Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Siang minggu lalu saat hari pertama Idhul Adha, rumah kedatangan tamu agung yaitu para cucu-cucu yang ingin mencium tangan dan memeluk erat kakeknya yang sudah mulai renta. Saat becengkerama ternyata cucu tertua yang sudah ada pada smester dua di Politeknik Kesehatan Negeri ternama di daerah ini menghampiri, sambil minta waktu menanyakan sesuatu:
Cucu :…..Kakek kenapa mata saya sebelah kiri bawah kelopak bergerak-gerak, apa itu namanya?
Kakek : ….ooooooooo…..itu namanya ..kedutan..dalam bahasa Jawa.
Cucu : …. Apa itu maknanya….kek… ?
Karena cucu ini sudah mahasiswa kesehatan maka diberi penjelasan harus secara ilmiah, dan kami bersepakat untuk menelusuri informasi tentang kedut ini melalui media digital; dan, ditemukan informasi bahwa kedutan, atau fasciculations dalam istilah medis, adalah kontraksi otot yang tidak disengaja yang biasanya terjadi pada otot rangka.
Berikut beberapa penyebab kedutan menurut ilmu medis: (1) Stres dan Kecemasan: stres dan kecemasan bisa menyebabkan ketegangan otot yang berlebih, yang akhirnya dapat memicu kedutan. (2) Kafein dan Stimulant Lain: konsumsi berlebih kafein atau zat stimulant lain dapat meningkatkan aktivitas saraf yang memicu kedutan. (3) Kelelahan Otot: aktivitas fisik yang berlebihan atau kelelahan otot bisa menyebabkan kedutan, terutama pada otot yang baru saja digunakan secara intensif. (4) Kekurangan Nutrisi: kekurangan nutrisi seperti magnesium, kalium, atau kalsium bisa menyebabkan gangguan pada fungsi otot dan saraf yang memicu kedutan. (5) Dehidrasi: kurangnya cairan dalam tubuh bisa mempengaruhi keseimbangan elektrolit, yang penting untuk fungsi otot dan saraf yang normal. (6) Pengaruh Obat: beberapa obat, terutama diuretik, kortikosteroid, dan estrogen, dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit atau mempengaruhi fungsi saraf yang menyebabkan kedutan. (7) Kondisi Neurologis: penyakit atau kondisi yang mempengaruhi sistem saraf seperti ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis), penyakit Lou Gehrig, atau neuropati perifer dapat menyebabkan kedutan. (8) Gangguan Metabolik: gangguan metabolik seperti penyakit tiroid bisa mempengaruhi fungsi saraf dan otot. (9) Iritasi Saraf: cedera atau iritasi pada saraf bisa menyebabkan otot yang dipersarafi oleh saraf tersebut mengalami kedutan. (10) Konsumsi Alkohol: konsumsi alkohol yang berlebihan atau penarikan dari alkohol bisa mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan kedutan.
Berbeda lagi telusuran dalam budaya Jawa diperoleh informasi, kedutan sering kali dianggap sebagai tanda atau pertanda yang memiliki makna tertentu. Perlu diingat bahwa kepercayaan ini adalah bagian dari tradisi dan budaya lisan masyarakat Jawa, dan tidak ada bukti ilmiah yang mendukung hubungan antara kedutan dan peristiwa yang akan terjadi. Kepercayaan ini lebih merupakan bagian dari warisan budaya yang kaya dan memberikan warna dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa.
Kita tinggalkan soal kedut, tetapi ada yang esensial di sana yaitu “penanda”; maksudnya Konsep penanda dalam filsafat Jawa menunjukkan keterkaitan yang mendalam antara dunia fisik dan dunia spiritual, dan sering disulih namakan menjadi “jagad cilik” dan “jagad gede”. Penanda dianggap sebagai cara alam semesta atau kekuatan ilahi berkomunikasi dengan manusia, memberikan petunjuk, peringatan, atau pesan penting yang bisa mempengaruhi keputusan dan tindakan seseorang. Ini mencerminkan pandangan holistik masyarakat Jawa, di mana segala sesuatu saling terkait dan memiliki makna yang mendalam.
Filsafat Jawa memiliki konsep yang mendalam dan kaya akan makna, salah satunya adalah konsep “jagad gede” dan “jagad cilik” seperti tersebut di atas. Konsep ini berkaitan dengan pandangan kosmologis dan metafisik masyarakat Jawa tentang alam semesta dan individu.
Definisi: jagad gede adalah konsep yang merujuk pada alam semesta atau makrokosmos. Ini mencakup segala sesuatu yang ada di luar diri manusia, termasuk alam semesta, bumi, langit, dan segala isinya.
Makna Filosofis: dalam konteks filsafat Jawa, jagad gede mencerminkan realitas eksternal yang luas dan kompleks. Ini adalah manifestasi dari kekuatan ilahi dan hukum-hukum alam yang mengatur segala sesuatu. Jagad gede dilihat sebagai cerminan dari kekuatan dan kebesaran Tuhan. Penerapannya: Pemahaman tentang jagad gede mengajarkan manusia untuk menyadari keterkaitannya dengan alam semesta, menjaga harmoni dengan lingkungan, dan menghormati kekuatan-kekuatan alam.
Definisi: Jagad cilik adalah konsep yang merujuk pada individu atau mikrokosmos. Ini mencakup diri manusia secara fisik dan spiritual, termasuk pikiran, perasaan, dan jiwa. Makna Filosofisnya: Jagad cilik mencerminkan realitas internal dari setiap individu. Ini adalah dunia batin yang kompleks dan penuh makna, di mana manusia berusaha memahami dirinya sendiri dan hubungannya dengan jagad gede. Dalam filsafat Jawa, manusia dianggap sebagai mikrokosmos yang mencerminkan makrokosmos. Penerapannya: Pemahaman tentang jagad cilik mengajarkan manusia untuk introspeksi, memahami diri sendiri, dan menjaga keseimbangan dalam diri. Ini juga mengajarkan pentingnya pengembangan spiritual dan moral individu.
Kata kunci yang menghubungkan jagad cilik dengan jagad gede dan atau sebaliknya itulah disebut “sasmito”; di sini kita diminta menemukenali sasmito atau penanda itu yang tidak jarang kita abai. Baru menyadari bahwa sudah diberi petunjuk oleh Allah melalui sasmito, biasanya setelah kejadian berlangsung. Sasmito berupa tanda-tanda bisa saja ada tubuh, atau pada alam semesta.
Konon menurut legenda atau juga mitos bahwa sebelum tsunami ada tanda-tanda alam yang mengawalinya, dan pada umumnya atas nama modernitas atau rasionalitas, semua terabaikan. Oleh sebab itu pada tataran ini banyak ditemukan istilah-istilah filosofis khas Jawa yang memerlukan pemahaman yang dalam, salah satu contoh “Kodok nguntal leng nge”; terjemahan bebasnya kodok memakan sarang nya. Dalam makna harfiah tentu tidak mungkin, tetapi dalam kontek makna filsafat hal itu mungkin, karena ada maksud lain yang ingin disampaikan dengan menggunakan perlambang atau sasmito kodok tadi.
Pertanyaan lanjut apakah kedua konsep di atas pada saat ini masih relevan. Tentu dari sudut pandang mana kita menjawabnya. Sebab bisa jadi sepintas kilas tidak relevan; namun sejatinya ketidakrelevanannya karena kedangkalan atau ketidakpahaman akan konsep itu. Hal serupa ini akan menjadi berbahaya manakala yang bersangkutan tidakmemahami akan ketidaktahuannya; dan, langsung memvonis untuk sependapat atau tidak sependapat. Sependapat dan tidaksependapat memiliki konsekuensi sama, manakala bersumber dari ketidaktahuan, yaitu sama-sama tersesat.
Jika konsep ini dianggap tidak relevan dengan kondisi sekarang, tetapi paling tidak menjadi pengetahuan pada generasi kini dan yang akan datang, bahwa di negeri ini pernah hidup kearifan lokal yang begitu dipercaya pada zamannya. Biarkan itu menjadi sejarah yang menyejarah karena hanya tinggal menjadi naskah kuno yang penuh sejarah, sekalipun mungkin nilai gunanya sudah tidak ada, tetapi itu sudah menjadi sejarah sekaligus bernilai sejarah.
Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Universitas Malahayati Bandar Lampung Tambah Guru Besar, Prof. Erna Listyaningsih
Palembang (malahayati.ac.id): Universitas Malahayati Bandar Lampung kembali menambah guru besar atas nama Prof. Erna Listyaningsih, SE, M.Si., Ph.D.
Surat keputusan tersebut diserahkan langsung kepada Prof. Erna Listyaningsih di kantor LLDIKTI Wilayah 2 Palembang, Senin (1/7/2024).
Acara serah terima SK disaksikan langsung Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung Dr. Achmad Farich, dr., MM, didampingi Kepala Bagian Humas dan Protokoler Emil Tanhar, SE.
Dr. Achmad Farich menyampaikan ucapan selamat kepada Prof. Erna Listyaningsih yang pada hari ini resmi menambah gelar profesor dan menjadi guru besar Universitas Malahayati Bandar Lampung.
“Kami sangat bangga dengan pencapaian ini. Semoga Prof. Erna dapat terus berkontribusi di bidang akademik dan membawa nama baik universitas,” ujar Dr. Achmad Farich. (*)
Redaksi : Asyihin
Republik Kethoprak
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Pagi itu saya sedang “gupek” mendekati panik karena ada dokumen yang diperlukan “ketlingsut” entah di mana. Padahal, dokumen tersebut siangnya akan diperlukan. Saat sedang gupek, mendadak gawai piranti sosial berdenting pertanda ada berita masuk. Setelah dibaca ternyata sohib lama seorang doktor alumni universitas ternama dari negeri jiran mengirim berita yang membuat mata terbelalak.
Dalam berita itu disebutkan ada seorang tokoh politik terkenal yang juga tajir melintir kekayaannya sedang sibuk mengurus untuk mendapatkan gelar guru besar, walaupun tidak ditemukan jejaknya beliau menjadi tenaga pengajar di perguruan tinggi mana, dan atau calon doktor mana yang beliau bimbing. Sementara itu diakui oleh yang bersangkutan bahwa pendidikannya seperti sungsang, karena gelar akademik diperoleh S2 terlebih dahulu baru S1, kemudian S3.
Sampai batas ini saja penulis membacanya geleng-geleng kepala. Entah bagaimana di negeri ini ada orang masuk S2 atau Pascasarjana, tanpa harus S1 atau Sarjana. Padahal itu merupakan syarat utama pada perguruan tinggi yang membuka program pascasarjana.
Terbayang bagaimana susahnya teman-teman dosen baik negeri apalagi swasta untuk mendapatkan gelar doktor harus bertungkuslumus. Bahkan ada diantara mereka yang harus bolak-balik dari kampus tempat bekerja ke kampus penyelenggara program doktor yang jaraknya cukup jauh dan itu ataas biaya sendiri. Sementara untuk mencapai derajar Guru Besar harus berjuang berdarah-darah karena persyaratan yang ribet dan aturan yang berubah-ubah. Mereka bagai masuk taman labirin yang entah kapan keluarnya. Tidak jarang mereka harus menunggu mukjizat atau meminjam istilah WS.Rendra almarhum, seolah “menunggu datangnya godot”. Bahkan ada yunior penulis yang sudah lebih dari satu tahun ini berjuang untuk mencapai derajat Guru Besar berucap bagaimana beliau harus menyingkirkan untuk sementara perhatian akan keluarga dan lainnya, termasuk dana, guna mengejar waktu karena dikejar usia dan segalanya.
Bisa dibayangkan untuk menerbitkan artikel yang bereputasi memerlukan biaya dan waktu yang tidak sedikit, dan itu merupakan persyaratan utama. Mereka harus kencangkan ikat pinggang untuk puasa kenginan, lebih memenuhi kebutuhan; demi mengejar Doktor apalagi Guru Besar. Itu baru mempersiapkan materinya, belum berhadapan dengan sistemnya yang terkadang membuat kepala berdenyut ditambah kantong bergoyang. Jadi, jika ada yang mendapatkan level akademik tertinggi itu dengan mudah hanya dengan pangkat dan jabatan serta pengaruh politik. Rasanya kita berada dalam pertunjukan kethoprak yang enak ditonton sesaat guna menghibur diri mengocok perut.
Sebelum lebih jauh kita bicara tentang kethoprak, kita telusuri terlebih dahulu apa makna hakikinya; karena ada dua versi pemaknaan, satu versi produk kesenian, dan versi yang lain adalah makanan khas dari daerah Cirebon yang lezat dan nikmat.
Kethoprak adalah salah satu bentuk seni pertunjukan tradisional khas dari Jawa Tengah yang menggabungkan unsur drama, musik, tari, dan dialog. Kesenian ini memiliki sejarah panjang dan telah menjadi bagian penting dari kebudayaan Jawa.
Kethoprak diperkirakan berasal dari tradisi rakyat di pedesaan Jawa Tengah pada akhir abad ke-19. Nama “kethoprak” diyakini berasal dari suara alat musik tradisional kentongan yang digunakan dalam pertunjukan awalnya. Awalnya, kethoprak mungkin dipengaruhi oleh bentuk-bentuk seni pertunjukan lain seperti wayang kulit, wayang orang, dan ludruk. Cerita yang dibawakan dalam kethoprak sering diambil dari sejarah dan legenda Jawa, seperti cerita kerajaan-kerajaan Mataram dan Majapahit.
Sedangkan kethoprak dalam konteks makanan informasi yang diperoleh sebagai berikut. Kethoprak adalah makanan tradisional Indonesia yang dikenal dengan cita rasa khasnya, dan merupakan salah satu makanan yang populer di daerah Cirebon. Makanan ini terdiri dari berbagai bahan yang disajikan dengan bumbu kacang yang kaya akan rempah. Dalam perkembangannya kemudian, kethoprak juga populer di daerah lain dengan unsur bahan yang sedikit berbeda.
Ternyata untuk mendapatkan jenjang akademik tertinggi di negeri ini bisa menggunakan jalur yang benar secara akademik, tetapi juga tidak menutup kemungkinan dengan cara kethoprak. Terserah pilihannya apakah kethoprak dalam bentuk kesenian yang bergenre “dagelan” atau memilih kethoprak dalam bentuk makanan, dengan mencampur segalanya agar mendapatkan kelezatan untuk dinikmati sendiri.
Bisa dibayangkan sekolah pascasarjana tanpa sarjana, kemudian lompat menjadi doktor. Karena nanti sang doktor bisa menyandang guru besar yang tugasnya membimbing calon doktor, maka mari kita lihat bersama apakah doktornya menjadi doktor kethoprak. (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Rektor Universitas Malahayati Dr. Achmad Farich Raih Penghargaan Dharma Karya Kencana dari BKKBN RI
Semarang (malahayati.ac.id) : Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Achmad Farich, dr., MM., menerima penghargaan Nasional Dharma Karya Kencana di acara Malam Penghargaan Tahun 2024 BKKBN RI di Semarang, Jumat (28/06/2024).
Penghargaan tersebut diserahkan langsung Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan, BKKBN RI Budiono Subambang.
Acara yang berlangsung di Merapi Grand Ballroom Pusat Rekreasi dan Promosi Pembangunan (PRPP) Kota Semarang ini merupakan bagian dari rangkaian Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) 2024.
Dr. Achmad Farich didampingi oleh Kepala Bagian Humas dan Protokol, Emil Tanhar, SE., dalam penerimaan penghargaan tersebut.
Dharma Karya Kencana adalah penghargaan dari Kepala BKKBN kepada pimpinan institusi yang menunjukkan komitmen, dukungan serta darma baktinya melalui penyediaan tenaga, dana, sarana dan prasarana, dalam pelaksanaan Program Bangga Kencana sehingga dapat dijadikan contoh dan teladan bagi orang lain.
Dr. Achmad Farich dinilai berhasil menggerakkan seluruh elemen di Universitas Malahayati, termasuk tenaga pendidik, dosen, dan mahasiswa, untuk terlibat aktif dalam percepatan penurunan stunting di Provinsi Lampung.
“Saya merasa sangat bangga dan terhormat atas penerimaan Penghargaan Nasional Bidang Pembangunan Dharma Karya Kencana ini. Ini adalah pengakuan terhadap komitmen dan kerja keras Universitas Malahayati serta semua pihak yang terlibat dalam upaya percepatan penurunan stunting di Lampung,” ujar Dr. Achmad Farich.
Motivasi utama Universitas Malahayati dalam program ini adalah kesadaran akan pentingnya kesehatan anak sebagai fondasi masa depan bangsa. Berbagai program konkret telah dilaksanakan, seperti pendidikan gizi untuk ibu hamil dan balita, pengembangan produk dari daun kelor, serta kampanye penyuluhan tentang gizi seimbang. Selain itu, ratusan mahasiswa diterjunkan untuk kuliah kerja lapangan di Kabupaten Tanggamus, fokus pada percepatan penurunan stunting.
Dr. Achmad Farich mengungkapkan bahwa kolaborasi dengan pemerintah daerah, NGO, dan sektor swasta sangat penting dalam menyusun kebijakan publik, mendukung program pemerintah, serta meningkatkan akses gizi dan layanan kesehatan di daerah.
“Tantangan terbesar yang kami hadapi termasuk rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi seimbang dan akses terbatas terhadap layanan kesehatan. Kami mengatasinya dengan pendekatan holistik yang melibatkan pendidikan, perubahan perilaku, dan penguatan program pengabdian masyarakat,” jelasnya.
Dr. Achmad Farich berharap angka stunting di Lampung terus menurun, sehingga anak-anak dapat tumbuh optimal dan memiliki masa depan cerah. Universitas Malahayati berkomitmen untuk terus berinovasi dan meningkatkan upaya mencapai tujuan ini.
“Kami juga akan terus memonitor dan mengevaluasi dampak dari setiap program yang kami jalankan untuk memastikan efektivitas dan keberlanjutannya,” tutupnya. (*)
Editor: Asyihin
Cocokologi
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Pagi itu mendapat kiriman caption dari sahabat lama, mantan Kepala Musium terkemuka di daerah ini; isinya bagaimana penyebutan bilangan dalam bahasa jawa memiliki makna filosofis yang dalam. Karena menarik dan tertarik, atas ijin beliau caption tadi penulis kirimkan kepada seorang doktor matematika alumni dari satu universitas besar di negeri Paman Sam. Beliau memberi komentar memang itu masuk kategori rumpun ilmu cocokologi, dan orang jawa khususnya dan Indonesia umumnya paling ahli mencocok-cocokkan seperti itu, bahasa khasnya …..“Nggathuk ke sing ora gathuk”….. (terjemahan bebasnya mencocokan yang tidak cocok). Akhirnya kalimat terakhir sohib alumni Amerika itu menginspirasi tulisan ini dengan memberi judul di atas, mengingat sekarang sedang musimnya orang mencocok-cocokkan; sekalipun sesuatu tidak cocok, bila perlu dipaksa untuk cocok.
Sebelum lebih jauh membahas tentang cocokologi maka dilakukan penelusuran digital tentang ini, dan ditemukan pemahaman ringkas bahwa: cocokologi dikenal sebagai “pseudoscience” dalam bahasa Inggris, adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pendekatan atau teori yang tampaknya ilmiah tetapi sebenarnya tidak didasarkan pada metode ilmiah yang sah. Dalam konteks budaya populer di Indonesia, istilah ini sering digunakan secara humoris atau kritis untuk menggambarkan praktek atau teori yang menghubungkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian yang tidak terkait secara ilmiah. Ciri-ciri Cocokologi: Pertama, Korelasi tanpa Kausalitas: Menghubungkan dua atau lebih kejadian yang kebetulan terjadi bersamaan, tetapi tidak memiliki hubungan sebab-akibat yang jelas. Kedua, Kurangnya Bukti Empiris: Tidak didukung oleh data atau bukti empiris yang dapat diverifikasi. Ketiga, Spekulasi Berlebihan: Berdasarkan spekulasi atau asumsi yang berlebihan tanpa dasar ilmiah yang kuat. Keempat, Tidak Dapat Diuji atau Diverifikasi: Teori atau hipotesis yang diajukan tidak dapat diuji atau diverifikasi melalui eksperimen atau pengamatan yang terkontrol. Kelima. Penggunaan Bahasa Ilmiah yang Salah: Sering menggunakan terminologi ilmiah atau teknis yang salah atau tidak pada tempatnya untuk memberikan kesan ilmiah. Oleh sebab itu seorang Jurnalis senior memberi label cocokologi dengan “Othak-athik gathuk”, terjemahan bebasnya membuat yang tidak cocok dipaksa cocok.
Ketidakcocokan yang dipaksa cocok itu sekarang sedang berkembang di mana-mana, terutama saat membicarakan kekuasaan atau kewenangan. Terutama saat berpasangan maju menjadi calon pimpinan, apakah itu daerah, partai atau apapun yang berkaitan dengan kekuasaan dan diharuskan memiliki pasangan atau wakil; maka ilmu cocokologi dimainkan. Korban ilmu cocokologi ini sudah banyak, mesra di awal bubar di jalan adalah ciri khasnya. Bisa dibayangkan sebelum maju mencalonkan diri tampak mesra bersama bagai lem prangko; namun begitu menang dan dilantik, maka mulai tampak tanda-tanda bubar jalan.
Berpasangan karena kepentingan sesaat, tampaknya menumbuhsuburkan ilmu cocokologi; akibatnya banyak pasangan kepala pemerintahan hanya berusia seumur jagung. Saling telikung di tengah jalan merupakan hal biasa, sehingga membingungkan para pendukungnya. Kejadian seperti ini selalu berulang setiap pemilihan, termasuk pemilihan kepala daerah baik tingkat satu maupun tingkat dua; bisa dibayangkan usulan menjadi kepala dinas yang semula disepakati wakil kepala daerah memiliki hak beberapa persen; ternyata saat penentuan akhir semua usulan wakil diabaikan. Akhirnya mereka menjadi “pecah kongsi” hanya karena tamak akan dunia; bahkan tidak jarang dalam perjalanannya kepala daerah menjadi pemimpin daerah pemain tunggal.
“kawin paksa” model sekarang dalam pemilihan kepala daerah memiliki dampak luas setelah pemenangan terjadi. Tidak segan-segan kepala daerah pemenang justru program pertamanya adalah bagaimana mendepak wakil untuk tidak banyak berperan dalam kepemerintahannya. Cara yang ditempuh bisa dengan halus, maksudnya mengeliminaasi secara perlahan tapi pasti. Atau dengan cara prontal terang-terangan dengan menunjukkan ketidaksukaan, kemudian disertai tindakan mengamputasi wakil secara terbuka dan terang-terangan. Wakil yang cerdas akan menggunakan langkah jurus “anak manis”; maksudnya diam seribu bahasa, yang penting tiap ada pembagian cuan harus dapat entah berapapun besarnya. Namun ada yang menggalang kekuatan secara diam-diam untuk pada waktunya mencalonkan diri melawan petahana, istilah ini sering disebut dengan “mbalelo”. Tetapi ada juga yang secara terang-terangan memukul genderang perang untuk melawan dengan caranya.
Dibanyak tempat dan jabatan dinegeri ini nyaris selalu ditemukan mencocokkan yang tidak cocok dengan berakhir pecah kongsi, tidak terkecuali di lembaga pendidikan tinggi sekalipun yang konon gudangnya para cerdikcendikiwan. Ini menunjukkan bahwa jabatan yang pada sisi lain merupakan gula, ternyata sisi lainnya adalah racun. Barang siapa yang tidak cermat maka akan berakhir kiamat.
Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Universitas Malahayati Tuan Rumah Peksimida 2024 dalam Lomba Menyanyi
Bandar Lampung (malahayati.ac.id): Universitas Malahayati Bandar Lampung menjadi tuan rumah Pekan Seni Mahasiswa Daerah (Peksimida) Provinsi Lampung memulai lomba menyanyi di Gedung Graha Bintang, Jumat (28/6/2024).
Pekan Seni Mahasiswa ini menghadirkan berbagai tangkai lomba di antaranya menyanyi pop, dangdut, keroncong, dan seriosa untuk kategori putra dan putri.
Rudi Winarno, S.Kep., NS., M.Kes, Kepala Bagian Kemahasiswaan Universitas Malahayati Bandar Lampung dan juga ketua pelaksana acara, menyampaikan bahwa kompetisi menyanyi ini diikuti 37 peserta dari berbagai perguruan tinggi di Lampung.
“Para pemenang akan diumumkan secara langsung hari ini juga,” ujarnya.
Rudi mengatakan, tangkai Lomba menyanyi di Universitas Malahayati merupakan rangkaian Pekan Mahasiswa Daerah (Peksimida) yang dimulai sejak 25 Juni lalu.
Universitas-universitas di Lampung telah menjadi tuan rumah untuk berbagai cabang lomba lainnya, dan penutupan akan langsungkan di Universitas Malahayati besok, Sabtu (29/6/2024), di Gedung Graha Bintang.
“Para pemenang di tingkat daerah akan mewakili Lampung untuk kontes tingkat nasional pada Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) yang akan diselenggarakan di Universitas Negeri Jakarta pada September mendatang,” tambahnya.
Tangkai lomba pada Pekan Olahraga Nasional tahun ini mencakup lomba menyanyi Pop, Dangdut, Keroncong, dan Seriosa untuk kategori putra dan putri, serta Vokal Grup. Selain itu, ada juga lomba Baca Puisi, Monolog, Tari, Penulisan Cerpen, Penulisan Lakon, Penulisan Puisi, Desain Media Kampanye Sosial, Lukis, Komik Strip, dan Fotografi.
Acara ini tidak hanya menjadi ajang untuk menyalurkan bakat seni mahasiswa, tetapi juga sebagai wadah untuk mempererat tali persaudaraan antarperguruan tinggi di Lampung. (*)
Redaktur : Asyihin
Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung Tutup Asesmen Lapangan Prodi S1 Kesehatan Masyarakat
BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Achmad Farich, dr., MM., secara resmi menutup kegiatan Asesmen Lapangan Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat, Rabu (26/6/2024).
Asesmen yang berlangsung selama tiga hari ini, mulai dari Senin (24/6/2024), dilakukan oleh Tim Asesor dari Lembaga Akreditasi Program Studi Teknologi Kesehatan (Lam-PTKes).
Dua asesor yang terlibat dalam proses ini adalah Suratman, S.KM., M.Kes., Ph.D, dan Dr. Ratih Sari Wardani, S.Si., M.Kes.
Mereka berperan penting dalam menilai akreditasi Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati.
Dalam sambutannya, Rektor Achmad Farich mengucapkan terima kasih kepada kedua asesor atas kerjasama mereka selama tiga hari berada di Universitas Malahayati untuk melakukan asesmen.
“Kami sangat menghargai waktu dan usaha yang telah diberikan oleh para asesor dalam kegiatan ini. Semoga hasil asesmen ini membawa hasil terbaik bagi Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat,” ujar Rektor.
Selama tiga hari, Tim Asesor Lam-PTKes melakukan serangkaian observasi langsung terhadap berbagai aspek di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati. Observasi meliputi fasilitas, kurikulum, dan proses pembelajaran yang ada di program studi tersebut, hingga berinteraksi dengan dosen dan mahasiswa
Tim Asesor menilai program studi ini berdasarkan sembilan kriteria akreditasi yang mencakup visi, misi, tujuan, tata kelola, mahasiswa, sumber daya manusia, keuangan, sarana dan prasarana, pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, serta luaran dan capaian. Penilaian ini akan menjadi dasar untuk menentukan status akreditasi program studi, apakah terakreditasi dengan peringkat Unggul, Baik Sekali, atau Tidak Terakreditasi.
Pengumuman hasil asesmen ini dijadwalkan akan diterima dalam satu bulan ke depan. Semua pihak di Universitas Malahayati berharap hasil asesmen ini dapat memberikan dampak positif dan meningkatkan kualitas Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat. (*)
Editor: Asyihin
60 Mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan Universitas Malahayati Kenakan Seragam Baru
Bandar Lampung (malahayati.ac.id): Sebanyak 60 mahasiswa dari Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Malahayati Bandar Lampung angkatan 2023/2024 resmi mengenakan seragam baru mereka. Acara ini berlangsung di Gedung Malahayati Career Center, Rabu (26/6/2024).
Acara peresmian yang diikuti oleh 16 mahasiswa dan 44 mahasiswi ini menandai langkah awal mereka menuju semester tiga, di mana mereka akan mulai melakukan praktik di klinik.
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan Program Profesi Ners, Aryanti Wardiyah, Ns., M.Kep., Sp.Kep.Mat, dalam sambutannya, mengungkapkan bahwa kegiatan ini tidak hanya sebagai seremoni peresmian seragam, tetapi juga sebagai momen pengucapan janji mahasiswa.
“Dalam kegiatan ini, mahasiswa akan mengucapkan janji sehingga mereka akan bertanggung jawab secara moral menjaga nama baik almamater kampus,” ujarnya.
Acara ini juga menjadi ajang silaturahmi antara mahasiswa baru dengan kakak tingkat dan dosen.
“Seragam yang adek-adek pakai ini berwarna putih dan hijau, sebagai identitas prodi keperawatan yang akan kalian kenakan hingga lulus profesi ners,” tambah Aryanti.
Wakil Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan, Junizar Djamaludin, S.Kep., Ns., MS, dalam sambutannya, berpesan kepada para mahasiswa untuk selalu terampil dan jujur dalam menangani pasien.
“Utamakan pasien dalam merawat mereka, jadikan ini sebagai wadah untuk lebih banyak belajar di rumah sakit dan di lapangan. Momentum ini adalah kesempatan kalian untuk belajar tentang berbagai kasus keperawatan yang ada di rumah sakit,” tegasnya.
Junizar juga berharap mahasiswa tetap menjaga kondisi kesehatan mereka dan siap untuk berkompetisi serta berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya.
“Harapan saya, beberapa tahun lagi kalian bisa meningkatkan kompetensi bukan hanya dalam skill, tapi juga pengetahuan terhadap dunia keperawatan, dan bisa bersaing di tingkat lokal maupun nasional,” pungkasnya. (*)
Editor: Asyihin
Jagad Besar dan Jagad Kecil
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Siang minggu lalu saat hari pertama Idhul Adha, rumah kedatangan tamu agung yaitu para cucu-cucu yang ingin mencium tangan dan memeluk erat kakeknya yang sudah mulai renta. Saat becengkerama ternyata cucu tertua yang sudah ada pada smester dua di Politeknik Kesehatan Negeri ternama di daerah ini menghampiri, sambil minta waktu menanyakan sesuatu:
Cucu :…..Kakek kenapa mata saya sebelah kiri bawah kelopak bergerak-gerak, apa itu namanya?
Kakek : ….ooooooooo…..itu namanya ..kedutan..dalam bahasa Jawa.
Cucu : …. Apa itu maknanya….kek… ?
Karena cucu ini sudah mahasiswa kesehatan maka diberi penjelasan harus secara ilmiah, dan kami bersepakat untuk menelusuri informasi tentang kedut ini melalui media digital; dan, ditemukan informasi bahwa kedutan, atau fasciculations dalam istilah medis, adalah kontraksi otot yang tidak disengaja yang biasanya terjadi pada otot rangka.
Berikut beberapa penyebab kedutan menurut ilmu medis: (1) Stres dan Kecemasan: stres dan kecemasan bisa menyebabkan ketegangan otot yang berlebih, yang akhirnya dapat memicu kedutan. (2) Kafein dan Stimulant Lain: konsumsi berlebih kafein atau zat stimulant lain dapat meningkatkan aktivitas saraf yang memicu kedutan. (3) Kelelahan Otot: aktivitas fisik yang berlebihan atau kelelahan otot bisa menyebabkan kedutan, terutama pada otot yang baru saja digunakan secara intensif. (4) Kekurangan Nutrisi: kekurangan nutrisi seperti magnesium, kalium, atau kalsium bisa menyebabkan gangguan pada fungsi otot dan saraf yang memicu kedutan. (5) Dehidrasi: kurangnya cairan dalam tubuh bisa mempengaruhi keseimbangan elektrolit, yang penting untuk fungsi otot dan saraf yang normal. (6) Pengaruh Obat: beberapa obat, terutama diuretik, kortikosteroid, dan estrogen, dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit atau mempengaruhi fungsi saraf yang menyebabkan kedutan. (7) Kondisi Neurologis: penyakit atau kondisi yang mempengaruhi sistem saraf seperti ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis), penyakit Lou Gehrig, atau neuropati perifer dapat menyebabkan kedutan. (8) Gangguan Metabolik: gangguan metabolik seperti penyakit tiroid bisa mempengaruhi fungsi saraf dan otot. (9) Iritasi Saraf: cedera atau iritasi pada saraf bisa menyebabkan otot yang dipersarafi oleh saraf tersebut mengalami kedutan. (10) Konsumsi Alkohol: konsumsi alkohol yang berlebihan atau penarikan dari alkohol bisa mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan kedutan.
Berbeda lagi telusuran dalam budaya Jawa diperoleh informasi, kedutan sering kali dianggap sebagai tanda atau pertanda yang memiliki makna tertentu. Perlu diingat bahwa kepercayaan ini adalah bagian dari tradisi dan budaya lisan masyarakat Jawa, dan tidak ada bukti ilmiah yang mendukung hubungan antara kedutan dan peristiwa yang akan terjadi. Kepercayaan ini lebih merupakan bagian dari warisan budaya yang kaya dan memberikan warna dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa.
Kita tinggalkan soal kedut, tetapi ada yang esensial di sana yaitu “penanda”; maksudnya Konsep penanda dalam filsafat Jawa menunjukkan keterkaitan yang mendalam antara dunia fisik dan dunia spiritual, dan sering disulih namakan menjadi “jagad cilik” dan “jagad gede”. Penanda dianggap sebagai cara alam semesta atau kekuatan ilahi berkomunikasi dengan manusia, memberikan petunjuk, peringatan, atau pesan penting yang bisa mempengaruhi keputusan dan tindakan seseorang. Ini mencerminkan pandangan holistik masyarakat Jawa, di mana segala sesuatu saling terkait dan memiliki makna yang mendalam.
Filsafat Jawa memiliki konsep yang mendalam dan kaya akan makna, salah satunya adalah konsep “jagad gede” dan “jagad cilik” seperti tersebut di atas. Konsep ini berkaitan dengan pandangan kosmologis dan metafisik masyarakat Jawa tentang alam semesta dan individu.
Definisi: jagad gede adalah konsep yang merujuk pada alam semesta atau makrokosmos. Ini mencakup segala sesuatu yang ada di luar diri manusia, termasuk alam semesta, bumi, langit, dan segala isinya.
Makna Filosofis: dalam konteks filsafat Jawa, jagad gede mencerminkan realitas eksternal yang luas dan kompleks. Ini adalah manifestasi dari kekuatan ilahi dan hukum-hukum alam yang mengatur segala sesuatu. Jagad gede dilihat sebagai cerminan dari kekuatan dan kebesaran Tuhan. Penerapannya: Pemahaman tentang jagad gede mengajarkan manusia untuk menyadari keterkaitannya dengan alam semesta, menjaga harmoni dengan lingkungan, dan menghormati kekuatan-kekuatan alam.
Definisi: Jagad cilik adalah konsep yang merujuk pada individu atau mikrokosmos. Ini mencakup diri manusia secara fisik dan spiritual, termasuk pikiran, perasaan, dan jiwa. Makna Filosofisnya: Jagad cilik mencerminkan realitas internal dari setiap individu. Ini adalah dunia batin yang kompleks dan penuh makna, di mana manusia berusaha memahami dirinya sendiri dan hubungannya dengan jagad gede. Dalam filsafat Jawa, manusia dianggap sebagai mikrokosmos yang mencerminkan makrokosmos. Penerapannya: Pemahaman tentang jagad cilik mengajarkan manusia untuk introspeksi, memahami diri sendiri, dan menjaga keseimbangan dalam diri. Ini juga mengajarkan pentingnya pengembangan spiritual dan moral individu.
Kata kunci yang menghubungkan jagad cilik dengan jagad gede dan atau sebaliknya itulah disebut “sasmito”; di sini kita diminta menemukenali sasmito atau penanda itu yang tidak jarang kita abai. Baru menyadari bahwa sudah diberi petunjuk oleh Allah melalui sasmito, biasanya setelah kejadian berlangsung. Sasmito berupa tanda-tanda bisa saja ada tubuh, atau pada alam semesta.
Konon menurut legenda atau juga mitos bahwa sebelum tsunami ada tanda-tanda alam yang mengawalinya, dan pada umumnya atas nama modernitas atau rasionalitas, semua terabaikan. Oleh sebab itu pada tataran ini banyak ditemukan istilah-istilah filosofis khas Jawa yang memerlukan pemahaman yang dalam, salah satu contoh “Kodok nguntal leng nge”; terjemahan bebasnya kodok memakan sarang nya. Dalam makna harfiah tentu tidak mungkin, tetapi dalam kontek makna filsafat hal itu mungkin, karena ada maksud lain yang ingin disampaikan dengan menggunakan perlambang atau sasmito kodok tadi.
Pertanyaan lanjut apakah kedua konsep di atas pada saat ini masih relevan. Tentu dari sudut pandang mana kita menjawabnya. Sebab bisa jadi sepintas kilas tidak relevan; namun sejatinya ketidakrelevanannya karena kedangkalan atau ketidakpahaman akan konsep itu. Hal serupa ini akan menjadi berbahaya manakala yang bersangkutan tidakmemahami akan ketidaktahuannya; dan, langsung memvonis untuk sependapat atau tidak sependapat. Sependapat dan tidaksependapat memiliki konsekuensi sama, manakala bersumber dari ketidaktahuan, yaitu sama-sama tersesat.
Jika konsep ini dianggap tidak relevan dengan kondisi sekarang, tetapi paling tidak menjadi pengetahuan pada generasi kini dan yang akan datang, bahwa di negeri ini pernah hidup kearifan lokal yang begitu dipercaya pada zamannya. Biarkan itu menjadi sejarah yang menyejarah karena hanya tinggal menjadi naskah kuno yang penuh sejarah, sekalipun mungkin nilai gunanya sudah tidak ada, tetapi itu sudah menjadi sejarah sekaligus bernilai sejarah.
Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Selamat Hari Bidan Nasional Ke-73
Selamat Hari Bidan Nasional yang ke-73 untuk para pahlawan yang tak kenal lelah dalam menjaga kehidupan. Kalian adalah penjaga kebahagiaan keluarga, pilar keselamatan ibu dan anak.
Terima kasih atas dedikasi dan keberanian dalam memberikan pelayanan kesehatan yang luar biasa. Semoga semangat dan kepedulian kalian selalu diberkati dan memberikan inspirasi bagi banyak orang. Selamat memperingati hari yang bersejarah ini! (gil/humasmalahayatinews)
Rektor Universitas Malahayati Sambut Kunjungan Tim Asesor LamPTKes untuk Asesmen Lapangan Prodi S1 Kesehatan Masyarakat
Tim yang terdiri dari Suratman, S.KM., M.Kes., Ph.D dan Dr. Ratih Sari Wardani, S.Si., M.Kes ini hadir sebagai bagian dari proses asesmen lapangan akreditasi Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati.
Dalam sambutannya, Rektor Achmad Farich menyatakan komitmen Universitas Malahayati untuk menyediakan pendidikan tinggi berkualitas di bidang kesehatan masyarakat. Dia menyambut hangat kehadiran Tim Asesor LamPTkes dan berharap kunjungan ini akan memberikan wawasan berharga bagi pengembangan program studi kesehatan masyarakat di Universitas tersebut.
“Kami sangat senang menyambut Tim Asesor LamPTkes di kampus kami. Kunjungan ini merupakan kesempatan bagi kami untuk mendapatkan umpan balik yang berharga tentang Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat kami. Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan kami sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh lembaga akreditasi,” ujar Rektor Achmad Farich.
Tim Asesor LamPTKes kemudian melakukan serangkaian kegiatan evaluasi lapangan selama tiga hari ke depan, termasuk observasi langsung terhadap fasilitas, kurikulum, dan proses pembelajaran di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati. Mereka juga akan berinteraksi dengan dosen, mahasiswa, dan staf administrasi untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang program studi tersebut.
Dalam prosesnya, Tim Asesor akan menilai Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat berdasarkan sembilan kriteria akreditasi yang mencakup visi, misi, tujuan, tata kelola, mahasiswa, sumber daya manusia, keuangan, sarana dan prasarana, pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, serta luaran dan capaian. Penilaian ini akan menjadi dasar untuk menentukan status akreditasi program studi, apakah Terakreditasi dengan peringkat Unggul, Baik Sekali, atau Tidak Terakreditasi. (gil/humasmalahayatinews)