Cahaya Ilahi di Balik Kesederhanaan dan Kebersamaan Para Jaula Ijtima di Kota Baru
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
TIGA HARI LALU, Herman Batin Mangku (HBM) sebagai jurnalis senior turun meliput persiapan Ijtima Akbar Dunia yang akan dilaksanakan akhir bulan ini. Karya jurnalistik itu terasa sekali “dagingnya”, karena disajikan oleh orang yang memang profesional pada bidangnya. Dan, atas tanggungjawab moral jualah tulisan ini ingin disumbangkan untuk melengkapinya dari sisi lain.
Pertemuan anggota organisasi Islam yang bercirikan jaula dan berjumlah ribuan orang tentu akan menghadirkan suasana yang berbeda dari sekadar kumpul-kumpul biasa. Jaula dalam konteks ini dapat dipahami sebagai sisi manusia yang selalu merasa diri masih perlu dibimbing, diarahkan, dan disempurnakan akhlaknya.
Dan, tentu ini suatu sikap mulia. Ribuan manusia yang akan datang dengan berbagai latar, pemikiran, pengalaman, dan tingkat pemahaman menjadi potret nyata bahwa perjalanan spiritual umat tidak pernah seragam. Justru dalam keragaman inilah terhampar pelajaran bahwa Islam mengajarkan proses, bukan hanya hasil.
Sudah bisa dibayangkan sejak persiapan awal acara, suasana sudah dipenuhi energi spiritual yang kuat. Bisa dibayangkan ribuan suara yang akan menyatu dalam lantunan doa menghadirkan getaran kebersamaan yang tidak mudah dilukiskan dengan kata-kata.
Meski ribuan orang akan berkumpul dalam satu tempat, tentu ketertiban tetap terjaga karena rasa hormat dan kesadaran kolektif bahwa momen tersebut merupakan bagian dari ibadah dan pencarian makna hidup. Setiap langkah yang diambil menuju tempat pertemuan serupa ini seakan menjadi simbol perjalanan menuju cahaya, meninggalkan segala keraguan dan kekeliruan diri yang selama ini menghambat perbaikan jiwa.
Pertemuan besar seperti ini tentu selalu memiliki ciri khas tersendiri. Aroma persaudaraan akan menyebar begitu kuat, membuat setiap orang merasa dekat meski sebelumnya tidak saling mengenal. Banyak yang datang dengan membawa beban kehidupan, ada yang memikul keresahan batin, ada pula yang sekadar ingin memperbaiki diri.
Namun, ketika duduk bersama dalam satu majelis, semua perbedaan itu melebur menjadi satu niat: mempertebal iman dan memperbaiki akhlak. Di sinilah letak keindahan sebuah organisasi Islam; kemampuannya menyatukan hati tanpa memandang kedudukan atau tingkat pemahaman.
Jahula sebagai ciri yang dibawa oleh anggota bukanlah sesuatu yang harus disembunyikan, tetapi justru menjadi bagian dari dinamika pembelajaran. Dalam setiap manusia pasti ada sisi yang perlu dihaluskan. Pertemuan ribuan orang ini, akan mencerminkan bahwa mengakui kelemahan adalah langkah awal menuju perbaikan.
Tidak ada yang datang sebagai sosok paling sempurna; semua hadir sebagai insan yang masih belajar mengenal Tuhannya. Hal inilah yang kemudian membuat suasana semakin hangat, karena setiap orang melihat dirinya sebagai bagian dari proses kolektif menuju kebaikan. Dan, ini yang terbaca saat HBM mendatangi lokasi pertemuan.
Salah satu kekhasan lain dari pertemuan tersebut ialah akan adanya dialog batin yang tercipta tanpa harus melalui kata-kata. Banyak yang akan merasa tersentuh hanya dengan melihat ribuan manusia lainnya yang juga tengah berusaha menjadi pribadi lebih baik.
Pesan-pesan moral yang akan disampaikan selama kegiatan, baik melalui kajian maupun renungan bersama, akan terasa masuk lebih dalam karena disampaikan dalam suasana yang penuh ketulusan.
Momen seperti ini membuat setiap individu merasa diingatkan bahwa hidup bukan sekadar mengejar dunia, melainkan memperbaiki diri agar semakin dekat dengan nilai-nilai Ilahiah.
Pada saat pembahasan mengenai pentingnya keikhlasan, tentu suasana majelis akan menjadi sangat hening. Semua mata akan tertuju ke podium, tetapi sesungguhnya perhatian mereka lebih tertuju ke dalam hati masing-masing.
Dalam keheningan seperti itu, akan banyak yang menyadari bahwa ketulusan tidak lahir begitu saja, melainkan melalui proses panjang yang melibatkan pergulatan batin. Dengan akan melihat ribuan orang yang sama-sama berjuang, seseorang akan merasa lebih kuat karena ia tidak berjalan sendirian. Kesadaran ini akan menjadi bagian dari hikmah pertemuan besar semacam itu.
Selain itu, semangat ukhuwah Islamiyah sudah begitu terasa dari saat persiapan dan akan berlanjut dalam interaksi sederhana, seperti berbagi makanan, saling memberi tempat duduk, hingga menegur-sapa satu sama lain dengan penuh adab.
Semua itu menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam tidak hanya diajarkan melalui ceramah, tetapi juga melalui tindakan nyata. Justru tindakan-tindakan kecil itulah yang paling mudah membuka pintu hati. Ketika ribuan orang melakukan kebaikan kecil secara serempak, dampaknya akan berubah menjadi gelombang spiritual yang sangat dahsyat.
Pertemuan besar ini juga mengingatkan setiap kita bahwa dakwah tidak harus selalu dilakukan oleh orang yang sudah sempurna. Dakwah yang paling menyentuh justru adalah dakwah yang muncul dari kesadaran bahwa diri sendiri masih penuh kekurangan. Dari sini, terbentuklah rasa rendah hati kolektif yang mendorong setiap orang untuk terus memperbaiki diri tanpa merasa lebih mulia dari yang lain. Sikap seperti ini sangat penting untuk menjaga keharmonisan organisasi.
Pada akhirnya, pertemuan ribuan anggota organisasi Islam yang bercirikan jaula ini akan menjadi cermin bahwa perjalanan menuju kesempurnaan iman adalah perjalanan bersama, bukan perjalanan individu. Dalam kebersamaan tersebut, cahaya persaudaraan memancar begitu kuat, menghapus segala jarak, dan menguatkan tekad untuk terus berjalan di jalan yang diridai.
Pertemuan ini bukan hanya acara, tetapi momentum spiritual yang menyatukan hati-hati yang sedang mencari jalan pulang kepada Tuhannya. Semoga cahaya itu terus terjaga, menerangi setiap langkah menuju kehidupan yang penuh berkah dan kedamaian. Dan, tentu diharapkan akan memberikan dampak positif kepada seluruh warga Provinsi Lampung pada khususnya.
Terimakasih juga disampikan pada HBM yang dengan setia mengawal kegiatan ini secara jurnalistik. Sihat selalu Kolpah. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman

