Nanda Kurniawan, Mahasiswa Psikologi Universitas Malahayati Raih Medali Perunggu Ajang Olimpiade Saintech 2024

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Selamat kepada Nanda Kurniawan (23370076) Mahasiswa Prodi S1 Psikologi Universitas Malahayati Bandarlampung  yang telah berhasil mendapatkan “Juara 3 Bidang Biologi” pada Kejuaraan Tingkat Nasional Olimpiade Siswa Saintech 2024 Kategori Mahasiswa, yang diselenggarakan oleh @saintech.id, 21 April 2024.

Nanda menyampaikan terima kasih kepada semua yang telah berkontribusi dalam pencapaiannya hingga saat ini. “Saya ingin berterima kasih kepada orang-orang di sekitar saya yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam setiap langkah perjalanan kompetisi ini. Prestasi ini adalah hasil kerja keras bersama,” ujarnya.

Mahasiswa yang baru memasuki semester kedua ini menunjukkan keberanian dan kepercayaan diri dengan memilih mengikuti lomba saintech ini. Ia menjelaskan bahwa pilihannya didasarkan pada pemahaman akan potensinya dalam bidang pelajaran biologi.

Dalam harapan dan motivasinya ke depan, Nanda mempunyai harapan semoga dapat membuka peluangnya kedepan dan terus dapat menorehkan prestasi yang akan berdampak baik bagi kariernya kedepan.

Prestasi Nanda Kurniawan menjadi kebanggaan bagi Universitas Malahayati, dan harapannya dapat menginspirasi mahasiswa lain untuk terus mengejar passion dan berprestasi dalam berbagai bidang.

Editor : Gilang Agusman

Kentus dan Kementhus

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Ketus dan Kementhus. Kedua kata itu berasal dari bahasa Jawa yang ucapannya hampir sama, tetapi maknanya sangat berbeda. Kentus atau tombong merupakan cikal bakal pembentukan tunas kelapa. Kentus kelapa bentuknya bulat dan terletak di dalam daging buah kelapa yang sudah tua. Waktu kecil zaman tahun 50-an dahulu kalau mengupas kelapa yang sudah tua, maka di dalam dagingnya tadi ada juga daging bulat, dengan tekstur yang sangat lembut, dan itulah namanya kentus. Biasanya menjadi rebutan kami yang masih anak-anak pada waktu itu, dan itu merupakan kebahagiaan tersendiri.

Berbeda lagi dengan Kementhus; dari hasil penelusuran digital ditemukan informasi Kata “kumenthus” dan “kumaki” sering diucapkan “kementhus” dan “kemaki” masih sering kita dengar dalam percakapan bahasa Jawa. Arti umumnya adalah “sombong”. Masih banyak orang yang berbahasa ibu “Jawa” mengerti hal ini. Yang bukan Jawa pun tahu mengatakan “kemaki”.

Kumenthus berasal dari kata “Kenthus”, yaitu sejenis katak yang bisa menggembungkan perutnya. Kataknya kecil-kecil saja, tetapi kalau pas menggelembung dia akan menjadi besar. Tidak hanya besar badannya tetapi suaranya pun menjadi besar. Kita tidak akan menyangka kalau bunyi yang keras itu dikeluarkan oleh makhluk sekecil itu. Orang “kumenthus” adalah orang yang berlagak sok berani sepertinya dia yang paling jagoan.

Tampaknya sekarang sedang banyak para kemethus ini berkeliaran disekitar kita dengan berlagak sok berani mencegat kendaraan berat untuk dimintai uang. Hampir sepanjang jalan raya yang dilalui kendaraan berat, mereka selalu beroperasi dengan cara memintapaksa kepada sopir kendaraan. Itu adalah permintaan yang terang-terangan dilakukan mereka ditengah jalan.

Bagaimana dengan para kementhus yang berbaju petugas dengan teknik “uang keamanan” mereka memeras para sopir kendaraan berat. Walaupun kalau kita telusuri mereka beraksi itu karena ada target yang harus mereka capai guna menenangkan Sang Bos. Persoalannya siapakah Sang Bos ini; ternyata Bos ini bagai multilevel, dimana setiap Bos punya Bos Besar lagi di atasnya; dan seterusnya.

Dunia kementus ternyata tidak hanya ada di jalan, tetapi kementhus berdasi juga tidak kurang; justru ini pada umumnya lebih rakus. Terkadang perilakunya menggelikan, kelihatan sok bersih bahkan sok suci; ternyata menerima storan lebih banyak dan lebih beragam. Kantornya berpendingin, bersih, wangi; walaupun sejatinya bau bangkai. Untuk masuk keruangannya-pun harus melalui lapisan security yang berlapis-lapis; namun manakala berhadapan dengan penyetoran, maka kata orang Palembang…..”lanjak ke”…

Lucunya lagi juga melanda orang yang merasa menjadi tokoh agama, yang seharusnya bisa berkata lebih santun, lembut dan penuh etika. Ternyata saat berhadapan dengan perbedaan sudut pandang; asli kementhusnya keluar; bahkan tidak segan-segan mengkafirkan orang yang alim dan hafal kitab suci yang sama dia yakini, dan belum tentu dia mampu menghafal dan sedalam pemahaman yang dikafirkan. Ternyata kementhus sudah menutupi akal sehatnya sebagai manusia yang merasa diri sebagai ahli.

Dunia kementhus sudah merajalela ke semua sendi kehidupan; hanya tampilannya saja yang membedakan. Ada yang berpola terang-terangan, ada yang malu-malu tapi mau, ada yang sok menolak tapi sebenarnya rakus. Atau gabungan dari ketiganya, dan ini yang sering tampak sekarang, bahkan bisa jadi musang berbulu ayam; tampak sekilas alim alamak ternyata kelakuannya saat sendiri bagai singa lapar yang tujuh hari tidak makan.

Kekementhusan ini tampaknya sudah menjadi “wabah sosial” karena hampir di semua lapisan masyarakat perilaku kementhus melanda. Terlepas apakah itu bawaan lahir, namun tampaknya keacuhtakacuhan masyarakat selama ini akan kondisi sosial sekitar ikut mengkontribusi tumbuh suburnya sikap kementhus. Miskinnya keteladanan dari pemimpin bangsa yang tampaknya akhir-akhir ini makin sulit didapat, diduga juga memberi kontribusi yang signifikan akan tumbuhkembangnya sikap kementhus bagi rakyatnya.

Dagelan kementhus tiap hari ditampilkan dihadapan kita, pertanyaan tersisa sampai kapan sikap kementhus itu akan terus dipertontonkan. Tentu saja jawabannya sampai alam ini digulung oleh malaikat atas perintahNYA. Konon juga kehancuran alam ini diakibatkan oleh sikap kementhus penghuninya. Semoga kita tidak menjadi bagian pengkontribusi timbulnya sikap kementhus.
Salam Waras (SJ)

Turut Berduka Cita…

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Rektor dan Sivitas Akademika Universitas Malahayati Bandar Lampung Mengucapkan Turut Berduka Cita atas wafatnya Ibu Sairah Binti H. Tanjid, Mahasiswa Profesi Kebidanan Universitas Malahayati. Semoga semua amal ibadahnya diterima di sisi-Nya (gil/humasmalahayatinews)

Rektor Universitas Malahayati Sambut Kunjungan Tim Asesor LamPTKes untuk Asesmen Lapangan Prodi S1 Farmasi

BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Achmad Farich, dr. MM., menyambut kunjungan Tim Asesor dari Lembaga Akreditasi Program Studi Teknologi Kesehatan (Lam-PTKes) di Lt.5 Gedung Rektorat, Selasa (14/5/2024).

Tim yang terdiri dari Dr. Apt. Diky Mudhakir, M. Si dan Prof. Dr. Apt. Dian Ratih Laksmitawati, M. Biomed ini hadir sebagai bagian dari proses asesmen lapangan akreditasi Program Studi S1 Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati.

Dalam sambutannya, Rektor Achmad Farich menyatakan komitmen Universitas Malahayati untuk menyediakan pendidikan tinggi berkualitas di bidang farmasi. Dia menyambut hangat kehadiran Tim Asesor LamPTkes dan berharap kunjungan ini akan memberikan wawasan berharga bagi pengembangan program studi farmasi di universitas tersebut.

“Kami sangat senang menyambut Tim Asesor LamPTkes di kampus kami. Kunjungan ini merupakan kesempatan bagi kami untuk mendapatkan umpan balik yang berharga tentang Program Studi S1 Farmasi kami. Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan kami sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh lembaga akreditasi,” ujar Rektor Achmad Farich.

Tim Asesor LamPTKes kemudian melakukan serangkaian kegiatan evaluasi lapangan selama tiga hari ke depan, termasuk observasi langsung terhadap fasilitas, kurikulum, dan proses pembelajaran di Program Studi S1 Farmasi Universitas Malahayati. Mereka juga akan berinteraksi dengan dosen, mahasiswa, dan staf administrasi untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang program studi tersebut.

Dalam prosesnya, Tim Asesor akan menilai Program Studi S1 Farmasi berdasarkan sembilan kriteria akreditasi yang mencakup visi, misi, tujuan, tata kelola, mahasiswa, sumber daya manusia, keuangan, sarana dan prasarana, pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, serta luaran dan capaian. Penilaian ini akan menjadi dasar untuk menentukan status akreditasi program studi, apakah Terakreditasi dengan peringkat Unggul, Baik Sekali, atau Tidak Terakreditasi. (*)

 

Editor: Asyihin

Tim Mahasiswa Universitas Malahayati Lolos Pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa 2024

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Selamat kepada Tim Mahasiswa Universitas Malahayati: Berlian Dwi Kurnia Putri (23370023), Azzahra Nur Ariyanti (23370022), Annas Tasya (23370015)  dari Program Studi Psikologi, dan Febri Suseno (22110007) Program Studi Teknik Sipil, Lolos Pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa 2024, skema Video Gagasan Konstruktif. Yang diselenggarakan oleh @kemahasiswaan.dikti pada tanggal 19 april 2024.

Berlian bersama tim mengungkapkan perasaan senang dan suatu kebanggaan bagi kami yang telah berhasil mencapai progres sejauh ini, program ini mengajarkan kami untuk lebih peduli dengan teman-teman difabel.

Lebih lanjut ia manambahkan, semoga gagasan kami dapat bermanfaat bagi calon tenaga kerja difabel.

“Harapannya serta dapat menjadi motivasi bagi Mahasiswa Universitas Malahayati untuk berkarya sesuai bidang yang diminati,” tuntasnya. (gil/humasmalahayatinews)

 

 

Pontang-Panting Adu Hebat di Mata Sinder Kebon

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Kamus Besar Indonesia menabalkan kedua kata ini sebuah homonim karena arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda. Selanjutnya kedua kata tersebut (pontang-panting dan lintang pukang) bermakna sama. Ada temannya lagi yaitu “tunggang langgang”.

Kita tinggalkan peristilahan di atas; namun pada tulisan kali ini kita menggunakan istilah-istilah tadi untuk menggambarkan bagaimana personal-personal yang berkeinginan menjadi orang nomor satu di provinsi ini.

Boleh dikatakan semua media yang terbit di Lampung, baik online maupun konvensional, beberapa hari ini memuat bagaimana mereka berburu dukungan, rekomendasi dan entah apalagi namanya untuk mendapatkan “baju kebesaran” untuk menuju kursi Lampung Satu.

Cara yang dilakukan bermacam-macam: ada yang berupa koalisi tetapi tidak seksi, ada yang menggunakan cara sinyal-sinyal berfrekuwensi tinggi, dan masih banyak lagi. Semua itu dalam rangka untuk mendapatkan mandat maju sebagai lampung I.

Tampaknya, mereka beradu waktu untuk mendapatkan dukungan dari banyak pihak terutama dari partai besar, dan menengah. Setelah merasa pasti mengumpulkan dukungan, maka langkah akhir adalah lapor ke sinder kebon, sekaligus meyakinkan akan besarannya dukungan.

Tentu Sinder Kebon tidak mau kehilangan manisnya gula tanpa dapat jaminan apa-apa. Naluri seorang manejer, tentu saja memiliki indra kesembilan dalam menimang, memilah, terakhir memilih; mana yang akan didukung dan diusung.

Siapapun jika punya keinginan dan memenuhi syarat, boleh saja maju mencalonkan diri dalam jabatan apapun, termasuk Lampung Satu.

Tinggal bagaimana hitung-hitungannya untuk mencapai keputusan itu; diantaranya di samping pendukung, dalam hal ini partai/ atau juga perorangan.

Namun yang tidak kalah penting dan utama adalah cuan; sebab tampaknya makin ke sini akan terseleksi bagi mereka yang ber- cuan -lah yang mampu mencalonkan diri, sebab keadaan sudah berubah.

Pepatah yang mengatakan “tidak ada makan siang gratis”; tampaknya adu akal, okol, otot, dan bontot (bekal); bakal mengemuka pada pemilu kada kali ini. Turun gelanggang tampaknya harus memiliki gerbong yang panjang, satu rangkaian koneksi, dan rangkaian lainnya cuan.

Analisis politik boleh dilakukan, teori segudang boleh dikeluarkan; namun kenyataan lapanganlah yang menentukan. Pola-pola berfikir pragmatis tampaknya masih tersisa dalam persepsi masyarakat, dampak lanjut dari pemilihan umum yang baru lalu.

Saat ini masih level atas yang bergoyang, menjelang masa kampanye, akar rumput mulai berayun. Gerakan “sat-set” akan menjadi semacam jurus jitu mendekati garis finis; tinggal karung mana dibagikan kemana, diisi berapa; menjadi semacam “rukun” yang harus dilakukan.

Idealisme boleh ngomong ke langit, namun amplop berisi duwit lewat belakang terus berkait. Ancaman boleh ditebar, undang-undang boleh dicanangkan; namun main mata siapa kira, karena ibarat (maaf) kentut, ada di rasa tidak ada di rupa; warna tak akan ada begitu tercium menyesakkan dada.

Kita boleh bicara di atas panggung sampai suara parau, pamplet ditempel setiap pohon dengan isi….. “lawan politik uang”,…..”pemilu harus jurdil”……dan masih banyak lagi ungkapan-ungkapan “mulia”, bahkan bila perlu diadakan patroli setiap jalan, CCTV disebar delapan penjuru angin.

Namun soal serangan fajar atau serangan gerilya, banyak jagonya di mana-mana. Dari semua itu, ada yang pasti yaitu semua kita dapat “janji” soal apakah itu ditepati, jawabannya ….“apa kata saya nanti”…..

Oleh sebab itu ada ujaran wong Plembang yang mengatakan ….”jangan sampek pemilihan ini tepeleh… Mister Kagek Bae…(KGB)…..kalau itu ye jadi …kito lodak galo”…. Terjemahannya tolong Tanya tetangga sebelah.

Salam Waras (SJ)

Rektor Universitas Malahayati Lantik Pejabat Baru

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Rektor Universitas Malahayati Bandarlampung, Dr. Achmad Farich, dr., MM melantik satu pejabat baru di lingkungan Universitas Malahayati.  Berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan Yayasan Alih Teknologi menetapkan dan mengangkat saudari Dr. Febrianty, S.E., M.Si sebagai Kaprodi S1 Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Malahayati menggantikan Wiewiek Indriani, S.E., MM.

Dalam sambutannya, Rektor Universitas Malahayati, Dr. Achmad Farich, dr.,MM mengatakan, pelantikan dilakukan dalam upaya membangun Universitas Malahayati menjadi lebih baik dan unggul. Rektor juga meminta agar kerjasama antar Program Studi, Fakultas dan lembaga secara simultan dapat terus ditingkatkan untuk kemajuan Universitas Malahayati. (gil/humasmalahayatinews)

Pilkada

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Berbagai media di Lampung saat ini sering menulis berita tentang pemilihan kepala daerah (pilkada). Selain Pilkada, pemilihan kepala daerah sering juga disingkat Pilkadal (dengan akhir huuf “l”). Penulisan Pilkadal kerap mengganggum karena maknanya sering tidak klop dengan maksudnya. Bahkan menjadi “diplesetkan” (sulih arti) dengan hal-hal yang bersifat kurang baik.

Kata “kadal” memang kerap multitafsir. Ada yang mengatakan bahwa dalam konteks yang lebih umum, kadal sering dianggap sebagai hewan yang dapat bertahan dalam berbagai kondisi, sehingga sering dijadikan simbol ketangguhan dan keuletan. Kadal sering dianggap sebagai simbol keberuntungan, kekuatan, dan perlindungan dalam budaya banyak masyarakat di dunia. Di beberapa budaya, kadal juga melambangkan kebijaksanaan, kecerdikan, dan kesabaran karena sifat-sifatnya yang diam dan hati-hati.

Dalam mitologi banyak suku, kadal sering kali dianggap memiliki kekuatan magis atau spiritual.
Namun, pada sisi lain, kata “ngadadali” merupakan istilah dalam bahasa Jawa yang berarti licik, cerdik, atau pandai dalam makna negatif. Jadi, jika ada yang dikatakan “ngadali”, mungkin itu merujuk pada kelicikan atau kecerdikan mencontoh kadal dalam mitologi atau cerita tertentu. Atau dalam pemaknaan metafora bermakna berlaku licik untuk hal-hal tertentu. Tidak ada referensi yang valid sejak kapan kata di-kadal-in dipakai orang, kenapa juga tidak dibilang “dicicakin” misalnya atau ” dibunglonin”.

Pemilihan umum secara nasional baru saja berlalu, tentu semua kita mempunyai kesan masing-masing secara personal maupun komunal. Demikian juga seluruh warga provinsi ini memiliki peta kognisi yang berbeda dari hasil pengalaman menghadapi peritiwa besar tersebut. Tentu dari hal-hal yang positif, sampai dengan hal-hal yang kurang baik; semua menjadi semacam hasil rekam yang ada dalam ingatan sebagai kesan dan membentuk persepsi. Termasuk rekaman berupa ingatan, persepsi atau apapun namanya yang merujuk pada “merasa dikadali”.

Sebagai contoh, banyak di antara mereka terbangun persepsi bahwa pemilihan itu berhubungan erat dengan bagi-bagi sembako atau angpau. Malah saat itu ada yang nyeletuk kalau bisa tiap bulan ada pemilihan, sehingga mereka tidak harus repot-repot bekerja cari makan, cukup menunggu pembagian jatah dari para calon. Kemudian ada yang berharap ada pemilihan terusmenerus karena mereka berprofesi sebagai tim sukses, maksudnya sukses “ngadali” para calon, untuk mendapatkan keuntungan material dari mereka.

Karena soal kadalmengadali ini tidak kenal saudara atau family; ada satu contoh saat pemilihan umum yang baru lalu, ada calon legeslatif yang cukup banyak mengeluarkan biaya dengan asumsi semua tim sukses adalah saudara dekatnya, dari paman, kemenakan, dan sepupu. Ternyata perhitungan teman tadi salah, sebab cuan tidak mengenal saudara, yang ada adalah mana yang lebih banyak atau besar memberi. Semua itu menembus batas ruang dan darah daging , yang selama ini diandalkan. Luka hati teman tadi sampai bersumpah untuk tidak akan mau lagi membantu saudara sekalipun itu paman atau kemenakan sendiri.

Ternyata Pemilu dapat membuat pilu, akibat kena kadal dari yang seharusnya sahabat kental.
Bentukan-bentukan persepsi di atas adalah merupakan residu sosial yang harus diwaspadai oleh mereka yang berkeinginan maju mencalonkan diri untuk jabatan apapun saat ini, yang prosesnya melibatkan pemilihan yang berbasis suara masa.

Pilkada ternyata akan meneruslestarikan perilaku ”sing penting entuk piro, sing dadi terserah sopo” (yang tpenting dapat berapa, yang jadi terserah siapa). Perilaku ini melanda pada lapisan akar rumput, walaupun di kelas menengah ditengarai ada juga walaupun sedikit malu-malu.

Mereka berpendapat bahwa para calon apapun dia, hanya datang kepada mereka saat memerlukan suara, setelah pemilihan usia, maka selesailah pula urusan dengan mereka. Anggapan yang ada di benak mereka, ”sebelum pemilihan meratappun jadi, setelah jadi tinggal pergi”. Tentu anggapan ini tidak seutuhnya benar, namun mereka menemukan contoh sudah terlalu banyak untuk menuju pada kesimpulan. Akibatnya terjadi baku tikam antara yang dipilih dan yang memilih. Mereka saling intai untuk menemukan kesempatan demi keuntungan.

Beberapa waktu lalu bahkan ada seorang penggiat demokrasi mengingatkan manakala masyarakat kita masih miskin dalam pengertian materi dan pendidikan; maka perilaku seperti ini akan terus ada. Namun asumsi itu tidak selamanya benar. Sebab, bisa jadi secara ukuran pendidikan formal cukup baik, namun perilaku “miskin” masih melekat sebagai budaya. Atau sebaliknya secara pendidikan ada pada level rendah, namun secara materi ada di atas rata-rata; ternyata perilakunya mengikuti hartanya.

Dengan kata lain, dengan berakhirnya pemilihan umum yang baru lalu ternyata menyisakan perilaku anomaly sosial pada masyarakat. Dan, ini menjadi modal kondisi yang harus diperhitungkan kepada mereka yang ada niat untuk mencalonkan diri menjadi pemimpin di daerah ini. Oleh sebab itu, melalui tulisan ini penulis mengingatkan kepada mereka yang berhasrat untuk maju kegelanggang pemilihan kepala daerah level manapun untuk selalu hati-hati dan waspada, serta berhitung cermat, karena di sana banyak orang baik tetapi tidak kurang banyak juga kadal.

Lebih berbahaya lagi sepertinya baik tetapi sebenarnya kadal yang siap mengadali anda. Selamat berjuang kawan hanya doa yang dapat kami bekalkan kepada kalian. (SJ)

SIMBAH

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Dalam konsep Jawa, “Simbah” merupakan panggilan untuk nenek atau kakek yang sangat dihormati. Kata “Simbah” digunakan sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua atau leluhur yang sudah lanjut usia. Penggunaan kata “Simbah” mencerminkan rasa hormat, penghargaan, dan kelembutan kepada orang yang lebih tua, terutama dalam budaya Jawa yang kaya akan nilai-nilai tradisional dan adat istiadat.

Pada tataran konsep nilai-nilai tradisional Jawa, Simbah memiliki makna yang sangat dalam dan dihormati. Berikut adalah beberapa konsep Simbah dalam nilai-nilai tradisional Jawa yang bersumber dari literatur kuno:

Pertama, Kehormatan dan Penghormatan: Simbah merupakan simbol kebijaksanaan, pengalaman, dan kedalaman spiritual. Oleh karena itu, Simbah dihormati dan dipandang sebagai sumber pengetahuan, nasihat, dan kearifan.

Kedua, Keluarga dan Kebijaksanaan: Simbah sering dianggap sebagai pusat keluarga dan sumber kebijaksanaan dalam menghadapi berbagai masalah. Mereka memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga hubungan harmonis dalam keluarga.

Ketiga, Warisan Budaya: Simbah juga merupakan penjaga warisan budaya. Mereka sering menjadi pembawa tradisi, cerita-cerita nenek moyang, serta kearifan lokal yang turun-temurun.

Keempat, Pendidikan dan Pembelajaran: Simbah tidak hanya dihormati karena usianya yang lanjut, tetapi juga karena pengetahuan dan pengalaman hidup yang mereka miliki. Mereka menjadi guru bagi generasi muda, memberikan pelajaran tentang kehidupan, moral, dan nilai-nilai kehidupan.

Kelima, Kedekatan dengan Alam: Simbah juga sering dihubungkan dengan alam dan spiritualitas. Mereka dipandang memiliki koneksi yang dalam dengan alam dan dunia spiritual, serta mampu memberikan perlindungan dan berkah kepada keluarga dan masyarakat.

Meskipun ada perubahan dalam masyarakat jawa modern, konsep Simbah masih tetap relevan dan dihormati dalam budaya Jawa. Mereka tetap dianggap sebagai tokoh yang bijaksana, berpengalaman, dan dihormati oleh masyarakat. Oleh sebab itu tokoh simbah masih sering diminta nasehat, arahan, dan restu bagi para generasi penerus. Beberapa pesan simbah yang masih relevan sampai hari ini diantaranya adalah:

…. “Ingatlah selalu untuk berbuat baik kepada semua orang, jaga sikap, dan lakukanlah yang terbaik dalam segala hal.”…..

Pesan etika dan moral ini tampaknya sekarang sudah mulai memudar; kita sudah sangat jarang melihat dimasyarakat, terutama pada tataran sikap. Banyak mereka yang sudah merasa sukses, merasa tidak perlu sowan kepada simbah dalam hal ini sebagai figure orang yang dituakan, bahkan mungkin berjasa; untuk sekedar datang menyampaikan undangan dari suatu perhelatan. Mereka merasa cukup diwakilkan dengan selembar kertas undangan, atau bahkan pesan melalui piranti sosial; itu sudah cukup. Tampaknya tataran etika sudah mulai tergerus, dan ini melanda semua lapisan masyarakat, bahkan yang bergelar maha guru-pun tidak terkecuali.

…….”Jangan lupakan akar budaya dan tradisi nenek moyang kita. Itulah yang membuat kita tetap kuat dan bersatu sebagai satu keluarga.”….

Pesan inipun sudah tidak diingat lagi karena sikap individualitas yang melanda kehidupan saat ini begitu deras. Bahkan rasa kekeluargaan sudah luntur hanya karena jabatan dan cuan. Betapa banyak diantara kita yang sudah tidak bisa lagi sungkem dengan orang tua. Adat ketimuran sungkem dan atau cium tangan, tidak banyak lagi generasi penerus yang melakukan apalagi paham akan filosofinya.

……”Hidup ini penuh dengan cobaan dan ujian. Tetaplah bersyukur atas segala yang ada dan selalu bersabar dalam menghadapi setiap masalah.”….

Nasehat inipun sudah banyak diabaikan, banyak diantara kita inginnya serba cepat, instant. Prinsip yang ada kalau bisa segera kenapa nanti, kalau bisa beli kenapa harus repot. Prinsip ini juga melanda mereka yang berpendidikan tinggi; banyak indikasi mahasiswa membeli karya tulis ilmiah hanya karena alasan yang sangat sepele. Padahal secara kalkulatif mereka rugi dua kali, pertama rugi materi, kedua mereka membeli kebodohan sendiri.

Contoh lainnya yang tidak kalah tajamnya dalam bernasehat diantaranya ialah:

…”Kebaikan hati dan kasih sayang kepada sesama adalah hal yang paling utama. Jadilah orang yang selalu siap membantu dan peduli terhadap orang lain.”…..

……”Jangan pernah lupa berdoa dan berserah diri kepada Tuhan. Kekuatan doa akan membawa kita melewati segala cobaan dan kesulitan dalam hidup.”…

Sayangnya simbah sekarang banyak yang bergeser dari makna hakiki di atas. Tidak jarang status simbah mengalami gradasi yang luar biasa; sehingga sikap yang ditampilkan berbanding terbalik dengan yang seharusnya. Semula berperan sebagai penasehat, berubah menjadi penjahat. Ada nasehat dari bahasa Jawa Kuno yang mengatakan perubahan itu menjadikan jika berubah menjadi …. “sepa sepi lir sepah samun “… ditemukan dalam buku Wedhatama, karya dari Arya Adhipati Mangkunegara ke-IV dari Surakarta Hadiningrat, yang makna terjemahan aslinya yaitu: sepa = ora ana rasane (tidak ada rasanya = hambar). sepi = sepi ora ana apa-apane (tidak ada apa-apa nya). llir = kaya (seperti).  sepah = ampas (ampas sisa). samun = sepi banget (sunyi sekali). Arti bebasnya bahwa simbah sudah tidak memberi makna apa-apa pada orang lain dan lingkungan, ibarat sudah menjadi ampas yang layaknya hanya untuk dibuang.

Kehidupan sosial memang kejam, dan tidak bisa dihindari kita akan menjadi tua, dan pada waktunya akan dipanggil “simbah” dan atau sebutan lainnya. Mari kita siapkan diri untuk menjadi “simbah sejati” yang bermanfaat bagi negeri walau disisa umur yang tidak pasti. Ingat pesan orang terdahulu….”setiap perjalanan hidup adalah sebuah cerita…tetapi….tidak semua jalan kehidupan bisa diceritakan”……

Salam Waras. (SJ)

Rektor Universitas Malahayati Terima Kunjungan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Keluarga Berencana BKKBN RI

Bandar Lampung (malahayati.ac.id): Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Achmad Farich, dr., MM., menerima kunjungan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera BKKBN RI, dr. Hariyadi Wibowo, SH., MARS, di ruang Meeting lantai 5 Gedung Rektorat Universitas Malahayati, Selasa (7/5/2024).

dr. Hariyadi Wibowo datang bersama sejumlah anggota tim dari BKKBN, termasuk Ketua Tim Kerja Latbang Anastasia, Ketua Tim Kerja Jalwilsus Munawar Shodiq, Ketua Tim Kerja Ketahanan Lansia Anisa Kuswandari, Tim Kerja Pelatihan Rendy Ryandani, dan Tim Kerja Pelatihan Desi Relga.

Dalam sambutannya, dr. Hariyadi Wibowo menyatakan bahwa tujuan kunjungan ini adalah untuk bersilaturahmi dan mengenal lebih dekat Universitas Malahayati, terutama karena universitas ini sudah memiliki kerja sama dengan BKKBN Lampung.

“Saya berharap silaturahmi ini akan terus berlanjut. Paling tidak, hari ini kita sudah saling mengenal, sehingga di pertemuan selanjutnya, kita bisa membicarakan kerjasama lebih lanjut,” kata dr. Hariyadi.

Rektor Achmad Farich menyambut baik kedatangan tim dari BKKBN Pusat dan Provinsi Lampung, serta menegaskan bahwa Universitas Malahayati memang fokus pada pelayanan kesehatan masyarakat.

“Kami sangat terbuka untuk kerjasama di bidang kesehatan dan keluarga berencana. Terlebih, Universitas Malahayati adalah salah satu universitas yang mendapatkan program RPL profesi bidan. Oleh karena itu, kami terus mendorong lulusan-lulusan sarjana untuk melanjutkan pendidikan profesi bidan,” ujar Rektor Achmad Farich.

Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Wakil Rektor 1 Universitas Malahayati Dr. (Cand) Muhammad S. Kom, M.M., Kepala LPPM, Erna Listyaningsih, SE., M.Si., Ph.D., AFA., Marcelly Widyawardana, MT – Ketua KKLPPM, Prima Dian F, M.Kes – Koordinator DPL KKLPPM., Kepala Humas Emil Tanhar, S. Kom, dan sejumlah dosen Universitas Malahayati. (*)

Editor: Asyihin