Kotak Kosong

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Membaca tanda-tanda yang ada pada Pemilihan Umum Kepala Daerah periode sekarang, banyak di negeri ini memiliki wilayah yang penyelenggaraannya harus menyediakan kotak kosong. Terlepas terjadinya kotak kosong itu karena terkondisi atau dikondisikan; namun tulisan ini mencoba melihat dari sisi lain tentang sekitar pilih-memilih itu.

Model pemilihan kotak kosong di Indonesia tidak dikenal pada masa penjajahan Belanda maupun Jepang. Fenomena “kotak kosong” dalam pemilihan, khususnya dalam konteks pemilihan kepala daerah (pilkada) di Indonesia, merupakan hal yang unik dan relatif baru dalam sejarah demokrasi Indonesia. Istilah ini muncul ketika dalam sebuah pemilihan hanya ada satu pasangan calon yang lolos verifikasi, sehingga kotak kosong menjadi pilihan alternatif di surat suara. Sejarah kotak kosong erat kaitannya dengan perubahan regulasi yang mengatur pemilihan kepala daerah di Indonesia. Untuk tulisan ini tidak memfokuskan pada peraturan dan sejarah perundang-undanganya, akan tetapi lebih pada hakekat dari suatu pilihan.

Hakikat suatu pilihan adalah keputusan yang diambil seseorang dalam menghadapi berbagai alternatif atau opsi yang tersedia. Pilihan merupakan bagian integral dari kehidupan manusia karena setiap tindakan yang kita ambil didasarkan pada keputusan yang diambil dari berbagai opsi yang kita pertimbangkan. Berdasarkan penelusuran digital ditemukan beberapa aspek penting dari hakekat pilihan antara lain:

Pertama, Kebebasan dan Tanggung Jawab: Pilihan sering terkait dengan kebebasan untuk menentukan arah tindakan. Namun, dengan kebebasan ini datang tanggung jawab untuk menerima konsekuensi dari keputusan tersebut. Dengan kata lain, memilih itu adalah manisfestasi dari hakikat dasar manusia sebagai makhluk yang memiliki kebebasan dan tanggungjawab secara sekaligus. Keduanya tidak dapat dipisahka. Termasuk memilih untuk tidak memilih dan kemudian ini diberi ruang dengan dimunculkannya kotak kosong untuk menampung. Sebab, itu adalah bentuk dari suatu pilihan.

Kedua, Kesadaran dan Pertimbangan: Dalam membuat pilihan, seseorang umumnya mempertimbangkan berbagai faktor seperti nilai, kepercayaan, informasi yang tersedia, dan dampak dari setiap opsi. Termasuk mewujudkan opsi itu dalam bentuk kotak kosong, karena kotak kosong adalah lambang nilai keterwakilan dari suatu pilihan. Secara filosofis keberadannya sah, karena itu merupakan lambang akan opsi tadi.

Ketiga, Konsekuensi: Setiap pilihan memiliki konsekuensi, baik yang diinginkan maupun tidak diinginkan. Oleh karena itu, memahami dampak dari setiap keputusan adalah bagian penting dari proses memilih. Hal inilah yang perlu disadarkan kepada setiap pemilih, termasuk dalam memilih apa pun. Keputusan memilih hanya karena ikut-ikutan teman adalah bentuk ketidakdewasaan dari pemilihnya. Manakala kemudian banyak yang memilih kotak kosong karena sebab ini, itu adalah merupakan konsekwensi dari adanya suatu pemilihan.

Keempat, Ketidakpastian: Tidak semua pilihan menghasilkan hasil yang pasti. Kadang-kadang, seseorang harus memilih tanpa mengetahui sepenuhnya hasil dari opsi tersebut. Keadaan ini banyak terjadi pada mereka yang hanya melihat pilihan sebagai suatu kuwajiban saja, tetapi tidak memahami hakikat apa yang dipilihnya. Kelompok-kelompok inilah yang dijadikan sasaran para pecundang politik untuk mendapatkan keuntungan dari suatu proses pemilihan.

Kelima, Etika dan Moralitas: Dalam banyak kasus, pilihan juga dipengaruhi oleh aspek moral atau etika, di mana seseorang mempertimbangkan apakah keputusan tersebut benar atau salah berdasarkan standar moral tertentu. Ruang inilah yang sering dilanggar oleh para peserta, termasuk penyelenggara. Bentuknya bisa permainan uang, baik langsung maupun tidak langsung. Dalam bentuk langsung biasanya dilakukan secara terang-terangan membagikan uang, tentu saja dibungkus dengan istilah-istilah moralis, seperti uang transportasi, uang tali kasih, uang sabun dan lain-lain lagi. Dalam bentuk tidak langsung, seperti mengakali peraturan yang mengatur penyelenggaraan pemilihan oleh panitia pemilih, tentu dengan tujuan memenangkan atau menguntungkan pasangan yang didukungnya karena sudah memberikan sesuatu atau janji akan sesuatu.

Secara keseluruhan, hakikat dari suatu pilihan melibatkan pertimbangan yang kompleks antara kebebasan, konsekuensi, dan nilai-nilai pribadi yang membentuk dasar pengambilan keputusan. Oleh karena itu jika keputusan pragmatis yang ditampilkan seperti “wani piro, entuk opo” (berani berapa dapat apa), posisi pengambil keputusan masih ada pada ranah tingkat rendah menurut teori hirarkhi kebutuhan oleh Maslow. Namun jika sudah berada pada konsekwensi apa yang dipikirkan akan suatu pilihan, maka pemilih model ini menurut teori yang sama, sudah ada pada aras tertinggi. Pertanyaannya yang tersisa berapa banyak pemilih yang ada pada level ini. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Membaca Pembaca

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Kegiatan tulis-menulis di media masa sudah dimulai semenjak menjadi mahasiswa awal tahun 1970 an. Saat itu ada pada semester tiga dan aktif berorganisasi kampus, karena terbawa oleh darah muda yang menggebu ingin mengubah negeri ini menjadi lebih baik dalam satu malam. Pada masa itu ada upaya dari pemerintah orde baru untuk merestrukturisasi organisasi mahasiswa intra kampus, dengan dikenalkannya program BKK dan NKK yang dibungkus dengan slogan “menormalisasi” kehidupan kampus, akibat dari adanya gerakan MALARI singkatan dari Malapetaka Lima Belas Januari.

Mulai dari situ hasrat menulis dimedia massa kepunyaan mahasiswa universitas negeri tertua di Sumatera Selatan dimulai. Tulisan-tulisan opini yang terkesan “emosional” (jika diukur dengan parameter hari ini) , lahir di sana dengan sebelumnya berguru kepada Tokoh Pers nasional yaitu almarhum Bapak B.M.Diah dan Bapak Rosehan Anwar, melalui kegaiatn Dewan Mahasiswa pada jamannya. Hal ini sebenarnya adalah puncak dari “hukuman” yang selalu diberikan oleh orang tua dulu saat Sekolah Rakyat, jika mendapatkan nilai Bahasa Indonesia kecil; maka sesampai di rumah oleh Ortu diminta menulis apa yang dipikirkan dituangkan pada satu lembar kertas folio. Saat itu terasa sangat berat, namun ternyata buahnya ini. Harap maklum karena beliau mantan tentara pejuang, ya modal keras itulah yang dimiliki untuk mendidik anak-anaknya.

Seiring perjalanan waktu, jadilah menulis merupakan sarana untuk menuangkan buah pikiran dan analisis dari peristiwa yang dilihat. Semula bercakupan kecil menjadi sangat luas dan membahana. Hanya perbedaannya dahulu tulisan harus dituangkan dalam media cetak konvensional yang diawali dengan diketik terlebih dahulu pada kertas dan menggunakan mesin ketik jadul yang ribet; sementara sekarang diera modern ini semua sudah menjadi sangat praktis. Semua serba otomatis, praktis dan memudahkan urusan, tinggal berfikir, menulisnya. Bahan pendukung tulisan semula harus membaca buku dengan membongkar susunan buku di rak-rak, dan selalu berserak dimeja tulis; apalagi jika yang ditulis memerlukan referensi yang actual dan bernilai berita. Pernah suatu waktu saat menulis opini tentang pemindahan penduduk, maka dicarilah buku-buku lama yang berisi bagaimana gerak peta migrasi penduduk dengan teori pendukungnya. Tentu saja buku satu almari harus diturunkan hanya untuk menulis seribu limaratus kata sebagai bahan untuk diterbitkan dimedia cetak.

Berbeda dengan sekarang, kita hanya bermodal jaringan internet dan alat tulis canggih berupa Laptop, serta perpustakaan digital yang berserak; kita dapat berselancar dengan bebas di dunia maya; membongkar perpustakaan digital yang jutaan jumlah buku dan judulnya, dengan tidak keluar dari layar tinggal menggeser kursor. Kemudahan inilah yang membuat hasrat menulis semakin tidak terbendung, manakala menemukan fenomena disekitar, baik berupa peristiwa, atau buah pikiran yang terbaca di sosial media; dan bisa juga terpantik oleh peristiwa yang hangat sedang terjadi.

Lalu apa beda pembacanya saat konvensional dan digital. Ternyata saat konvensional kita tidak bisa cek apakah Koran ditangannya di buka atau dilipat, terus dibuang. Sementara media digital kita bisa cepat mengetahui apakah media itu dibaca atau di tinggal begitu saja. Bahkan pada media online ada yang menyediakan secara terbuka sudah berapa pembaca yang membuka laman itu dengan cepat dapat terditeksi.

Jika konvensional dulu ada rasa dan nuansa kejurnalistikan yang sulit untuk dibahasakan; karena hubungan antara media dengan pembacanya sangat kulturistik, bahkan cenderung fanatik. Sementara saat media digital seperti sekarang ini, rasa itu pudar, yang ada sangat personal dan mungkin emosional. Akibatnya hubungan itu mudah rapuh karena cenderung sesaat dan mudah berubah sesuai selera; atau suasana hati dengan penulisnya. Jika penulisnya dianggap kurang segaris dengan pemikirannya, maka tulisan itu terlewatkan begitu saja.

Pembaca sekarang yang sekaligus menjadi pemerhati setia sudah sangat sedikit, dan itupun adalah mereka yang paham akan kekinian dan konseptual. Sementara yang berdasarkan kepentingan personal, sedikit demi sedikit menjauh dan kemudian menghilang. Semula waktu menjadi pejabat dan mengampu matakuliah utama universitas, pembaca tulisan boleh dikatakan luar biasa banyaknya; karena mahasiswa seolah-olah ingin berebut berkomen ria kepada tulisan dosennya, walaupun terkadang komennya tidak ada hubungan dengan tulisan.

Begitu purna tugas dan pindah home base; maka berguguranlah pembaca dan terseleksi secara sistematis. Dahulu ada asisten dosen yang dengan setia menemani diskusi, mengedit, dan menemukenali persoalan sosial. Sekarang yang bersangkutan menghilang ditelan bumi, entah kemana. Saat dikirim tulisan yang sudah terbit, hanya dipandang dan entah dibaca atau tidak. Namun sebagai orang tua, tetap saja tulisan-tulisan terutama yang bernuansa filsafat selalu dikirim kepada beliau, dengan harapan bisa menjadi bekal dalam melangkah.

Ada lagi teman sesama ilmuwan bahkan guru besar, yang semula selalu bergairah untuk diskusi jika membaca tulisan yang baru terbit dengan bahasa-bahasa langit. Saat inipun terbang dari permukaan dan mungkin sibuk tidak sempat lagi berdiskusi atau membaca; walaupun bisa juga karena sebab lain. Sementara media sosialnya masih aktif; semoga beliau-beliau tadi tetap dalam lindungan Tuhan dan mendapatkan keberkahan dalam hidupnya.

Menariknya lagi banyak pembaca yang dahulu memberikan dorongan untuk terus berkarya, kini unjung jarinyapun sudah sangat malas untuk menyapa atau mungkin jarinya kram; dan pada umumnya ini dari mahasiswa program doctoral, yang tertinggal hanya hitungan sebelah jari tangan saja; itupun tidak cukup. Namun yang tertinggal ini justru sangat militant dalam hal memberikan komen; sebagai dosennya kebanggaan muncul dalam hati: semoga ilmu yang diberikan menjadi bermanfaat untuk mereka.

Akan tetapi ada yang menggembirakan, saat ini ada pembaca setia dari kalangan tenaga pengajar muda tersebar di banyak perguruan tinggi baik swasta maupun negeri diseantero negeri, semua mereka bergelar magister bahkan tidak sedikit yang bergelar doktor. Diantara mereka ada yang meminta bimbingan khusus bagaimana cara menulis dimedia dengan benar. Dengan sangat senang dan membanggakan mengajari mereka orang-orang pandai, cukup dengan olesan dua jam saja, tulisan-tulisan mereka menjadi sangat menarik dan layak terbit. Ada juga yang mengajak diskusi tentang filsafat manusia, yang menurut mereka menarik untuk didalami. Semua ini menunjukkan bagaimana gelombang kehidupan itu adanya: Yang pergi biarkan berlalu, yang datang tidak usah ditunggu.

Sesuatu yang sangat menggembirakan terjadi karena semua redaktur dari media online  yang menerima tulisan, akan selalu mengedit dengan baik dan benar. Ini merupakan bentuk rasa sayang mereka kepada penulis yang diwujudkan dalam bentuk “mempoles” bahkan “mengganti” judul tulisan agar lebih merangsang untuk di baca. (Terimakasih Para Redaktur). Ditambah lagi ada anak muda yang selalu setia mengupload tulisan ke web lembaga dengan riang gembira, agar supaya tulisan-tulisan itu menjadi fenomenal kelak dikemudian hari. Terimakasih Anak Muda berjambang yang gesit dalam mengedit.

Menulis akan berhenti saat otak berhenti berfikir, berhentinya otak berfikir bersamaan dengan berangkatnya nyawa menuju si EMPUNYA. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Universitas Malahayati Raih Dua Penghargaan LLDikti Wilayah II pada Raker PTS 2024

Bandar Lampung (malahayati.ac.id) : Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Achmad Farich, dr., M.M., menerima penghargaan dari Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah II berupa Peringkat II kategori Kemitraan Perguruan Tinggi serta Peringkat III kategori Penerima Pendanaan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat.

Penghargaan ini diberikan dalam penutupan Rapat Kerja Pimpinan Perguruan Tinggi Swasta (Raker PTS) di bawah naungan LLDikti Wilayah II, di Hotel Novotel Bandar Lampung, Jumat, 6 September 2024.

Dr. Achmad Farich menegaskan bahwa penghargaan ini merupakan hasil dari komitmen Universitas Malahayati untuk terus meningkatkan mutu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

“Kami berkomitmen untuk menjadikan Universitas Malahayati sebagai institusi pendidikan tinggi yang unggul, berwawasan internasional, dan terus berinovasi untuk masa depan pendidikan yang lebih baik,” ujarnya.

Menurutnya, Universitas Malahayati saat ini tengah aktif dalam berbagai kolaborasi dengan pihak swasta, pemerintah, dan lembaga internasional. Program-program seperti Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), pertukaran akademik, penelitian bersama, dan pengembangan kurikulum berbasis outcome menjadi fokus utama universitas.

“Universitas ini juga telah menjalin kerja sama strategis dengan sejumlah lembaga pendidikan internasional untuk memperluas akses pendidikan berkualitas dan mendorong inovasi,” ucapnya.

Selain itu, pada tahun 2024, sepuluh dosen Universitas Malahayati berhasil lolos sebagai penerima pendanaan penelitian dari LLDikti Wilayah II.

Dalam kesempatan ini, Rektor Achmad Farich menyampaikan rasa terima kasihnya kepada LLDikti Wilayah II atas penghargaan yang diterima.

“Penghargaan ini menjadi motivasi bagi kami untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan di Universitas Malahayati, serta meraih lebih banyak prestasi di masa mendatang,” katanya.

LLDikti Wilayah II memberikan penghargaan dalam berbagai kategori pada Raker PTS tahun ini, di antaranya Lulusan Terbaik, MBKM PT, Kualifikasi Dosen, Karya Ilmiah, Kemitraan Perguruan Tinggi, Pendanaan Penelitian, serta Akreditasi PT. (*)

 

Editor : Asyihin

Prodi Teknik Mesin Universitas Malahayati Gelar Pengabdian Masyarakat di Pekon Padang Manis Tanggamus

TANGGAMUS (malahayati.ac.id): Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Malahayati melaksanakan pengabdian masyarakat di Pekon Padang Manis, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus, Selasa, 3 September 2024.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengimplementasikan serta melakukan perawatan pompa sentrifugal guna mendukung pengairan lahan pertanian.

Tim dari Prodi Teknik Mesin disambut oleh Sekretaris Pekon, Arman Syah, yang juga merupakan Ketua Kelompok Tani setempat.

Dalam berbagai hal, Arman Syah menjelaskan bahwa petani di Pekon Padang Manis menghadapi kendala dalam pengairan lahan, meskipun pekon tersebut memiliki sumber air yang berlimpah.

“Pengairan menjadi tantangan utama bagi petani, terutama karena sumber air terletak di daerah yang lebih rendah dari lahan pertanian,” ujarnya.

Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Malahayati, Tumpal Ojahan R., ST, MT, mengatakan pentingnya penerapan teknologi tepat guna di sektor pertanian.

“Kerja sama antara sejarawan dan kelompok tani sangat diperlukan untuk mengatasi masalah seperti alat perontok dan pemotong padi yang sering dikeluhkan,” kata Tumpal.

Dalam rangka memberikan solusi, Tim Prodi Teknik Mesin terdiri dari enam dosen yakni, Tumpal Ojahan R., ST, MT, Ir. Anang Ansyori, MT, R. Agung Efryo Hadi, Ph.D., Teuku Marjuni, ST, MT, Adi Prastyo, ST, MT, dan Beny Hartawan, ST, MT, menawarkan pemanfaatan pompa sentrifugal untuk mengalirkan air dari sumber yang lebih rendah menuju lahan persawahan. Pompa sentrifugal, yang menggunakan energi kinetik dari impeller untuk mengeluarkan air, menjadi solusi ideal dalam situasi ini.

Kegiatan ini juga meliputi pelatihan perawatan pompa sentrifugal, termasuk pada bagian motor induksi dan impeller, untuk memastikan pompa tetap berfungsi optimal dalam jangka panjang.(*)

Redaktur : Asyihin

Buyan

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Hari Minggu, 1 September lalu, media ini memuat opini tulisan HBM yang membahas tentang seharusnya menjadi kepala daerah dengan mentor gratis berstatus pejabat dikirim Mendagri Tito Karnavian ke daerah ini.

Mantan mahasiswa yang ijazah pascasarjananya ditandatangani penulis artikel ini merasa tersanjung membaca tulisan itu. Namun, begitu ditutup dengan satu diksi buyan malah merangsang urat geli untuk ikutan menguliknya.

Kita telusuri terlebih dahulu apa makna diksi judul tulisan ini: buyan. Kata itu merupakan bahasa yang sehari-hari digunakan oleh masyarakat Kota Palembang, Sumatera Selatan dan sekitarnya.

Dikutip dari laman resmi Universitas Krisnadwipayana, buyan dalam Bahasa Palembang memiliki arti “bodoh” dan tergolong sebagai kata celaan.

Penelusuran lebih jauh ditemukan informasi, kata buyan diturunkan dari Bahasa Jawa Kuno (Kawi) buyan (tergila-gila, gila, sinting, sakit jiwa, tidak dapat berpikir rasional).

Diksi ini juga sering bersanding dengan kata bengak yang memiliki arti “bodoh” atau “tolol”. Kata ini digunakan sebagai makian untuk mengungkapkan kejengkelan atau kemarahan.

Kesimpulan sementara jika diksi buyan digunakan itu masih dalam tataran kesal hati melihat sesuatu yang tidak tepat. Namun jika diksi bengak yang dipakai, itu menunjukkan kemarahan terhadap sesuatu.

HBM lebih memilih diksi buyan karena beliau tahu betul apa yang sudah ditampilkan oleh roll model (dalam hal ini penjabat gubernur) adalah contoh gratis yang bisa diambil pelajaran oleh para calon kepala daerah (cakada).

Namun HBM lupa bahwa para cakada saat ini “belum” atau mungkin “tidak” akan memikirkan contoh teladan tadi, karena kepalanya sedang diisi oleh rasa khawatir yang amat sangat akan kehilangan dukungan partai pengusung.

Bahkan banyak diantara mereka sedang ada pada posisi “ngeri-ngeri sedap” karena dukungan bisa dengan cepat lijung. Sudah gelek segalo jemat dukungan belum mantap; tentu kondisi ini membuat cakada pada blingsatan.

Contoh perilaku yang ditampilkan “Pak Guru Gubernur” adalah sesuatu yang penuh dengan muatan moral dan etika, sehingga memposisikan orang bukan pada atas bawah secara hirarkhis.

Walaupun itu sah-sah saja; tetapi beliau memposisikan pada kesetaraan, bahkan tidak jarang sedikit meninggikan kepada lawan bicara atau lawan hadap.

Hal ini diakui oleh banyak tamu yang sudah sowan kepada Beliau. Terakhir, rombongan tamu asosiasi keperawatan yang di dalamnya ada dosen, sampai beliau berdecak kagum dan berkomentar “baru nemu pejabat kayak gini”.

Bahkan ada yang membandingkan saat yang bersangkutan bertamu kepada kepemimpinan pendahulu, baru masuk ruangan sudah kena “gas poll”.

Apakah pejabat yang memiliki latarbelakang guru akan begini perilakunya? Sebagai guru juga, saya katakan belum tentu. Belum ada penelitian juga menemukenalinya.

Namun jika dikaitkan dengan keperibadian “melayani” yang itu melekat pada profesi guru, tentu kesimpulan itu sudah dapat dijadikan aksioma untuk dinaikkan menjadi hipotesis, yang kemudian dilakukan uji lapang.

Namun demikian ada hal yang menarik lainnya, ialah karena kepribadian seperti ini, berkecenderungan sikap yang ditampilkan sangat hati-hati.

Kehati-hatian yang berlebih ini terkesan jadi lamban dalam mengambil keputusan, sebab pertimbangan yang diambil bukan hanya materi yang diputuskan, akan tetapi juga cara memutuskan sampai dampak akan keputusan itu baik secara institusional maupun personal.

Oleh sebab itu saat ada isu yang dihembuskan akan adanya pergantian pejabat di lingkungan pemerintah daerah, mereka yang paham akan karakter PJ bersikap senyum dikulum, karena hal itu tidak akan terjadi secepat apa yang dipikirkan orang.

Kehati-hatian menjadi selalu yang terdepan, sekalipun banyak orang sulit membedakan kehati-hatian dengan lamban.

Beliau tentu akan mengedepankan “waktu boleh singkat, namun kesan harus mendalam” adalah sesuatu yang selalu diupayakan terus menerus dalam segala langkah, sikap dan perbuatan kepada siappun itu.

Ini bisa diuji dengan tesis apakah gubernur terpilih nantinya juga akan menemui wali kota. Jika jawabannya “Ya”; maka PJ berhasil membangun budaya baru dalam pergaulan kepemerintahan dan apa yang dilakukannya selama menjadi PJ berbuah manis.

Akan tetapi jika tidak, bukan berarti beliau gagal, tetapi karena kebuyanan yang bersangkutan dalam mengambil contoh. Terimakasih HBM yang telah memberikan rangsangan berfikir akan Lampung Yang Lebih Baik. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Sintia Andela Mahasiswa Universitas Malahayati, Borong Medali di Ajang Airlangga Short Competition 2024

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Selamat kepada Sintia Andela (23220484) Mahasiswa Prodi S1 Manajemen Universitas Malahayati yang telah berhasil meraih Medali Emas Bidang Ekonomi dalam Perlombaan Akademik Tingkat Nasional “Airlangga Short Competition 2024”. Lomba ini diselenggarakan pada 22 Juli 2024.

Airlangga Short Competition 2024 adalah sebuah kompetisi penulisan singkat yang diselenggarakan oleh Universitas Airlangga. Kompetisi ini biasanya terbuka untuk mahasiswa dan umum, dengan tema-tema yang bisa bervariasi setiap tahunnya.

Sintia Juga berhasil Meraih beberapa Medali diantaranya :
1. Medali Emas Olimpiade Nasional Bidang Ekonomi
2. Medali Emas Olimpiade Nasional Bidang Sejarah
3. Medali Emas Olimpiade Nasional Bidang Wawasan Kebangsaan/PPKN
yang diselenggarakan oleh PT. Lentera Pendidikan Indonesia, Jakarta 22 Juli 2024.

Sintia mengucapkan rasa syukur dan bangga atas pencapaian ini. “Alhamdulilah saya berhasil mendapatkan penghargaan ini, dan bersyukur bisa meraih medali di empat bidang berbeda,” ucapnya.

Sintia mengatakan ini merupakan perlombaan akademik pertama yang diikutinya. “Selama menempuh pendidikan di Universitas Malahayati ini yang pertama, sebelumnya saya selalu mengikuti perlombaan dibidang non akademik, dan itu berhasil,” katanya.

Ia berkomitmen untuk tetap konsisten dalam mengikuti perlombaan yang ada kedepannya. “Semoga semakin banyak perlombaan yang dapat meningkatkan serta mengembangkan minat dan bakat seluruh pemuda-pemudi di Indonesia,” tambahnya.

Sintia berharap dirinya dapat terus memberikan yang terbaik untuk dirinya, keluarga dan tentunya almamater tercinta Universitas Malahayati. “Saya sangat ingin menjadi wanita yang multitalenta, dan saya berharap dapat memenangkan perlombaan yang saya ikuti dikemudian hari,” tandasnya. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Mahasiswa Universitas Malahayati Terlibat Program Kampus Mengajar di Sekolah Bandar Lampung

BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Mahasiswa Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati Bandar Lampung kembali terlibat dalam program Kampus Mengajar Batch 8, mulai 9 September hingga 31 Desember 2024.

Mahasiswa tersebut yakni, Monica Valentina ditempatkan di SD Negeri 1 Sawah Brebes, sedangkan Lisa Feri Riyanti, Adelia Fitri Ramanda, dan Putri Amelia yang masing-masing ditempatkan di SD Negeri 1 Gunung Terang, Bandar Lampung.

Monica Valentina menyampaikan bahwa selama penugasannya di sekolah, ia akan menjadi mitra guru dalam menjalankan program kerja seperti kegiatan literasi. Di sisi lain, Lisa Feri Riyanti juga akan berperan sebagai mitra guru, namun ia menambahkan program kerja lain seperti pelatihan Canva yang ditujukan untuk siswa maupun guru di sekolah.

Adelia Fitri Ramanda, yang juga ditempatkan di SD Negeri 1 Gunung Terang, fokus pada program kerja di bidang lingkungan dengan menekankan pada literasi dan numerasi. Sementara itu, Putri Amelia akan memperkenalkan konsep “Fun Literasi” kepada para siswa. (*)

Editor: Asyihin

Universitas Malahayati Hadir di MBKM Fair 2024

Bandar Lampung (malahayati.ac.id): Sekretaris MBKM Center Universitas Malahayati Bandar Lampung, Anissa Ermasari, S.Tr.Keb., M.Keb., menghadiri pembukaan MBKM Fair 2024 di Novotel Lampung, Kamis, 5 September 2024.

Acara ini diselenggarakan oleh LLDikti Wilayah 2 Palembang dan melibatkan berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di Provinsi Lampung.

Universitas Malahayati turut serta memeriahkan ajang ini dengan membuka stand pameran MBKM yang menampilkan berbagai program hasil implementasi program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang telah berjalan sejak tahun 2020.

Menurut Anissa, stand tersebut menunjukkan bentuk nyata dari program MBKM yang dikelola kampusnya.

“Implementasi MBKM di Universitas Malahayati diwujudkan melalui MBKM Center yang menjadi pusat pelaksanaan program, dengan adanya Person in Charge (PIC) untuk sembilan program MBKM. Selain itu, kami memiliki Mahasiswa Penggerak MBKM (MPMBKM) yang bertugas mengedukasi mahasiswa mengenai berbagai program MBKM,” ungkap Anissa.

Lebih lanjut ia menjelaskan beberapa program unggulan MBKM di Universitas Malahayati, seperti Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM), Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB), Kampus Mengajar (KM), serta program magang mandiri untuk prodi S1 ​​Ilmu Hukum. Universitas Malahayati juga menjadi salah satu pemenang Program Kompetisi Kampus Merdeka (PKKM) tahun kedua untuk prodi S1 ​​Psikologi.

“Selain pameran, kami juga berpartisipasi dalam sosialisasi program MBKM, menampilkan flashmob dari mahasiswa, menghadirkan Muli mekhanai Universitas Malahayati, serta mengadakan pentas seni dari para mahasiswa,” tutup Anissa. (*)

 

Editor: Asyihin

Program Studi Manajemen Universitas Malahayati Laksanakan Pengabdian Masyarakat di Desa Sumber Mulyo, Guna Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Lokal

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Malahayati melaksanakan pengabdian masyarakat di Desa Sumber Mulyo Kabupaten Tanggamus, Lampung. Kegiatan ini berlangsung pada Jumat, 2 September 2024.

Dalam kegiatan ini turut hadir Ka.Prodi, Dr Febrianty.S.E.,M.Si, Sekretaris Program Studi Euis Mufahamah.,S.E.,M.Ak, dosen Senior Dr. Nurbaiti.,S.E.,M.M, dan Lestari Wuryanti.,S.E.,M.M, Serta PIC Pengabdian Masyarakat Yaitu Reza Hardian Pratama.,S.E.,M.M.

Beberapa dosen lainya terdiri dari 5 kelompok dan 5 tema yang akan diberikan untuk masyarakat sumber mulyo, Tema Pertama : Optimasi Whatsapp Busines Sebagai Sarana Pengembangan Usaha Masyarakat Sumber Mulyo Tanggamus, Dr. Rahyono.S.Sos.M.M, Ayu Nursari.,S.E.,M.M, Ayyumi Khusnul Khotimah.,S.E.,M.M, Reza Hardian Pratama.,S.E.,M.M.

Tema kedua : Pelatihan Pembuatan Pelaporan Keuangan Sederhana Dengan Menggunakan Libreoffice Pada Karang Taruna Sumber Mulyo., Lestari Wuryanti.,S.E.,M.M, Hamidah Nur Rahmawati.,S,Pd.,M.Pd., Harold Kevin Alfredo.,S.E.,M.B.A. Rizki Agung, Wibowo.,S.Mat.,M.Mat.

Tema Ketiga : Pemanfaatan Aplikasi Point Of Sale(Pos) Dalam Manajemen Resiko Bai Usaha Mikro Kecil Dan Menengah(Umkm) Mohammad Athian Manan.S.M.,M.M., Amril Samosir., S.Kom.,M.Ti., Dr. Nurbaiti.,S.E.,M.M., Dr. Yopita.,S.E.,M.M.

Tema Keempat : Menggerakkan Ekonomi Lokal Melalui Ecoprenuership Inisiatif Pemberdayaan Karang Taruna Di Kecamatan Sumber Mulyo Provinsi Lampung, Dr Febrianty.,S.E.,M.Si., M.Irfan Pratama.,S.E.,M.E., Hiro Sejati.,S.E.,M.M.

Tema Kelima : Media Sosial Mendongkrak Ekonomi Lokal Pekon Sumber Mulyo. Profesor Erna Listyaningsih.,S.E.,M.Si.,P.Hd., Euis Mufahamah.,S.E.,M.Ak., Anita.,S.E.,M.E.

Dalam sambutanya Ka.Prodi, Dr. Febrianty.S.E.,M.Si. mengungkapkan dengan kelima tema smeinar dan pelatihan yang diberikan untuk masyarakat sumber mulyo tanggamus, dosen dan masyarkat mampu bekerja sama dengan baik, dengan Go Digital untuk meningkatkan Perekonomian Masyarakat Lokal.

Kepala Pekon Desa Sumber Mulyo, Riswantoro mengucapkan terima kasih kepada pihak universitas malahayati terutama kepada program studi manajemen, dan berharap dengan adanya acara seminar dan pelatihan ini memberikan dampak pada perekonomian lokal, teurtama untuk masyarakat lebih kreatif dan inovatif dalam pengembangan usaha masayarakat Desa Sumber Mulyo. (gil)

Editor: Gilang Agusman

“Keluargaku Syurgaku”

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Pagi itu, sekalipun badan agak meriang, karena sesuatu hal harus berangkat menuju ke pusat penghasil gula di daerah ini. Sudah mendekati dua puluh tahun tidak masuk kemari, dan ternyata tidak terlalu banyak yang berubah, terutama debu yang memerah dan harus menghidupkan lampu kendaraan saat melintas jalan raya perkebunan. Setelah lapor ke bagian keamanan luar dan masuk wilayah jalan menerobos hujan debu, sesaat kemudian masuk wilayah perkantoran, dengan terlebih dahulu harus melapor kepada kemanan dalam sebagai prosedur standar baku perusahaan. Jika dahulu belum menggunakan teknologi canggih; saat ini sudah menggunakan “pindai wajah” bagi semua pengunjung.

Karena waktu panggilan menghadap Tuhan sedang berkumandang, maka kendaraan di arahkan ke masjid yang dari pertama kali ke mari, sampai hari ini tidak ada perubahan. Tampak bersih, asri, walau menjadi kuno dan antik, tempat ibadah ini nyaman. Sesaat setelah selesai ritual keagamaan, sambil menunggu yang sedang diurus, maka duduklah di dalam ruangan luas berpendingin udara, tentu sangat nyaman.

Sambil memandang areal kebun tebu yang sangat luas, dan juga memandang bangunan pabrik dari kejauhan, terbayang jika semua ini dimiliki sendiri. Betapa bahagianya tentu keluarga besar yang akan ikut menikmati keberhasilan ini. Dan jika itu terjadi, maka langkah yang akan diambil adalah mencalonkan diri menjadi bupati, kemudian mengumpulkan modal dan pengaruh melalui keuntungan jualan hasil pabrik, dilanjutkan mencalonkan diri menjadi gubernur.

Program yang digalakkan adalah intensifikasi dan modrnisasi pertanian. Lahan kosong diinstruksikan ditanami tebu untuk kemudian dibeli oleh pabrik dengan harga pantas. Maka akan terjadi ekonomi saling ketergantungan dan mendukung, yang pada akhirnya akan terjadi “tetesan ke bawah” seperti halnya tetes tebu yang menjadi induknya gula. Teori Gunnar Myrdal ini cocok untuk menyelesaikan persoalan ekonomi dengan pola subsistensi.

Setelah cukup modal, maka melalui lobi-lobi dengan partai yang dapat dibeli dengan cara halus, serta bermodalkan “muka sederhana” tapi “ganas” maka langkah berikutnya maju menjadi presiden di negeri ini. Tentu dengan modal satu pabrik gula dan intensifikasi modernisasi pertanian daerah, maka jabatan presiden amat mudah untuk diraih. Apalagi dipoles dengan tipu-tipu wajah sebagai orang kebun yang tampak tulus sejatinya bulus, banyak orang akan yakin dan percaya bahwa janji manis itu menggiurkan bagai manisnya gula.

Kabinetpun disusun, anak pertama yang sarjana hukum sekaligus pengacara; dijadikan menteri hukum dan perundang-undangan, agar undang-undang yang dibuat selalu menguntungkan keluarga. Anak kedua yang doktor kesenian dijadikan menteri kebudayaan, anak nomor tiga yang insinyur pertanian dijadikan menteri pertanian dan tanaman tebu. Anak nomor empat yang kandidat doktor ekonomi dijadikan menteri ekonomi. Anak kelima yang ahli sejarah dijadikan kepala museum nasional perkebunan. Anak berikutnya dijadikan menteri investasi, dan disusul adiknya yang bekerja di pesawat dijadikan menteri perhubungan agar dengan mudah menyiapkan pesawat sewa pribadi jika diperlukan. Terakhir yang dokter dijadikan menteri kesehatan.

Sementara tetangga kiri kanan yang ahli masjid dijadikan menteri agama, yang masih gagah-gagah dijadikan centeng pabrik yang nanti dibangun di seantero daerah. Mereka-mereka yang kelihatan bersuara vokal, diberi proyek dengan pengawasan longgar untuk kemudian dikondisikan sehingga terjadi korupsi. Kasus korupsinya ini dijadikan tali pengikat leher, jika macam-macam maka akan diperkarakan, dan diberi ancaman penjara maksimal. Agar mulus semua, maka tidak ada orang yang dipercaya, yang ada diadu domba; sehingga mereka sibuk dengan urusannya.

Para menantu yang akan sekolah ke luar negeri tidak perlu repot naik pesawat komersial, cukup lapor ke kepala rumah tangga, maka akan disiapkan pesawat pribadi beserta uang saku dan pengawal lengkap. Mereka yang berhasrat menjadi pimpinan pemerintahan, dijadikan kepala daerah, dengan cara apapun. Sementara saudara saudara dari istri ditempatkan sebagai pengaman strategis; seperti seluruh mahkamah, apapun nama dan bidangnya, harus ada keluarga yang berfungsi “mengamankan dan menyelamatkan” semua kebijakkan.

Langkah berikutnya mempersiapkan putra mahkota untuk dijadikan “penerus dinasti”, dasar pemikirannya negara Amerika saja yang dedengkot demokrasi keluarga Bush bisa menjadi presiden; kemudian tetangga sesama Asia Tenggaara Phillipina keluarga Marcos Sang Diktator-pun bisa; apa salahnya kita buat juga di sini.

Sayup sayup terdengan suara “……Pak…Pak…bangun urusan kita sudah diselesaikan anak-anak…ayo pulang..” Ternyata itu suara dari kepala polisi dapur yang membangunkan mimpi saya dalam tidur sesaat selesai shalat di Masjid Al-Ikhlas. Semoga para pendiri dan pengurus masjid ini selalu diberkahi oleh Allah dan dilipat gandakan amalnya. Salam Waras. (SJ)

Editor: Gilang Agusman