Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Sudah beberapa hari ini, saya marhing atau meriang. Atas rekomendasi dokter, badan harus istirahat, termasuk istirahat berfikir. Namun apadaya, untuk yang terakhir tadi sulit sekali dilakukan. Apalagi begitu membaca berita Helo Indonesia secara konsisten mengikuti terpuruknya nasib petani singkong.
Terakhir, ribuan petani singkong dari tujuh kabupaten terpaksa demo besar-besaran di Lapangan Korpri depan Kantor Gubernur dan DPRD Provinsi Lampung. Sementara nu jauh di sana pemilik pabrik “sewot” dengan tidak mau membeli singkong. Ratusan truk antre entah sampai kapan.
Kondisi ini seperti halnya buah simalakama “dimakan mati bapak, dibuang mati emak”.
Sebenarnya, persoalan singkong memiliki riwayat yang panjang hingga tidak jarang memilukan. Kilas balik, Gubernur Pudjono Pranyoto (1988-1997) sudah mengingatkan kala itu agar petani tak gegabah diversifikasi pertanian dengan mengorbankan kebun lada dan kopi saat tidak baik-baik saja.
Bahkan, Ketua Bappeda Siti Nurbaya saat itu — terakhir menteri Kehutanan RI — sudah menyusun sejumlah kebijakkan tentang tata ruang, termasuk pola tanam pohon umbi-umbian yang nama latinnya Manihot esculenta.
Tetap saja, para petani tergoda harga singkong kala itu. Mereka kemudian eksodus menganti kebunnya dengan tanaman bahan baku tepung tapioka yang berjangka pendek dan lebih menguntungkan secara finansial.
Gubernur Oemarsono (1998—2003) dengan Ketua Bappeda Haris Hasyim (Mantan Wakil Rektor Bidang Akademik Unila) melangkah lebih maju dengan Program Desa Ku Maju Sakai Sambayan yang disingkat DMSS. Ada yang kemudian memplesetnya upaya membantu petani itu jadi dang mengan saean saean..
Program ini menggandeng para pemikir peguruan tinggi, Unila khususnya, untuk mencari jalan keluar dari persoalan petani singkong yang kerap harus menghadapi remuknya harga jual.
Lewat Program Industri Tapioka Rakyat atau disingkat ITARA, Pemprov Lampung membantu petani lewat koperasi mesin mini penggiling singkong agar menjadi tepung karya Ir. Sarnadi. M.S (maaf kalau salah menuliskan nama).
Tak sampai di mekanisasi, Pemprov Lampung juga menurunkan para pakar, yakni Irwan Efendi sebagai komandan Tim Sosial Ekonomi Pertanian; Armen Yasir soal hukumnya, Ambyah yang memikirkan pemasarannya, Mohammad Kamal dan Hassanudin urusan penelitian dan pengembangan, dan masih banyak lagi.
Mereka kemudian menjadi guru besar, ada yang saat ini sudah lensiun dan juga sudah ada yang wafat.
Begitu kepala daerah beralih ke Syachruddin ZP (2004—2008 dan 2009—2014) urusan singkong meredup. Sebagai jenderal purnawirawan, putra Gubernur ke-2 Lampung Zainal Abidin Pagaralam ini lebih fokus mengatasi persoalan-persoalan penyerobotan tanah yang marak pada waktu itu.
Namun persoalan petani agak sedikit terpinggirkan dan akhirnya hilang ditelan waktu. Sementara gubernur-gubernur selanjutnya walau janji politiknya selalu demi kesejahteraan rakyat nyatanya lebih repot mengurus infrastruktur. Walau akhirnya, ada yang tak tuntas juga.
Sebagai contoh bisa dibayangkan jalan provinsi yang ada pada sabuk wilayah seperti Banjit, Kasui, Bahuga dan masih banyak lagi; sampai hari ini kita tidak bisa membedakan antara jalan dengan kubangan.
Oleh sebab itu, kita harus berani jujur mengatakan jika gubernur hanya dijabat oleh selevel “penjabat” jangan harap untuk dapat menuntaskan persoalan yang memang sudah menahun.
Sebagai orang yang mengamati perjalanan singkong dari gubernur ke gubernur, saya mencoba menarik benang merah yang dapat membela rakyat kecil dari “bulanan-bulanan” para kaum kapitalis.
Mudah-mudahan, empat solusi ini dapat mengubah singkong jadi semanis madu bukan hanya untuk pengusaha dan pejabat saja, tetapi juga rakyat Lampung yang harus menanam dan merawat tanamannya berbulan-bulan di bawah terik dan hujan.
PERTAMA
Gubernur terpilih segera membentuk tim penyelaras untuk masalah petani singkong yang isinya para praktisi, akademisi, dan pengusaha guna melakukan inventarisasi persoalan bersama dan merancang keputusan bersama.
KEDUA
Gubernur terpilih melakukan kerjasama teknis dengan perguruan tinggi yang memiliki sumberdaya keahlian bidang persingkongan guna menyusun skema hulu sampai hilir persoalan singkong. Bukan hanya teori atau di atas kertas, tetapi aksi nyata terukur dan dapat dievaluasi kapanpun. Leading sektornya adalah Dinas Pertanian dan Dinas Perdagangan.
KETIGA
Gubernur terpilih harus tegas bernegosiasi dengan kementerian agar impor tapioca pembicaraan berkaitan dengan jumlah kuota nasional, harus melihatkan Lampung sebagai produsen tapioka terbesar.
KEEMPAT
Gubernur terpilih bersama DPRD membentuk satgas indipenden yang terdiri dari unsur masyarakat, LSM, Jurnalis dan pihak terkait untuk mengawasi semua regulasi yang ada dan dilaporkan secara terbuka jika ada penyimpangan.
Tentu semua itu bukan obat mujarab segala macam penyakit, akan tetapi paling tidak kita harus berani memulai berbenah diiri guna membela rakyat kecil, tak hanya terus-menerus bikin buncit pengusaha.
Terima kasih, istirahat pay, semoga tidur siang nanti bermimpi pemimpin Lampung yang akan datang, Rahmad Mirzani Djausal (2025-2030) sukses mengatasi penyakit kronis persingkongan agar rakyat sejahtera dan Lampung Maju.. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Yudisium Profesi Dokter Periode ke-71 Universitas Malahayati, Langkah Awal Para Dokter Baru Menuju Dunia Profesional
Turut hadir dalam acara tersebut Wakil Rektor 1 Universitas Malahayati, Prof. Dr. Dessy Hermawan, S.Kep., Ns., M.Kes, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati, Dr. Toni Prasetia, dr., Sp.PD., FINASIM, serta jajaran pengurus Fakultas Kedokteran, seperti Kepala Program Studi Profesi Dokter, Muhamad Ibnu Sina, dr., M.Ked (Neu)., Sp.N., Sekretaris Prodi, serta para dosen Prodi Profesi dan Pendidikan Dokter.
Hari ini menandai awal perjalanan para dokter muda untuk terjun ke dunia profesional. Para peserta yudisium diharapkan untuk terus mengembangkan kompetensinya melalui berbagai kegiatan ilmiah seperti seminar, workshop, dan simposium, guna menjadi dokter yang semakin berkualitas.
Yudisium ini bukan hanya menjadi momen perayaan, tetapi juga pengingat akan tanggung jawab besar yang kini diemban oleh para lulusan. Dengan bekal ilmu yang telah diperoleh, mereka siap melangkah menuju dunia profesi dokter yang penuh tantangan dan harapan. (gil)
Editor: Gilang Agusman
Soal Singkong, Belajar dari Gubernur Lalu, 4 Pesan Buat Gubernur Nanti
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Sudah beberapa hari ini, saya marhing atau meriang. Atas rekomendasi dokter, badan harus istirahat, termasuk istirahat berfikir. Namun apadaya, untuk yang terakhir tadi sulit sekali dilakukan. Apalagi begitu membaca berita Helo Indonesia secara konsisten mengikuti terpuruknya nasib petani singkong.
Terakhir, ribuan petani singkong dari tujuh kabupaten terpaksa demo besar-besaran di Lapangan Korpri depan Kantor Gubernur dan DPRD Provinsi Lampung. Sementara nu jauh di sana pemilik pabrik “sewot” dengan tidak mau membeli singkong. Ratusan truk antre entah sampai kapan.
Kondisi ini seperti halnya buah simalakama “dimakan mati bapak, dibuang mati emak”.
Sebenarnya, persoalan singkong memiliki riwayat yang panjang hingga tidak jarang memilukan. Kilas balik, Gubernur Pudjono Pranyoto (1988-1997) sudah mengingatkan kala itu agar petani tak gegabah diversifikasi pertanian dengan mengorbankan kebun lada dan kopi saat tidak baik-baik saja.
Bahkan, Ketua Bappeda Siti Nurbaya saat itu — terakhir menteri Kehutanan RI — sudah menyusun sejumlah kebijakkan tentang tata ruang, termasuk pola tanam pohon umbi-umbian yang nama latinnya Manihot esculenta.
Tetap saja, para petani tergoda harga singkong kala itu. Mereka kemudian eksodus menganti kebunnya dengan tanaman bahan baku tepung tapioka yang berjangka pendek dan lebih menguntungkan secara finansial.
Gubernur Oemarsono (1998—2003) dengan Ketua Bappeda Haris Hasyim (Mantan Wakil Rektor Bidang Akademik Unila) melangkah lebih maju dengan Program Desa Ku Maju Sakai Sambayan yang disingkat DMSS. Ada yang kemudian memplesetnya upaya membantu petani itu jadi dang mengan saean saean..
Program ini menggandeng para pemikir peguruan tinggi, Unila khususnya, untuk mencari jalan keluar dari persoalan petani singkong yang kerap harus menghadapi remuknya harga jual.
Lewat Program Industri Tapioka Rakyat atau disingkat ITARA, Pemprov Lampung membantu petani lewat koperasi mesin mini penggiling singkong agar menjadi tepung karya Ir. Sarnadi. M.S (maaf kalau salah menuliskan nama).
Tak sampai di mekanisasi, Pemprov Lampung juga menurunkan para pakar, yakni Irwan Efendi sebagai komandan Tim Sosial Ekonomi Pertanian; Armen Yasir soal hukumnya, Ambyah yang memikirkan pemasarannya, Mohammad Kamal dan Hassanudin urusan penelitian dan pengembangan, dan masih banyak lagi.
Mereka kemudian menjadi guru besar, ada yang saat ini sudah lensiun dan juga sudah ada yang wafat.
Begitu kepala daerah beralih ke Syachruddin ZP (2004—2008 dan 2009—2014) urusan singkong meredup. Sebagai jenderal purnawirawan, putra Gubernur ke-2 Lampung Zainal Abidin Pagaralam ini lebih fokus mengatasi persoalan-persoalan penyerobotan tanah yang marak pada waktu itu.
Namun persoalan petani agak sedikit terpinggirkan dan akhirnya hilang ditelan waktu. Sementara gubernur-gubernur selanjutnya walau janji politiknya selalu demi kesejahteraan rakyat nyatanya lebih repot mengurus infrastruktur. Walau akhirnya, ada yang tak tuntas juga.
Sebagai contoh bisa dibayangkan jalan provinsi yang ada pada sabuk wilayah seperti Banjit, Kasui, Bahuga dan masih banyak lagi; sampai hari ini kita tidak bisa membedakan antara jalan dengan kubangan.
Oleh sebab itu, kita harus berani jujur mengatakan jika gubernur hanya dijabat oleh selevel “penjabat” jangan harap untuk dapat menuntaskan persoalan yang memang sudah menahun.
Sebagai orang yang mengamati perjalanan singkong dari gubernur ke gubernur, saya mencoba menarik benang merah yang dapat membela rakyat kecil dari “bulanan-bulanan” para kaum kapitalis.
Mudah-mudahan, empat solusi ini dapat mengubah singkong jadi semanis madu bukan hanya untuk pengusaha dan pejabat saja, tetapi juga rakyat Lampung yang harus menanam dan merawat tanamannya berbulan-bulan di bawah terik dan hujan.
PERTAMA
Gubernur terpilih segera membentuk tim penyelaras untuk masalah petani singkong yang isinya para praktisi, akademisi, dan pengusaha guna melakukan inventarisasi persoalan bersama dan merancang keputusan bersama.
KEDUA
Gubernur terpilih melakukan kerjasama teknis dengan perguruan tinggi yang memiliki sumberdaya keahlian bidang persingkongan guna menyusun skema hulu sampai hilir persoalan singkong. Bukan hanya teori atau di atas kertas, tetapi aksi nyata terukur dan dapat dievaluasi kapanpun. Leading sektornya adalah Dinas Pertanian dan Dinas Perdagangan.
KETIGA
Gubernur terpilih harus tegas bernegosiasi dengan kementerian agar impor tapioca pembicaraan berkaitan dengan jumlah kuota nasional, harus melihatkan Lampung sebagai produsen tapioka terbesar.
KEEMPAT
Gubernur terpilih bersama DPRD membentuk satgas indipenden yang terdiri dari unsur masyarakat, LSM, Jurnalis dan pihak terkait untuk mengawasi semua regulasi yang ada dan dilaporkan secara terbuka jika ada penyimpangan.
Tentu semua itu bukan obat mujarab segala macam penyakit, akan tetapi paling tidak kita harus berani memulai berbenah diiri guna membela rakyat kecil, tak hanya terus-menerus bikin buncit pengusaha.
Terima kasih, istirahat pay, semoga tidur siang nanti bermimpi pemimpin Lampung yang akan datang, Rahmad Mirzani Djausal (2025-2030) sukses mengatasi penyakit kronis persingkongan agar rakyat sejahtera dan Lampung Maju.. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Harapan Warga Kota Bandarlampung
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
TERILHAMI tulisan Herman Batin Mangku (HBM) beberapa waktu lalu di media ini, saya teringat masa lalu, nunjauh di tengah Pulau Sumatera. Pada era 1960-an, di Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan, ada group Orkes Melayu (OM) “Bintang Harapan”.
Group ini memiliki peralatan terlengkap pada jamannya. Selain alat musik, ada dinamo pembangkit listrik, sehingga bisa berorkes ria hingga pelosok desa. Di era itu, group OM merebak seperti OM Kelana Ria, Sinar Kemala, Pancaran Muda, dan OM Purnama.
Mereka berperan penting dalam mempopulerkan musik melayu dengan nuansa India yang kemudian menjadi cikal bakal musik dangdut.
“Bintang Harapan” adalah sebuah frasa dalam bahasa Indonesia yang dapat diartikan sebagai “bintang yang memberi harapan.” Secara harfiah, bintang adalah benda langit yang bersinar, simbol cahaya atau petunjuk malam hari.
Dalam konteks figuratif, bintang sering melambangkan sesuatu yang gemilang, terkenal, atau memiliki potensi besar. Harapan: merujuk pada sesuatu yang diinginkan atau diimpikan, atau perasaan optimisme mengenai masa depan.
Secara keseluruhan, “Bintang Harapan” bisa diartikan sebagai simbol atau tanda yang membawa harapan, impian, atau masa depan yang lebih baik. Dalam konteks musik atau seni, ini bisa merujuk pada grup atau individu menjadi inspirasi bagi orang lain.
Sedangkan dalam makna yang lebih luas kata “harapan” menjadi semacam simbol cita-cita masa depan yang lebih baik.
Sama halnya dengan dilantiknya kepala daerah hasil Pemilu Kada yang lalu, termasuk Wali Kota Bandarlampung. Tentu, para pemilih berharap kepala daerah terpilih menunaikan janji kampanyenya.
Untuk petahana atau incumbent, kesempatan menyelesaikan sisa pekerjaan masa lalu yang belum tuntas.
Dari catatan saya, untuk Kota Bandarlampung, pekerjaan yang mendesak bagaimana membebaskan banjir yang masih menghantui warga kota saat hujan dari pusat kota sampai pinggiran kota.
BANJIR
Banjir adalah persoalan serius sejak wali kota terdahulu yang juga “teman tidur” Wali Kota Bandarlampung sekarang.
HUTAN KOTA
Persoalan hutan kota yang makin kemari makin tidak jelas penyelesaiannya. Hal ini bisa menjadi bom waktu bagi wali kota karena harus dengan tegas memberikan jalan keluar yang bijak kepada pengembang dan pelestarian lingkungan.
Pertanyaan yang sering muncul kemudian adalah mengapa wilayah itu menjadi wilayah pribadi, apakah pihak kota tidak bisa memberi kompensasi?
Belajar dari persoalan penimbunan tangkapan air di wilayah Rajabasa yang sampai hari ini menjadi persoalan dan tidak selesai, wali kota sebaiknya mengambil langkah tegas sekalipun pahit.
SAMPAH
Prioritas utama adalah selamatkan alam demi keberlangsungan kota, dan kesejahteraan warga. Persoalan belum selesai, datang persoalan baru, yaitu TPA.
Kalau mau bijak dan menerima masukan kajian wilayah ini sudah pernah dilakukan pada tahun 2013 oleh doktor Ahli Lingkungan Unila. Beliau melakukan penelitian untuk disertasi tentang jalan keluar dari persoalan limbah sampah di Bandarlampung.
Beliau sampai pensiun tetapi hasil kajiannya yang sudah dikirimkan ke Kota Bandarlampung entah kemana rimbanya.
Harusnya, wali kota tidak menutup mata dengan lembaga indipenden yang ada di daerahnya dalam menghadapi persoalan apapun.
Karena mereka bisa dengan jeli dan memberikan masukan yang berarti, tentu terlebih dahulu dilakukan kajian. Minta perguruan tinggi yang ada untuk duduk bersama dengan pihak kota guna menemukenali persoalan dan mencari jalan keluar.
Jangan hanya setelah anugerah honoriscausa semua selesai, justru itu pintu masuk untuk kerjasama lebih lanjut. Jangan sampai harapan masyarakat tinggal menjadi harapan; jangan pula diubah menjadi harapan hampa, apalagi harapan palsu.
Kepastian yang ada baru menunggu Bus Harapan Jaya untuk membawa kita menuju tujuan. Selamat berkarya untuk melayani warga agar kota ini lebih baik lagi. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Prodi S1 Kesmas UNMAL Gelar Pemetaan Wilayah Kerja Puskesmas dengan QGIS
Mahasiswa Prodi S1 Kesmas Unmal Galakkan Edukasi “Cegah Nyamuk DBD” di Desa Waylayap
BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan sebagai langkah pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD), mahasiswa Prodi S1 Kesmas UNMAL peminatan K3 dan Kesehatan Lingkungan (K3&Kesling) melaksanakan kegiatan edukasi bertema “Cegah Nyamuk DBD dengan Kepedulian dan Kebersihan” di Desa Waylayap, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung Minggu (12/1/2025). Kegiatan ini merupakan bagian dari tugas akhir mata kuliah Penyakit Infeksi Berbasis Lingkungan yang diampu oleh Khoidar Amirus, SKM., M.Kes
Desa Waylayap dipilih sebagai lokasi edukasi karena tercatat pernah mengalami satu kasus DBD. Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat setempat memerlukan pengetahuan lebih dalam mengenai pencegahan penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Selain itu, kegiatan ini menjadi kesempatan bagi mahasiswa untuk mengintegrasikan teori dengan praktik di lapangan sekaligus berkontribusi langsung dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat.
Kerja bakti bersama warga desa untuk membersihkan lingkungan mengawali rangkaian kegiatan pengmas ini. Mahasiswa dan warga saling bahu-membahu mengidentifikasi dan mengeliminasi potensi sarang nyamuk, seperti genangan air di wadah terbuka. Langkah ini bertujuan untuk memutus rantai perkembangan nyamuk DBD.
Selanjutnya, mahasiswa memberikan sosialisasi kepada warga tentang pentingnya penerapan metode 3M Plus (Menguras, Menutup, Mendaur ulang) serta langkah-langkah tambahan seperti penggunaan kelambu, pemberian abate, dan menjaga kebersihan lingkungan secara konsisten.
Kepala Desa Waylayap, M. Syaiful Akbar, memberikan apresiasi terhadap inisiatif mahasiswa UNMAL. Dalam sambutannya, beliau mengharapkan kegiatan yang memberikan wawasan kepada masyarakat tentang langkah pencegahan DBD dapat terus dilakukan dikemudian hari.
“Kegiatan seperti ini sangat bermanfaat. Kami sebagai pemerintah desa sangat mendukung langkah-langkah yang dilakukan, supaya kami paham apa yang harus dilakukan demi terwujudnya masyarakat desa yang sehat, baik secara individu maupun kelompok,” ujar nya.
Melalui kegiatan ini diharapkan agar warga lebih proaktif dalam mengelola lingkungan sekitar mereka untuk memutus rantai perkembangan nyamuk Aedes aegypti. Selain itu, kebiasaan hidup bersih yang dipromosikan selama edukasi diharapkan menjadi bagian dari gaya hidup sehari-hari masyarakat. Dengan meningkatnya kesadaran ini, tidak hanya kesehatan individu yang terjaga, tetapi juga kesehatan komunitas secara keseluruhan dapat ditingkatkan.
Santri Pondok Pesantren Al Banin Dibekali Pengetahuan Pencegahan Scabies oleh Mahasiswa Prodi S1 Kesmas UNMAL.
Mahasiswa Prodi S1 Kesmas Unmal Galakkan Edukasi “Cegah Nyamuk DBD” di Desa Waylayap
BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan sebagai langkah pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD), mahasiswa Prodi S1 Kesmas UNMAL peminatan K3 dan Kesehatan Lingkungan (K3&Kesling) melaksanakan kegiatan edukasi bertema “Cegah Nyamuk DBD dengan Kepedulian dan Kebersihan” di Desa Waylayap, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung pada Minggu (12/01/2025). Kegiatan ini merupakan bagian dari tugas akhir mata kuliah Penyakit Infeksi Berbasis Lingkungan yang diampu oleh Khoidar Amirus, SKM., M.Kes
Mahasiswa Prodi S1 Kesmas UNMAL Gelar Seminar “Cawa Santun Bicara Sanitasi untuk Negeri”.
Program Studi Kebidanan Universitas Malahayati Gelar Seminar dan Kuliah Pakar Tentang Acupressure untuk Optimalisasi Proses Persalinan
Seminar ini menghadirkan tiga narasumber ahli dalam bidang kebidanan dan acupressure, yaitu dr. Apriyanto, Sp.Ak. yang membahas tentang penerapan acupressure dalam pelayanan kebidanan, Tri Imawati, SST.,Bdn yang mengulas tentang penggunaan pendekatan komplementer dalam kebidanan, serta Vida Wira Utami, SST.,Bdn.,M.Kes yang berbagi ilmu dan pengetahuan yang dapat diterapkan dalam mendukung proses persalinan.
“Ke depan, kegiatan serupa akan terus diadakan untuk memperkaya pengalaman dan keahlian mahasiswa dalam menghadapi berbagai tantangan di dunia kebidanan,” ungkapnya.
Ia juga menekankan pentingnya pemahaman tentang acupressure sebagai teknik yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi.
Lebih lanjut, Prof. Dessy berharap seminar ini menjadi titik awal yang dapat berkontribusi terhadap penurunan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia, khususnya di Provinsi Lampung. “Melalui ilmu yang didapat dari kegiatan ini, kami berharap dapat berperan aktif dalam mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Kami juga berharap Universitas Malahayati dapat terus berkontribusi dalam dunia kesehatan ibu dan bayi di wilayah Lampung dan sekitarnya,” tambahnya.
Acupressure, atau teknik tekanan pada titik-titik tertentu di tubuh, menjadi fokus utama dalam seminar ini karena dianggap sebagai metode yang efektif dan alami untuk merangsang proses persalinan serta memberikan kenyamanan bagi ibu yang sedang melahirkan. Teknik ini juga dapat membantu mengurangi rasa sakit dan stres selama proses persalinan, serta meningkatkan kesejahteraan ibu dan bayi.
Seminar ini juga menjadi bagian dari upaya Universitas Malahayati untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan di bidang kebidanan. Dengan menghadirkan berbagai narasumber berkompeten dan topik-topik terkini, universitas ini berkomitmen untuk menyiapkan tenaga kebidanan yang tidak hanya terampil dalam praktik klinis, tetapi juga peka terhadap pendekatan-pendekatan alternatif yang dapat mendukung kesehatan ibu dan bayi.
Acara ini diharapkan menjadi pemicu untuk pengembangan lebih lanjut dalam pelayanan kebidanan, serta memperkaya wawasan mahasiswa dalam menghadapi tantangan dan perkembangan ilmu kebidanan di masa depan.
Dengan berakhirnya seminar dan kuliah pakar ini, Universitas Malahayati berharap seluruh peserta dapat mengimplementasikan ilmu yang diperoleh dalam praktik kebidanan sehari-hari dan terus berkontribusi dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia, khususnya di Provinsi Lampung. Ke depan, program-program serupa akan terus diselenggarakan sebagai bagian dari komitmen universitas untuk mendukung perkembangan ilmu kesehatan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat. (gil)
Editor: Gilang Agusman
Universitas Malahayati Ucapkan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya Kemdiktisaintek
BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Rektor dan Sivitas Akademika Universitas Malahayati mengucapkan selamat dan sukses kepada pejabat-pejabat yang baru dilantik di lingkungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek). Pelantikan ini diharapkan menjadi momentum penting untuk kemajuan pendidikan tinggi, sains, dan teknologi di Indonesia.
Pejabat yang baru dilantik meliputi:
Universitas Malahayati berharap bahwa kepemimpinan yang baru ini dapat memperkuat kolaborasi antara perguruan tinggi, lembaga riset, serta pemerintah untuk mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kemakmuran bangsa. Dengan semangat kepemimpinan yang visioner, diharapkan sektor pendidikan tinggi Indonesia semakin berkembang, menghasilkan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan negara.
Para pemimpin baru ini diharapkan dapat berperan aktif dalam merancang kebijakan yang mendukung penguatan ekosistem pendidikan tinggi serta mendorong riset dan pengembangan yang berbasis pada kebutuhan zaman. Semoga langkah-langkah positif yang diambil oleh para pejabat ini akan memberikan dampak yang nyata dan berkelanjutan bagi dunia pendidikan dan teknologi di Indonesia. (gil)
Editor: Gilang Agusman