Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Dalam konsep Jawa, “Simbah” merupakan panggilan untuk nenek atau kakek yang sangat dihormati. Kata “Simbah” digunakan sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua atau leluhur yang sudah lanjut usia. Penggunaan kata “Simbah” mencerminkan rasa hormat, penghargaan, dan kelembutan kepada orang yang lebih tua, terutama dalam budaya Jawa yang kaya akan nilai-nilai tradisional dan adat istiadat.
Pada tataran konsep nilai-nilai tradisional Jawa, Simbah memiliki makna yang sangat dalam dan dihormati. Berikut adalah beberapa konsep Simbah dalam nilai-nilai tradisional Jawa yang bersumber dari literatur kuno:
Pertama, Kehormatan dan Penghormatan: Simbah merupakan simbol kebijaksanaan, pengalaman, dan kedalaman spiritual. Oleh karena itu, Simbah dihormati dan dipandang sebagai sumber pengetahuan, nasihat, dan kearifan.
Kedua, Keluarga dan Kebijaksanaan: Simbah sering dianggap sebagai pusat keluarga dan sumber kebijaksanaan dalam menghadapi berbagai masalah. Mereka memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga hubungan harmonis dalam keluarga.
Ketiga, Warisan Budaya: Simbah juga merupakan penjaga warisan budaya. Mereka sering menjadi pembawa tradisi, cerita-cerita nenek moyang, serta kearifan lokal yang turun-temurun.
Keempat, Pendidikan dan Pembelajaran: Simbah tidak hanya dihormati karena usianya yang lanjut, tetapi juga karena pengetahuan dan pengalaman hidup yang mereka miliki. Mereka menjadi guru bagi generasi muda, memberikan pelajaran tentang kehidupan, moral, dan nilai-nilai kehidupan.
Kelima, Kedekatan dengan Alam: Simbah juga sering dihubungkan dengan alam dan spiritualitas. Mereka dipandang memiliki koneksi yang dalam dengan alam dan dunia spiritual, serta mampu memberikan perlindungan dan berkah kepada keluarga dan masyarakat.
Meskipun ada perubahan dalam masyarakat jawa modern, konsep Simbah masih tetap relevan dan dihormati dalam budaya Jawa. Mereka tetap dianggap sebagai tokoh yang bijaksana, berpengalaman, dan dihormati oleh masyarakat. Oleh sebab itu tokoh simbah masih sering diminta nasehat, arahan, dan restu bagi para generasi penerus. Beberapa pesan simbah yang masih relevan sampai hari ini diantaranya adalah:
…. “Ingatlah selalu untuk berbuat baik kepada semua orang, jaga sikap, dan lakukanlah yang terbaik dalam segala hal.”…..
Pesan etika dan moral ini tampaknya sekarang sudah mulai memudar; kita sudah sangat jarang melihat dimasyarakat, terutama pada tataran sikap. Banyak mereka yang sudah merasa sukses, merasa tidak perlu sowan kepada simbah dalam hal ini sebagai figure orang yang dituakan, bahkan mungkin berjasa; untuk sekedar datang menyampaikan undangan dari suatu perhelatan. Mereka merasa cukup diwakilkan dengan selembar kertas undangan, atau bahkan pesan melalui piranti sosial; itu sudah cukup. Tampaknya tataran etika sudah mulai tergerus, dan ini melanda semua lapisan masyarakat, bahkan yang bergelar maha guru-pun tidak terkecuali.
…….”Jangan lupakan akar budaya dan tradisi nenek moyang kita. Itulah yang membuat kita tetap kuat dan bersatu sebagai satu keluarga.”….
Pesan inipun sudah tidak diingat lagi karena sikap individualitas yang melanda kehidupan saat ini begitu deras. Bahkan rasa kekeluargaan sudah luntur hanya karena jabatan dan cuan. Betapa banyak diantara kita yang sudah tidak bisa lagi sungkem dengan orang tua. Adat ketimuran sungkem dan atau cium tangan, tidak banyak lagi generasi penerus yang melakukan apalagi paham akan filosofinya.
……”Hidup ini penuh dengan cobaan dan ujian. Tetaplah bersyukur atas segala yang ada dan selalu bersabar dalam menghadapi setiap masalah.”….
Nasehat inipun sudah banyak diabaikan, banyak diantara kita inginnya serba cepat, instant. Prinsip yang ada kalau bisa segera kenapa nanti, kalau bisa beli kenapa harus repot. Prinsip ini juga melanda mereka yang berpendidikan tinggi; banyak indikasi mahasiswa membeli karya tulis ilmiah hanya karena alasan yang sangat sepele. Padahal secara kalkulatif mereka rugi dua kali, pertama rugi materi, kedua mereka membeli kebodohan sendiri.
Contoh lainnya yang tidak kalah tajamnya dalam bernasehat diantaranya ialah:
…”Kebaikan hati dan kasih sayang kepada sesama adalah hal yang paling utama. Jadilah orang yang selalu siap membantu dan peduli terhadap orang lain.”…..
……”Jangan pernah lupa berdoa dan berserah diri kepada Tuhan. Kekuatan doa akan membawa kita melewati segala cobaan dan kesulitan dalam hidup.”…
Sayangnya simbah sekarang banyak yang bergeser dari makna hakiki di atas. Tidak jarang status simbah mengalami gradasi yang luar biasa; sehingga sikap yang ditampilkan berbanding terbalik dengan yang seharusnya. Semula berperan sebagai penasehat, berubah menjadi penjahat. Ada nasehat dari bahasa Jawa Kuno yang mengatakan perubahan itu menjadikan jika berubah menjadi …. “sepa sepi lir sepah samun “… ditemukan dalam buku Wedhatama, karya dari Arya Adhipati Mangkunegara ke-IV dari Surakarta Hadiningrat, yang makna terjemahan aslinya yaitu: sepa = ora ana rasane (tidak ada rasanya = hambar). sepi = sepi ora ana apa-apane (tidak ada apa-apa nya). llir = kaya (seperti). sepah = ampas (ampas sisa). samun = sepi banget (sunyi sekali). Arti bebasnya bahwa simbah sudah tidak memberi makna apa-apa pada orang lain dan lingkungan, ibarat sudah menjadi ampas yang layaknya hanya untuk dibuang.
Kehidupan sosial memang kejam, dan tidak bisa dihindari kita akan menjadi tua, dan pada waktunya akan dipanggil “simbah” dan atau sebutan lainnya. Mari kita siapkan diri untuk menjadi “simbah sejati” yang bermanfaat bagi negeri walau disisa umur yang tidak pasti. Ingat pesan orang terdahulu….”setiap perjalanan hidup adalah sebuah cerita…tetapi….tidak semua jalan kehidupan bisa diceritakan”……
Salam Waras. (SJ)
Tim Mahasiswa Universitas Malahayati Lolos Pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa 2024
BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Selamat kepada Tim Mahasiswa Universitas Malahayati: Berlian Dwi Kurnia Putri (23370023), Azzahra Nur Ariyanti (23370022), Annas Tasya (23370015) dari Program Studi Psikologi, dan Febri Suseno (22110007) Program Studi Teknik Sipil, Lolos Pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa 2024, skema Video Gagasan Konstruktif. Yang diselenggarakan oleh @kemahasiswaan.dikti pada tanggal 19 april 2024.
Berlian bersama tim mengungkapkan perasaan senang dan suatu kebanggaan bagi kami yang telah berhasil mencapai progres sejauh ini, program ini mengajarkan kami untuk lebih peduli dengan teman-teman difabel.
Lebih lanjut ia manambahkan, semoga gagasan kami dapat bermanfaat bagi calon tenaga kerja difabel.
“Harapannya serta dapat menjadi motivasi bagi Mahasiswa Universitas Malahayati untuk berkarya sesuai bidang yang diminati,” tuntasnya. (gil/humasmalahayatinews)
Pontang-Panting Adu Hebat di Mata Sinder Kebon
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Kamus Besar Indonesia menabalkan kedua kata ini sebuah homonim karena arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda. Selanjutnya kedua kata tersebut (pontang-panting dan lintang pukang) bermakna sama. Ada temannya lagi yaitu “tunggang langgang”.
Kita tinggalkan peristilahan di atas; namun pada tulisan kali ini kita menggunakan istilah-istilah tadi untuk menggambarkan bagaimana personal-personal yang berkeinginan menjadi orang nomor satu di provinsi ini.
Boleh dikatakan semua media yang terbit di Lampung, baik online maupun konvensional, beberapa hari ini memuat bagaimana mereka berburu dukungan, rekomendasi dan entah apalagi namanya untuk mendapatkan “baju kebesaran” untuk menuju kursi Lampung Satu.
Cara yang dilakukan bermacam-macam: ada yang berupa koalisi tetapi tidak seksi, ada yang menggunakan cara sinyal-sinyal berfrekuwensi tinggi, dan masih banyak lagi. Semua itu dalam rangka untuk mendapatkan mandat maju sebagai lampung I.
Tampaknya, mereka beradu waktu untuk mendapatkan dukungan dari banyak pihak terutama dari partai besar, dan menengah. Setelah merasa pasti mengumpulkan dukungan, maka langkah akhir adalah lapor ke sinder kebon, sekaligus meyakinkan akan besarannya dukungan.
Tentu Sinder Kebon tidak mau kehilangan manisnya gula tanpa dapat jaminan apa-apa. Naluri seorang manejer, tentu saja memiliki indra kesembilan dalam menimang, memilah, terakhir memilih; mana yang akan didukung dan diusung.
Siapapun jika punya keinginan dan memenuhi syarat, boleh saja maju mencalonkan diri dalam jabatan apapun, termasuk Lampung Satu.
Tinggal bagaimana hitung-hitungannya untuk mencapai keputusan itu; diantaranya di samping pendukung, dalam hal ini partai/ atau juga perorangan.
Namun yang tidak kalah penting dan utama adalah cuan; sebab tampaknya makin ke sini akan terseleksi bagi mereka yang ber- cuan -lah yang mampu mencalonkan diri, sebab keadaan sudah berubah.
Pepatah yang mengatakan “tidak ada makan siang gratis”; tampaknya adu akal, okol, otot, dan bontot (bekal); bakal mengemuka pada pemilu kada kali ini. Turun gelanggang tampaknya harus memiliki gerbong yang panjang, satu rangkaian koneksi, dan rangkaian lainnya cuan.
Analisis politik boleh dilakukan, teori segudang boleh dikeluarkan; namun kenyataan lapanganlah yang menentukan. Pola-pola berfikir pragmatis tampaknya masih tersisa dalam persepsi masyarakat, dampak lanjut dari pemilihan umum yang baru lalu.
Saat ini masih level atas yang bergoyang, menjelang masa kampanye, akar rumput mulai berayun. Gerakan “sat-set” akan menjadi semacam jurus jitu mendekati garis finis; tinggal karung mana dibagikan kemana, diisi berapa; menjadi semacam “rukun” yang harus dilakukan.
Idealisme boleh ngomong ke langit, namun amplop berisi duwit lewat belakang terus berkait. Ancaman boleh ditebar, undang-undang boleh dicanangkan; namun main mata siapa kira, karena ibarat (maaf) kentut, ada di rasa tidak ada di rupa; warna tak akan ada begitu tercium menyesakkan dada.
Kita boleh bicara di atas panggung sampai suara parau, pamplet ditempel setiap pohon dengan isi….. “lawan politik uang”,…..”pemilu harus jurdil”……dan masih banyak lagi ungkapan-ungkapan “mulia”, bahkan bila perlu diadakan patroli setiap jalan, CCTV disebar delapan penjuru angin.
Namun soal serangan fajar atau serangan gerilya, banyak jagonya di mana-mana. Dari semua itu, ada yang pasti yaitu semua kita dapat “janji” soal apakah itu ditepati, jawabannya ….“apa kata saya nanti”…..
Oleh sebab itu ada ujaran wong Plembang yang mengatakan ….”jangan sampek pemilihan ini tepeleh… Mister Kagek Bae…(KGB)…..kalau itu ye jadi …kito lodak galo”…. Terjemahannya tolong Tanya tetangga sebelah.
Salam Waras (SJ)
Rektor Universitas Malahayati Lantik Pejabat Baru
BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Rektor Universitas Malahayati Bandarlampung, Dr. Achmad Farich, dr., MM melantik satu pejabat baru di lingkungan Universitas Malahayati. Berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan Yayasan Alih Teknologi menetapkan dan mengangkat saudari Dr. Febrianty, S.E., M.Si sebagai Kaprodi S1 Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Malahayati menggantikan Wiewiek Indriani, S.E., MM.
Dalam sambutannya, Rektor Universitas Malahayati, Dr. Achmad Farich, dr.,MM mengatakan, pelantikan dilakukan dalam upaya membangun Universitas Malahayati menjadi lebih baik dan unggul. Rektor juga meminta agar kerjasama antar Program Studi, Fakultas dan lembaga secara simultan dapat terus ditingkatkan untuk kemajuan Universitas Malahayati. (gil/humasmalahayatinews)
Pilkada
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Berbagai media di Lampung saat ini sering menulis berita tentang pemilihan kepala daerah (pilkada). Selain Pilkada, pemilihan kepala daerah sering juga disingkat Pilkadal (dengan akhir huuf “l”). Penulisan Pilkadal kerap mengganggum karena maknanya sering tidak klop dengan maksudnya. Bahkan menjadi “diplesetkan” (sulih arti) dengan hal-hal yang bersifat kurang baik.
Kata “kadal” memang kerap multitafsir. Ada yang mengatakan bahwa dalam konteks yang lebih umum, kadal sering dianggap sebagai hewan yang dapat bertahan dalam berbagai kondisi, sehingga sering dijadikan simbol ketangguhan dan keuletan. Kadal sering dianggap sebagai simbol keberuntungan, kekuatan, dan perlindungan dalam budaya banyak masyarakat di dunia. Di beberapa budaya, kadal juga melambangkan kebijaksanaan, kecerdikan, dan kesabaran karena sifat-sifatnya yang diam dan hati-hati.
Dalam mitologi banyak suku, kadal sering kali dianggap memiliki kekuatan magis atau spiritual.
Namun, pada sisi lain, kata “ngadadali” merupakan istilah dalam bahasa Jawa yang berarti licik, cerdik, atau pandai dalam makna negatif. Jadi, jika ada yang dikatakan “ngadali”, mungkin itu merujuk pada kelicikan atau kecerdikan mencontoh kadal dalam mitologi atau cerita tertentu. Atau dalam pemaknaan metafora bermakna berlaku licik untuk hal-hal tertentu. Tidak ada referensi yang valid sejak kapan kata di-kadal-in dipakai orang, kenapa juga tidak dibilang “dicicakin” misalnya atau ” dibunglonin”.
Pemilihan umum secara nasional baru saja berlalu, tentu semua kita mempunyai kesan masing-masing secara personal maupun komunal. Demikian juga seluruh warga provinsi ini memiliki peta kognisi yang berbeda dari hasil pengalaman menghadapi peritiwa besar tersebut. Tentu dari hal-hal yang positif, sampai dengan hal-hal yang kurang baik; semua menjadi semacam hasil rekam yang ada dalam ingatan sebagai kesan dan membentuk persepsi. Termasuk rekaman berupa ingatan, persepsi atau apapun namanya yang merujuk pada “merasa dikadali”.
Sebagai contoh, banyak di antara mereka terbangun persepsi bahwa pemilihan itu berhubungan erat dengan bagi-bagi sembako atau angpau. Malah saat itu ada yang nyeletuk kalau bisa tiap bulan ada pemilihan, sehingga mereka tidak harus repot-repot bekerja cari makan, cukup menunggu pembagian jatah dari para calon. Kemudian ada yang berharap ada pemilihan terusmenerus karena mereka berprofesi sebagai tim sukses, maksudnya sukses “ngadali” para calon, untuk mendapatkan keuntungan material dari mereka.
Karena soal kadalmengadali ini tidak kenal saudara atau family; ada satu contoh saat pemilihan umum yang baru lalu, ada calon legeslatif yang cukup banyak mengeluarkan biaya dengan asumsi semua tim sukses adalah saudara dekatnya, dari paman, kemenakan, dan sepupu. Ternyata perhitungan teman tadi salah, sebab cuan tidak mengenal saudara, yang ada adalah mana yang lebih banyak atau besar memberi. Semua itu menembus batas ruang dan darah daging , yang selama ini diandalkan. Luka hati teman tadi sampai bersumpah untuk tidak akan mau lagi membantu saudara sekalipun itu paman atau kemenakan sendiri.
Ternyata Pemilu dapat membuat pilu, akibat kena kadal dari yang seharusnya sahabat kental.
Bentukan-bentukan persepsi di atas adalah merupakan residu sosial yang harus diwaspadai oleh mereka yang berkeinginan maju mencalonkan diri untuk jabatan apapun saat ini, yang prosesnya melibatkan pemilihan yang berbasis suara masa.
Pilkada ternyata akan meneruslestarikan perilaku ”sing penting entuk piro, sing dadi terserah sopo” (yang tpenting dapat berapa, yang jadi terserah siapa). Perilaku ini melanda pada lapisan akar rumput, walaupun di kelas menengah ditengarai ada juga walaupun sedikit malu-malu.
Mereka berpendapat bahwa para calon apapun dia, hanya datang kepada mereka saat memerlukan suara, setelah pemilihan usia, maka selesailah pula urusan dengan mereka. Anggapan yang ada di benak mereka, ”sebelum pemilihan meratappun jadi, setelah jadi tinggal pergi”. Tentu anggapan ini tidak seutuhnya benar, namun mereka menemukan contoh sudah terlalu banyak untuk menuju pada kesimpulan. Akibatnya terjadi baku tikam antara yang dipilih dan yang memilih. Mereka saling intai untuk menemukan kesempatan demi keuntungan.
Beberapa waktu lalu bahkan ada seorang penggiat demokrasi mengingatkan manakala masyarakat kita masih miskin dalam pengertian materi dan pendidikan; maka perilaku seperti ini akan terus ada. Namun asumsi itu tidak selamanya benar. Sebab, bisa jadi secara ukuran pendidikan formal cukup baik, namun perilaku “miskin” masih melekat sebagai budaya. Atau sebaliknya secara pendidikan ada pada level rendah, namun secara materi ada di atas rata-rata; ternyata perilakunya mengikuti hartanya.
Dengan kata lain, dengan berakhirnya pemilihan umum yang baru lalu ternyata menyisakan perilaku anomaly sosial pada masyarakat. Dan, ini menjadi modal kondisi yang harus diperhitungkan kepada mereka yang ada niat untuk mencalonkan diri menjadi pemimpin di daerah ini. Oleh sebab itu, melalui tulisan ini penulis mengingatkan kepada mereka yang berhasrat untuk maju kegelanggang pemilihan kepala daerah level manapun untuk selalu hati-hati dan waspada, serta berhitung cermat, karena di sana banyak orang baik tetapi tidak kurang banyak juga kadal.
Lebih berbahaya lagi sepertinya baik tetapi sebenarnya kadal yang siap mengadali anda. Selamat berjuang kawan hanya doa yang dapat kami bekalkan kepada kalian. (SJ)
SIMBAH
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Dalam konsep Jawa, “Simbah” merupakan panggilan untuk nenek atau kakek yang sangat dihormati. Kata “Simbah” digunakan sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua atau leluhur yang sudah lanjut usia. Penggunaan kata “Simbah” mencerminkan rasa hormat, penghargaan, dan kelembutan kepada orang yang lebih tua, terutama dalam budaya Jawa yang kaya akan nilai-nilai tradisional dan adat istiadat.
Pada tataran konsep nilai-nilai tradisional Jawa, Simbah memiliki makna yang sangat dalam dan dihormati. Berikut adalah beberapa konsep Simbah dalam nilai-nilai tradisional Jawa yang bersumber dari literatur kuno:
Pertama, Kehormatan dan Penghormatan: Simbah merupakan simbol kebijaksanaan, pengalaman, dan kedalaman spiritual. Oleh karena itu, Simbah dihormati dan dipandang sebagai sumber pengetahuan, nasihat, dan kearifan.
Kedua, Keluarga dan Kebijaksanaan: Simbah sering dianggap sebagai pusat keluarga dan sumber kebijaksanaan dalam menghadapi berbagai masalah. Mereka memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga hubungan harmonis dalam keluarga.
Ketiga, Warisan Budaya: Simbah juga merupakan penjaga warisan budaya. Mereka sering menjadi pembawa tradisi, cerita-cerita nenek moyang, serta kearifan lokal yang turun-temurun.
Keempat, Pendidikan dan Pembelajaran: Simbah tidak hanya dihormati karena usianya yang lanjut, tetapi juga karena pengetahuan dan pengalaman hidup yang mereka miliki. Mereka menjadi guru bagi generasi muda, memberikan pelajaran tentang kehidupan, moral, dan nilai-nilai kehidupan.
Kelima, Kedekatan dengan Alam: Simbah juga sering dihubungkan dengan alam dan spiritualitas. Mereka dipandang memiliki koneksi yang dalam dengan alam dan dunia spiritual, serta mampu memberikan perlindungan dan berkah kepada keluarga dan masyarakat.
Meskipun ada perubahan dalam masyarakat jawa modern, konsep Simbah masih tetap relevan dan dihormati dalam budaya Jawa. Mereka tetap dianggap sebagai tokoh yang bijaksana, berpengalaman, dan dihormati oleh masyarakat. Oleh sebab itu tokoh simbah masih sering diminta nasehat, arahan, dan restu bagi para generasi penerus. Beberapa pesan simbah yang masih relevan sampai hari ini diantaranya adalah:
…. “Ingatlah selalu untuk berbuat baik kepada semua orang, jaga sikap, dan lakukanlah yang terbaik dalam segala hal.”…..
Pesan etika dan moral ini tampaknya sekarang sudah mulai memudar; kita sudah sangat jarang melihat dimasyarakat, terutama pada tataran sikap. Banyak mereka yang sudah merasa sukses, merasa tidak perlu sowan kepada simbah dalam hal ini sebagai figure orang yang dituakan, bahkan mungkin berjasa; untuk sekedar datang menyampaikan undangan dari suatu perhelatan. Mereka merasa cukup diwakilkan dengan selembar kertas undangan, atau bahkan pesan melalui piranti sosial; itu sudah cukup. Tampaknya tataran etika sudah mulai tergerus, dan ini melanda semua lapisan masyarakat, bahkan yang bergelar maha guru-pun tidak terkecuali.
…….”Jangan lupakan akar budaya dan tradisi nenek moyang kita. Itulah yang membuat kita tetap kuat dan bersatu sebagai satu keluarga.”….
Pesan inipun sudah tidak diingat lagi karena sikap individualitas yang melanda kehidupan saat ini begitu deras. Bahkan rasa kekeluargaan sudah luntur hanya karena jabatan dan cuan. Betapa banyak diantara kita yang sudah tidak bisa lagi sungkem dengan orang tua. Adat ketimuran sungkem dan atau cium tangan, tidak banyak lagi generasi penerus yang melakukan apalagi paham akan filosofinya.
……”Hidup ini penuh dengan cobaan dan ujian. Tetaplah bersyukur atas segala yang ada dan selalu bersabar dalam menghadapi setiap masalah.”….
Nasehat inipun sudah banyak diabaikan, banyak diantara kita inginnya serba cepat, instant. Prinsip yang ada kalau bisa segera kenapa nanti, kalau bisa beli kenapa harus repot. Prinsip ini juga melanda mereka yang berpendidikan tinggi; banyak indikasi mahasiswa membeli karya tulis ilmiah hanya karena alasan yang sangat sepele. Padahal secara kalkulatif mereka rugi dua kali, pertama rugi materi, kedua mereka membeli kebodohan sendiri.
Contoh lainnya yang tidak kalah tajamnya dalam bernasehat diantaranya ialah:
…”Kebaikan hati dan kasih sayang kepada sesama adalah hal yang paling utama. Jadilah orang yang selalu siap membantu dan peduli terhadap orang lain.”…..
……”Jangan pernah lupa berdoa dan berserah diri kepada Tuhan. Kekuatan doa akan membawa kita melewati segala cobaan dan kesulitan dalam hidup.”…
Sayangnya simbah sekarang banyak yang bergeser dari makna hakiki di atas. Tidak jarang status simbah mengalami gradasi yang luar biasa; sehingga sikap yang ditampilkan berbanding terbalik dengan yang seharusnya. Semula berperan sebagai penasehat, berubah menjadi penjahat. Ada nasehat dari bahasa Jawa Kuno yang mengatakan perubahan itu menjadikan jika berubah menjadi …. “sepa sepi lir sepah samun “… ditemukan dalam buku Wedhatama, karya dari Arya Adhipati Mangkunegara ke-IV dari Surakarta Hadiningrat, yang makna terjemahan aslinya yaitu: sepa = ora ana rasane (tidak ada rasanya = hambar). sepi = sepi ora ana apa-apane (tidak ada apa-apa nya). llir = kaya (seperti). sepah = ampas (ampas sisa). samun = sepi banget (sunyi sekali). Arti bebasnya bahwa simbah sudah tidak memberi makna apa-apa pada orang lain dan lingkungan, ibarat sudah menjadi ampas yang layaknya hanya untuk dibuang.
Kehidupan sosial memang kejam, dan tidak bisa dihindari kita akan menjadi tua, dan pada waktunya akan dipanggil “simbah” dan atau sebutan lainnya. Mari kita siapkan diri untuk menjadi “simbah sejati” yang bermanfaat bagi negeri walau disisa umur yang tidak pasti. Ingat pesan orang terdahulu….”setiap perjalanan hidup adalah sebuah cerita…tetapi….tidak semua jalan kehidupan bisa diceritakan”……
Salam Waras. (SJ)
Rektor Universitas Malahayati Terima Kunjungan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Keluarga Berencana BKKBN RI
Bandar Lampung (malahayati.ac.id): Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Achmad Farich, dr., MM., menerima kunjungan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera BKKBN RI, dr. Hariyadi Wibowo, SH., MARS, di ruang Meeting lantai 5 Gedung Rektorat Universitas Malahayati, Selasa (7/5/2024).
dr. Hariyadi Wibowo datang bersama sejumlah anggota tim dari BKKBN, termasuk Ketua Tim Kerja Latbang Anastasia, Ketua Tim Kerja Jalwilsus Munawar Shodiq, Ketua Tim Kerja Ketahanan Lansia Anisa Kuswandari, Tim Kerja Pelatihan Rendy Ryandani, dan Tim Kerja Pelatihan Desi Relga.
Dalam sambutannya, dr. Hariyadi Wibowo menyatakan bahwa tujuan kunjungan ini adalah untuk bersilaturahmi dan mengenal lebih dekat Universitas Malahayati, terutama karena universitas ini sudah memiliki kerja sama dengan BKKBN Lampung.
“Saya berharap silaturahmi ini akan terus berlanjut. Paling tidak, hari ini kita sudah saling mengenal, sehingga di pertemuan selanjutnya, kita bisa membicarakan kerjasama lebih lanjut,” kata dr. Hariyadi.
Rektor Achmad Farich menyambut baik kedatangan tim dari BKKBN Pusat dan Provinsi Lampung, serta menegaskan bahwa Universitas Malahayati memang fokus pada pelayanan kesehatan masyarakat.
“Kami sangat terbuka untuk kerjasama di bidang kesehatan dan keluarga berencana. Terlebih, Universitas Malahayati adalah salah satu universitas yang mendapatkan program RPL profesi bidan. Oleh karena itu, kami terus mendorong lulusan-lulusan sarjana untuk melanjutkan pendidikan profesi bidan,” ujar Rektor Achmad Farich.
Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Wakil Rektor 1 Universitas Malahayati Dr. (Cand) Muhammad S. Kom, M.M., Kepala LPPM, Erna Listyaningsih, SE., M.Si., Ph.D., AFA., Marcelly Widyawardana, MT – Ketua KKLPPM, Prima Dian F, M.Kes – Koordinator DPL KKLPPM., Kepala Humas Emil Tanhar, S. Kom, dan sejumlah dosen Universitas Malahayati. (*)
Editor: Asyihin
271 (Dua Ratus Tujuh Puluh Satu)
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Dua ratus tujuh puluh satu itu jika dibagi dengan angka dua puluh satu, maka akan diperoleh angka dua belas koma sembilan. Jika dibulatkan ke atas menjadi 13. Angka itu tidak bermakna apa-apa bagi mereka yang baru belajar berhitung ditingkat Sekolah Dasar. Juga tidak bermakna apa-apa untuk anak pelajar Sekolah Lanjutan Pertama saat mengerjakan soal Matematika di kelas satu. Baru sedikit bermakna jika ada di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas saat mengerjakan soal Matematika, atau Akuntansi di Sekolah Kejuruan. Demikian halnya saat ada di Perguruan Tinggi pada Program Studi Akuntansi. Angka itu bisa jadi hasil dari perhitungan audit dari satu perusahaan yang menjadi kasus saat dijadikan bahan ujian oleh dosen.
Lalu dimana letak istimewanya angka itu? Ternyata angka itu menjadi begitu fantastis manakala diberi pengali menjadi triliun. Triliun itu angka nolnya dua belas, quadriliun angka nolnya lima belas, quintriliun itu nol nya delapan belas, sextiliun angka nolnya duapuluh satu, septiliun angka nolnya duapuluh empat, octiliun angka nolnya duapuluh tujuh, dan noniliun angka nolnya tiga puluh; tinggal menganti berapa angka nol dengan bilangan genap atau ganjil untuk menjadi lebih seru, terserah kita yang mau menikmatinya.
Kejadian penambahan nol dua belas itu ada di negeri ini, dan sangat fantastis karena dibagi untuk dua puluh satu orang yang berbeda peran, diantaranya ditengarai dari artis, sampai konon pemilik maskapai penerbangan, serta diduga juga ada pensiunan berbintang dipundaknya juga ikut menikmati. Dan, itu adalah hasil korupsi di bidang pertambangan timah; betapa besarnya angka itu; apalagi jika dibandingkan dengan anggaran pemerintah daerah tingkat dua. Berati orang dua puluh satu tadi menyedot anggaran dua puluh satu kabupaten-Kabupaten tertinggal di negeri ini.
Jika rata-rata jumlah penduduk miskin di kabupaten tertinggal dua ratus lima puluh ribu jiwa, maka mereka rata-rata dapat lima juta per-orang. Jika satu keluarga terdiri dari lima orang maka keluarga itu dapat duapuluh lima juta. Andai kata uang itu digunakan untuk modal usaha berarti roda perekonomian daerah itu terbantu sangat signifikan.
Andai pelaku korupsi tadi dimiskinkan, tidak disertai pemiskinan keluarga, maka mereka tetap bisa hidup tujuh turunan. Sekali lagi andai kata mereka dihukum mati tanpa disita seluruh harta kekayaannya, maka keluarganya masih bisa hidup untuk sampai generasi cicit, sekaligus menebus dosa si mati dengan membuat amal sholeh atas namanya. Kelakuan seperti ini sah-sah saja karena tidak ada aturan dilarang bersedekah. Berbeda jika dari kacamata agama, karena sebaik-baik sedekah itu dari rejeki yang halalan toyibah.
Andai kata dana sebesar itu didepositokan untuk dana abadi beasiswa pendidikan, dengan catatan tidak dikorupsi dalam perjalanannya, maka berapa banyak anak-anak negeri ini yang kurang beruntung tetapi kaya prestasi dapat terbantu untuk mewujudkan impiannya tentang pendidikan terbaik untuk diri dan negaranya.
Sayangnya semua dinegeri ini hanya berhenti di “andai” jika berkaitan dengan kemaslahatan umat. Sementara menjadi nyata jika berhubungan dengan kesejahteraan pribadi atau golongan, bahkan partai. Menggebu di awal dan melempem di akhir, seolah sudah menjadi cerita hidup, manakala berurusan dengan penegakan aturan. Sementara menggebu jika itu berkaitan dengan mencari salah orang kecil yang buta aturan. Akan berbeda jika berurusan dengan mereka yang berpunya.
Atas nama aturan, mereka yang terpidana baik koruptor maupun tukang palak sopir truk, pada waktu-waktu tertentu selalu mendapatkan remisi atau pengurangan tahanan. Bagi tukang palak tidak ada pekerjaan lain kecuali kembali kejalan untuk memalak. Sementara koruptor keluar penjara bisa tetap makan enak tidur nyenyak, dan pada waktunya bisa mencalonkan diri menjadi anggota dewan terhormat di negeri ini, atau menjadi petugas partai untuk mencuci diri agar kembali tampak “suci”.
Dua ratus tujuh puluh satu triliun sedang berjalan entah menyasar kemana; kita tidak bisa menduga apakah masalah ini akan hilang ditelan ombak selatan, karena sudah menjadi kebiasaan pola penanganan kasus mengunakan lagu Bengawan Solo.
Bisa dibayangkan jelas-jelas terbukti korupsi menerima suap, penyuapnya mengakui memberikan suap karena diminta; dan hukuman sudah dijatuhkan, masih punya muka untuk minta peninjauan kembali karena merasa tidak bersalah. Dan, yang menyedihkan lagi mereka ini berpendidikan tinggi berpenampilan alim bergelar akademik tertinggi. Selama di penjara ternyata bukan tobat tetapi malah kumat.
Salam waras (SJ)
Perpustakaan Universitas Malahayati Teken PKS dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung
BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Perpustakaan Universitas Malahayati Bandar Lampung menandatangani Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung, Kamis (2/5/2024). Acara ini disaksikan langsung oleh Gubernur Lampung.
Meni Sutarsih, S.Pd., M.Si., Kepala UPT Perpustakaan Universitas Malahayati, menjelaskan bahwa perjanjian kerjasama ini bertujuan untuk menjadi dasar dalam pemanfaatan Perpustakaan Daerah Provinsi Lampung, baik secara online maupun offline.
“Kerjasama ini mencakup berbagai bidang, termasuk peminjaman bahan pustaka, akses data dan informasi ePerpus Lampung, serta akses ke web link Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melalui aplikasi Bintang Pusnas,” kata Meni.
Menurut Meni, dengan adanya perjanjian kerjasama ini, mahasiswa dan dosen Universitas Malahayati dapat memanfaatkan fasilitas peminjaman bahan pustaka serta akses data dan informasi baik secara perorangan maupun kelompok, sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Hal ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan ketersediaan sumber daya pendidikan, serta memberikan manfaat yang signifikan bagi komunitas akademik di Universitas Malahayati.
“Tujuan dari kerjasama ini adalah untuk mengoptimalkan dan merevitalisasi peran serta fungsi Perpustakaan Daerah Provinsi Lampung, sehingga dapat lebih berkontribusi dalam mendukung pendidikan dan memberikan akses informasi yang lebih luas kepada masyarakat,’ terang Meni. (*)
Editor: Asyihin
42 Lulusan Universitas Malahayati Bandar Lampung Ikuti Sumpah Dokter ke-68
BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Sebanyak 42 lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung yang mengikuti prosesi pengambilan sumpah dokter di Graha Bintang, Selasa, (7/5/2024)
Rektor Universitas Malahayati, Dr. Achmad Farich, dr., MM., menyampaikan selamat kepada para lulusan serta kepada orang tua yang turut hadir dalam momen ini.
“Sumpah dokter adalah titik penting yang tak akan terlupakan dalam perjalanan karier dokter. Bahkan bagi saya, momen ini masih menggema hingga kini,” ucap Rektor Achmad Farich, sambil berbagi kenangan.
Dalam sambutannya, Rektor menegaskan bahwa tantangan yang dihadapi oleh para lulusan sebagai dokter baru sangat besar. Jika sebelumnya tantangan lebih terfokus pada aspek akademik, kini tantangan akan semakin kompleks, termasuk dalam bidang sosial, hukum, dan teknologi yang terus berkembang.
“Tapi, tantangan ini juga membawa peluang baru dalam memanfaatkan teknologi informasi untuk kemajuan kedokteran,” tambahnya.
Rektor Achmad Farich menjelaskan bahwa, di Lampung saat ini sedang dicanangkan warung sehat dalam program desa sehat untuk mendukung Smart Village, dimana salah satu kegiatannya adalah program Apotik masuk desa bekerjasama dengan badan usaha milik desa, tentunya ke depan hal ini akan menunjang pelayanan dokter di desa-desa.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati, Dr. Toni Prasetia, dr., Sp.PD.,FINASIM, turut memberikan ucapan selamat kepada para lulusan.
“Saya berharap angka kelulusan Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati terus meningkat ke depannya, mencapai 90 persen dan lebih baik lagi,” ungkap Dr. Toni.
Para lulusan juga diberi arahan untuk menjalani pengabdian selama satu tahun ke depan, dengan membagi waktu antara pelayanan di puskesmas dan di rumah sakit yang ditunjuk oleh pemerintah.
Untuk para dokter hari ini adalah awal untuk terus melangkah ke depan, satu tahun ke depan kita akan menjalankan pengabdian di mana 6 bulan di puskesmas dan 6 bulan di rumah sakit yang ditunjuk oleh pemerintah.
“Pesan saya jaga kedisiplinan, tunjukan prestasi dan jaga perilaku selama bertugas sehingga kita memiliki rekam perjalanan yang baik,” ucapnya.
Dr. dr. Alya Kairus, M. Kes, mewakili Ketua IDI Provinsi Lampung, memberikan pesan kepada para dokter untuk menjalankan profesi nya dengan profesional dan penuh amanah.
“Menyembuhkan pasien bukan hanya mengembalikan kesehatan fisik, tetapi juga kebahagiaan bagi keluarga dan teman-teman pasien,” ucapnya.
Dia juga mendorong para lulusan untuk memahami dengan baik kode etik kedokteran sebagai panduan dalam menjalankan tugas mereka.
Sementara itu, pemerintah telah meluncurkan program pendidikan dokter spesialis (PPDS) berbasis rumah sakit atau hospital based. hal ini membuka peluang baru bagi para dokter untuk melanjutkan spesialisasi mereka di rumah sakit. Dengan adanya program ini, diharapkan akan semakin banyak rumah sakit yang menjadi basis bagi program spesialisasi dokter. (*)
Editor: Asyihin
Dr. dr. Dollar Bekali Lulusan Dokter Muda Universitas Malahayati terkait Perubahan UU Kesehatan
BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Rektor Iki Jakarta, Dr. dr. Dollar, Sp. KKLP, SH., MH., MM., FIHFAA, FRSPH, memberikan pembekalan kepada seluruh lulusan dokter Pada acara yudisium ke-68 Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati di Graha Bintang, Senin (6/5/2024).
Dalam paparannya, Dr. dr. Dollar menyoroti perubahan terbaru dalam undang-undang kesehatan yang signifikan memengaruhi praktik kedokteran di Indonesia.
Lebih lanjut, Dr. dr. Dollar menyampaikan bahwa undang-undang terbaru memberikan kemudahan dalam membuka tempat praktik bagi para dokter.
“Untuk membuka tempat praktik dengan undang-undang yang baru saat ini tidak perlu lagi mendapat izin atau rekomendasi izin praktek dari organisasi profesi seperti IDI atau PDSI, cukup memiliki STR dan diajukan ke Dinas Kesehatan setempat maka akan keluar Surat Izin Praktik (SIP),” ungkapnya.
Penting untuk dicatat bahwa terdapat perubahan signifikan dalam sistem registrasi dokter, dimana sebelumnya STR (Surat Tanda Registrasi) diperbaharui setiap lima tahun, kini STR memiliki masa berlaku seumur hidup sesuai dengan undang-undang nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan.
Dr. dr. Dollar juga mengungkapkan bahwa dalam proses perubahan undang-undang tersebut, sebanyak 11 undang-undang terdahulu telah dicabut dan digabungkan ke dalam UU nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan.
Hal ini mencakup berbagai aspek, mulai dari ordonansi obat keras, wabah penyakit menular, praktik kedokteran, kesehatan, rumah sakit, kesehatan jiwa, tenaga kesehatan, keperawatan, kekarantinaan kesehatan, pendidikan kedokteran hingga tentang kebidanan.
Selain membahas aspek hukum, Dr. dr. Dollar juga menyoroti hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para dokter dalam praktiknya. Diantara hak-hak tersebut adalah hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan akses atas sumber daya kesehatan, sementara kewajiban termasuk menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta mengikuti program jaminan kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional.
Pembekalan yang diberikan oleh Rektor Iki Jakarta ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada para lulusan dokter mengenai perubahan-perubahan penting dalam praktik kedokteran di Indonesia serta tanggung jawab yang melekat dalam profesi kedokteran.
Editor: Asyihin