Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung Gelar Yudisium ke-68

BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung mengadakan acara yudisium di Graha Bintang, Senin (6/5/2024).

Dalam acara tersebut, Wakil Rektor 1 Universitas Malahayati, Dr. (Cand) Muhammad, S. Kom., M.M., menyampaikan apresiasi atas pencapaian luar biasa para lulusan dalam menyelesaikan pendidikan kedokteran mereka.

Ia juga memberikan pesan agar para lulusan terus mengasah keterampilan mereka, karena pendidikan kedokteran adalah awal dari perjalanan panjang dalam karier medis.

Selain itu, Dr. Muhammad mendorong para lulusan untuk membangun hubungan yang baik dengan para senior, salah satunya dengan bergabung dalam grup alumni Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati.

“Banyak dokter senior yang sukses telah melalui perjalanan yang sama, jadi jangan ragu untuk memanfaatkan jaringan ini dalam pengembangan karier,” ujarnya.

Dekan Fakultas Kedokteran, Dr. Toni Prasetia, dr., Sp.PD., FINASIM, menekankan pentingnya momen sumpah dokter bagi para lulusan.

“Sumpah ini melekat seumur hidup dan mengikat kita dengan etika selain ilmu. Ilmu tinggi tanpa etika tidak akan membawa keberhasilan dalam profesi kedokteran,” katanya.

Sebagai seorang dokter, Dr. Toni lebih suka menyebut dokter sebagai sebuah jabatan yang diemban seumur hidup, bukan sekadar sebuah gelar.

“Dokter itu jabatan bukan sekedar Gelar, saya lebih suka menyebutnya begitu,” ujarnya.

Acara yudisium juga dihadiri Wakil Rektor 4 Drs Suharman, M.Pd., Rektor Iki Jakarta Dr. dr. Dollar, Sp. KKLP, SH., MH., MM., FIHFAA, FRSPH., kepala Biro administrasi akademik Tarmizi, SE., M.Ak,. Turut hadir pula para dosen dan staf Fakultas Kedokteran. (*)

 

Editor : Asyihin

Republik Ketoprak

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Hari itu badan saya terasa sangat lelah sekali karena lebih dari dua jam olah raga dengan cara membersihkan rumah beserta pernak-perniknya. Setelah mandi diteruskan dengan leyeh-leyeh sambil menikmati sayup-sayupnya puji-pujian Jawa klangenan, sehingga membawa kenangan lama melintas, diantaranya saat nonton pertunjukan ketoprak kelas ndeso pada zamannya.

Syahdan di suatu jazirah Mbagedat (Jawa = aslinya Bagdad) ada negara bernama Republik Ketoprak. Negeri ini sedang akan memilih pemimpin dengan cara melakukan pemilihan langsung. Maksudnya setiap rakyat Negeri Ketoprak harus menggunakan hak pilihnya guna memilih pasangan pemimpin. Dan, bagi pasangan yang dapat mengumpulkan suara pemilih terbanyak, dialah yang akan menjadi pemimpin di Negeri Republik Ketoprak. Hal ini dilakukan karena masa kepemimpinan negeri ini akan berakhir, sementara pemimpin utama tidak bisa melanjutkan karena dibatasi oleh aturan hanya dua kali saja, sekalipun yang bersangkutan sebenarnya sangat ingin terus menjadi “raja” di Negeri Ketoprak.

Setelah dilakukan woro-woro oleh panitia yang ditunjuk oleh lembaga rakyat guna memfasilitasi terselenggaranya pemilihan. Lembaga ini menetapkan semua calon harus melakukan kampanye keseluruh negeri atas biaya sendiri; mereka para calon dilarang menggunakan fasiltas milik negeri. Ternyata setelah menunggu waktu cukup lama; ada tiga pasang pendaftar. Pasangan pertama adalah orang muda intelektual agamis; pasangan ini terkenal santun dan memiliki latarbelakang pendidikan tinggi dengan gelar tertinggi. Pemikirannya cerdas, dibuktikan dengan narasi-narasi yang dibangun menggunakan logika ilmiah. Walaupun bagi yang tidak sampai otaknya akan mengucap hanya bisa omong tidak bisa kerja. Mereka yang komen begitu tidak salah karena konsep bekerja dikepalanya adalah mancul di sawah atau di ladang, bisa juga jualan kulakan di pasar; kalau tidak begitu bukan kerja namanya. Beda sudut pandang beginilah yang sering pasangan ini terantuk tembok, atau bulan-bulanan yang empuk.

Pasangan kedua adalah pensiunan  prajurit perang yang memiliki pengalaman tempur luar biasa, terutama saat melawan pemberontak. Jago naik kuda dan menembak, bahkan beliau memiliki olah raga menembak. Berpasangan dengan anak muda, yang semula berprofesi sebagai saudagar dan terakhir jadi kepala perdikan. Pasangan ini terkenal dengan ketajirannya, karena memiliki sumber dana yang tidak berseri. Ukuran banyaknya kepeng bukan lembar tetapi karung; sehingga mampu membiayai apa saja jika diperlukan. Ciri dari pasangan ini adalah bisa membuat heboh para pendukungnya karena senang bersukaria dan berjoged megal-megol. Pidatonya bisa membakar emosi masa, namun setelah suasana kembali normal saat ditanya apa isi pidato kampanyenya tadi, beliau dengan ringan menjawab “lali aku”. Soal janji jangan ditanya, soal realisasi, nanti saja setelah jadi.

Pasangan ketiga adalah mantan kepala kadipaten yang berpasangan dengan ahli hukum yang sangat mumpuni. Dari hukum rimba sampai hukum karma beliau kuasai dengan baik. Pasangan yang sudah tidak muda lagi ini memiliki keyakinan tinggi untuk menang karena sang calon sudah sejak lama mempersiapkan diri, dengan cara tidur dan makan bersama wong cilik. Terlepas apakah itu tulus dari hati atau hanya sekedar “lamis-lamis”, hanya Yang Maha Kuasa yang Maha Mengetahui. Pasangan ini didukung oleh para Banteng berkepala sapi, yang siap menggendong calon kapan saja.

Saat acara kampanye tiba, ketiga pasangan ini adu strategi untuk menarik pemilih dengan segala macam cara. Calon pertama menggelar diskusi-diskusi cerdas hadir ditengah anak-anak muda terdidik. Kehadiran mereka berdua dielu-elukan oleh mereka yang berpendidikan rerata baik, sementara wong ndeso hanya nonton dari jauh, bahkan sayub-sayub. Pasangan ini seolah lupa bahwa kebanyakan pendidikan di Republik Ketoprak belum merata, bahkan ada yang mengatakan rata-rata mereka baru kelas tujuh. Akibatnya orientasi mereka menggunakan istilah Maslow baru pada tahap level dua saja. Model beginian menjadi mayoritas pemilih dinegeri Ketoprak, yang memiliki kesukaan kumpul, makan dan njoged. Memang jadi mengasyikkan jika dihubungkan dengan kondisi keseharian mereka. Sementara jika disuruh mikir mereka akan berkilah itu bukan bidangnya.

Calon kedua setiap kampanye menghadirkan hiburan. Nanti dulu soal pidato program, yang penting happy atau senang dulu. Makanya pasangan ini selalu membuat heboh panggung karena digoyang oleh musik dan joget khas mereka. Tentu saja yang hadir tidak peduli lagi dengan sekitar, yang penting goyang dan mangan. Terkadang panggilan untuk menghadap Tuhan yang diterikan oleh para mukazin tidak didengar lagi. Calon kedua ini sangat jeli memanfaatkan peluang apapun, termasuk koneksi-koneksi informal dengan para petinggi negeri dan para saudagar. Sehingga jika ada bantuan dari negeri Ketoprak kepada warganya, pasangan ini memanfaatkan celah untuk mendapatkan momentum.

Calon ketiga setiap kampanye mendekatkan diri pada kelompok “sepuh” dengan harapan paling tidak mendapatkan tumpangan pengaruh untuk para wadyabala tingkat bawah. Mereka lupa para sepuh di negeri Ketoprak sudah terkontaminasi suguhan, sehingga tidak jarang mereka berubah menjadi “sepah”. Banteng yang disiapkan untuk memeriahkan situasi, ternyata banyak yang duduk-duduk dibawah pohon beringin sambil nggayemi.

Hari pemilihan tiba. Ternyata strategi calon nomor dua sangat jitu, terutama bisa memengaruhi kelompok kelas tujuh yang jumlahnya mayoritas untuk dapat memilihnya. Atau itu kehendak Tuhan, tidak seorang pun yang mengetahui. Kenyataan yang bicara calon nomor dua unggul dari calon yang ada. Tuhan menunjukkan kedigjayaannya bahwa yang mengatur dunia dan isinya ini bukan manusia, kita semua hanya mahluk dibawah kendali-Nya. Jangankan lagi kemenangan dalam apapun pemilihannya, selembar daun jatuhpun dialam ini adalah atas kuasa-Nya.

Pertarungan belum selesai, calon satu dan calon tiga menggugat ke pengadilan untuk mendapatkan paling tidak kejelasan mengapa mereka kalah. Sidang dilakukan berhari-hari karena masing-masing pihak ingin unjuk bukti, bahkan terkadang ditingkahi dengan kelakuan yang agak kurang terpuji; dengan cara dari unjuk gigi sampai unjuk cincin ditampilkan.

Semua seolah sudah lupa diri bahkan terkesan ingin mengatur Tuhan, padahal ada pesan bijak dari para ulama terdahulu; ..”Jangan mengatur Tuhan, wilayah kita hanya usaha”….. Banyak orang pandai teori ekonomi tidak punya warung, tetapi tidak sedikit orang yang tidak sekolah sukses menjadi pengusaha. Semua itu meneguhkan bahwa kuwasa Tuhan jauh lebih perkasa dibandingkan dengan kemauan mahlukNYA. Kita hanya diminta untuk ihlas dalam menerima takdir.

Sedang enak-enaknya menonton sidang sengketa pemilihan yang sedang berdebat; sayup-sayup terdengar bunyi jendela kamar diketuk, ternyata itu ketukan istri minta bukakan pintu. Baru sadar setelah bangun semua di atas hanya mimpi di siang bolong.

Salam waras. (SJ)

Jauh Berjalan Banyak Bertemu, Lama Hidup Banyak Dirasa

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Beberapa waktu lalu ada seorang sohib memberi komen terhadap tulisan yang dikirim seperti judul di atas. Tampaknya sekalipun beliau bergelar doktor dari perguruan tinggi papan atas di negeri ini; nilai dan rasa diri kedaerahan masih tebal, bahkan nilai-nilai local masih sangat melekat dalam bertutur sapa sebagai anak negeri, terutama dalam beretika dengan orang yang dituakan. Ketinggian pendidikan tidak membuat dirinya angkuh apalagi sombong, justru sangat hormat dan merendah.

Jika kita simak komen yang kelihatan sederhana itu menunjukkan memang betul dalam perjalanan hidup ini menurut hasil nukilan dari orang-orang tua dulu: kita akan berjumpa paling tidak beberapa tipe orang, diantaranya: Pertama, “Tidak semua orang pintar itu benar”. Kenyataannya dalam masyarakat kita sering jumpai tipe seperti ini, justru dengan kepintarannya melakukan ketidakbenaran. Seolah-olah karena kepintarannnya itu dia memahami persis ketidakbenaran sesuatu, sehingga dia melakukannya.

Kedua, “Tidak semua orang benar itu pintar”; dengan kata lain kebenaran itu bukan monopoli orang pintar. Bisa jadi seseorang tidak pandai tetapi bertindak benar, oleh sebab itu kita harus sadar diri bahwa kebenaran itu bukanlah sesuatu yang dapat diklaim atau dimonopoli oleh siapapun.

Ketiga, “Banyak orang pandai tetapi tidak benar”; ini memberi pertanda bahwa kumpulan orang pintarpun tidak menjamin akan adanya kebenaran. Oleh sebab itu mayoritas bukan berarti memiliki nilai mutlak; karena bisa jadi justru himpunan orang pintarlah yang berjamaah melakukan ketidakbenaran.

Keempat, “Banyak orang benar walaupun tidak pintar”; ini menunjukkan bahwa kepintaran tidak menjamin kebenaran, karena perilaku keduanya bisa berbeda arah. Kita lihat bagaimana para petugas kebersihan mereka melakukan pekerjaannya dengan benar, sekalipun mereka tidak pintar.

Kelima, “dari pada menjadi orang pintar tetapi tidak benar, lebih baik jadi orang benar walaupun tidak pintar”. Potret seperti ini sering kita jumpai pada masyarakat kebanyakan; mereka lebih menghargai orang benar sekalipun tidak pintar.

Keenam, “ada yang lebih bagus lagi yaitu jadi orang pintar yang selalu bertindak benar”. Sekalipun jumlah orang seperti ini sangat sedikit, namun betapa bernilainya pribadi seseorang jika bisa berperilaku seperti ini, dan setiap jaman kita akan jumpai mereka-mereka ini. Mereka penghias jaman yang selalu meninggalkan sejarah kebajikan bagi sesama.

Ketujuh, “membuat pintar orang benar itu lebih mudah dari pada menunjukkan kebenaran kepada orang pintar”. Ternyata orang benar itu lebih mudah untuk diajak agar menjadi pintar, dibandingkan dengan menunjukkan kebenaran pada orang pintar; sebab orang pintar selalu berasa diri benar, sehingga jika ditunjukkan akan kesalahannya kemudian ditunjukkan yang benar, mereka kebanyakan lebih sulit untuk menerima kenyataan.

Kedelapan, “membenarkan orang pintar yang berbuat salah itu memerlukan beningnya hati dan kesadaran yang tinggi, karena sangat sulit untuk memahamkannya”. Pada banyak kasus orang yang berbuat salah padahal dia pandai secara intektual, itu sangat sulit untuk memberikan penyadaran padanya akan kesalahan yang diperbuat. Justru yang ada, dirinya merasa berada pada posisi yang selalu benar.

Dari semua di atas ada pembelajaran yang dapat kita petik ialah kita diharuskan selalu optimis atau berprasangka baik kepada siapapun dan apapun kejadian di dunia ini. Bahkan kepada Tuhan-pun kita diharuskan berprasangka baik dalam setiap kondisi. Karena yang diberikan kepada mahluknya pasti yang terbaik, walau terkadang mahluknya tidak menyadari bahwa dia adalah hasil ciptaan Sang Maha Pencipta, yang sudah menyiapkan segalanya.

Dengan kata lain; seseorang yang telah menjalani perjalanan panjang akan memiliki banyak pengalaman dan melihat banyak hal, dan orang yang telah hidup lama akan memiliki banyak pengalaman dan merasakan banyak hal dalam hidupnya. Oleh sebab itu para ulama berpesan bahwa

saat dirimu mempelajari ilmu syariat, maka engkau akan berperang dengan pikiranmu sendiri. Disaat dirimu mempelajari ilmu tarekat, maka dirimu akan selalu menganggap Jin dan Setan adalah musuhmu. Di saat dirimu mempelajari ilmu hakekat, maka engkau akan mulai mengerti bahwa musuh yang nyata itu adalah dirimu sendiri. Di saat dirimu mempelajari ilmu makrifat, maka engkau tidak lagi menemui semua itu”.

Tampaknya proses pengendapan dalam diri manusia itu sangat diperlukan karena jika ditelaah secara filosofis seseorang dalam laku agama harus sampai pada level cinta, yang makna hakikinya adalah mengamalkan ajaran agama dengan penuh kasih sayang serta kesadaran yang mendalam akan adanya Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Pada level paripurna inilah sebenarnya kita dituntut, walau pada derajat mana, biarkan Sang Maha Mengetahui menilainya.

Salam waras. (SJ)

Universitas Malahayati Bandar Lampung Gelar Yudisium dan Sumpah Profesi Fakultas Ilmu Kesehatan

Bandar Lampung (malahayati.ac.id): Universitas Malahayati Bandar Lampung menyelenggarakan acara Yudisium dan Sumpah Profesi Fakultas Ilmu Kesehatan di Gedung Malahayati Career Center, Jumat (3/5/2024).

Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Achmad Farich, dr., MM., saat memberikan sambutan dalam acara tersebut, menekankan pentingnya pembelajaran berkelanjutan dan adaptasi terhadap perkembangan teknologi.

Dr. Achmad Farich mengingatkan para lulusan bahwa ilmu yang diperoleh selama masa kuliah hanyalah awal dari perjalanan panjang.

“Tantangan ke depan akan lebih berat, terutama dengan dunia kerja yang semakin ketat bersaing. Selain itu, kalian juga akan menghadapi tantangan di masyarakat dan perkembangan teknologi yang semakin maju,” ujarnya.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, Dr. Achmad Farich mengajak para lulusan untuk terus belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

Ia juga menyarankan untuk terus membina hubungan dengan almamater serta menjalin komunikasi dengan para alumni dan senior, karena melalui hubungan tersebut, banyak ilmu praktis yang dapat diperoleh.

“Manfaatkan teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), untuk mempermudah dan mempercepat pekerjaan kalian. Pelajari dan kuasai teknologi untuk menunjang karier dan kontribusi kalian bagi masyarakat,” tambah Dr. Achmad Farich.

Acara yudisium ini meluluskan 68 mahasiswa dari berbagai program studi di Fakultas Ilmu Kesehatan, dengan rerata Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3.5.

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati Dr. Lolita Sary, SKM., M.Kes., menjelaskan bahwa lulusan tersebut terdiri dari 15 mahasiswa laki-laki dan 53 mahasiswa perempuan. Program studi yang terlibat antara lain Profesi Ners, Profesi Bidan, Diploma III Kebidanan, Diploma III Analis Farmasi dan Makanan (ANAFARMA), Magister Kesehatan Masyarakat, Sarjana Keperawatan, Sarjana Farmasi, Sarjana Psikologi, dan Sarjana Kebidanan.

Dalam kesempatan yang sama, 17 lulusan dari 4 program studi di Fakultas Ilmu Kesehatan juga mengikuti sumpah profesi.

Dr. Lolita Sary berharap bahwa ilmu dan keterampilan yang diperoleh para lulusan akan berguna dalam berkarya secara profesional, bermanfaat, dan berintegritas, baik di dalam lingkup keluarga, masyarakat, maupun bangsa.

Acara ditutup dengan pemberian selamat kepada para lulusan dan salam dari rektor kepada para orang tua yang telah mempercayakan anak-anak mereka untuk belajar di Universitas Malahayati Bandar Lampung.

“Setelah selesai menempuh pendidikan, saya serahkan kembali kepada para orang tua,” ucap Dr. Achmad Farich.

Editor: Asyihin

Selamat Hari Pendidikan Nasional, “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar”

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati pada 2 Mei setiap tahunnya. Momen bersejarah ini selalu dirayakan oleh insan pendidikan di seluruh Indonesia. Pemerintah menetapkannya pertama kali pada 1959. Hardiknas diperingati setiap tahunnya di Indonesia untuk menghargai pentingnya peran pendidikan dan seluruh instrumennya dalam memajukan bangsa.

Ditetapkannya tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional diambil dari tanggal lahir Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia.

Selamat memperingati Hari Pendidikan Nasional, 02 Mei 2024. “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar”. (gil/humasmalahayatinews)

Dulu Bersama Kita, Sekarang Tinggal Cerita

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Beberapa hari lalu mendapat panggilan telpon dari sahabat lama yang jauh di sana di Bumi Sriwijaya, inti pembicaraan bertanya tentang apakah mendapat undangan pertemuan penting dari organisasi yang dibangun bersama dulu. Jawabannya adalah sampai menerima telpon itu belum ada undangan resmi yang melayang ke meja; entah nanti, besok atau lusa, atau kapan-kapan. Hal yang sama juga melalui media sosial dilakukan oleh seorang sahabat karib, yang berada di Kota Solo. Profesor ini malah menegaskan bahwa beliau mengira bahwa penulis otomaticaly sebagai pengundang, namun setelah diberi penjelasan beliau maklum.

Bersamaan dengan itu melalui media sosial genggam, ada kiriman dari juga seorang sahabat satu angkatan waktu kuliah di program sarjana awal tahun tujuhpuluhan; yang berisikan bagaimana tulisan terakhir dari mantan presiden negeri ini saat menghadapi hari-hari tuanya. Ternyata hakekat keduanya sama yaitu: semua berisi bagaimana banyak hal dahulu bersama kita, dan sekarang yang tinggal hanya cerita.

Konsep perspektif masa lampau mengacu pada cara seseorang melihat dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman masa lampau dari sudut pandang saat ini. Hal ini melibatkan refleksi, reinterpretasi, dan pemahaman ulang terhadap peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dalam kehidupan seseorang. Spektrum masa lampau menggambarkan keragaman pengalaman manusia dan kompleksitas kehidupan. Meskipun tidak mungkin untuk menghindari pengalaman negatif sepenuhnya, penting untuk diingat bahwa pengalaman-pengalaman tersebut dapat memberikan pelajaran berharga dan membentuk karakter seseorang. Dengan pemahaman yang tepat tentang spektrum masa lampau, seseorang dapat belajar dari pengalaman mereka dan berkembang sebagai individu yang lebih kuat dan lebih bijaksana.

Menjadi persoalan adalah apakah semua kita mampu menerima posisi saat ini; manakala dikepala kita masih terus merekam peristiwa masa lampau sebagai masa kini. Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya mereka yang ada pada posisi saat ini tidak menyadari akan juga menjadi masa lampau pada waktunya. Memaksakan masa lampau untuk selalu hadir pada masa kini, itu adalah pekerjaan sia-sia karena akan melawan sang waktu, dan itu berarti menyalahi kodrat.

Masa kini yang kelak ditinggal, dan pada akhirnya menjadi masa lampau; himpunan dari masa lapau inilah yang kemudian dikenal dengan peradaban. Walaupun hal ini tidak banyak disadari oleh pelaku sosial, bahwa inilah sebenarnya salah satu diantara hukum sosial itu. Menariknya lagi kesadaran akan semua itu datangnya selalu terlambat, sehingga sekelas orang genius-pun bisa kecewa dan menyesal saat usia telah beranjak senja.

Oleh karena itu nasehat orang bijak mengatakan saat kita melakonkan suatu peran, lakonkanlah dengan benar, agar pembenaran itu sempurna manakala kelak kita tinggalkan lakon itu, untuk menuju lakon berikutnya. Dan, jangan lupa ihlaskan semua yang sudah terjadi, yakini itu adalah tulisan Tuhan untuk kita. Perlu pemahaman tingkat tinggi memang, namun itulah dunia; kita tidak akan bisa mengulang kembali sesuatu yang sudah menjadi kenangan. Tinggal kenangan yang seperti apa, itu tergantung bagaimana kita mengukir peristiwanya sebelum menjadi kenangan.

Kita tidak harus menyesali suatu peristiwa yang sudah terjadi, karena bisa jadi di sana ada ketetapan Tuhan yang menyertai. Dunia bukan maunya kita, akan tetapi maunya Sang Pencipta. Apa yang tidak kita suka, jangan-jangan itu yang terbaik untuk kita; dan, yang kita suka jangan-jangan itu justru merugikan kita.

Dinamika dunia adalah ada hari ini, ada esok, dan ada lusa. Apapun kita jika ada pada wilayah hari ini, bersiaplah akan menjadi kemaren, dan, jika ada di wilayah lusa bersiaplah akan menjadi saat ini. Hasil keputusan itu final sifatnya, sekalipun kita tidak menyukainya, karena semua itu menunjukkan ketidakabadian.

Apapun peristiwanya, dan dimanapun tempatnya; segala sesuatu akan ada akhirnya. Akhir dari yang paling akhir itu adalah cerita dari peristiwa. Oleh sebab itu tidak salah jika orang bijak mengatakan: cerita itu akan indah bagi pelakunya, namun akan lebih indah lagi manakala dinikmati setelah dia berada pada masa lalu.

Pepatah lama mengatakan “kadangkala jawaban atas doa kita tidak selalu tentang apa yang kita dapat, tetapi justru apa yang hilang dari kehidupan kita”. Para sosiolog mengajarkan kita untuk menerima perubahan sebagai bagian dari kehidupan. Ini membantu kita untuk lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan dan tantangan.

Seiring bertambahnya usia tidaklah salah jika ajaran agama menuntun kita untuk berlaku bijak terhadap apapun perubahan yang terjadi di lingkungan kita, termasuk juga perubahan yang ada pada diri kita. Menjadi tua itu adalah harus, menuju kematian itu adalah pasti; tinggal bagaimana kita menghadapinya. Jika kita menghadapi perubahan itu dengan tenang dan berserah diri untuk tawakal kepada Sang Pencipta, maka kebahagiaan yang akan kita temui. Walaupun terkadang harapan hanyalah mimpi, dan kenyataan adalah bayangan, namun yakinlah tiada samudra tanpa pesisir, tiada derita tanpa akhir.
Salam Waras (SJ)

Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung Hadiri Halal Bil Halal Gubernur Lampung

BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Achmad Farich, dr., MM., turut hadir dalam acara Halal Bil Halal yang diselenggarakan oleh Gubernur Lampung di Lapangan KORPRI Kantor Gubernur Lampung, Senin (29/4/2024).

Kegiatan Halal Bil Halal tersebut menghadirkan penceramah Ustadz H. Asep Kholis Nurjamil, SHI, MHI.

Dalam acara tersebut, Rektor Universitas Malahayati bergabung dengan sejumlah Forkopimda Provinsi Lampung, Bupati/Wali Kota/Pj Bupati se-Provinsi Lampung, Sekretaris Daerah se-Provinsi Lampung, Kepala Perangkat Daerah se-Provinsi Lampung, Ketua TP. PKK dan Ketua Dharma Wanita se-Provinsi Lampung, serta tokoh agama, masyarakat, dan media.

“Acara ini menjadi momentum untuk mempererat tali persaudaraan dan memperkokoh nilai-nilai keagamaan serta kebersamaan dalam bingkai kehidupan berbangsa dan bernegara,” ucap rektor. (**)

Efek Ekor Naga

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Setiap habis pemilihan apapun jabatan yang ada di negeri ini, mungkin juga di negeri lain, ada sesuatu yang tersisa, yaitu efek lanjut akibat dari pemilihan. Dan, dalam tulisan ini hal tersebut diberi nama efek ekor naga. Sebenarnya ini adalah sesuatu yang wajar, sebab setiap keputusan yang diambil akan memiliki konsekuensi, dan salah satu di antaranya adalah “ikut barisan atau keluar barisan”. Dalam pengertian ikut menjadi pemenang atau pihak yang kalah, walaupun tidak menutup kemungkinan bisa jadi menjadi pecundang.

Efek ekor naga terutama akan terlihat seru manakala pemimpin yang dilahirkan dari proses pemilihan yang dipenuhi intrik-intrik tajam, dan pemimpin terpilih memiliki sifat kepribadian pendendam, baik tampak dinarasikan maupun tidak tampak. Akan tetapi, jika diperoleh pemimpin hasil pemilih yang memang memiliki jiwa kepemimpinan sejati, maka dia akan berusaha merangkul semua yang berbeda selama ini untuk dijadikan satu kekuatan pendukung program yang dimiliki. Walaupun keputusan ini sering dianggap tidak waras oleh para pendukung fanatik, tetap saja harus diakui bahwa langkah ini memiliki sisi kebaikan.

Ada satu penggalan pengalaman seorang kepala dinas dari satu instansi tertentu yang hampir terkena sabetan ekor naga karena dianggap selama ini tidak loyal dan berseberangan dengan pemenang pemilihan. Maka, yang bersangkutan secara terang-terangan dimuka umum diberitahu bahwa dia akan dipecat manakala sang pemenang telah dilantik. Seiring perjalanan waktu, saat evaluasi program seratus hari kepemimpinan, ternyata satu-satunya kepala dinas yang memiliki program dan kemajuan yang hebat dan tepat dari pemimpin terpilih, hanya dimiliki beliau. Ini pun disajikan dalam forum besar yang dihadiri oleh para pendukung pemenang yang tidak berbuat apa-apa. Walhasil, kepala dinas ini tidak pernah dipecat sampai masa periode kepemimpinan terpilih berakhir. Bahkan beberapa kali mendapat promosi jabatan karena kinerjanya baik, terakhir yang bersangkutan dipromosikan menjadi pejabat kepala daerah tingkat dua, dan tetap merangkap jabatan sebagai kepala dinas instansi tertentu.

Beda lagi di salah satu institusi ilmiah tertentu yang juga menganut sistem pilih-memilih kepemimpinan utamanya. Setelah pelantikan pemimpin terpilih melakukan penyusunan kabinet, semua pendukung diberi “kue” hasil perjuangan sesuai peran dan fungsi waktu berjuang. Ternyata ada di antara anggota kabinet yang menusuk teman seiring, menggunting dalam lipatan, dengan mengambil kebijakkan tanpa seizin pimpinan utama. Terpaksa di tengah perjalanan yang bersangkutan harus diistirahatkan; dengan alasan yang manis diucapkan, tetapi sakit dirasakan.

Semua itu pada level daerah, tentu pada level nasional akan lebih seru lagi soal geser-menggeser, gesek-menggesek, sikut-menyikut untuk mendapatkan posisi dan periuk nasi. Karena berspektrum luas, tidak jarang akan menimbulkan goncangan dalam pemilihan dan penetapan barisan. Bisa dibayangkan dari kursi menteri, dirjen, direktur, kepala unit, dan seterusnya; akan mengalami gonjang-ganjing dalam penetapannya.

Beda lagi yang menjadi “penggembira”, individu pada kelompok ini menjadi pencari selamat dan mencari sisa “nasi kenduri” dari hajatan yang sudah selesai. Ada yang menjauh menyilahkan pemimpin terpilih untuk berekplorasi, walaupun jumlah mereka ini sedikit sekali, da nada juga diantara mereka memiliki harapan dalam hati untuk mendapat hak-hak istimewa. Tetapi ada kelompok yang berharap mendapat tetesan hujan dari hasil sedikit keringat perjuangan, walaupun pada saat pertarungan pemilihan berlangsung hanya bertepuk ikut ramai, berbaris ikut panjang. Kelompok ini mulai memainkan jurus Cina Mabok agar dapat pembagian rejeki, apapun namanya.

Ada lagi yang berperilaku kepala menjadi besar, kaki menjadi kecil; sehingga merasa paling berjasa, dan bersikap yang tidak segaris adalah lawan. Selalu ingin sowan kepada pemimpin terpilih agar mendapat perhatian lebih. Namun jika ada keterplesetan pemimpin dalam bertindak atau berucap, mereka inilah yang akan lari paling depan untuk meninggalkan sang pemimpin terpilih sendirian.

Sebaliknya, yang berada pada posisi atau diposisikan sebagai rival, yang bersangkutan tidak diberi ruang, dan jika perlu tidak dikasih “hidup”. Semua tindakan, pemikiran, saran dari kelompok ini sekalipun mungkin baik, tetap dianggap sebagai penghalang, oleh sebab itu diupayakan untuk disingkirkan, atau biasa dengan bahasa halusnya dieliminasi dengan cara apa pun.

Kelompok terakhir ada pada posisi penikmat; kelompok ini hanya memandang dari jauh saja, dan terkadang sedikit berkomentar, atau tersenyum setengah hati, namun tidak jarang tertawa terbahak-bahak tatkala sendirian. Kelompok ini tidak peduli apa yang terjadi, yang penting baginya keluarga dan dirinya serta bisnisnya selamat sampai tujuan. Hiruk pikuk bukan urusannya, yang penting baginya ada pada zone nyaman; terserah saja orang lain. Saat ada pembagian rejeki, kelompok ini berteriak “atas nama hak”; mereka harus dapat, jika perlu paling besar, karena selama ini meras sebagai penyandang modal.

Efek ekor naga inilah yang mengakibatkan tsunami sosial melanda pada lembaga manapun, dan hal ini sudah menjadi semacam hukum sosial. Bahkan di lembaga atau negara yang mengatakan diri paling demokratis sekalipun, hal serupa ini tidak dapat terhindari. Manakala setelah terjadi pemilihan pucuk pimpinan tertentu, akan disertai peristiwa ini; adapun bungkusnya bisa bermacam-macam, salah satu diantaranya adalah “penyegaran”, pada hal sejatinya penyingkiran.

Sebentar lagi ekor naga di negeri ini akan bergerak, mari kita tunggu effeknya. Semoga dia membawa kemaslahatan bagi semua. Soal puas atau tidak, itulah dunia; mari kita syukuri yang ada dan terima dengan legowo apapun suratan Tuhan untuk kita. Walaupun ada catatan kecil diujung sana yang terbaca …“jangan selalu memaknai kemenangan sebagai suatu keberhasilan, bisa jadi itu ujian”… Hanya Naga Bonar dalam film-lah yang bisa mengocok perut karena tertawa. Sementara selebihnya membuat sakit perut karena larut. (SJ)

Raih Beasiswa KIP Universitas Malahayati Bandarlampung Tahun 2024

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Assalamualaikum #sahabatunmal

Hallo Adik-adik semuaa…Ini dia informasi yang udah kalian tunggu-tunggu. Penerimaan Mahasiswa Baru Universitas Malahayati Bandarlampung JALUR BEASISWA KIP KULIAH tahun 2024 SUDAH DIBUKA..!

Informasinya selengkapnya bisa dilihat disini KIP Kuliah Universitas Malahayati

Raih masa depan dan cita-cita kamu dengan melanjutkan ke perguruan tinggi.

Ayo bergabung di Universitas Malahayati, Kampus terkeren di Lampung Melalui Jalur Beasiswa KIP Kuliah 2024.

Informasi Lengkap BEASISWA KIP KULIAH 2024
Bapak Ricko Gunawan, M. Kes (0852-7990-0901)

——————————————————
SEMUA BISA KULIAH… !! (gil/humasmalahayatinews)

Alumni Prodi Teknik Lingkungan Universitas Malahayati Cut Mutiawati Jadi Tenaga Ahli Proyek Komenko Marves

SUMATERA UTARA (malahayati.ac.id): Cut Mutiawati S.T., M. Ling., merupakan salah satu alumni Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Malahayati Bandar Lampung yang lulus pada 2019 serta aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan saat masih di kampus.

Kini, ia menunjukkan dedikasi yang luar biasa dalam bidangnya sebagai Tenaga Ahli Manajemen Konstruksi, khususnya dalam Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), di Proyek Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Komenko Marves) Pembangunan Taman Sains Teknologi Herbal dan Holtikultura (TSTH2) Tahap 2, yang berlokasi di Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, Indonesia.

Klik di sini : Pendaftaran Online Mahasiswa Baru

Keberhasilan Cut dalam karirnya tidak terlepas dari keterlibatannya dalam organisasi selama masa perkuliahan di Universitas Malahayati. Ia aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan organisasi, menjadikannya terlatih dalam kepemimpinan, kerjasama tim, serta keterampilan sosialisasi dan komunikasi yang sangat penting dalam dunia kerja.

Pendidikan akademisinya yang berkualitas juga memberikan landasan yang kokoh bagi Cut dalam menjalani karir profesionalnya. “Dukung dosen dan akademisi Universitas Malahayati, membuat saya mampu menggabungkan pengetahuan yang didapat di kampus dengan pengalaman lapangan yang diperoleh melalui kegiatan ekstrakurikuler, termasuk yang berskala internasional,” ucapnya.

Cut Mutiawati S.T., M.Ling., adalah sebagian bukti nyata bagaimana Universitas Malahayati melahirkun lulusan unggul yang siap berkarir di duania kerja, serta kesuksesan alumni adalah bukti Universitas Malahayati mempersiapkan mahasiswanya dalam menggapai karir di bidang yang sesuai dengan keahliannya.

Klik di sini : Pendaftaran Online Mahasiswa Baru

Yuk, persiapkan diri kamu untuk bergabung bersama Universitas Malahayati di Program Studi Teknik Lingkungan. Caranya mudah, kamu bisa klik link Pendaftaran Mahasiswa Baru  atau datang langsung ke kampus Universitas Malahayati Bandar Lampung. (*)

Editor: Asyihin