. “Meskipun ini adalah gelar Juara Harapan 2, bagi saya ini adalah tonggak awal untuk terus berkembang dan mengeksplorasi bakat seni saya lebih jauh lagi,” ucapnya.

Harapan kedepannya, Ia  dapat menggali lebih banyak lagi potensi yang ia miliki dalam bernyanyi. “Saya juga berkomitmen untuk terus mengasah keterampilan saya dan memberikan yang terbaik dalam setiap karya yang saya ciptakan,” tambahnya.

Tak lupa ia mengucapkan terimakasih kepada Universitas Malahayati dan Prodi, keluarga dan teman-teman yang telah mendungkungnya dalam ajang lomba ini. “Saya berharap makin banyak mahasiswa yang akan membawa harum nama Universitas Malahayati, baik dikancah provinsi, nasional, maupun internasi0nal,” serunya.

Editor: Gilang Agusman

 

Kepala BAA Universitas Malahayati Tarmizi Ikuti Bimtek Pengelolaan Informasi Publik di LLDIKTI Wilayah II

Palembang (malahayati.ac.id): Kepala Biro Administrasi Akademik Universitas Malahayati Bandar Lampung, Tarmizi, SE., M. Akt, mewakili Rektor Universitas Malahayati, turut serta dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengelolaan Informasi Publik dan Dokumentasi bagi perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh LLDIKTI Wilayah II Palembang di Kantor LLDIKTI pada hari Jumat (7/6/2024).

Kegiatan Bimtek tersebut merupakan bagian dari upaya Pembangunan Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK).

Dalam pertemuan ini, seluruh perguruan tinggi di bawah naungan LLDIKTI Wilayah II berkomitmen untuk menegakkan integritas dan memberikan layanan terbaik.

Tarmizi menegaskan pentingnya pengelolaan informasi publik dan dokumentasi bagi perguruan tinggi.

“Pengelolaan informasi publik dan dokumentasi ini sangat penting bagi sebuah perguruan tinggi karena berfungsi memberikan informasi yang benar dan tepat terkait segala aktivitas perguruan tinggi dan dapat terdokumentasikan dengan baik,” ujarnya.

Acara ini dihadiri oleh para Pengelola Informasi Publik dan Dokumentasi (PPID) serta Humas dari berbagai perguruan tinggi di bawah naungan LLDIKTI Wilayah II Palembang.

Keluaran dari acar ini bahwa setiap perguruan tinggi dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan informasi publik serta mendukung terwujudnya zona integritas yang bebas dari korupsi. (*)

Editor: Asyihin

Pekan Seni Mahasiswa Daerah (PEKSIMIDA) Provinsi Lampung 2024 Segera Dimulai, Catat Tanggal dan Ketentuanya!

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Halo #sahabatunmal Pekan Seni Mahasoswa Daerah (PEKSIMIDA) Provinsi Lampung 2024 segera dimulai.

Tangkai Lomba; Pop, Dangdut, Keroncong, Seriosa. Akan dilaksanakan di Gedung Graha Bintang Universitas Malahayati, 28 – 29 Juni 2024. Jadi tunggu apalagi, Buruan daftar sekarang. dan raih kesempatan untuk mewakili Provinsi Lampung dalam ajang Pekan Seni Mahasiswa Tingkat Nasional. Yuk ikut berpartisipasi untuk mengukir prestasi, Tunjukan bakat seni kalian. Catat tanggalnya jangan sampai terlewat!

Link Petunjuk teknis, kalian tinggal scan QR Code nya. Info lebih lanjut pendaftaran dan lain2 dapat menghubungi : +62822-8210-8899 – Pak Rudi. (gil/humasmalahayatinews)

Becik Ketitik Olo Ketoro

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Pada saat Pemilihan Umum tahun 1971  ada partai politik yang bernuansa keagamaan pernah menggunakan istilah “becik ketitik olo ketoro, nomor siji wadah saliro”;  artinya yang baik akan kelihatan yang buruk akan tampak, nomor satu tempat kita berada; karena partai itu bernomor urut satu. Dan, pada pemilu periode berikutnya partai ini dipaksa gabung  dengan yang lain dan diberi lambang berbeda dengan kemauannya.

Kita lihat dulu apa sebenarnya istilah judul di atas; Pepatah “Becik Ketitik, Olo Ketoro” berasal dari bahasa Jawa yang memiliki makna filosofis yang dalam. Secara harfiah, pepatah ini berarti “yang baik akan terlihat, yang buruk akan ketahuan.” Makna filosofis dari pepatah ini adalah bahwa perbuatan baik atau kebajikan seseorang pada akhirnya akan terlihat dan diakui, sedangkan perbuatan buruk atau kesalahan seseorang juga akan terungkap seiring waktu. Ini mencerminkan keyakinan bahwa kebenaran dan keadilan pada akhirnya akan terungkap, meskipun mungkin memerlukan waktu. Tentu saja untuk soal yang satu ini bersifat unlimited, atau tak terhingga karena menyangkut soal kapan itu berurusan dengan kodrat, dan itu wilayah transidental.

Dalam konteks kehidupan sehari-hari, pepatah ini mengajarkan kita untuk selalu berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk, karena pada akhirnya semua perbuatan kita akan diketahui oleh orang lain. Ini juga mengandung pesan moral bahwa kita harus bertanggung jawab atas tindakan kita dan selalu berusaha untuk menjalani hidup dengan integritas dan kejujuran. Filosofi ini juga sering digunakan sebagai pengingat untuk tetap berbuat baik meskipun tidak selalu mendapatkan pengakuan atau penghargaan segera, karena pada akhirnya, kebajikan akan selalu mendapatkan tempat yang layak dalam pandangan masyarakat.

Pepatah “Becik Ketitik, Olo Ketoro” adalah bagian dari kearifan lokal masyarakat Jawa dan telah diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, referensi tertulis yang secara khusus membahas pepatah ini mungkin tidak banyak tersedia. Namun, pemahaman dan penerapan pepatah ini bisa ditemukan dalam berbagai karya sastra, artikel budaya, dan studi etnografi yang membahas kebijaksanaan lokal dan filosofi hidup masyarakat Jawa.

Tampaknya masyarakat sudah memiliki mekanisme tersendiri untuk mengontrol perilaku anggotanya. Ternyata filosofi ini terus relevan dan berfungsi untuk menjaga integritas, kejujuran, dan tanggung jawab individu dalam komunitas sosial. Persoalannya sekarang  seiring perkembangan masyarakat yang cenderung semakin individualistik; tampaknya sudah mulai abai akan hal ini.  Sebagai contoh manakala ada penyimpangan sosial dalam suatu masyarakat, hal itu akan mendapat perhatian, jika dirasakan akan merugikan orang banyak atau sistem sosial yang ada. Manakala hal itu dirasakan secara individu tidak bisa diambil manfaat, maka soal baik atau buruk perilaku adalah urusan individu, terlepas dampak yang akan ditimbulkan.

Seiring perjalanan waktu dimana kontrol sosial yang sudah mulai longgar saat ini; tampaknya akan menggeser makna hakiki dari becik ketitik olo ketoro menjadi “becik yo becik mu dewe, olo yo olo mu dewe” terjemahan bebasnya baik ya baik mu sendiri, jelek ya jelek mu sendiri; dengan kata lain tanggung jawab sosial sudah memudar seiring dengan memudarnya nilai-nilai kebersamaan di dalam masyarakat.  Akibatnya bukan menjadi barang aneh jika kita menemui proses pembiaran oleh masyarakat terhadap semua perilaku, sejauh itu tidak merugikan personal.  Jika-pun terjadi tindakan yang merugikan personal, maka mengedepankan hukum formal lebih menjadi pilihan.

Oleh sebab itu tidak aneh jika sekarang persoalan sedikit saja bukan diselesaikan dengan tabayun sebagai mekanisme kearifan local, tetapi langsung saja lapor kepada pihak yang berwajib. Maka tidaklah heran sekarang lembaga-lembaga formal menjadi tempat penyelesaian segala urusan yang seharusnya bukan menjadi urusannya. Celah ini tentu sangat berisiko secara sosial, karena rawan terjadi penyimpangan; baik dalam segi jabatan maupun kekuasaan dan uang.

Jaman yang serba instan seperti sekarang banyak diantara kita  yang tidak bersedia untuk menunggu waktu, sehingga jika berbuat baik saat ini harus saat ini pula mendapatkan ganjaran. Namun, sebaliknya jika ada yang berbuat tidak baik hukumannya minta ditunda, kalau bisa dibatalkan.

Kehidupan sudah banyak perubahan, termasuk tata nilai; justru sekarang bagaimana berusaha sekalipun sebenarnya tidak baik, justru berpatut diri supaya tetap baik, bahkan memaksa orang lain untuk mengatakan bahwa dirinya baik. Oleh sebab itu kita sudah diingatkan oleh orang bijak pada masanya dan sampai sekarang masih relevan yaitu …”eling lan waspodo”… ingat dan selalu waspada; maksudnya selalu sadar diri siapa kita, sedang apa kita, dimana kita; untuk tetap selalu waspada agar terhindar dari semua hal yang tidak baik untuk kita.

Salam Waras.

Editor: Gilang Agusman

Kapan Matinya

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Pada suatu sore duduklah sepasang lansia mengitari meja makan, mereka berdua selisih usia terpaut cukup jauh, suami lebih tua sepuluh tahun dari istrinya yang juga sudah tidak muda lagi, namun gurat-gurat kecantikan masa lalunya masih tampak nyata. Entah sedang membincangkan apa mereka berdua, yang jelas mereka sering salah memaknai masing-masing kehendak karena mereka berdua sudah sama-sama kurang pendengaran. Manakala mereka selisih paham sering hanya soal sepele, namun menjadi serius karena kepikunan masing-masing yang melanda mereka. Saat itu entah sedang kesal atau sedang tidak enak rasa, istri yang dicintainya bertahun-tahun itu berbisik ditelinga sang suami yang renta dengan satu potong kalimat …”Kapan sampean matinya”…

Sontak sang suami tersenyum, beliau tidak marah karena saking cintanya pada istri dan paham betul tabiatnya. Justru ucapan istrinya tadi mengingatkan beliau akan peristiwa perang Barathayuda dengan cerita Bisma Gugur yang sering dia dengar dan liat di media sosial kesukaannya; pada waktu itu Resi Bisma tergeletak di Padang Kurusetra dengan tusukan seribu panah di badan, yang berasal dari busurnya Dewi Srikandi, istri Arjuna yang memang ahli dalam memanah. Resi Bisma ditanya dengan pertanyaan yang serupa istri sang kakek tadi: oleh anak kembar Putra Prabu Pandu yang juga lima Pandawa. Bisma menjawab …”nanti menunggu sinar matahari masuk keperaduan”… Kakek renta yang mendapat pertanyaan dari nenek lincah tadi juga segera menjawab dengan tangkas karena terinspirasi Bisma, dengan jawaban …”tanyakan pada Sang Dalang”… Tentu saja sang istri jadi bingung mendengar jawaban tadi, karena dia ingat persis bahwa Sang Dalang Wayang Kulit tetangga desanya sudah lama meninggal dunia. Lalu kenapa suaminya meminta dirinya bertanya kepada orang yang sudah lama meninggal. Dengan bersungut-sungut si nenek menjauh dari si kakek sambil ngedumel entah apa yang diucapkan karena yang mendengar juga tuli. Sementara Sang Kakek tersenyum dikulum dalam keompongan giginya yang sudah mulai habis dimakan usia.

Sepenggal cerita kehidupan di atas meninggalkan sejuta tanya apa sebenarnya yang terjadi manakala manusia sudah berada pada batas maksimal kemampuan raganya menerima beban ruh yang ada di dalam badan wadag (jasmani)-nya. Ternyata hiasan diri seperti pakaian mewah, harta berlimpah, jabatan tinggi, dan asesoris duniawi lainnya; pada titik kulminasi tertentu sudah tidak berguna sama sekali, sekalipun masih berada di dunia ini, dan itu menunjukkan kefanaan. Bisa jadi panjangnya usia, justru menjadi beban bagi raganya sendiri, atau bisa jadi juga menjadi beban sosial bagi orang lain.

Tampaknya Tuhan berskenario yang semula manusia diberi usia sangat penjang, bahkan mencapai 900 tahun, dan akhirnya diberi 62 tahun saja; menunjukkan ada tugas sosial dimasing-masing periode yang diberi takaran untuk diselesaikan. Periodesasi bisa panjang, bobot tugas sosial-individual bisa ringan. Atau sebaliknya periodesasi bisa singkat, namun tugas sosial kemsyarakatan dan individual bisa berat. Dan, yang paling sengsara jika usia diberi panjang, juga berikut beban sosial dan individual yang tidak ringan. Jadi pilihan akan doa minta panjang usia seyogyanya juga disertai sehat yang bermanfaat baik bagi dirinya, utamanya untuk orang lain.

Jika kita mengingat ini semua, tentu akan menumbuhkan kesadaran pribadi bahwa apa yang dipesankan orang bijak terdahulu bahwa..”hidup ini sekedar bermain sebelum nanti akan pulang”… atau orang jawa bilang ….”urip mung sak dermo mampir ngombe” (sekedar mampir minum)… Oleh sebab itu kehidupan dunia yang seolah panjang sejatinya sangat singkat, karena kita tidak lebih hanya singgah sejenak untuk minum. Konsep hidup seperti ini dalam budaya jawa sudah dinukil oleh para pujangga masa lalu di dalam serat Wedhatama, Serat Wulangreh, dan Serat Kalatidha, yang mengandung nilai-nilai filosofi sejalan dengan makna “urip sadermo mampir ngombe.” Karya-karya itu ditulis oleh pujangga dan raja-raja Jawa, seperti Ranggawarsita dan Mangkunegara IV, yang mengajarkan pentingnya kesadaran akan kefanaan hidup.

Apakah ajaran ini yang menginspirasi pedesaan orang jawa pada masa lalu yang sering meletakkan kendi (tempat air minum dari tanah liat) ada di depan rumah, sehingga siapa saja yang lewat dan merasa haus boleh meminumnya. Belum ada penelitian yang dapat ditelusuri, sampai budaya itu sekarang sudah punah. Namun hakekat ..”mampir ngombe”…tampaknya diejawantahkan dalam perilaku sehari-hari.
Akan tetapi ada juga pendapat mengatakan karena tidak mengetahui kapan kematiannya akan datang-lah barang kali maka manusia menjadi sangat rakus akan kehidupan dunia, dan lupa bahwa kita hanya sekedar singgah sebentar untuk minum. Bisa dibayangkan semua mengetahui bahwa tidak akan kita bawa harta yang berlimpah saat kita dikuburkan; namun begitu rakusnya sampai-sampai melakukan korupsi berukuran unlimited.

Bagi mereka yang sadar akan makna kehidupan yang hanya sekedar …“mampir ngombe”.., justru ketidaktahuan akan waktu kematian itu digunakan untuk mengumpulkan amal sholeh, paling tidak dengan selalu berbuat baik kapanpun dimanapun dengan siapapun. Walaupun saat ini berbuat baik sering disalah tafsirkan menjadi sesuatu yang berbeda dari makna hakikinya.
Salam Waras (gil/humasmalahayatinews)

Editor: Gilang Agusman