Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Siang minggu lalu saat hari pertama Idhul Adha, rumah kedatangan tamu agung yaitu para cucu-cucu yang ingin mencium tangan dan memeluk erat kakeknya yang sudah mulai renta. Saat becengkerama ternyata cucu tertua yang sudah ada pada smester dua di Politeknik Kesehatan Negeri ternama di daerah ini menghampiri, sambil minta waktu menanyakan sesuatu:
Cucu :…..Kakek kenapa mata saya sebelah kiri bawah kelopak bergerak-gerak, apa itu namanya?
Kakek : ….ooooooooo…..itu namanya ..kedutan..dalam bahasa Jawa.
Cucu : …. Apa itu maknanya….kek… ?
Karena cucu ini sudah mahasiswa kesehatan maka diberi penjelasan harus secara ilmiah, dan kami bersepakat untuk menelusuri informasi tentang kedut ini melalui media digital; dan, ditemukan informasi bahwa kedutan, atau fasciculations dalam istilah medis, adalah kontraksi otot yang tidak disengaja yang biasanya terjadi pada otot rangka.
Berikut beberapa penyebab kedutan menurut ilmu medis: (1) Stres dan Kecemasan: stres dan kecemasan bisa menyebabkan ketegangan otot yang berlebih, yang akhirnya dapat memicu kedutan. (2) Kafein dan Stimulant Lain: konsumsi berlebih kafein atau zat stimulant lain dapat meningkatkan aktivitas saraf yang memicu kedutan. (3) Kelelahan Otot: aktivitas fisik yang berlebihan atau kelelahan otot bisa menyebabkan kedutan, terutama pada otot yang baru saja digunakan secara intensif. (4) Kekurangan Nutrisi: kekurangan nutrisi seperti magnesium, kalium, atau kalsium bisa menyebabkan gangguan pada fungsi otot dan saraf yang memicu kedutan. (5) Dehidrasi: kurangnya cairan dalam tubuh bisa mempengaruhi keseimbangan elektrolit, yang penting untuk fungsi otot dan saraf yang normal. (6) Pengaruh Obat: beberapa obat, terutama diuretik, kortikosteroid, dan estrogen, dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit atau mempengaruhi fungsi saraf yang menyebabkan kedutan. (7) Kondisi Neurologis: penyakit atau kondisi yang mempengaruhi sistem saraf seperti ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis), penyakit Lou Gehrig, atau neuropati perifer dapat menyebabkan kedutan. (8) Gangguan Metabolik: gangguan metabolik seperti penyakit tiroid bisa mempengaruhi fungsi saraf dan otot. (9) Iritasi Saraf: cedera atau iritasi pada saraf bisa menyebabkan otot yang dipersarafi oleh saraf tersebut mengalami kedutan. (10) Konsumsi Alkohol: konsumsi alkohol yang berlebihan atau penarikan dari alkohol bisa mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan kedutan.
Berbeda lagi telusuran dalam budaya Jawa diperoleh informasi, kedutan sering kali dianggap sebagai tanda atau pertanda yang memiliki makna tertentu. Perlu diingat bahwa kepercayaan ini adalah bagian dari tradisi dan budaya lisan masyarakat Jawa, dan tidak ada bukti ilmiah yang mendukung hubungan antara kedutan dan peristiwa yang akan terjadi. Kepercayaan ini lebih merupakan bagian dari warisan budaya yang kaya dan memberikan warna dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa.
Kita tinggalkan soal kedut, tetapi ada yang esensial di sana yaitu “penanda”; maksudnya Konsep penanda dalam filsafat Jawa menunjukkan keterkaitan yang mendalam antara dunia fisik dan dunia spiritual, dan sering disulih namakan menjadi “jagad cilik” dan “jagad gede”. Penanda dianggap sebagai cara alam semesta atau kekuatan ilahi berkomunikasi dengan manusia, memberikan petunjuk, peringatan, atau pesan penting yang bisa mempengaruhi keputusan dan tindakan seseorang. Ini mencerminkan pandangan holistik masyarakat Jawa, di mana segala sesuatu saling terkait dan memiliki makna yang mendalam.
Filsafat Jawa memiliki konsep yang mendalam dan kaya akan makna, salah satunya adalah konsep “jagad gede” dan “jagad cilik” seperti tersebut di atas. Konsep ini berkaitan dengan pandangan kosmologis dan metafisik masyarakat Jawa tentang alam semesta dan individu.
Definisi: jagad gede adalah konsep yang merujuk pada alam semesta atau makrokosmos. Ini mencakup segala sesuatu yang ada di luar diri manusia, termasuk alam semesta, bumi, langit, dan segala isinya.
Makna Filosofis: dalam konteks filsafat Jawa, jagad gede mencerminkan realitas eksternal yang luas dan kompleks. Ini adalah manifestasi dari kekuatan ilahi dan hukum-hukum alam yang mengatur segala sesuatu. Jagad gede dilihat sebagai cerminan dari kekuatan dan kebesaran Tuhan. Penerapannya: Pemahaman tentang jagad gede mengajarkan manusia untuk menyadari keterkaitannya dengan alam semesta, menjaga harmoni dengan lingkungan, dan menghormati kekuatan-kekuatan alam.
Definisi: Jagad cilik adalah konsep yang merujuk pada individu atau mikrokosmos. Ini mencakup diri manusia secara fisik dan spiritual, termasuk pikiran, perasaan, dan jiwa. Makna Filosofisnya: Jagad cilik mencerminkan realitas internal dari setiap individu. Ini adalah dunia batin yang kompleks dan penuh makna, di mana manusia berusaha memahami dirinya sendiri dan hubungannya dengan jagad gede. Dalam filsafat Jawa, manusia dianggap sebagai mikrokosmos yang mencerminkan makrokosmos. Penerapannya: Pemahaman tentang jagad cilik mengajarkan manusia untuk introspeksi, memahami diri sendiri, dan menjaga keseimbangan dalam diri. Ini juga mengajarkan pentingnya pengembangan spiritual dan moral individu.
Kata kunci yang menghubungkan jagad cilik dengan jagad gede dan atau sebaliknya itulah disebut “sasmito”; di sini kita diminta menemukenali sasmito atau penanda itu yang tidak jarang kita abai. Baru menyadari bahwa sudah diberi petunjuk oleh Allah melalui sasmito, biasanya setelah kejadian berlangsung. Sasmito berupa tanda-tanda bisa saja ada tubuh, atau pada alam semesta.
Konon menurut legenda atau juga mitos bahwa sebelum tsunami ada tanda-tanda alam yang mengawalinya, dan pada umumnya atas nama modernitas atau rasionalitas, semua terabaikan. Oleh sebab itu pada tataran ini banyak ditemukan istilah-istilah filosofis khas Jawa yang memerlukan pemahaman yang dalam, salah satu contoh “Kodok nguntal leng nge”; terjemahan bebasnya kodok memakan sarang nya. Dalam makna harfiah tentu tidak mungkin, tetapi dalam kontek makna filsafat hal itu mungkin, karena ada maksud lain yang ingin disampaikan dengan menggunakan perlambang atau sasmito kodok tadi.
Pertanyaan lanjut apakah kedua konsep di atas pada saat ini masih relevan. Tentu dari sudut pandang mana kita menjawabnya. Sebab bisa jadi sepintas kilas tidak relevan; namun sejatinya ketidakrelevanannya karena kedangkalan atau ketidakpahaman akan konsep itu. Hal serupa ini akan menjadi berbahaya manakala yang bersangkutan tidakmemahami akan ketidaktahuannya; dan, langsung memvonis untuk sependapat atau tidak sependapat. Sependapat dan tidaksependapat memiliki konsekuensi sama, manakala bersumber dari ketidaktahuan, yaitu sama-sama tersesat.
Jika konsep ini dianggap tidak relevan dengan kondisi sekarang, tetapi paling tidak menjadi pengetahuan pada generasi kini dan yang akan datang, bahwa di negeri ini pernah hidup kearifan lokal yang begitu dipercaya pada zamannya. Biarkan itu menjadi sejarah yang menyejarah karena hanya tinggal menjadi naskah kuno yang penuh sejarah, sekalipun mungkin nilai gunanya sudah tidak ada, tetapi itu sudah menjadi sejarah sekaligus bernilai sejarah.
Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Cocokologi
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Pagi itu mendapat kiriman caption dari sahabat lama, mantan Kepala Musium terkemuka di daerah ini; isinya bagaimana penyebutan bilangan dalam bahasa jawa memiliki makna filosofis yang dalam. Karena menarik dan tertarik, atas ijin beliau caption tadi penulis kirimkan kepada seorang doktor matematika alumni dari satu universitas besar di negeri Paman Sam. Beliau memberi komentar memang itu masuk kategori rumpun ilmu cocokologi, dan orang jawa khususnya dan Indonesia umumnya paling ahli mencocok-cocokkan seperti itu, bahasa khasnya …..“Nggathuk ke sing ora gathuk”….. (terjemahan bebasnya mencocokan yang tidak cocok). Akhirnya kalimat terakhir sohib alumni Amerika itu menginspirasi tulisan ini dengan memberi judul di atas, mengingat sekarang sedang musimnya orang mencocok-cocokkan; sekalipun sesuatu tidak cocok, bila perlu dipaksa untuk cocok.
Sebelum lebih jauh membahas tentang cocokologi maka dilakukan penelusuran digital tentang ini, dan ditemukan pemahaman ringkas bahwa: cocokologi dikenal sebagai “pseudoscience” dalam bahasa Inggris, adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pendekatan atau teori yang tampaknya ilmiah tetapi sebenarnya tidak didasarkan pada metode ilmiah yang sah. Dalam konteks budaya populer di Indonesia, istilah ini sering digunakan secara humoris atau kritis untuk menggambarkan praktek atau teori yang menghubungkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian yang tidak terkait secara ilmiah. Ciri-ciri Cocokologi: Pertama, Korelasi tanpa Kausalitas: Menghubungkan dua atau lebih kejadian yang kebetulan terjadi bersamaan, tetapi tidak memiliki hubungan sebab-akibat yang jelas. Kedua, Kurangnya Bukti Empiris: Tidak didukung oleh data atau bukti empiris yang dapat diverifikasi. Ketiga, Spekulasi Berlebihan: Berdasarkan spekulasi atau asumsi yang berlebihan tanpa dasar ilmiah yang kuat. Keempat, Tidak Dapat Diuji atau Diverifikasi: Teori atau hipotesis yang diajukan tidak dapat diuji atau diverifikasi melalui eksperimen atau pengamatan yang terkontrol. Kelima. Penggunaan Bahasa Ilmiah yang Salah: Sering menggunakan terminologi ilmiah atau teknis yang salah atau tidak pada tempatnya untuk memberikan kesan ilmiah. Oleh sebab itu seorang Jurnalis senior memberi label cocokologi dengan “Othak-athik gathuk”, terjemahan bebasnya membuat yang tidak cocok dipaksa cocok.
Ketidakcocokan yang dipaksa cocok itu sekarang sedang berkembang di mana-mana, terutama saat membicarakan kekuasaan atau kewenangan. Terutama saat berpasangan maju menjadi calon pimpinan, apakah itu daerah, partai atau apapun yang berkaitan dengan kekuasaan dan diharuskan memiliki pasangan atau wakil; maka ilmu cocokologi dimainkan. Korban ilmu cocokologi ini sudah banyak, mesra di awal bubar di jalan adalah ciri khasnya. Bisa dibayangkan sebelum maju mencalonkan diri tampak mesra bersama bagai lem prangko; namun begitu menang dan dilantik, maka mulai tampak tanda-tanda bubar jalan.
Berpasangan karena kepentingan sesaat, tampaknya menumbuhsuburkan ilmu cocokologi; akibatnya banyak pasangan kepala pemerintahan hanya berusia seumur jagung. Saling telikung di tengah jalan merupakan hal biasa, sehingga membingungkan para pendukungnya. Kejadian seperti ini selalu berulang setiap pemilihan, termasuk pemilihan kepala daerah baik tingkat satu maupun tingkat dua; bisa dibayangkan usulan menjadi kepala dinas yang semula disepakati wakil kepala daerah memiliki hak beberapa persen; ternyata saat penentuan akhir semua usulan wakil diabaikan. Akhirnya mereka menjadi “pecah kongsi” hanya karena tamak akan dunia; bahkan tidak jarang dalam perjalanannya kepala daerah menjadi pemimpin daerah pemain tunggal.
“kawin paksa” model sekarang dalam pemilihan kepala daerah memiliki dampak luas setelah pemenangan terjadi. Tidak segan-segan kepala daerah pemenang justru program pertamanya adalah bagaimana mendepak wakil untuk tidak banyak berperan dalam kepemerintahannya. Cara yang ditempuh bisa dengan halus, maksudnya mengeliminaasi secara perlahan tapi pasti. Atau dengan cara prontal terang-terangan dengan menunjukkan ketidaksukaan, kemudian disertai tindakan mengamputasi wakil secara terbuka dan terang-terangan. Wakil yang cerdas akan menggunakan langkah jurus “anak manis”; maksudnya diam seribu bahasa, yang penting tiap ada pembagian cuan harus dapat entah berapapun besarnya. Namun ada yang menggalang kekuatan secara diam-diam untuk pada waktunya mencalonkan diri melawan petahana, istilah ini sering disebut dengan “mbalelo”. Tetapi ada juga yang secara terang-terangan memukul genderang perang untuk melawan dengan caranya.
Dibanyak tempat dan jabatan dinegeri ini nyaris selalu ditemukan mencocokkan yang tidak cocok dengan berakhir pecah kongsi, tidak terkecuali di lembaga pendidikan tinggi sekalipun yang konon gudangnya para cerdikcendikiwan. Ini menunjukkan bahwa jabatan yang pada sisi lain merupakan gula, ternyata sisi lainnya adalah racun. Barang siapa yang tidak cermat maka akan berakhir kiamat.
Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Universitas Malahayati Tuan Rumah Peksimida 2024 dalam Lomba Menyanyi
Bandar Lampung (malahayati.ac.id): Universitas Malahayati Bandar Lampung menjadi tuan rumah Pekan Seni Mahasiswa Daerah (Peksimida) Provinsi Lampung memulai lomba menyanyi di Gedung Graha Bintang, Jumat (28/6/2024).
Pekan Seni Mahasiswa ini menghadirkan berbagai tangkai lomba di antaranya menyanyi pop, dangdut, keroncong, dan seriosa untuk kategori putra dan putri.
Rudi Winarno, S.Kep., NS., M.Kes, Kepala Bagian Kemahasiswaan Universitas Malahayati Bandar Lampung dan juga ketua pelaksana acara, menyampaikan bahwa kompetisi menyanyi ini diikuti 37 peserta dari berbagai perguruan tinggi di Lampung.
“Para pemenang akan diumumkan secara langsung hari ini juga,” ujarnya.
Rudi mengatakan, tangkai Lomba menyanyi di Universitas Malahayati merupakan rangkaian Pekan Mahasiswa Daerah (Peksimida) yang dimulai sejak 25 Juni lalu.
Universitas-universitas di Lampung telah menjadi tuan rumah untuk berbagai cabang lomba lainnya, dan penutupan akan langsungkan di Universitas Malahayati besok, Sabtu (29/6/2024), di Gedung Graha Bintang.
“Para pemenang di tingkat daerah akan mewakili Lampung untuk kontes tingkat nasional pada Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) yang akan diselenggarakan di Universitas Negeri Jakarta pada September mendatang,” tambahnya.
Tangkai lomba pada Pekan Olahraga Nasional tahun ini mencakup lomba menyanyi Pop, Dangdut, Keroncong, dan Seriosa untuk kategori putra dan putri, serta Vokal Grup. Selain itu, ada juga lomba Baca Puisi, Monolog, Tari, Penulisan Cerpen, Penulisan Lakon, Penulisan Puisi, Desain Media Kampanye Sosial, Lukis, Komik Strip, dan Fotografi.
Acara ini tidak hanya menjadi ajang untuk menyalurkan bakat seni mahasiswa, tetapi juga sebagai wadah untuk mempererat tali persaudaraan antarperguruan tinggi di Lampung. (*)
Redaktur : Asyihin
Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung Tutup Asesmen Lapangan Prodi S1 Kesehatan Masyarakat
BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Achmad Farich, dr., MM., secara resmi menutup kegiatan Asesmen Lapangan Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat, Rabu (26/6/2024).
Asesmen yang berlangsung selama tiga hari ini, mulai dari Senin (24/6/2024), dilakukan oleh Tim Asesor dari Lembaga Akreditasi Program Studi Teknologi Kesehatan (Lam-PTKes).
Dua asesor yang terlibat dalam proses ini adalah Suratman, S.KM., M.Kes., Ph.D, dan Dr. Ratih Sari Wardani, S.Si., M.Kes.
Mereka berperan penting dalam menilai akreditasi Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati.
Dalam sambutannya, Rektor Achmad Farich mengucapkan terima kasih kepada kedua asesor atas kerjasama mereka selama tiga hari berada di Universitas Malahayati untuk melakukan asesmen.
“Kami sangat menghargai waktu dan usaha yang telah diberikan oleh para asesor dalam kegiatan ini. Semoga hasil asesmen ini membawa hasil terbaik bagi Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat,” ujar Rektor.
Selama tiga hari, Tim Asesor Lam-PTKes melakukan serangkaian observasi langsung terhadap berbagai aspek di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati. Observasi meliputi fasilitas, kurikulum, dan proses pembelajaran yang ada di program studi tersebut, hingga berinteraksi dengan dosen dan mahasiswa
Tim Asesor menilai program studi ini berdasarkan sembilan kriteria akreditasi yang mencakup visi, misi, tujuan, tata kelola, mahasiswa, sumber daya manusia, keuangan, sarana dan prasarana, pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, serta luaran dan capaian. Penilaian ini akan menjadi dasar untuk menentukan status akreditasi program studi, apakah terakreditasi dengan peringkat Unggul, Baik Sekali, atau Tidak Terakreditasi.
Pengumuman hasil asesmen ini dijadwalkan akan diterima dalam satu bulan ke depan. Semua pihak di Universitas Malahayati berharap hasil asesmen ini dapat memberikan dampak positif dan meningkatkan kualitas Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat. (*)
Editor: Asyihin
60 Mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan Universitas Malahayati Kenakan Seragam Baru
Bandar Lampung (malahayati.ac.id): Sebanyak 60 mahasiswa dari Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Malahayati Bandar Lampung angkatan 2023/2024 resmi mengenakan seragam baru mereka. Acara ini berlangsung di Gedung Malahayati Career Center, Rabu (26/6/2024).
Acara peresmian yang diikuti oleh 16 mahasiswa dan 44 mahasiswi ini menandai langkah awal mereka menuju semester tiga, di mana mereka akan mulai melakukan praktik di klinik.
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan Program Profesi Ners, Aryanti Wardiyah, Ns., M.Kep., Sp.Kep.Mat, dalam sambutannya, mengungkapkan bahwa kegiatan ini tidak hanya sebagai seremoni peresmian seragam, tetapi juga sebagai momen pengucapan janji mahasiswa.
“Dalam kegiatan ini, mahasiswa akan mengucapkan janji sehingga mereka akan bertanggung jawab secara moral menjaga nama baik almamater kampus,” ujarnya.
Acara ini juga menjadi ajang silaturahmi antara mahasiswa baru dengan kakak tingkat dan dosen.
“Seragam yang adek-adek pakai ini berwarna putih dan hijau, sebagai identitas prodi keperawatan yang akan kalian kenakan hingga lulus profesi ners,” tambah Aryanti.
Wakil Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan, Junizar Djamaludin, S.Kep., Ns., MS, dalam sambutannya, berpesan kepada para mahasiswa untuk selalu terampil dan jujur dalam menangani pasien.
“Utamakan pasien dalam merawat mereka, jadikan ini sebagai wadah untuk lebih banyak belajar di rumah sakit dan di lapangan. Momentum ini adalah kesempatan kalian untuk belajar tentang berbagai kasus keperawatan yang ada di rumah sakit,” tegasnya.
Junizar juga berharap mahasiswa tetap menjaga kondisi kesehatan mereka dan siap untuk berkompetisi serta berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya.
“Harapan saya, beberapa tahun lagi kalian bisa meningkatkan kompetensi bukan hanya dalam skill, tapi juga pengetahuan terhadap dunia keperawatan, dan bisa bersaing di tingkat lokal maupun nasional,” pungkasnya. (*)
Editor: Asyihin
Jagad Besar dan Jagad Kecil
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Siang minggu lalu saat hari pertama Idhul Adha, rumah kedatangan tamu agung yaitu para cucu-cucu yang ingin mencium tangan dan memeluk erat kakeknya yang sudah mulai renta. Saat becengkerama ternyata cucu tertua yang sudah ada pada smester dua di Politeknik Kesehatan Negeri ternama di daerah ini menghampiri, sambil minta waktu menanyakan sesuatu:
Cucu :…..Kakek kenapa mata saya sebelah kiri bawah kelopak bergerak-gerak, apa itu namanya?
Kakek : ….ooooooooo…..itu namanya ..kedutan..dalam bahasa Jawa.
Cucu : …. Apa itu maknanya….kek… ?
Karena cucu ini sudah mahasiswa kesehatan maka diberi penjelasan harus secara ilmiah, dan kami bersepakat untuk menelusuri informasi tentang kedut ini melalui media digital; dan, ditemukan informasi bahwa kedutan, atau fasciculations dalam istilah medis, adalah kontraksi otot yang tidak disengaja yang biasanya terjadi pada otot rangka.
Berikut beberapa penyebab kedutan menurut ilmu medis: (1) Stres dan Kecemasan: stres dan kecemasan bisa menyebabkan ketegangan otot yang berlebih, yang akhirnya dapat memicu kedutan. (2) Kafein dan Stimulant Lain: konsumsi berlebih kafein atau zat stimulant lain dapat meningkatkan aktivitas saraf yang memicu kedutan. (3) Kelelahan Otot: aktivitas fisik yang berlebihan atau kelelahan otot bisa menyebabkan kedutan, terutama pada otot yang baru saja digunakan secara intensif. (4) Kekurangan Nutrisi: kekurangan nutrisi seperti magnesium, kalium, atau kalsium bisa menyebabkan gangguan pada fungsi otot dan saraf yang memicu kedutan. (5) Dehidrasi: kurangnya cairan dalam tubuh bisa mempengaruhi keseimbangan elektrolit, yang penting untuk fungsi otot dan saraf yang normal. (6) Pengaruh Obat: beberapa obat, terutama diuretik, kortikosteroid, dan estrogen, dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit atau mempengaruhi fungsi saraf yang menyebabkan kedutan. (7) Kondisi Neurologis: penyakit atau kondisi yang mempengaruhi sistem saraf seperti ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis), penyakit Lou Gehrig, atau neuropati perifer dapat menyebabkan kedutan. (8) Gangguan Metabolik: gangguan metabolik seperti penyakit tiroid bisa mempengaruhi fungsi saraf dan otot. (9) Iritasi Saraf: cedera atau iritasi pada saraf bisa menyebabkan otot yang dipersarafi oleh saraf tersebut mengalami kedutan. (10) Konsumsi Alkohol: konsumsi alkohol yang berlebihan atau penarikan dari alkohol bisa mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan kedutan.
Berbeda lagi telusuran dalam budaya Jawa diperoleh informasi, kedutan sering kali dianggap sebagai tanda atau pertanda yang memiliki makna tertentu. Perlu diingat bahwa kepercayaan ini adalah bagian dari tradisi dan budaya lisan masyarakat Jawa, dan tidak ada bukti ilmiah yang mendukung hubungan antara kedutan dan peristiwa yang akan terjadi. Kepercayaan ini lebih merupakan bagian dari warisan budaya yang kaya dan memberikan warna dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa.
Kita tinggalkan soal kedut, tetapi ada yang esensial di sana yaitu “penanda”; maksudnya Konsep penanda dalam filsafat Jawa menunjukkan keterkaitan yang mendalam antara dunia fisik dan dunia spiritual, dan sering disulih namakan menjadi “jagad cilik” dan “jagad gede”. Penanda dianggap sebagai cara alam semesta atau kekuatan ilahi berkomunikasi dengan manusia, memberikan petunjuk, peringatan, atau pesan penting yang bisa mempengaruhi keputusan dan tindakan seseorang. Ini mencerminkan pandangan holistik masyarakat Jawa, di mana segala sesuatu saling terkait dan memiliki makna yang mendalam.
Filsafat Jawa memiliki konsep yang mendalam dan kaya akan makna, salah satunya adalah konsep “jagad gede” dan “jagad cilik” seperti tersebut di atas. Konsep ini berkaitan dengan pandangan kosmologis dan metafisik masyarakat Jawa tentang alam semesta dan individu.
Definisi: jagad gede adalah konsep yang merujuk pada alam semesta atau makrokosmos. Ini mencakup segala sesuatu yang ada di luar diri manusia, termasuk alam semesta, bumi, langit, dan segala isinya.
Makna Filosofis: dalam konteks filsafat Jawa, jagad gede mencerminkan realitas eksternal yang luas dan kompleks. Ini adalah manifestasi dari kekuatan ilahi dan hukum-hukum alam yang mengatur segala sesuatu. Jagad gede dilihat sebagai cerminan dari kekuatan dan kebesaran Tuhan. Penerapannya: Pemahaman tentang jagad gede mengajarkan manusia untuk menyadari keterkaitannya dengan alam semesta, menjaga harmoni dengan lingkungan, dan menghormati kekuatan-kekuatan alam.
Definisi: Jagad cilik adalah konsep yang merujuk pada individu atau mikrokosmos. Ini mencakup diri manusia secara fisik dan spiritual, termasuk pikiran, perasaan, dan jiwa. Makna Filosofisnya: Jagad cilik mencerminkan realitas internal dari setiap individu. Ini adalah dunia batin yang kompleks dan penuh makna, di mana manusia berusaha memahami dirinya sendiri dan hubungannya dengan jagad gede. Dalam filsafat Jawa, manusia dianggap sebagai mikrokosmos yang mencerminkan makrokosmos. Penerapannya: Pemahaman tentang jagad cilik mengajarkan manusia untuk introspeksi, memahami diri sendiri, dan menjaga keseimbangan dalam diri. Ini juga mengajarkan pentingnya pengembangan spiritual dan moral individu.
Kata kunci yang menghubungkan jagad cilik dengan jagad gede dan atau sebaliknya itulah disebut “sasmito”; di sini kita diminta menemukenali sasmito atau penanda itu yang tidak jarang kita abai. Baru menyadari bahwa sudah diberi petunjuk oleh Allah melalui sasmito, biasanya setelah kejadian berlangsung. Sasmito berupa tanda-tanda bisa saja ada tubuh, atau pada alam semesta.
Konon menurut legenda atau juga mitos bahwa sebelum tsunami ada tanda-tanda alam yang mengawalinya, dan pada umumnya atas nama modernitas atau rasionalitas, semua terabaikan. Oleh sebab itu pada tataran ini banyak ditemukan istilah-istilah filosofis khas Jawa yang memerlukan pemahaman yang dalam, salah satu contoh “Kodok nguntal leng nge”; terjemahan bebasnya kodok memakan sarang nya. Dalam makna harfiah tentu tidak mungkin, tetapi dalam kontek makna filsafat hal itu mungkin, karena ada maksud lain yang ingin disampaikan dengan menggunakan perlambang atau sasmito kodok tadi.
Pertanyaan lanjut apakah kedua konsep di atas pada saat ini masih relevan. Tentu dari sudut pandang mana kita menjawabnya. Sebab bisa jadi sepintas kilas tidak relevan; namun sejatinya ketidakrelevanannya karena kedangkalan atau ketidakpahaman akan konsep itu. Hal serupa ini akan menjadi berbahaya manakala yang bersangkutan tidakmemahami akan ketidaktahuannya; dan, langsung memvonis untuk sependapat atau tidak sependapat. Sependapat dan tidaksependapat memiliki konsekuensi sama, manakala bersumber dari ketidaktahuan, yaitu sama-sama tersesat.
Jika konsep ini dianggap tidak relevan dengan kondisi sekarang, tetapi paling tidak menjadi pengetahuan pada generasi kini dan yang akan datang, bahwa di negeri ini pernah hidup kearifan lokal yang begitu dipercaya pada zamannya. Biarkan itu menjadi sejarah yang menyejarah karena hanya tinggal menjadi naskah kuno yang penuh sejarah, sekalipun mungkin nilai gunanya sudah tidak ada, tetapi itu sudah menjadi sejarah sekaligus bernilai sejarah.
Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Selamat Hari Bidan Nasional Ke-73
Selamat Hari Bidan Nasional yang ke-73 untuk para pahlawan yang tak kenal lelah dalam menjaga kehidupan. Kalian adalah penjaga kebahagiaan keluarga, pilar keselamatan ibu dan anak.
Terima kasih atas dedikasi dan keberanian dalam memberikan pelayanan kesehatan yang luar biasa. Semoga semangat dan kepedulian kalian selalu diberkati dan memberikan inspirasi bagi banyak orang. Selamat memperingati hari yang bersejarah ini! (gil/humasmalahayatinews)
Rektor Universitas Malahayati Sambut Kunjungan Tim Asesor LamPTKes untuk Asesmen Lapangan Prodi S1 Kesehatan Masyarakat
Tim yang terdiri dari Suratman, S.KM., M.Kes., Ph.D dan Dr. Ratih Sari Wardani, S.Si., M.Kes ini hadir sebagai bagian dari proses asesmen lapangan akreditasi Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati.
Dalam sambutannya, Rektor Achmad Farich menyatakan komitmen Universitas Malahayati untuk menyediakan pendidikan tinggi berkualitas di bidang kesehatan masyarakat. Dia menyambut hangat kehadiran Tim Asesor LamPTkes dan berharap kunjungan ini akan memberikan wawasan berharga bagi pengembangan program studi kesehatan masyarakat di Universitas tersebut.
“Kami sangat senang menyambut Tim Asesor LamPTkes di kampus kami. Kunjungan ini merupakan kesempatan bagi kami untuk mendapatkan umpan balik yang berharga tentang Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat kami. Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan kami sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh lembaga akreditasi,” ujar Rektor Achmad Farich.
Tim Asesor LamPTKes kemudian melakukan serangkaian kegiatan evaluasi lapangan selama tiga hari ke depan, termasuk observasi langsung terhadap fasilitas, kurikulum, dan proses pembelajaran di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati. Mereka juga akan berinteraksi dengan dosen, mahasiswa, dan staf administrasi untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang program studi tersebut.
Dalam prosesnya, Tim Asesor akan menilai Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat berdasarkan sembilan kriteria akreditasi yang mencakup visi, misi, tujuan, tata kelola, mahasiswa, sumber daya manusia, keuangan, sarana dan prasarana, pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, serta luaran dan capaian. Penilaian ini akan menjadi dasar untuk menentukan status akreditasi program studi, apakah Terakreditasi dengan peringkat Unggul, Baik Sekali, atau Tidak Terakreditasi. (gil/humasmalahayatinews)
Solusi dalam Secangkir Kopi
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Hari itu panas cukup terik saat keluar dari masjid selesai melaksanakan ibadah Jumat. Sesampai di rumah menjelang istirahat siang, saya ngobrol lewat WhatsApp (WA) dengan seorang wartawan senior di daerah ini tentang banyak hal. Terakhir beliau memberikan statemen bahwa semua persoalan bisa diselesaikan dengan duduk bersama, atas paham lama “duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. Namun, kawan tersebut dengan menambah simbol tertawa dan keterangan “Solusi ditemukan dalam secangkir kopi”.
Kata kunci ini dijadikan judul tulisan karena ternyata apa yang dibentangkan oleh sohib tadi benar adanya. Banyak daerah di negeri ini yang saat membahas persoalan-persoalan pelik diselesaikan dengan minum kopi bersama, bahkan tidak jarang di Kedai Kopi. Sebagai contoh di Daerah Aceh berjejer ditepi jalan Kedai Kopi yang selalu ramai saat pagi menjelang siang, bahkan ada yang buka 24 jam; bertamukan para petinggi yang sedang memindahkan rapat ke sana sambil minum Kopi.
Minum kopi memiliki sejarah panjang yang tidak mungkin dibentang pada media ini karena tidak cukup halaman; namun harus diakui bahwa Kopi saat ini adalah salah satu minuman paling populer di dunia, dengan berbagai budaya mengembangkan tradisi unik mereka sendiri dalam menyeduh dan menikmati kopi. Dari espresso di Italia, kopi tubruk di Indonesia, hingga café au lait di Prancis, kopi terus menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari di seluruh dunia.
Kita nikmati minum kopi sejenak, sambil mari kita pandang dalam-dalam cawan yang berisi air berwarna hitam mengepulkan asap beraroma sedap. Dengan menggabungkan berbagai perspektif filosofis, kita dapat melihat bahwa minum kopi bukan sekadar kebiasaan harian, tetapi juga tindakan yang penuh makna dan refleksi, yang mencerminkan banyak aspek dari keberadaan manusia dan interaksi sosial. Oleh sebab itu, dalam perspektif fenomenologi, meminum kopi dapat dilihat sebagai tindakan yang penuh kesadaran. Mulai aroma kopi, rasa, hingga sensasi hangat di tenggorokan, semuanya adalah bagian dari pengalaman sadar yang kaya. Sedangkan filsuf eksistensialis seperti Jean-Paul Sartre dan Albert Camus mengeksplorasi makna hidup dan kebebasan individu. Meminum kopi di pagi hari bisa dilihat sebagai ritual harian yang memberikan momen refleksi dan keheningan, di mana individu merenungkan eksistensi mereka.
Lalu apa kaitannya dengan pembicaraan kita dalam tulisan ini? Perlu disadari bahwa mulai hari kemarin dan hari-hari mendatang meja minum kopi kita akan diisi dengan percakapan berkaitan dengan pejabat yang ditugasi menjadi pejabat pimpinan tertinggi daerah ini. Semua pemangku kepentingan daerah akan menjadikan topik pembicaraan sambil minum kopi berkisar siapa dia, dari mana, akan bekerja seperti apa. Masih banyak lagi tanda tanya tersusun disetiap pembicaraan.
Ada sesuatu fenomena yang menarik pada persitiwa ini, yaitu ada individu atau kelompok yang menggebu-gebu untuk mendapatkan posisi depan agar terlihat oleh sang pejabat, dan ini seperti lumrah saja. Ada juga yang malu-malu tapi mau. Namun, dipojok sana ada beberapa orang yang mulai menepi, menjauh dari lingkaran, dengan bersikap diam dan paling senyum manis yang tersungging dibibirnya. Saat minum kopi bersama dikonfirmasi atas sikapnya yang menenggelamkan diri, ternyata dengan jawaban diplomatis “takut merepotkan atau membuat repot beliau”.
Jawaban yang intinya “untuk saling menjaga” seperti ini hanya dimiliki sedikit orang. Hal ini mengingatkan tokoh nasional ternama K.H.Ahmad Mustofa Bisri seorang agamawan sekaligus budayawan atau dikenal dengan sebutan Gus Mus. Beliau adalah sahabat karib K.H.Abdulrahman Wahid atau lebih dikenal dengan nama Gus Dur, sejak bersama-sama sekolah di Jazirah Arab sana.
Saat Gus Dur menjadi presiden, Gus Mus hanya sekali mengunjungi Gus Dur dii Istana. Setelah itu memilih tidak untuk datang hanya karena satu alasan “nanti merepotkan atau nanti membuat repot”. Walaupun sikap ini akhirnya dijadikan guyonan ala Gus Dur dengan joke terkenalnya “Gitu aja kok repot”.
Walaupun sikap “ambil jarak” ini sering dipersepsikan salah oleh banyak orang yang kemampuan berpikir jernihnya belum sampai ke sana. Tidak jarang ketidakmunculan atau sikap menjauh ditafsirkan tidak sejalan, bahkan berselisih paham. Akibatnya, muncul spekulasi-spekulasi yang terkadang menyesatkan, sehingga dibangunlah narasi-narasi yang bersifat subjektif irasional.
Banyak di antara kita tidak memahami hakikat pertemanan yang hakiki. Inilah sebenarnya “sahabat sejati dan sejatinya sahabat” yang sudah sangat langka ditemukan saat ini. Sahabat sejati adalah seseorang yang menunjukkan kedekatan dan loyalitas yang tinggi dalam berbagai situasi. Mereka adalah teman yang selalu ada di saat-saat baik maupun buruk, memberikan dukungan tanpa syarat dan jujur dalam memberikan masukan. Sementara itu sejatinya sahabat mengacu pada makna mendalam dari persahabatan itu sendiri, yang melampaui hubungan sekadar kenalan atau teman biasa. Sejatinya sahabat adalah tentang inti dari hubungan yang dibangun atas dasar kepercayaan, cinta, dan saling pengertian yang kuat.
Justru kini banyak ditemukan “sok dekat sok akrab”, dan seolah paling berjasa untuk minta dikenang sepanjang masa. Entah datang dari langit mana, tahu-tahu sudah ada di barisan depan, dengan semangat mengucapkan selamat sambil berjabat erat. Walau semua orang mengetahui yang bersangkutan selama ini “ngumpet” entah di mana. Sehingga adagium “sedang menjabat semua dekat, setelah selesai lalat-pun minggat” seolah benar adanya.
Editor: Gilang Agusman
Universitas Malahayati dan Penerbit Erlangga Teken MoU Pengembangan Pendidikan dan Penelitian
Bandar Lampung (malahayati.ac.id): Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung Dr. Achmad Farich, dr., M.M, dan Manager PT. Penerbit Erlangga, Linggom Napitupulu, menandatangani Nota Kesepahaman di ruang pasca sarjana Universitas Malahayati, Jumat (21/6/2024).
Nota Kesepahaman ini bertujuan untuk meningkatkan implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi serta mendukung Program Merdeka Belajar – Kampus Merdeka.
Nota Kesepahaman mencakup berbagai aspek kolaborasi antara kedua belah pihak, termasuk pendidikan dan pengajaran, penelitian, pengembangan, dan pengabdian masyarakat, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Pengembangan fungsi dan misi masing-masing bidang ilmu pengetahuan menjadi fokus utama kerjasama ini,” kata Dr. Achmad Farich.
Penerbit Erlangga merupakan perusahaan penerbit buku pendidikan ternama di Indonesia sejak tahun 1952, yang memiliki tujuan untuk mengoptimalkan sumber daya manusia dan mendukung kurikulum nasional dengan penerbitan buku-buku berkualitas.
Perjanjian kerjasama yang lebih rinci akan mengatur implementasi Nota Kesepahaman ini dalam waktu dekat. (*)
Editor: Asyihin
JAGAL
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Minggu yang lalu sebagian besar diantara kita disibukkan dengan penyembelihan hewan kurban. Ternyata untuk menjadi tukang potong kurban atau disebut Jagal; secara berangsur mulai saat ini ditertibkan dengan adanya kuwajiban bersertifikasi bagi petugas pemotong hewan , dan pelaksanaan pensertifikasi-an itu dilakukan oleh unsur atau departemen yang berwenang. Dengan kata lain saat ini untuk menjadi “Jagal” itu tidak bisa sembarangan orang.
Sebelum lebih jauh kita membahas, mari pahamkan terlebih dahulu arti dari “Jagal”; Kata jagal dalam bahasa Indonesia memiliki beberapa arti, tergantung pada konteksnya. Secara umum, jagal dapat berarti: Penjagal atau Tukang Jagal: Orang yang pekerjaannya memotong atau menyembelih hewan untuk diambil dagingnya. Misalnya, penjagal sapi atau penjagal ayam. Namun ada juga makna negative, yaitu: Pembunuh atau Algojo: Orang yang melakukan pembunuhan, terutama dalam konteks kekerasan atau pembunuhan massal. Ini bisa merujuk pada pelaku kejahatan atau eksekutor hukuman mati. Penggunaan kata “jagal” pada konteks ini sering kali memiliki konotasi negatif, terutama ketika merujuk pada pembunuhan atau kekerasan.
Dinukil dari berbagai sumber, ternyata untuk menjadi jagal sapi kurban itu memiliki syarat, di samping syarat formal memiliki sertifikat untuk itu, ada syarat lain diantaranya: Menjadi jagal sapi kurban, terutama dalam konteks Idul Adha, memerlukan sejumlah persyaratan dan keterampilan khusus. Berikut adalah beberapa syarat yang umumnya harus dipenuhi: Pertama, Pengetahuan Agama: Jagal harus memahami tata cara penyembelihan hewan kurban sesuai dengan syariat Islam. Ini termasuk niat yang benar, doa penyembelihan, dan memastikan hewan dalam kondisi yang memenuhi syarat untuk dijadikan kurban. Kedua, Keterampilan Teknikal: Jagal harus terampil dalam teknik penyembelihan yang sesuai dengan syariat Islam, seperti memotong tiga saluran (urat nadi, tenggorokan, dan esofagus) dalam satu gerakan untuk memastikan hewan cepat mati dan tidak menderita. Ketiga, Kesehatan dan Kebersihan: Jagal harus dalam kondisi kesehatan yang baik dan menjaga kebersihan diri serta alat-alat yang digunakan untuk menyembelih. Penggunaan alat yang tajam dan steril sangat penting untuk memastikan proses penyembelihan higienis. Keempat, Etika dan Kemanusiaan: Penting bagi seorang jagal untuk memperlakukan hewan dengan baik dan tidak menyiksa hewan sebelum disembelih. Hewan harus diperlakukan dengan tenang dan tidak melihat hewan lain yang sedang disembelih. Kelima, Pengalaman dan Latihan: Biasanya diperlukan pengalaman atau pelatihan khusus dalam penyembelihan hewan. Jagal pemula seringkali harus belajar dari yang lebih berpengalaman atau mengikuti pelatihan khusus. Keenam, Kepatuhan pada Peraturan Lokal: Di beberapa tempat, ada peraturan khusus yang mengatur penyembelihan hewan kurban. Jagal harus mematuhi semua peraturan ini, termasuk peraturan tentang tempat penyembelihan dan prosedur pengelolaan limbah.
Dengan memenuhi persyaratan ini, seorang jagal dapat memastikan proses penyembelihan hewan kurban berjalan dengan lancar, aman, dan sesuai dengan syariat Islam.
Kegiatan jagal hewan itu secara kasat mata sangat tampak; tetapi sejatinya kita bisa menjadi jagal pada diri kita sendiri, yaitu manakala kita menggibah atau membicarakan keburukan orang lain. Perbuatan menjadi jagal diri ini tidak banyak orang menyadari, sebab kegiatan menggibah seolah sangat ringan dan mudah untuk dilakukan. Padahal Tuhan sudah berpesan manakala kita membicarakan kejelekan atau aib orang lain, itu adalah sama dengan menukarkan amal kita dengan dosa orang lain, dan ini berarti kita menjadi Jagal bagi diri kita sendiri.
Menjadi jagal bagi diri sendiri ini bisa melanda siapa saja, tidak melihat pangkat dan jabatan; oleh karena itu sebaiknya kita selalu waspada karena setan sangat suka bahkan siap menjadi teman bagi mereka yang ahli gibah. Bagaimana untuk menghindari diri dari bergibah; Filsafat Jawa mengajarkan dengan menggunakan “sanepo” Turonggo Catur Narik Kreta Kencana”; maksudnya; Secara harfiah, istilah ini dapat diterjemahkan sebagai “Empat kuda menarik kereta kencana”. Filosofi ini menggambarkan bagaimana berbagai aspek kehidupan harus seimbang dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang mulia, diibaratkan dengan kereta kencana yang merupakan simbol kemuliaan atau tujuan yang tinggi.
Berikut adalah penjabaran dari falsafah ini: Turonggo (Kuda) Catur (Empat): Menggambarkan empat aspek utama yang harus dijaga keseimbangannya dalam hidup. Dalam konteks budaya Jawa, ini bisa diinterpretasikan sebagai: Pertama, Raga (Tubuh/Fisik): Kesehatan dan kekuatan fisik harus dijaga agar mampu menjalankan aktivitas sehari-hari. cara melakukannya adalah makanlah makanan yang halal lagi baik, dengan cara itu badan akan sehat secara lahiriah dan batiniah. Kedua, Rasa (Perasaan/Emosi): Keseimbangan emosi penting untuk mencapai kebahagiaan dan ketenangan batin. Caranya adalah bersibuklah dengan kekurangan diri, bukan menyibukkan membicarakan kekurangan orang lain. Dengan cara inilah kita akan menemukan “sejatinya hidup dan hidup sejati”; karena selalu terhubung dan menghubungkan diri dengan Sang Maha Pencipta. Ketiga, Cipta (Pikiran/Intelektual): Pemikiran yang jernih dan pengetahuan yang cukup diperlukan untuk mengambil keputusan yang bijaksana. Sehingga semua keputusan yang diambil dilakukan secara adil dan dengan tidak melukai perasaan orang lain. Keempat, Karsa (Keinginan/Kehendak): Keinginan dan tekad yang kuat diperlukan untuk mencapai tujuan dan mengatasi tantangan; terutama yang berkaitan dengan keluhuran budi dengan selalu berpegang teguh pada ajaran agama. Kelima, Narik (Menarik): Menggambarkan usaha atau kerja keras yang dilakukan oleh empat aspek tadi untuk mencapai tujuan. Setiap aspek harus bergerak dan berkontribusi secara seimbang untuk menarik kereta kencana menuju syurgaNYA Sang Kholik. Kreta Kencana (Kereta Kencana): Simbol dari tujuan hidup yang mulia, kesuksesan, dan kebahagiaan. Ini adalah pencapaian akhir yang diharapkan dalam hidup, baik dalam aspek material maupun spiritual.
Dengan demikian, falsafah ini mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan dan sinergi antara berbagai aspek kehidupan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ini merupakan panduan yang holistik dan komprehensif dalam menjalani kehidupan sehari-hari agar dapat meraih kesuksesan dan kebahagiaan yang sejati.
Mari kita untuk tidak menjadi Jagal bagi diri sendiri, apalagi orang lain; karena sebesar biji zarah-pun dosa dan amal kita akan dimintai pertanggungjawaban di depan pengadilan abadi kelak.
Salam Waras. (SJ)
Editor: Gilang Agusman