Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Pada suatu peristiwa negara Hastinapura sedang melakukan Pasewakan Agung di alun-alun utara ibu kota negara. Seluruh Pangeran Pati dengan membawa para pengikutnya tampak hadir; termasuk diantaranya Haryo Dursasana dari Kasatrian Banjarjunut yang memiliki kebiasaan mulutnya sering “ndower” alias tidak pernah mau berhenti bicara dan tertawa. Saat Pasewakan itu sedang bicara Patih Haryo Sengkuni, sebagai orang nomor dua di Hastinapura sekaligus pemimpin pada pertemuan .
“Wahaiiii para kurawa kemenakanku semua, mohon diperhatikan instruksi dari Sinuwun Duryudhana raja kita,” demikian suara Sang Patih dengan nada agak cemeng sebagai khasnya, tetapi tetap berwibawa.
Dursasana nyletuk “Perintah apa lagi Paman, karena perintah bulan lalu saja belum dievaluasi sekarang sudah perintah lagi, memang enak tinggal perintah saja, yang mengerjakan ini tidak dipikirkan capeknya,”.
Sengkuni agak tersinggung mendengar celetukan keponaannya yang satu ini dan berkata “Dur, kamu kan ketua rombongan adik-adikmu, kenapa tidak memberikan keteladanan yang baik. Dengarkan dulu perintah apa ini, jangan asal mangap mulutmu. Kalau tidak suka saya tinggal lapor ke Raja”.
Dursasana langsung berdiri sikap sempurna dan mulut besarnya bicara “Siapppp paman patih, laksanakan”.
Belum selesai bicara, agak jauh dari Dursasana berdiri ada Penjual Es Teh sedang menawarkan dagangannya dengan suara agak keras. Sontak Dursasana tersinggung dan beliau langsung memanggil si Penjual Es.“ Heeeeeee….penjual es…sini kamu..dasar koplak…..”.
Sambil terbata-bata dan mendekat, Tukang Es yang merasa bersalah itu menjawab “Saya juragan..mohon maaf..saya salah juragan”.
Dursasana berkata dan tertawa sambil tolak pinggang “Sudah laku belum es mu”.
“Belum juragan” jawab Penjual Es dengan gemetar karena ketakutan.
Dursasana tambah dongkol hatinya dan berteriak “Saya gak akan beli..cuman tanya…goblok…..ya jual saja sana biar ada yang beli, tapi jauh-jauh sana dari saya yaaaaaa,” sambil tertawa terbahak bahak sesuai ciri khasnya yang kurang sopan itu.
Ucapan Dursasana didengar oleh orang sealun-alun karena memang sudah keras suaranya ditambah lagi penggunaan sound system yang canggih, maka makin keras. Pilu hati Tukang Penjual Es, sambil undur diri beliau mengusap air mata dan terbayang bagaimana susahnya jadi rakyat jelata.
Namun, tidak jauh dari sana ada Raden Adipati Karna, Raja Awangga, yang memperhatikan acara itu, dan beliau juga menyimak kegacolannya Dursasana yang kurang beradab itu. Beliau mengutus salah seorang pengikutnya untuk memanggil Tukang Es malang tadi.
Setelah mendekat, Sang Adipati mendekatkan mulutnya ketelinga Si penjual Es seraya berbisik “Paman jualan es-mu saya borong semua, kasihkan kepada siapa yang mau minum, bilang kalau es-nya gratis karena sudah ada yang bayar, jangan sebut nama saya ya,”.
Tukang Es tadi menjawab “Sendiko Ndoro, semoga ini menjadikan keberkahan hidup paduka”.
Tukas Adipati Karna “Sudah sana jauh-jauh, tidak enak dipandang para kawula dan Nayakapraja yang hadir, ingat pesanku jangan bicara jika ada yang bertanya siapa yang memborong es-mu”.
Setelah selesai acara Pasewakan Agung tadi, kelakuan Dursasana menjadi bahan perbincangan yang hadir, tidak terkecuali para adik-adiknya termasuk Citraksi, Durmogati, Kartomarmo dan lainnya. Dan, beberapa hari kemudian sampailah berita itu ke telinga Raja Duryudhana. Beliau sangat masgul mendengar kelakuan adiknya; beliau kemudian memanggil Dursasana untuk klarifikasi. “Adikku Dursasana apakah benar berita yang beredar itu”.
Dengan sangat takzim Dursasana menjawab “Benar Kanda, dan saya mohon maaf atas peristiwa itu, karena saya emosi saat itu berhubung gaji bulan ini belum saya terima, sementara tagihan kredit saya sudah jatuh tempo”.
Duryudhana melanjutkan bicaranya “Dursasana, saya tahu bahwa uang bukan segalanya, tetapi segalanya perlu uang. Namun kekoplakan kelakuanmu itu memalukan orang satu negara ini. Jangan kau ulangi lagi kelakuan rendahmu itu, karena dirimu itu adalah Pangeran Pati yang diangkat Raja untuk mengamankan kebijakkan Raja. Jangan kalau sudah di atas panggung, kamu lupa diri siapa dirimu sebenarnya. Ingat Dursasana, kita di atas panggung itu baru berarti jika ada yang di bawah panggung. Coba bayangkan jika di atas panggung itu hanya kamu sendiri dan yang di bawah tidak ada orang, lalu kamu teriak-teriak sendiri. Saya yakin orang akan berkata, walaupun dalam hati, Dursasana sudah gila”. Sambil menahan amarah sang Raja melanjutkan bicaranya, walaupun halus suara.menyampaikannya, tetapi jika orang yang waras mendengarnya akan terasa sakit telinganya.
Demikian ucapnya “Kelakuan rendahan seperti itu tidak cocok dipelihara Dur, apalagi dirimu adalah satria dan Pangeran Pati, apakah dirimu merasa sebagai tokoh agama yang bisa seenak jidat mengupat. Justru jika dirimu merasa sebagai tokoh dan panutan sudah seharusnya ucapanmu dijaga, sekalipun itu senda-gurau. Jangan merendahkan orang di muka umum siapapun dan apapun profesinya, karena itu sangat menyakitkan dan tidak bisa dihapus dengan kata maaf mu.. Paham”. Dursasana tertunduk lesu, malu dan entah apalagi.
Memang kelakuan Dursasana dalam pewayangan seperti itu, bahkan ada sebagian para Dalang Wayang Purwa menyebut Dursasana banyak dibuat dengan berbagai model, salah satunya model Gacul. Akan tetapi uniknya tidak semua Dalang bisa menghidupkan suasana kebatinan kegaculan Dursasana.
Hal ini disebabkan sebelum memperankan Dursasana, sang Dalang sudah antipati terlebih dahulu pada tokoh Dursasana. Oleh sebab itu kita tidak boleh menghakimi kelakuan orang lain, apalagi mentertawakannya. Sebab, kalau Wayang satu peti itu isinya sama, maka itu bukan disebut wayang. Demikian halnya jika satu dunia ini isinya sama, maka dunia ini tidak layak disebut dunia.
Demikian juga dengan si Penjual Es dalam cerita carangan di atas. Profesi ini tetap diperlukan dan dimulyakan, bagaimana tidak jika tidak ada penjual es keliling mungkin banyak orang kehausan ditengah berhimpitnya orang, untuk keluar barisan tidak mungkin karena disamping tidak bisa keluar, juga tatatertibnya demikian. Oleh sebab itu mari kita melakonkan peran kita masing-masing didunia ini sebaik dan seihlas mungkin, sebab apapun ceritanya semua sudah ditulis sebelum kita lahir. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
KATALOG BUKU BELAJAR MENGENAL MATERIAL TEKNIK
JUDUL BUKU : BELAJAR MENGENAL MATERIAL TEKNIK
PENULIS :
Fauzi Ibrahim, S.T., M.T.
Agus Apriyanto, S.T., M.T.
Novia Utami Putri, S.T., M.T.
Adam Wisnu Murti, S.T., M.T.
SINOPIS : Buku ini disusun sebagai panduan dan referensi
yang diharapkan dapat memberikan pemahaman komprehensif
mengenai ilmu material, yang menjadi fondasi utama dalam bidang
teknik dan industri. Pembahasan dalam buku ini mencakup berbagai
aspek penting dari ilmu material, mulai dari struktur atomik, sifat
mekanik, hingga transformasi fasa
PENERBIT: UNIVERSITAS MALAHAYATI
Katalog buku Buku ajar Kesehatan Mental Berorientasi Komunitas
Judul buku : Buku ajar Kesehatan Mental Berorientasi Komunitas
Penulis:
Prida Harkina, S.Psi., M.Psi
Octa Reni Setiawati, S.Psi., M.Psi.
Asri Mutiara Putri, S.Psi., M.Psi
Supriyati, S.Psi., M.Si
Vira Sandayanti, S.Psi., M.Psi
Dewi Lutfianawati, S.Psi., M.Psi
Elsy Junilia, S.Psi., M.Psi
Sinopsis:
Buku ajar ini disusun untuk memberikan pemahaman yang
mendalam mengenai konsep-konsep kesehatan mental, termasuk
di dalamnya konsep sehat dan sakit, konsep-konsep dasar
kesehatan mental, dimensi-dimensi yang mempengaruhi
perkembangan kesehatan mental seseorang, konsep kesehatan
mental dalam pendekatan komunitas, isu-isu kesehatan mental
komunitas, serta program promosi kesehatan mental. Materi
yang disajikan dalam buku ini disusun secara sistematis dan
dilengkapi dengan contoh-contoh kasus yang relevan. Selain itu,
buku ini juga dilengkapi dengan berbagai aktivitas pembelajaran
seperti latihan soal, diskusi kelompok, dan tugas individu.
Diharapkan dengan adanya buku ajar ini, mahasiswa dapat secara
aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan memperoleh
Penerbit: Universitas Malahayati
Bondan Akampuh Jiwo
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Akhir pekan itu cuaca agak mendung tetapi udara terasa gerah, angin seolah tidak bertiup; sehingga merasa tidak nyaman jika ada pada tempat terbuka. Terpaksa jika sudah seperti ini harus masuk rumah dan menghidupkan pendingin ruangan, yang tentu saja menambah pemborosan penggunaan enargi listrik. Disaat sedang duduk melepas kegerahan udara, media sosial berbunyi dan ternyata ada pesan masuk dari sahabat lama, entah mendapatkan nomor pribadi dari mana. Doktor yang bermukim di tengah jantung pulau Sumatera ini bertanya dengan terlebih dahulu dibuka dengan permohonan maaf karena selama ini tidak mencari tahu; pertanyaan utama beliau ingin mendapatkan pencerahan tentang Bondan Akampuh Jiwo yang pernah didiskusikan beberapa puluh tahun lalu saat sama-sama menjadi mahasiswa pasca di salah satu Universitas ternama di negeri ini. Sekedar pengingat Doktor ini meneliti tentang kepemimpinan, dan saat itu penulis menawarkan konsep Kepemimpinan Nusantara bukan tidak percaya dengan teori-teori Barat, akan tetapi kekhasan Nusantara sangat mewarnai tipe kepemimpinan para pemimpin di negeri ini. Jejak yang digunakan adalah wilayah yang telah memiliki budaya tulis diasumsikan memiliki tinggalan literasi tentang tipe pemimpin di wilayah itu. Jadi paling tidak ada empat wilayah yang ada di Nusantara, pertama daerah yang berbudaya Batak, kedua, daerah yang berbudaya Lampung. Ketiga, daerah yang berbudaya Jawa, dan yang keempat daerah yang berbudaya Bugis. Beliau tidak begitu tertarik, namun seiring perjalanan waktu dan saat sekarang sudah mencapai derajat Guru Besar, hatinya tergelitik untuk menukil istilah-istilah dalam kepemimpinan Nusantara, karena banyak “keanehan-keanehan” jika parameternya yang dipakai teori teori Barat.
Tentu saja kalimat ucap yang dipindahtuliskan menjadi kalimat tulis harus disusun sesuai kaidah kebahasaan, demikian pesan seorang sahabat redaktur media online terkemuka di negeri ini. Berdasarkan penelusuran digital: Bondan Akampuh Jiwo adalah salah satu istilah dalam khasanah budaya Jawa yang melibatkan konsep kejiwaan, moralitas, dan integritas diri seseorang. Secara harfiah, istilah ini mengandung makna bahwa seseorang bernama “Bondan” adalah individu yang telah mencapai keadaan jiwa yang “akampuh,” yakni tidak tergoyahkan, stabil, dan kokoh dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan. Secara historis dan filosofis, istilah ini sering dihubungkan dengan ajaran Jawa kuno yang menekankan harmoni, keutuhan batin, dan kemampuan mengelola emosi serta tindakan.
Dalam budaya Jawa, nama Bondan sering diidentikkan dengan tokoh-tokoh legendaris atau pewayangan yang memiliki sifat bijaksana, penuh tanggung jawab, dan menjadi pengayom. Salah satu tokoh yang terkenal adalah Bondan Kejawan, seorang penggiat seni yang berupaya keras untuk melestarikan budaya jawa, yang hidup dengan prinsip kesederhanaan, ketulusan, dan pengabdian terhadap kehidupan.
Sedangkan jika kita ingin memahami dari segi makna istilah dari Akampuh Jiwo adalah: Akampuh berarti tidak dapat dipatahkan atau tidak tergoyahkan. Jiwo berarti jiwa atau kepribadian inti seseorang. Istilah ini mencerminkan prinsip bahwa manusia yang unggul adalah manusia yang berhasil menyelaraskan pikiran, rasa, dan tindakannya sehingga tidak mudah terombang-ambing oleh godaan duniawi atau tekanan eksternal. Seseorang yang hidup sesuai konsep Bondan Akampuh Jiwo adalah individu yang: Tidak mudah dipengaruhi oleh emosi negatif seperti amarah, iri hati, atau kebencian. Memiliki sikap sabar dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Berkomitmen pada nilai-nilai moralitas yang tinggi, meskipun dalam keadaan sulit.
Konsep ini tidak hanya relevan dalam konteks tradisional, tetapi juga menjadi panduan untuk menghadapi tantangan hidup modern, di mana tekanan eksternal sering kali menguji kestabilan mental dan spiritual seseorang. Dari saat pemilihan sampai pelantikan kepala daerah harus berhadapan dengan persoalan, dari yang remehtemeh sampai dengan yang berat; semua harus dihadapi dengan katangguhan yang luar biasa, baik dalam mengkoordinasikan team, sampai dengan kesiapan personal menghadapi kelelahan fisik.
Bukan setelah dilantik kemudian seenaknya menghina orang lain karena melihat jenis pekerjaan, bukannya melihat hakekat orang bekerja. Mereka yang berperilaku seperti ini hanya mampu melihat kulit luar tetapi tidak dapat melihat makna hakekat. Lebih berbahaya lagi jika berjubah agama, namun berperilaku nista kepada sesama.
Di sisi lain pemimpin yang sudah sampai pada tataran Bondan Akampuh Jiwo tidak lagi melihat “dulu dia tidak memilih saya, atau dulu memusuhi saya”; akan tetapi “dia warga saya yang harus saya bawa bersama untuk mencapai kesejahteraan bersama”. Tidak peduli dia Tukang Penjual Es, Somai, Kacang rebus, Tukang Sapu Jalan atau kongklomerat tajir, Jenderal sekalipun; jika dia warga negara saya, maka saya harus bersama mereka dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Dengan demikian sebenarnya ajaran budi, ajaran kepemimpinan ada berserak di bumi Nusantara ini. Hanya sayang banyak diantara kita lupa diri, sehingga menganggap yang baik itu yang dari luar. Sementara kearifan local yang sudah terbukti berabad-abad keampuhannya menjadi alat perekat dalam perbedaan, sering kita abaikan bahkan kita musuhi sebagai “berhala baru” yang wajib disingkirkan. Salam Waras (gil)
Editor: Gilang Agusman
Es Koplak
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Pada suatu peristiwa negara Hastinapura sedang melakukan Pasewakan Agung di alun-alun utara ibu kota negara. Seluruh Pangeran Pati dengan membawa para pengikutnya tampak hadir; termasuk diantaranya Haryo Dursasana dari Kasatrian Banjarjunut yang memiliki kebiasaan mulutnya sering “ndower” alias tidak pernah mau berhenti bicara dan tertawa. Saat Pasewakan itu sedang bicara Patih Haryo Sengkuni, sebagai orang nomor dua di Hastinapura sekaligus pemimpin pada pertemuan .
“Wahaiiii para kurawa kemenakanku semua, mohon diperhatikan instruksi dari Sinuwun Duryudhana raja kita,” demikian suara Sang Patih dengan nada agak cemeng sebagai khasnya, tetapi tetap berwibawa.
Dursasana nyletuk “Perintah apa lagi Paman, karena perintah bulan lalu saja belum dievaluasi sekarang sudah perintah lagi, memang enak tinggal perintah saja, yang mengerjakan ini tidak dipikirkan capeknya,”.
Sengkuni agak tersinggung mendengar celetukan keponaannya yang satu ini dan berkata “Dur, kamu kan ketua rombongan adik-adikmu, kenapa tidak memberikan keteladanan yang baik. Dengarkan dulu perintah apa ini, jangan asal mangap mulutmu. Kalau tidak suka saya tinggal lapor ke Raja”.
Dursasana langsung berdiri sikap sempurna dan mulut besarnya bicara “Siapppp paman patih, laksanakan”.
Belum selesai bicara, agak jauh dari Dursasana berdiri ada Penjual Es Teh sedang menawarkan dagangannya dengan suara agak keras. Sontak Dursasana tersinggung dan beliau langsung memanggil si Penjual Es.“ Heeeeeee….penjual es…sini kamu..dasar koplak…..”.
Sambil terbata-bata dan mendekat, Tukang Es yang merasa bersalah itu menjawab “Saya juragan..mohon maaf..saya salah juragan”.
Dursasana berkata dan tertawa sambil tolak pinggang “Sudah laku belum es mu”.
“Belum juragan” jawab Penjual Es dengan gemetar karena ketakutan.
Dursasana tambah dongkol hatinya dan berteriak “Saya gak akan beli..cuman tanya…goblok…..ya jual saja sana biar ada yang beli, tapi jauh-jauh sana dari saya yaaaaaa,” sambil tertawa terbahak bahak sesuai ciri khasnya yang kurang sopan itu.
Ucapan Dursasana didengar oleh orang sealun-alun karena memang sudah keras suaranya ditambah lagi penggunaan sound system yang canggih, maka makin keras. Pilu hati Tukang Penjual Es, sambil undur diri beliau mengusap air mata dan terbayang bagaimana susahnya jadi rakyat jelata.
Namun, tidak jauh dari sana ada Raden Adipati Karna, Raja Awangga, yang memperhatikan acara itu, dan beliau juga menyimak kegacolannya Dursasana yang kurang beradab itu. Beliau mengutus salah seorang pengikutnya untuk memanggil Tukang Es malang tadi.
Setelah mendekat, Sang Adipati mendekatkan mulutnya ketelinga Si penjual Es seraya berbisik “Paman jualan es-mu saya borong semua, kasihkan kepada siapa yang mau minum, bilang kalau es-nya gratis karena sudah ada yang bayar, jangan sebut nama saya ya,”.
Tukang Es tadi menjawab “Sendiko Ndoro, semoga ini menjadikan keberkahan hidup paduka”.
Tukas Adipati Karna “Sudah sana jauh-jauh, tidak enak dipandang para kawula dan Nayakapraja yang hadir, ingat pesanku jangan bicara jika ada yang bertanya siapa yang memborong es-mu”.
Setelah selesai acara Pasewakan Agung tadi, kelakuan Dursasana menjadi bahan perbincangan yang hadir, tidak terkecuali para adik-adiknya termasuk Citraksi, Durmogati, Kartomarmo dan lainnya. Dan, beberapa hari kemudian sampailah berita itu ke telinga Raja Duryudhana. Beliau sangat masgul mendengar kelakuan adiknya; beliau kemudian memanggil Dursasana untuk klarifikasi. “Adikku Dursasana apakah benar berita yang beredar itu”.
Dengan sangat takzim Dursasana menjawab “Benar Kanda, dan saya mohon maaf atas peristiwa itu, karena saya emosi saat itu berhubung gaji bulan ini belum saya terima, sementara tagihan kredit saya sudah jatuh tempo”.
Duryudhana melanjutkan bicaranya “Dursasana, saya tahu bahwa uang bukan segalanya, tetapi segalanya perlu uang. Namun kekoplakan kelakuanmu itu memalukan orang satu negara ini. Jangan kau ulangi lagi kelakuan rendahmu itu, karena dirimu itu adalah Pangeran Pati yang diangkat Raja untuk mengamankan kebijakkan Raja. Jangan kalau sudah di atas panggung, kamu lupa diri siapa dirimu sebenarnya. Ingat Dursasana, kita di atas panggung itu baru berarti jika ada yang di bawah panggung. Coba bayangkan jika di atas panggung itu hanya kamu sendiri dan yang di bawah tidak ada orang, lalu kamu teriak-teriak sendiri. Saya yakin orang akan berkata, walaupun dalam hati, Dursasana sudah gila”. Sambil menahan amarah sang Raja melanjutkan bicaranya, walaupun halus suara.menyampaikannya, tetapi jika orang yang waras mendengarnya akan terasa sakit telinganya.
Demikian ucapnya “Kelakuan rendahan seperti itu tidak cocok dipelihara Dur, apalagi dirimu adalah satria dan Pangeran Pati, apakah dirimu merasa sebagai tokoh agama yang bisa seenak jidat mengupat. Justru jika dirimu merasa sebagai tokoh dan panutan sudah seharusnya ucapanmu dijaga, sekalipun itu senda-gurau. Jangan merendahkan orang di muka umum siapapun dan apapun profesinya, karena itu sangat menyakitkan dan tidak bisa dihapus dengan kata maaf mu.. Paham”. Dursasana tertunduk lesu, malu dan entah apalagi.
Memang kelakuan Dursasana dalam pewayangan seperti itu, bahkan ada sebagian para Dalang Wayang Purwa menyebut Dursasana banyak dibuat dengan berbagai model, salah satunya model Gacul. Akan tetapi uniknya tidak semua Dalang bisa menghidupkan suasana kebatinan kegaculan Dursasana.
Hal ini disebabkan sebelum memperankan Dursasana, sang Dalang sudah antipati terlebih dahulu pada tokoh Dursasana. Oleh sebab itu kita tidak boleh menghakimi kelakuan orang lain, apalagi mentertawakannya. Sebab, kalau Wayang satu peti itu isinya sama, maka itu bukan disebut wayang. Demikian halnya jika satu dunia ini isinya sama, maka dunia ini tidak layak disebut dunia.
Demikian juga dengan si Penjual Es dalam cerita carangan di atas. Profesi ini tetap diperlukan dan dimulyakan, bagaimana tidak jika tidak ada penjual es keliling mungkin banyak orang kehausan ditengah berhimpitnya orang, untuk keluar barisan tidak mungkin karena disamping tidak bisa keluar, juga tatatertibnya demikian. Oleh sebab itu mari kita melakonkan peran kita masing-masing didunia ini sebaik dan seihlas mungkin, sebab apapun ceritanya semua sudah ditulis sebelum kita lahir. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Mahasiswa Psikologi Universitas Malahayati Borong Juara di Festival Mahasiswa Psikologi 2024
BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Prestasi gemilang kembali ditorehkan oleh mahasiswa Universitas Malahayati pada ajang Festival Mahasiswa Psikologi 2024 yang digelar dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia. Acara ini diselenggarakan oleh HIMPSI Lampung pada 16 November 2024, mengusung tema “It’s Time to Prioritize Mental Health in the Workplace”.
Beragam kompetisi menarik, seperti Psycho TikTok Competition, debat, dan esai, menjadi wahana bagi mahasiswa untuk menunjukkan kreativitas, intelektualitas, dan kemampuan komunikasi. Mahasiswa Psikologi Universitas Malahayati berhasil mencuri perhatian dengan pencapaian luar biasa di kategori Psycho TikTok Competition:
Juara 1: Ikrima Lutfiyani Alkautsar (22370044)
Juara 2: Deni Kurniawan (23370027)
Juara 3: Gina Aliya Mufidah (22370040)
Ikrima Lutfiyani Alkautsar, peraih Juara 1, mengungkapkan rasa syukur dan kebahagiaannya. “Alhamdulillah, saya merasa sangat bangga bisa meraih juara pertama. Semoga prestasi ini dapat menginspirasi teman-teman mahasiswa lainnya untuk terus berprestasi,” tuturnya.
Ia juga berharap prestasi ini menjadi motivasi untuk mempertahankan gelar di masa mendatang. “Semoga tahun depan Prodi Psikologi bisa kembali membawa pulang piala bergilir dan piala umum,” tambahnya penuh semangat.
Gina Aliya Mufidah, yang berhasil meraih Juara 3, tidak dapat menyembunyikan rasa harunya. “Akhirnya, setelah sekian lama, Prodi Psikologi berhasil membawa pulang Piala Bergilir dan Piala Umum. Ini adalah momen yang sangat membanggakan bagi kami semua,” ucapnya.
Sementara itu, Deni Kurniawan, Juara 2, mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukungnya. “Saya sangat berterima kasih kepada Universitas Malahayati, dosen-dosen Prodi Psikologi, sivitas akademika, dan tentunya orang tua saya yang terus memberikan dukungan penuh. Keberhasilan ini adalah hasil kerja keras dan doa bersama,” ujarnya.
Festival Mahasiswa Psikologi 2024 tidak hanya menjadi wadah kompetisi, tetapi juga momentum untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, khususnya di lingkungan kerja. Prestasi mahasiswa Universitas Malahayati ini diharapkan dapat menjadi pemacu semangat bagi generasi muda untuk terus berkarya dan berkontribusi dalam dunia psikologi.
Selamat kepada para juara! Terus harumkan nama Universitas Malahayati di berbagai ajang prestasi! (gil)
Editor: Gilang Agusman
Seminar Nasional Kesehatan Masyarakat (KESMAS) “Peningkatan Pelayanan Kesehatan Global pada Era Transformasi Digital”
BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat (PRODI KESMAS) Universitas Malahayati
(UNMAL) menyelenggarakan Seminar Nasional Kesehatan Masyarakat (KESMAS) Jumat (06/12/2024 ) yang mengusung tema “Peningkatan Pelayanan Kesehatan Global pada Era Transformasi Digital”. Kegiatan ini berlangsung di Ruang MCC Universitas Malahayati dan dihadiri oleh lebih dari 300 peserta, terdiri dari mahasiswa dan para dosen di linkungan PRODI KESMAS.
Seminar ini menghadirkan pembicara yang sangat berpengalaman di bidangnya, yaitu: Prof. dr. Adang Bachtiar,
MPH., DSC, Guru Besar Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, yang membahas tantangan dan peluang pelayanan kesehatan di era digital. Acara dipandu oleh moderator Ibu Dr. Wayan Aryawati, SKM., M.Kes, dosen Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati, yang membawa diskusi menjadi interaktif dan berwawasan luas.
Seminar ini dibuka dengan laporan oleh Ketua Panitia, Muhammad Rafi, yang menyampaikan antusiasme besar atas kehadiran narasumber dan partisipasi para peserta. Acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Wakil Rektor II Universitas Malahayati, Drs. Nirwanto, M.Kes, mewakili Rektor Universitas Malahayati, dalam sambutannya beliau menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya seminar ini dan secara simbolis membuka acara.
Seminar juga dihadiri oleh Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati, Kaprodi S1 Kesehatan Masyarakat, serta para dosen tetap dan Dosen tidak tetap Prodi Kesehatan Masyarakat.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan wawasan baru bagi mahasiswa dan peserta lainnya terkait strategi dan inovasi dalam pelayanan kesehatan global yang sejalan dengan perkembangan teknologi digital. Dalam sesi diskusi, peserta aktif bertanya dan berbagi pandangan, mencerminkan tingginya minat terhadap topik yang dibahas.
Dengan terselenggaranya Seminar Nasional KESMAS ini, diharapkan tercipta sinergi antara akademisi, praktisi, dan mahasiswa dalam mendukung transformasi digital di bidang pelayanan kesehatan.
IMG_5060
IMG_5034
IMG_5036
IMG_5107
IMG_5079
Pertanyaan Nakal
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Pagi itu murid kelas enam di satu Sekolah Dasar sedang belajar Pendidikan Agama. Adapun topic yang dibicarakan adalah Tugas para Malaikat. “anak-anak ku sekalian ada sepuluh malaikat istimewa yang diberi tugas oleh Allah “ Demikian sepenggal kalimat pembuka Ibu Guru Agama kepada muridnya. Lanjut beliau “ adapun mereka-mereka itu adalah Malaikat Jibril :Tugasnya: Menyampaikan wahyu dari Allah kepada para nabi dan rasul. Contohnya, Jibril menyampaikan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. Malaikat Mikail, Tugasnya: Mengatur rezeki, termasuk hujan, tumbuh-tumbuhan, dan kesejahteraan makhluk hidup. Malaikat Israfil, Tugasnya: Meniup sangkakala pada hari kiamat. Tiupan pertama menandakan kehancuran dunia, dan tiupan kedua menandakan kebangkitan manusia dari kubur. Malaikat Izrail, Tugasnya: Mencabut nyawa setiap makhluk sesuai dengan ketetapan Allah. Malaikat Munkar, Tugasnya: Menanyai manusia di alam kubur tentang keimanan dan amal perbuatan setelah meninggal. Malaikat Nakir, Tugasnya: Bersama Malaikat Munkar, menanyai manusia di alam kubur tentang amal dan ibadahnya. Malaikat Raqib, Tugasnya: Mencatat amal baik manusia selama hidup di dunia. Malaikat Atid, Tugasnya: Mencatat amal buruk manusia selama hidup di dunia. Malaikat Malik, Tugasnya: Menjaga pintu neraka dan mengawasi penghuni neraka. Malaikat Ridwan, Tugasnya: Menjaga pintu surga dan menyambut penghuni surga”.
Sebelum Ibu Guru melanjutkan penjelasannya, ada seorang anak laki-laki yang duduk bangku baris ke dua didepan meja guru angkat tangan, “Ibu apakah saya boleh bertanya” sergah sang anak. Ibu Guru berkata “ tentu boleh nak”. Anak tadi melanjutkan pertanyaannya “ Ibu karena Rasullullah itu nabi teraakhir, maka wahyu dari Allah tidak akan turun lagi, lalu apa kerja malaikat Jibril sekarang ya Bu ?”anak tadi menampilkan muka serius kepada gurunya. Tentu pertanyaan ini tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Ibu Guru, karena menurut pengalamannya yang hampir sepuluh tahun mengajar di Sekolah Dasar ini tidak pernah bertemu dengan pertanyaan model begini. Namun Ibu Guru sangat bijak menjawabnya dengan muka ramah beliau menjawab “wah…anak ibu pandai sekali, iya juga ya apa kerjanya malaikat itu, kalau begitu ayo kita sama-sama mencari tahu apa kerja malaikan Jibril sekarang”.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun, tidak terasa peristiwa itu berlalu. Duapuluh lima tahun kemudian, dipagi yang agak mendung Ibu Guru Agama yang sudah tidak muda lagi itu datang kesekolah seperti biasa. Dan, pekerjaan itu dilakoninya dengan ihlas riang gembira, karena tidak terasa tahun ini adalah terakhir dirinya menjadi guru karena tahun depan beliau purna tugas. Sesampainya di sekolah beliau sudah ditunggu Kepala Sekolah, yang juga dulu muridnya, dan dengan takzim Pak Kepala menyampaikan ada undangan terhormat untuk ibu. Betapa terkejutnya Ibu Guru Agama tadi ternyata undangan itu adalah undangan Pengukuhan Guru Besar dari muridnya yang dulu bertanya tugas malaikat Jibril setelah tidak ada nabi lagi. Ternyata muridnya itu sekarang adalah dosen di Universitas Agama Islam terkemuka di kota ini, dan yang membanggakan muridnya tadi bergelar Doktor, dan empat gelar Master di belakang namanya.
Hari yang ditunggu Sang Ibu Guru tiba, dan beliau mematut diri untuk hadir minta ditemani anak tertuanya, karena sang suami sudah berpulang terlebih dahulu dua tahun yang lalu. Ibu Guru tadi disambut oleh Sang Guru Besar di muka pintu Auditorium, dan dengan sujud yang dalam sang Profesor berkata “Terimakasih ibu yang telah membimbing saya untuk mencari tugas apa yang dilakukan malikat Jibril setelah tidak ada nabi lagi, dan pertanyaan itulah yang membuka jalan saya menjadi Doktor dan sekarang Guru Besar”. Ibu Guru Agama berkaca-kaca matanya dan tidak mampu berkata apa-apa kepada muridnya, dan beliau memeluk erat muridnya yang Profesor tadi sambil berbisik “semoga Allah selalu membimbing mu nak”. Sejurus Sang Guru Besar membimbing tangan gurunya untuk duduk kursi paling depan pada acara terhormat itu.
Acara dilanjutkan dan tiba saat pidato pengukuhan yang disampaikan oleh Sang Guru Besar, dengan lantang nama Ibu Guru Agama tadi disebut dalam pidato Pengukuhan bagaimana pertanyaan waktu Sekolah Dasar dulu-lah yang mendorong dirinya terus mencari kebenaran ilmu, dan Guru Besar dengan bangga meminta Ibu Guru untuk berdiri dan Sang Profesor menakupkan kedua tangannya dari atas podium sambil berkata “Terimakasih Guru Ku”. Hadirin di ruang megah itu bertepuk tangan, bahkan ada diantara mereka yang berdiri dengan takzim.
Pertanyaan tersisa masih adakah pendidikan budi pekerti, ahlak, dan tata krama yang dibalut dedaktik-methodik untuk saat ini, sehingga mampu mengantarkan murid-murid menjadi pemikir yang kritis namun tetap berbudaya tinggi seperti cerita di atas. Betapa banyak diantara kita dari Jenderal, Kepala Daerah, Pejabat Tinggi, bahkan mungkin Presiden; yang saat pengukuhan jabatan mengundang guru Sekolahnya dahulu. Padahal semua kita mengetahui tanpa Guru tidak mungkin kita bisa mencapai karier seperti sekarang ini. Salam Hormat Buat Semua Guru dimanapun berada, tidak perlu menunggu Hari Guru baru hormat pada guru. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Tampil Gemilang! Tim Taekwondo Universitas Malahayati Raih 6 Medali Emas di Kejuaraan Indonesia Taekwondo Championship 2024
Tim yang beranggotakan mahasiswa-mahasiswa berprestasi dari Universitas Malahayati berhasil mengukir sejarah dengan meraih posisi juara pertama di enam kategori pertandingan Kyorugi Senior Putri dan Putra, yang memperlihatkan kekuatan dan kemampuan luar biasa dari para atletnya.
Berikut adalah daftar atlet Universitas Malahayati yang berhasil meraih juara 1 dan medali emas:
Para Mahasiswa yang tergabung dalam Tim Taekwondo Universitas Malahayati, membuktikan bahwa ketekunan, disiplin, dan semangat juang tinggi membawa hasil yang luar biasa. Kompetisi yang diikuti oleh ratusan atlet dari seluruh Indonesia ini memberikan tantangan yang berat, namun para atlet Malahayati berhasil menunjukkan kemampuan terbaik mereka.
Triska Yolanda Sari, salah satu pemenang medali emas pada kategori Kyorugi Senior Putri U 55 kg, menyampaikan, “Saya sangat bersyukur bisa meraih medali emas di ajang bergengsi ini. Ini merupakan hasil dari latihan keras dan dukungan luar biasa dari pelatih dan teman-teman. Saya berharap prestasi ini dapat memotivasi atlet muda lainnya untuk terus berlatih dan berjuang di setiap pertandingan.”
Fanina Aulia Yokorindra, juara pada kategori Kyorugi Senior Putri U 41 kg, juga menambahkan, “Kemenangan ini merupakan hasil kerja tim yang solid. Selain fisik yang harus prima, mental juga sangat penting dalam bertanding. Terima kasih kepada semua pihak yang mendukung kami.”
Dengan enam medali emas yang berhasil dibawa pulang, Tim Taekwondo Universitas Malahayati semakin meneguhkan reputasinya sebagai salah satu tim olahraga terbaik di Indonesia. Keberhasilan ini juga membuka peluang lebih besar bagi Universitas Malahayati untuk terus berprestasi di ajang-ajang nasional maupun internasional di masa depan.
Selamat kepada seluruh atlet yang telah berjuang maksimal, semoga prestasi ini menjadi langkah awal menuju kesuksesan yang lebih besar lagi. (gil)
Editor: Gilang Agusman
Mahasiswa Universitas Malahayati, Triska Yolanda Sari Raih Medali Emas Ajang Kompetisi Bahasa Indonesia OHKN 2024
OHKN 2024 adalah ajang tahunan yang diselenggarakan oleh PON Indonesia dengan tujuan untuk memupuk rasa cinta tanah air dan memperkenalkan nilai-nilai perjuangan kemerdekaan melalui berbagai macam kompetisi. Salah satu cabang yang diperlombakan adalah Kompetisi Bahasa Indonesia, di mana peserta diuji kemampuannya dalam berbahasa Indonesia dengan berbagai materi, mulai dari tata bahasa yang tepat, keterampilan menulis, hingga kemampuan berbicara dan menyampaikan ide dengan jelas dan efektif.
Triska Yolanda Sari, yang mewakili Universitas Malahayati, menunjukkan kemampuan bahasa Indonesia yang luar biasa, mengalahkan ratusan peserta dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Dengan kerja keras dan persiapan yang matang, ia berhasil meraih medali emas, yang menjadi bukti komitmennya untuk mengembangkan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi dengan baik.
Triska mengucapkan rasa syukur dan bangga atas raihan ini. “Alhamdulillah, saya sangat bersyukur bisa meraih medali emas dalam ajang OHKN 2024 ini,” ucapnya.
“Kompetisi ini bukan hanya tentang kemampuan bahasa, tetapi juga tentang semangat nasionalisme yang harus kita jaga dan kembangkan, terutama di kalangan generasi muda,” lanjutnya.
Triska mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kampus tercinta di Universitas Malahayati, khususnya di Prodi Ilmu Hukum, yang selalu memberikan bimbingan dan dukungan. Prestasi ini saya persembahkan untuk keluarga saya yang selalu memberikan dukungan tanpa henti. Saya juga berharap, keberhasilan ini bisa menjadi motivasi bagi teman-teman mahasiswa lain untuk terus mengasah kemampuan diri dan berprestasi di bidang masing-masing.
Dengan medali emas yang diraih Triska, Universitas Malahayati semakin menunjukkan komitmennya dalam melahirkan lulusan yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki kompetensi lain yang mendukung kesuksesan di dunia profesional. (gil)
Editor: Gilang Agusman
Parikesit Lahir
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Sebenarnya tulisan ini tidak perlu muncul, tetapi ada beberapa teman pembaca mengirimkan pesan pribadi untuk meneruskan naskah setelah Perang Baratayudha berakhir. Untuk itu, maka dilakukan perburuan naskah kontemporer yang berkaitan dengan akhir Baratayudha yang melahirkan Raja Hastina. Seorang keturunan Pandawa dari garus turun Abimanyu anak Arjuna yang mati di peperangan dengan luka beribu panah menancap di badannya.
Berdasarkan penelusuran digital ditemukan informasi, ketika perang selesai dan Pandawa menang, Ashwatama, putra Drona, merasa dendam terhadap Pandawa. Dalam kemarahannya, ia menggunakan senjata sakti bernama Brahmastra untuk membunuh janin dalam kandungan Uttari, istri almarhum Abimanyu agar dinasti Pandawa punah. Senjata tersebut sangat kuat dan mampu menghancurkan segalanya.
Melihat bahaya ini, Prabu Kresna, yang merupakan dewa penolong Pandawa, segera turun tangan. Dengan kekuatannya, berhasil melindungi janin Uttari dari dampak senjata mematikan tersebut. Parikesit lahir dalam kondisi selamat berkat pertolongan Prabu Kresna. Nama “Parikesit” diberikan karena selama masa pertumbuhannya, ia selalu penasaran dan mencoba memahami dunia sekitarnya. Dalam bahasa Sanskerta, Parikesit berarti “yang menyelidiki” atau “yang mencari”.
Setelah Pandawa memutuskan untuk mundur dari dunia dan melakukan perjalanan terakhir mereka ke puncak Mahaprasthana, Parikesit menjadi raja Hastinapura. Ia memerintah dengan bijaksana dan membawa kemakmuran bagi rakyatnya, melanjutkan warisan Pandawa dan memastikan kelangsungan dinasti Kuru.
Apa pelajaran yang dapat dipetik dari kisah ini? Pertama, Keajaiban Ilahi. Kisah Parikesit mengajarkan bahwa keajaiban selalu mungkin terjadi, terutama dalam situasi sulit, jika seseorang berada di bawah perlindungan kebenaran dan kebajikan.
Kedua,.Peran Pemimpin Muda. Sebagai penerus Pandawa, Parikesit menunjukkan bahwa tanggung jawab besar dapat diemban oleh generasi muda jika mereka dibimbing dengan baik.
Ketiga, Kekuatan Kebaikan Mengalahkan Kejahatan. Tindakan Ashwatama menunjukkan konsekuensi dari dendam dan kejahatan, sementara perlindungan Prabu Kresna menjadi simbol kemenangan kebaikan.
Sama halnya setelah berakhirnya pemilu kada kali ini; beberapa daerah memunculkan pemimpin baru, bahkan tidak terkecuali provinsi ini melahirkan pemimpin muda. Semula banyak yang menyangsikan kemampuan yang bersangkutan untuk bertarung. Mereka banyak tidak menyadari bahwa pemimpin ini memiliki “konsultan pribadi” yang sangat mumpuni. Ayahnya sendiri adalah pengusaha berjaya pada zamannya, bahkan menurut informasi sampai hari ini masih memegang kendali perusahaan besar. Beliau pernah membuat acara “Begawi” mengundang para ketua adat se-kabupaten untuk hadir di acara yang sangat meriah dan memerlukan biaya yang tidak sedikit; dan, itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu saja.
Sementara, pamannya yang selalu memberikan masukan-masukan, bahkan bimbingan; adalah budayawan, teknolog, intelektual yang sudah sangat paham dengan dunia perpolitikan, pendidikan, pemerintahan bahkan perencanaan pembangunan. Ditambah lagi, pergaulan dan pertemanan Sang Paman disegala lapisan masyarakat, dari tingkat kampung, daerah, sampai pusat. Bahkan salah seorang menteri kabinet Merah Putih saat ini adalah adik kelasnya saat di perguruan tinggi papan atas di negeri ini. Sisi lain, sepupunya banyak juga yang menjadi intelektual muda di kampus negeri ternama di daerah ini; tentu ini semua merupakan mesiu untuk maju bagi “Sang Parikesit”.
Berkaca dari pengalaman masa lampau, daerah ini pernah dipimpin oleh orang muda yang berjaya; tetapi sayang arsiteknya hanya sampai pada memenangkannya, tetapi tidak ikut mengawalnya dengan baik. Akibatnya pada seratus hari masa kepemimpinannya banyak yang kecewa, terutama mengikuti budaya anak muda yang selalu “bangun kesiangan”. Tentu ini contoh yang tidak untuk dicontoh.
Perahu sudah dilautkan, layar sudah dikembangkan, kemudi sudah disiapkan, bahan bakar sangat tersedia; tinggal bagaimana nahkoda akan berlayar. Semoga kelahiran “Parikesit” pada daerah ini dapat memenuhi harapan semua pihak, walaupun harus disadari tidak mungkin dapat memuaskan semua orang, sebab pemimpin bukan alat pemuas, akan tetapi mediator tanggung sekaligus berperan sebagai dirigen orkestra sosial bagi masyarakatnya.
Hilangkan sekat sosial yang terbangun dampak dari Pemilukada, karena pemimpin itu bukan pemimpin golongannya, tetapi pemimpin daerahnya. Barisan orang lama bukan berarti musuh semua, sebab mereka dibawah perintah yang hanya bisa menjawab “Siap Komandan”. Evaluasi mereka kemudian dudukkan sesuai bidang dan kemampuannya, karena mereka adalah mesin birokrasi yang tidak mudah untuk diganti. Salam Waras. (SJ)
Editor: Gilang Agusman