Hullumu!

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Beberapa waktu lalu karena ada acara di daerah pesisir utara wilayah yang kita tempati ini, harus berjumpa dengan paman dari pihak keluarga istri. Kami berbincang dari hal-hal yang ringan sampai yang serius; bahkan sampai masalah negara tidak terlewatkan. Saat asyik berbicara ada kerabat yang menghampiri sang paman dan meminta sedikit uang. Sang paman tidak berkenan dengan kelakuan kerabat tadi dan menghardiknya dengan kata “…duwit…. hullumu…!”.

Mendengar ujaran singkat dalam Bahasa Lampung itu saya jadi ingat kerabat asal Medan, Sumatera Utara. Sekalipun beliau memiliki status sosial yang tinggi, tetapi saat beliau bertemu masalah yang cukup serius, beliau selalu berucap khas Medan “…palak kali aku liatnya….ha….”. Beda lagi dengan teman yang dari Palembang saat kecewa karena harapan tidak sesuai dengan kenyataannya saat berurusan dengan orang lain, dia akan mengeluarkan kata-kata “……palak Bapak nyo….”.

Tak beda makna, ujaran sejenis pada masyarakat Jawa, pada umumnya anak-anak penggembala ternak atau bahasa setempat disebut “tukang angon”, sangat biasa menggunakan kata “…ndas mu…..” Biasanya ujaran ini disampaikan kepada sesama tukang angon jika mereka berselisih paham.

Karena katagori penggunaan diksi ini sangat situasional. Dalam arti, hanya bisa digunakan kepada teman akrab dan sebaya, tidak bisa dengan sembarangan diucapkan karena akan membuat perasaan orang lain tersinggung. Apalagi jika itu diucapkan dari atas panggung kehormatan, maka yang mengucapkan akan dicap tidak punya tatakrama, atau besar kepala, bahkan bisa jadi tidak punya etika.

Oleh sebab itu diksi seperti di atas pada umumnya untuk semua sub-etnik yang menggunakan padanannya; diucapkan pada situasi informal, atau paling tinggi nonformal. Sementara pada situasi formal, diksi itu tidak lazim diucapkan, dan bahkan dianggap melanggar etika sopan santun ketimuran.

Tampaknya pendidikan kita sudah kehilangan “ruh sejatinya” yaitu pendidikan ahlak dan etika; yang antara lain bersumber dari suri teladan para pemimpinnya atau yang dijadikan panutan, lebih spesifik lagi sebagai “local wisdom”. Ahlakulkharimah sebagai inti pokok pendidikan sudah berganti menjadi “yang kharam sajalah” ; karena semua tergantung kepada “siapa yang sedang berkuasa” bukan bagaimana ahlak dan etika ditegakkan.
“Unggah-ungguh” atau terjemahan bebasnya tatakrama; tampaknya sudah mulai memudar sebagai tata pergaulan. Hal ini dapat kita simak bagaimana budi pekerti yang dahulu merupakan ruhnya pendidikan, terutama pada pendidikan dasar; tampaknya hari ini sudah tidak dipatuhi lagi bahkan ditinggalkan.

Bagaimana keseharian kita disuguhi adu otot bahkan bacot pada lembaga-lembaga terhormat yang kita miliki.
Semula kita berharap dari lembaga-lembaga ini tampil orang-orang yang menjujung tinggi etika dan ahlak mulia. Ternyata yang kita jumpai bagaimana perilaku seenak sendiri, bahkan cenderung mengabaikan norma-norma ketimuran yang ada.

Hampir semua lini kita jumpai “porak-porandanya” etika; coba kita bayangkan pemimpin tertinggi negeri ini dengan ringan berucap yang dijadikan judul tulisan ini dalam bahasa Jawa. Bagaimana pula namanya pengacara naik ke meja pengadilan, bagaimana pula kepala sekolah menantang gubernur yang jadi atasannya secara birokrasi, bagaimana pula kepala dinas pendidikan mengubah diksi dari studi tur menjadi “studi tiru”, bagaimana orang dengan kalem menilap uang megatriliyun, dan masih cengar-cengir di depan kamera wartawan; bagaimana lembaga pengayom rakyat mengadakan razia kendaraan tanpa malu-malu untuk mencari uang pungli, bahkan ada yang salah petik ternyata yang dijemput pasukan elite; dasar mental pengemis peristiwa itupun viral dimedia massa, tetapi tidak membuat yang bersangkutan jera.

Ternyata adagium setiap orang adalah pemimpin, paling tidak pemimpin atas dirinya sendiri; namun tidak semua pemimpin mampu berperilaku sebagai pemimpin, dan dia hanya berperilaku sebatas ketua; semua itu benar adanya. Ternyata adagium itu sekarang juga bertriwikrama menjadi “tidak semua manusia berperilaku berkemanusiaan, yang ada hanya casing yang bernyawa”.

Sebelum mendapatkan “kursi” berkampanye bagai singa lapar, semua mau dilakukan untuk rakyat. Setelah pelantikan berubah menjadi “kucing Anggora” yang selalu minta elus dari tuannya. Jati diri sebagai pemimpin telah digadaikan dengan jasa orang lain, karena dirasa telah mengantarkannya menjadi “raja” yang tidak berhak menyandang “yang mulia”. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Bermain Cantik di Area Kocok Bekap

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Istilah ini sangat popular pada wilayah yang berbudaya Palembang, dalam pengertian mereka sehari-hari menggunakan tutur “baso plembang”. Namun istilah ini tidak akan ditemukan dalam kamus resmi; karena bahasa ini sering disebut dalam bahasa tempatan dengan istilah “bahasa pasar”.

Akan tetapi penuturnya ternyata bukan hanya orang di pasar; akan tetapi lebih banyak ditempat-tempat resmi, bahkan gedung megah. Adapun makna bebasnya adalah “hasilnya sudah diatur lebih dahulu”, jadi apapun yang akan dilakukan sebenarnya hanya untuk memenuhi prosedure saja.

Penggunaan istilah kocok bekap (ada juga yang menyebut kocok bekem), adalah perilaku nepotisme dalam arti yang sesungguhnya. Dan, ini anehnya menjadi semacam kebiasaan untuk mendistribusikan “keberuntungan” kepada yang sudah ikut berjuang.

Jadi tidak aneh jika ada pemimpin baru akan membagikan kue keberuntungan tadi kepada para pendukungnya yang selama ini sudah berdarah-darah membantu. Adapun bentuknya bisa bermacam-macam; ada dalam bentuk jabatan strategis, ada juga dalam bentuk mengerjakan proyek yang bernilai besar, dan masih banyak lagi.

Hukum sosial berimbal jasa ini sudah lama terjadi di muka bumi ini. Hanya persoalannya, ada yang sangat mencolok cara melakukannya, ada yang dengan cara “bermain cantik”; sehingga tidak terditeksi sebagai nepotism.

Hal ini tergantung kepada kecerdasan emosional dari pelaku sosialnya.
Pertanyaannya: Apakah hal itu tidak termasuk pelanggaran? Tentu jawabannya, tidak sesederhana itu, dan tidak semudah itu. Sebab pelanggaran itu terjadi jika ada peraturan yang mengatur atau undang-undang yang telah ditetapkan.

Jika tidak ada unsur keduanya, semua akan kembali kepada etika kepatutan. Dan, tentu jika sudah bicara pada wilayah ini menjadi sangat subyektif sekali.

Bisa disimbolkan seperti ini; semula pintu dibuka lebar-lebar agar semua tampak terbuka, transparan, dan lebih “cerdas lagi” agar tampak demokratis. Namun setelah masuk “bubu” (semacam alat penangkap ikan); ternyata sebenarnya sudah ada ikan yang memang dipilih dari jauh sebelum pencalonan.

Hanya mereka-mereka yang memiliki indra ke tujuh, bahkan delapan; yang mampu membaca semua itu. Setelah penetapan finalisasi, baru muncul yang bersangkutan sebagai “calon tunggal dalam kebersamaan”. Sehingga semua tampak baik-baik saja, semua sesuai aturan, semua sesuai peraturan, semua sesuai tahapan; sedangkan kata akhir ada pada tangan yang akan menggunakan.

Model-model bermain cerdas seperti ini tampaknya sudah menggejala di tengah masyarakat kita, baik di pemerintahan, perguruan tinggi, atau dunia kerja lainnya. Permainan bulus berakal bulus memang tidak ada yang dilanggar, tetapi yang sudah masuk tidak bisa keluar.

Oleh karena itu bagi mereka yang memiliki kecerdasan emosional baik, maka dengan sangat hati-hati membaca peta sebelum melangkah. Ranjau-ranjau sosial siap mengamputasi karier seseorang dengan tampak cantik walau sebenarnya itu adalah pil pahit.

Untuk yang satu ini memang tidak cukup syarat formal, seperti pendidikan, pangkat dan golongan, pengalaman jabatan saja. Akan tetapi jauh dari itu ialah harus memiliki indra ketujuh seperti disebut di atas.

Latihan-latihan, bimbingan teknis dan sejenisnya; itu hanya memperpanjang pengalaman kerja; justru yang penting ialah “pernah berjasa apa” kepada “siapa”, dan “dalam bentuk apa”.

Semua itu adalah referensi seseorang untuk meraih kedudukan dalam struktur formal termasuk pemerintahan.
Apakah semua itu bukan nepotisme?Jawabannya tidak semudah pertanyaannya, karena sudah menjadi hukum sosial “kita akan menyukai yang memang mereka juga menyukai kita”.

Hukum sebab-akibat sebagai kausalistas filsafat adalah hukum imanen yang berlaku umum untuk semua peristiwa yang menyertainya. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

LPMI Universitas Malahayati Gelar Focus Group Discussion (FGD) Terkait Instrumen Akreditasi Program Studi Kualitatif

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Lembaga Penjamin Mutu Internal (LPMI) Universitas Malahayati mengadakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas terbitnya Instrumen Akreditasi Program Studi (APS) Kualitatif dari Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan Indonesia (LAM-PTKes). Kegiatan ini dilaksanakan pada Kamis, 27 Februari 2025, bertujuan untuk memperdalam pemahaman terkait instrumen terbaru dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Universitas Malahayati.

Kegiatan FGD ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dari berbagai fakultas dan program studi di lingkungan Universitas Malahayati. Para peserta yang hadir antara lain Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Kedokteran, Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan, serta Ketua Program Studi (Kaprodi) dan Sekretaris Program Studi (Sekprodi) dari berbagai program studi, termasuk Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat, Profesi Dokter, Profesi Bidan, Profesi Ners, S1 Kedokteran, S1 Farmasi, S1 Kebidanan, S1 Keperawatan, S1 Kesehatan Masyarakat, D3 Anafarma, dan D3 Kebidanan.

FGD kali ini juga menghadirkan pemateri yang sangat kompeten di bidangnya, yakni Prof. Dr. Dessy Hermawan, S.Kep., Ns., M.Kes., seorang pakar dalam bidang pendidikan kesehatan, yang akan memaparkan secara mendalam mengenai instrumen akreditasi kualitatif terbaru dan implikasinya bagi kualitas pendidikan di program studi kesehatan.

Ketua LPMI Universitas Malahayati, Dr. M. Arifki Zainaro, S.Kep., Ns., M.Kep., mengungkapkan, “Kegiatan ini sangat penting bagi kita semua, karena dengan adanya instrumen akreditasi baru, kita dapat lebih memahami standar dan indikator yang harus dipenuhi untuk mencapai kualitas pendidikan yang lebih baik. Kami berharap kegiatan ini dapat memperkuat komitmen bersama dalam meningkatkan mutu pendidikan di Universitas Malahayati.”

FGD ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada seluruh peserta terkait persyaratan dan prosedur dalam pengajuan akreditasi, serta memfasilitasi diskusi antar pemangku kepentingan untuk mencapai kesepakatan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di Universitas Malahayati.

Lembaga Penjamin Mutu Internal (LPMI) Universitas Malahayati merupakan lembaga yang bertugas untuk memastikan kualitas pendidikan di Universitas Malahayati melalui pengawasan dan penjaminan mutu secara berkelanjutan. LPMI memiliki peran yang sangat penting dalam proses akreditasi program studi dan peningkatan kualitas pendidikan tinggi di lingkungan Universitas Malahayati. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan 1446 H

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Marhaban Ya Ramadhan.. Minal Aidin Walfaidzin, Mohon Maaf Lahir dan Bathin. Selamat menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan 1446 H. Dibulan yang penuh berkah ini, Semoga segala amalan-amalan dalam menjalankan ibadah puasa akan meningkatkan ketaqwaan kita terhadap Allah SWT. (gil)

Editor: Gilang Agusman

LPMI Universitas Malahayati Bersama Dekan dan Ka.Prodi Fakultas Teknik Bahas Persiapan Akreditasi

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Lembaga Penjamin Mutu Internal Universitas Malahayati (LPMI Unmal) bersama Dekan dan para Ketua Program Studi (Kaprodi) di lingkungan Fakultas Teknik menggelar rapat koordinasi dalam rangka persiapan akreditasi program studi. Kegiatan yang berlangsung di ruang rapat LPMI Unmal ini bertujuan untuk memastikan prodi Teknik Industri, Teknik Lingkungan dan Teknik Mesin siap menghadapi proses asesmen dan memenuhi standar yang ditetapkan oleh LAM Teknik.

Dekan Fakultas Teknik, Dr. Weka Indra Dharmawan, ST., MT menekankan pentingnya sinergi antara pimpinan fakultas, kaprodi, serta LPMI Unmal dalam menyiapkan dokumen akreditasi. “Akreditasi bukan hanya tentang pemenuhan dokumen, tetapi juga cerminan komitmen kita dalam menjaga mutu pendidikan. Oleh karena itu, kita harus bekerja sama agar semua persyaratan dapat dipenuhi dengan baik,” ujarnya.

Ketua LPMI Unmal, Dr. M. Arifki Zainaro, S.Kep., Ns., M.Kep, didampingi Waka LPMI Prima Dian Furqoni, S.Kep., Ns., M.Kes. menjelaskan bahwa LPMI Unmal akan melakukan pendampingan intensif bagi setiap prodi yang akan menghadapi akreditasi. “LPMI Unmal akan bersinergi bersama Pimpinan Universitas,UPPS dan PS, serta seluruh civitas akademika Unmal dalam penyusunan Laporan Evaluasi Diri (LED) dan Laporan Kinerja Program Studi (LKPS), serta memastikan semua indikator yang dipersyaratkan dapat terpenuhi, LPMI Unmal bersama Pimpinan Universitas,UPPS dan PS, serta seluruh civitas akademika Unmal dalam rentang tahun 2024 telah melakukan SPME (Akreditasi ) dengan hasil didapatkannya predikat akreditasi UNGGUL untuk Prodi S1 Keperawatan dan Prodi Profesi Ners serta akreditasi Baik Sekali untuk Prodi Teknik Sipil, serta saat ini sedang berjalan dan sudah dalam proses upload borang prodi Akuntansi dan menunggu hasil Angka Kecukupan Akreditasi untuk dilakukan Asesmen Lapangan oleh Lamemba. Semoga mendapatkan hasil yang ditargetkan” katanya.

Dalam pertemuan ini, masing-masing kaprodi memaparkan rencana penyusunan dokumen akreditasi, kendala yang dihadapi, serta strategi yang telah disiapkan untuk meningkatkan nilai akreditasi. Diskusi berlangsung interaktif, dengan berbagai masukan dari tim LPMI Unmal guna menyempurnakan persiapan.

Dengan adanya koordinasi ini, diharapkan Fakultas Teknik semakin siap menghadapi proses akreditasi dan meraih hasil yang optimal demi peningkatan kualitas pendidikan. Fakultas Teknik berkomitmen untuk terus meningkatkan mutu akademik dan pelayanan bagi mahasiswa serta stakeholder lainnya. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Dosen Universitas Malahayati, Ir. Iing Lukman, M.Sc., Ph.D., Jadi Penguji Eksternal Sidang Terbuka Promosi Doktor di Universitas Lampung

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Dosen Program Studi Magister Akuntansi Universitas Malahayati Bandarlampung, Ir. Iing Lukman, M.Sc., Ph.D., dipercaya menjadi penguji eksternal dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor Program Studi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Lampung (Unila) yang berlangsung pada Selasa (26/2/2025).

Keikutsertaan Ir. Iing Lukman, M.Sc., Ph.D., sebagai penguji eksternal dalam ujian sidang doktoral ini menunjukkan pengakuan terhadap keahlian dan pengalaman akademiknya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai akademisi yang telah lama berkecimpung dalam penelitian dan pengajaran, beliau turut memberikan masukan kritis, perspektif ilmiah yang luas, serta evaluasi mendalam terhadap disertasi yang dipertahankan oleh kandidat doktor.

Sidang terbuka ini merupakan tahapan akhir bagi mahasiswa program doktor dalam menyelesaikan studi mereka. Pada kesempatan tersebut, kandidat doktor mempresentasikan hasil penelitian disertasinya di hadapan dewan penguji, yang terdiri dari dosen internal Unila serta penguji eksternal dari universitas lain.

Ir. Iing Lukman, M.Sc., Ph.D., menyampaikan bahwa keterlibatannya sebagai penguji eksternal adalah bagian dari kontribusi akademisi dalam menjaga standar kualitas penelitian di tingkat doktoral. “Saya merasa terhormat bisa berkontribusi dalam proses akademik ini. Ujian promosi doktor adalah momen penting yang menandai lahirnya ilmuwan-ilmuwan baru yang akan berkontribusi bagi dunia akademik dan industri,” ujarnya.

Selain memperkaya wawasan akademik, kolaborasi antaruniversitas melalui pengujian eksternal ini juga menjadi bagian dari sinergi antara perguruan tinggi dalam meningkatkan mutu pendidikan tinggi.

Dengan peran aktif para akademisi seperti Ir. Iing Lukman, diharapkan semakin banyak lulusan doktor yang memiliki kompetensi tinggi dan mampu memberikan kontribusi signifikan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Doa Simbok

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Pada saat menjelang bulan suci ramadhan kata ini menjadi begitu dekat dengan telinga, khususnya orang Jawa. Berdasarkan penelusuran digital ditemukan informasi sebagai berikut: Kata “Simbok” dalam budaya Jawa merupakan panggilan yang penuh makna dan kedekatan emosional. Secara umum, “Simbok” berarti ibu, terutama dalam konteks masyarakat Jawa tradisional.

Kata “Simbok” berasal dari bahasa Jawa “mbok”, yang merupakan panggilan untuk ibu. Awalan “si-” dalam bahasa Jawa sering digunakan untuk memberi nuansa penghormatan atau keakraban, sehingga “Simbok” berarti “ibu” dengan rasa yang lebih akrab dan hormat. Dalam masyarakat Jawa lama, terutama di pedesaan, “Simbok” sering digunakan oleh anak-anak untuk memanggil ibu mereka secara langsung.

Selain itu, dalam budaya agraris Jawa, seorang ibu sering berperan sebagai pilar keluarga, baik dalam mengurus rumah tangga maupun bekerja di ladang. Oleh karena itu, panggilan “Simbok” tidak hanya merujuk pada status biologis sebagai ibu tetapi juga menggambarkan sosok perempuan yang pekerja keras dan penuh kasih sayang. Meskipun kata “Simbok” masih digunakan di daerah pedesaan dan dalam budaya tradisional, penggunaannya di perkotaan mulai berkurang, tergantikan oleh panggilan seperti “Ibu” atau “Mama”.

Secara keseluruhan, “Simbok” bukan sekadar panggilan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai kesederhanaan, kehangatan, dan perjuangan seorang ibu. Simbok adalah simbul Surgawi bagi anak-anaknya, karena atas perkenaan doanyalah semua yang terbaik untuk anak-anaknya. Bahkan tidak salah jika ada diantara kita memberikan bahasa simbol kepada Simbok dengan kata “malaikat takbersayap” atau “malaikat pembawa rahmat” karena doanya tidak pernah putus selalu yang terbaik untuk anak-anaknya. Simbok adalah soko guru rumah tangga, jika tidak ada simbok bagi anak-anaknya; maka runtuhlah marwah keluarga itu. Tidak salah jika ada pepatah mengatakan “biarkan semua membenciku, asal tidak dari simbokku”; karena tidak mungkin simbok akan membenci anak-anaknya.

Pada saat menjelang bulan suci ini berbahagialah bagi mereka yang masih mempunyai simbok, karena masih ada syurga yang menunggu dikakinya. Bersimpuh itupun belum memberikan makna apa-apa, jika dibandingkan dengan apa yang telah beliau berikan kepada kita. Tinggal mampukah kita memaknai arti telapak kaki simbok sebagai suatu lambang keberkahan dalam kehidupan.

Pada masa punggahan seperti ini banyak diantara kita yang masih mencari Simbok untuk bersimpuh dikakinya guna meminta maaf atas segala kesalahan, salah satu bentuk penyucian diri dari segala salah dan hilaf selama ini terutama kepada kedua orang tua. Berbahagialah bagi mereka yang masih memiliki simbok, karena masih ada harap Syurga atasnya.

Namun sayangnya “simbok” setelah bermetamorfosis kealam formal menjadi “Ibu”; banyak yang berperilaku menyimpang dari kodratnya sebagai simbok yang selalu mengayomi. Justru berubah menjadi paradok, bahkan jauh dari konsep ideal. Bayangkan begitu menjadi kepala, banyak diantara mereka berubah menjadi “singa, serigala, tikus” dan atau apapun lainnya; yang mendadak berpenyakit kleptomani, yaitu mengambil milik orang lain seperti miliknya sendiri.

Sebelum mendapatkan kursinya, mereka menjadi pemain drama yang canggih; semua terlihat indah, cantik, manis dan menawan. Begitu duduk menjadi “ibu”; jalan raya yang hancur disalahkan hujan. Melihat di Ibu Kota ada bangunan yang menarik, maka pingin juga di wilayahnya ada hal yang serupa. Ada jembatan kabel-pun ingin ditiru, padahal pemukiman rakyatnya tergenang dimana-mana karena banjir melanda. Saluran mampet dibiarkan bertahun-tahun, pendangkalan sungai terjadi dibiarkan ditutup dengan janji. Kata “nanti” menjadi jawaban kunci manakala dikejar soal kapan oleh wartawan.

Sifat “kemaruk” ini membuat ibu pemimpin kehilangan sifat luhur Simbok. Menyedihkan lagi jika keluhuran simbok dibelokkan dalam menempatkan rasa sayang keluarga justru ditempatkan ke rasa sayang singgasana. Karena suami gagal mencalonkan diri jadi raja disebabkan syaratnya palsu, maka simbok maju “membela” suami dengan maju ingin menggantikan kemenangan suami. Inipun bentuk baru dari sublimasi persona diri simbok. Memang tidak ada undang-undang yang dilanggar, dan itu boleh-boleh saja; bahkan menurut sebagian pendapat justru itu namanya simbok bercibaku. Tetapi mari simbok sebelum memutuskan untuk lanjut, kita minta untuk memegang batang leher bagian belakang, apakah masih ada bulu kuduknya atau sudah dibronding. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Mahasiswa Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati Ikuti Workshop “Introduction to Systematic Review” di FK-KMK UGM

YOGYAKARTA (malahayati.ac.id): Sebanyak 30 mahasiswa Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati Bandarlampung mengikuti workshop bertajuk Introduction to Systematic Review yang diselenggarakan oleh Pusat Epidemiologi Klinik dan Biostatistik (CEBU) FK-KMK UGM bersama Cochrane Indonesia. Kegiatan ini berlangsung di Gedung Tahir, FK-KMK UGM, pada Jumat, 21 Februari 2025.

Workshop yang bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam tentang metodologi review sistematis ini dihadiri oleh mahasiswa Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati, yang didampingi oleh Ketua Program Studi (Ka. Prodi) Magister Kesehatan Masyarakat, Dr. Samino SH., M.Kes, serta Sekretaris Program Studi, Khoidar Amirus, SKM., M.Kes.

Prof. dr. Detty Siti Nurdiati, MPH, PhD, SpOG, Subsp. KFM, selaku Direktur Cochrane Indonesia, menjelaskan bahwa workshop ini bertujuan untuk memberikan pemahaman komprehensif mengenai metodologi review sistematis, yang meliputi pengembangan pertanyaan penelitian, pencarian literatur, hingga ekstraksi data. “Melalui workshop ini, kami ingin meningkatkan kapasitas penelitian berbasis bukti di Indonesia. Kami juga berharap kegiatan ini dapat berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 3 yang berkaitan dengan kesehatan yang baik dan kesejahteraan, SDG 4 tentang pendidikan berkualitas, dan SDG 17 mengenai kemitraan untuk mencapai tujuan, melalui kolaborasi antar institusi dalam pengembangan penelitian kesehatan yang lebih efektif,” jelas Prof. Detty.

Dalam sambutannya, Ketua Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat, Dr. Samino, SH., M.Kes menjelaskan bahwa mahasiswa yang mengikuti kegiatan workshop sebanyak 30 mahasiswa. Tujuan kegiatan untuk memberi wawasan pada mahasiswa mengenai bagaimana menulis karya ilmiah tanpa harus menggunakan data primer maupun sekunder. “Artinya mahasiswa diberi wawasan mengenai menyusun artikel ilmiah dengan melakukan systematic review jurnal yang sudah terpublikasi di seluruh dunia. Model ini sangat menguntungkan, waktu penyelesaiaan lebih singkat, hasilnya bermutu, namun memerlukan pengetahuan yang mendalam mengenai manajemen review jurnal itu sendiri,” ujarnya Dr. Samino.

Materi workshop mencakup Introduction to Systematic Review, Developing Review Question, Developing Protocol and Protocol Registration, Literature Searching and Study Selection, Introduction to Metaanalysis, dan Practical Session. Dengan materi tersebut setidaknya mahasiswa memiliki pemahaman mengenai penulisan karya ilmiah mempunyai kualitas tinggi, karena hasil-hasil review jurnal ini dapat diterbitkan pada penerbitan ilmiah berkala bermutu tinggi.

Workshop ini menjadi ajang penting bagi para mahasiswa untuk memahami secara mendalam bagaimana cara melakukan penelitian berbasis bukti dengan menggunakan metodologi review sistematis. Diharapkan, para peserta dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam pengembangan penelitian kesehatan di masa depan, serta meningkatkan kualitas riset yang dapat memberikan dampak positif bagi kemajuan kesehatan masyarakat di Indonesia.

Acara tersebut juga menghadirkan berbagai sesi interaktif, diskusi kelompok, dan studi kasus yang memberikan pengalaman langsung dalam proses pembuatan systematic review. Workshop ini menjadi salah satu langkah penting dalam mendukung pendidikan berkualitas dan riset berbasis bukti dalam dunia kesehatan di Indonesia. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Universitas Malahayati Umumkan Libur Menjelang Bulan Suci Ramadhan 1446 H

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Menyambut datangnya bulan suci Ramadhan 1446 H, Universitas Malahayati mengumumkan jadwal libur bagi seluruh mahasiswa dan civitas akademika. Pengumuman ini disampaikan agar seluruh mahasiswa dapat mempersiapkan diri dengan baik dalam menyambut bulan penuh berkah ini.

Bagi mahasiswa Universitas Malahayati, momen libur menjelang Ramadhan ini bisa dimanfaatkan untuk berkumpul bersama keluarga, meningkatkan ibadah, serta mempersiapkan diri menghadapi bulan suci dengan lebih maksimal.

Selamat menyambut bulan suci Ramadhan 1446 H. Semoga ibadah kita semakin lancar dan penuh keberkahan. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Fakultas Hukum Universitas Malahayati Gelar Kuliah Praktik Peradilan untuk Mahasiswa Angkatan 2022

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id):  Fakultas Hukum Universitas Malahayati Bandarlampung kembali menyelenggarakan kegiatan Kuliah Praktek Peradilan pada semester Ganjil 2024-2025. Kegiatan ini diikuti oleh 107 mahasiswa, mayoritas berasal dari angkatan 2022, yang merupakan bagian integral dari mata kuliah yang diajarkan di Fakultas Hukum.

Kuliah Praktek Peradilan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih dalam mengenai hukum acara kepada mahasiswa, terutama terkait dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata. Melalui kegiatan ini, mahasiswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga mengimplementasikan langsung ilmu yang telah mereka pelajari dalam perkuliahan. Salah satu bentuk implementasi tersebut adalah melalui kunjungan ke Pengadilan Negeri Tanjung Karang, yang memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menyaksikan langsung jalannya sidang peradilan.

Dalam kegiatan ini, mahasiswa dibekali dengan buku panduan praktek serta buku panduan untuk peradilan semu. Buku panduan ini berguna sebagai acuan dalam melaksanakan praktek peradilan, baik yang berkaitan dengan teori maupun observasi sidang. Sebagai bagian dari proses evaluasi, mahasiswa diwajibkan untuk mengisi blangko kegiatan pengamatan sidang dan membuat laporan yang harus ditandatangani oleh hakim, yang memastikan bahwa mereka benar-benar mengikuti prosedur dengan baik.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Malahayati, Aditia Arief Firmanto, S.H., M.H., menyatakan dukungannya terhadap kegiatan Kuliah Praktek Peradilan ini. Menurutnya, kegiatan ini merupakan bentuk nyata dari pembelajaran berbasis hasil (Outcome-Based Education/OBE), yang mempersiapkan mahasiswa untuk dunia kerja, khususnya dalam bidang profesi hukum seperti jaksa, hakim, pengacara, saksi ahli, panitera, dan profesi lainnya. Ia menekankan bahwa Kuliah Praktek Peradilan merupakan bagian penting dari pendidikan di Fakultas Hukum yang bertujuan menghasilkan lulusan yang kompeten di bidang hukum.

Salah satu mahasiswa peserta, Puja Nur Kholijah dari angkatan 2022, mengungkapkan pengalaman berharga yang didapatkan setelah mengikuti Kuliah Praktek Peradilan. Puja mengatakan, “Moment mengikuti Kuliah Praktek Peradilan secara langsung adalah pengalaman yang sangat berharga. Setelah melakukan kunjungan di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, kami dapat melihat secara langsung bagaimana praktik sidang dilakukan, mulai dari pembukaan hingga penutupan sidang. Hal ini sangat membantu kami untuk memahami tata cara beracara yang baik dan benar sesuai dengan ketentuan yang ada dalam KUHAP.”

Kegiatan ini menjadi bukti komitmen Fakultas Hukum Universitas Malahayati dalam memberikan pendidikan yang terintegrasi antara teori dan praktik kepada mahasiswa, serta sebagai sarana untuk mempersiapkan mereka menghadapi tantangan di dunia profesional. Dengan adanya Kuliah Praktek Peradilan, diharapkan mahasiswa tidak hanya menguasai teori, tetapi juga memiliki pengalaman praktis yang sangat berharga bagi karier mereka di masa depan. (gil)

Editor: Gilang Agusman