Bersama Komisi X DPR RI, UNMAL Perkuat Upaya Pencegahan Kekerasan di Kampus

BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Maraknya kasus kekerasan seksual berbasis online di Indonesia menjadi perhatian serius berbagai pihak, termasuk pemerintah dan perguruan tinggi. Menyikapi hal tersebut, Universitas Malahayati (UNMAL) menjadi tuan rumah kegiatan Sosialisasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh Komisi X DPR RI bersama Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek), bertempat di Gedung Rektorat Universitas Malahayati, Jumat (19/12/2025).

Kegiatan sosialisasi ini turut dihadiri oleh Anggota Komisi X DPR RI Dr. Muhammad Kadafi, S.H., M.H., yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Malahayati, Wakil Rektor I Prof. Dr. Dessy Hermawan, S.Kep., Ns., M.Kes., serta Wakil Rektor II Nirwanto, S.Pd., M.Kes. Turut hadir Plt. Kepala Bagian Kemahasiswaan Rudi Winarno, Ns., M.Kes., Kepala Bagian Humas Emil Tanhar, S.Kom, perwakilan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Lampung Hadori Rosadi, serta para pimpinan fakultas, di antaranya Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Dr. Lolita Sary, S.KM., M.Kes., Dekan Fakultas Teknik Dr. Weka Indra Dharmawan, S.T., M.T., Dekan Fakultas Ekonomi Dr. Rahyono, S.Sos., M.M., M.C., serta Dekan Fakultas Kedokteran Dr. Tessa Sjahriani, dr., M.Kes.

Dalam kegiatan tersebut, Muhammad Ricko Gunawan, S.Kep., M.Kes., selaku Kepala Biro Administrasi Kemahasiswaan, dipercaya sebagai ketua pelaksana kegiatan, sementara Rika Yulendasari, S.Kep., Ns., M.Kep. bertindak sebagai moderator. Adapun narasumber dalam kegiatan ini adalah Tahura Malagono, S.H., M.H., serta Prof. Dr. Dessy Hermawan, S.Kep., Ns., M.Kes. Kegiatan ini juga dihadiri oleh seluruh dekan, ketua program studi, dosen, mahasiswa, serta seluruh sivitas akademika Universitas Malahayati yang mengikuti kegiatan dengan antusias.

Melalui kegiatan ini mengusung tema “Mewujudkan Kampus Aman, Inklusif, dan Bebas Kekerasan” sebagai bentuk komitmen Universitas Malahayati dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan kondusif bagi seluruh sivitas akademika. Melalui kegiatan ini, Universitas Malahayati menegaskan perannya dalam melindungi hak-hak mahasiswa serta mencegah berbagai bentuk kekerasan di lingkungan perguruan tinggi.

Rangkaian kegiatan diawali dengan pembukaan dan sambutan pimpinan universitas, dilanjutkan dengan pemaparan materi sosialisasi dalam dua sesi yang membahas pencegahan dan penanganan kekerasan di perguruan tinggi. Kegiatan juga diisi dengan penyerahan plakat kepada narasumber sebagai bentuk apresiasi atas kontribusi dan pemaparan materi yang telah disampaikan.

Dalam sambutannya, Dr. Muhammad Kadafi, S.H., M.H. menegaskan bahwa kampus harus menjadi ruang yang aman, nyaman, dan produktif bagi seluruh sivitas akademika. Menurutnya, segala bentuk kekerasan, baik secara langsung maupun melalui media digital, tidak boleh dibiarkan berkembang di lingkungan pendidikan tinggi.

“Kampus merupakan tempat pembentukan karakter dan pengembangan potensi mahasiswa. Oleh karena itu, praktik perundungan dan kekerasan dalam bentuk apa pun harus dicegah sejak dini agar tercipta lingkungan akademik yang sehat,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Pelaksana kegiatan, Muhammad Ricko Gunawan, S.Kep., M.Kes., menyampaikan bahwa kegiatan sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman seluruh sivitas akademika mengenai pentingnya pencegahan dan penanganan kekerasan, khususnya kekerasan seksual berbasis online, di lingkungan perguruan tinggi.

Ia menegaskan bahwa kegiatan ini tidak hanya bersifat seremonial, tetapi menjadi bagian dari upaya berkelanjutan Universitas Malahayati dalam membangun budaya kampus yang aman, inklusif, dan berkeadilan. Menurutnya, keterlibatan aktif mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan sangat penting dalam menciptakan lingkungan akademik yang bebas dari segala bentuk kekerasan.

Pada sesi pemaparan materi, Wakil Rektor I Universitas Malahayati, Prof. Dr. Dessy Hermawan, S.Kep., Ns., M.Kes., mengajak mahasiswa untuk tidak ragu melaporkan apabila mengalami atau mengetahui adanya tindak kekerasan di lingkungan kampus.

“Universitas Malahayati berkomitmen memberikan ruang yang aman bagi mahasiswa. Setiap laporan yang masuk melalui Satgas PPKPT akan diproses sesuai ketentuan yang berlaku, dan sanksi tegas akan diberikan apabila pelaku terbukti bersalah,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa Universitas Malahayati secara konsisten mengimplementasikan Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi sebagai upaya menciptakan lingkungan akademik yang aman, inklusif, dan berorientasi pada perlindungan korban.

Sementara itu, Tahura Malagono, S.H., M.H., dosen Universitas Mitra Indonesia (Umitra), menyampaikan bahwa kekerasan seksual berbasis online saat ini menempati angka tertinggi dibandingkan bentuk kekerasan lainnya. Berdasarkan data sejak tahun 2019, tercatat sebanyak 7.842 kasus kekerasan seksual difasilitasi oleh penggunaan teknologi digital seperti internet, telepon pintar, dan media sosial.

Ia menjelaskan bahwa kekerasan seksual berbasis online dapat berupa penyebaran konten seksual tanpa persetujuan, pelecehan dan ancaman seksual di dunia maya, pornografi balas dendam, hingga penguntitan siber. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya bersifat psikologis, tetapi juga berpengaruh terhadap kesehatan mental, kehidupan sosial, hingga kondisi fisik korban.

Selain itu, Tahura juga memaparkan berbagai bentuk kekerasan lain yang masih ditemukan di lingkungan perguruan tinggi, seperti kekerasan fisik, verbal, psikologis, perundungan, diskriminasi, serta kebijakan institusi yang berpotensi merugikan sivitas akademika. Dari sisi hukum, ia menegaskan bahwa pelaku kekerasan seksual dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Kegiatan sosialisasi ini menjadi langkah penting dalam memperkuat peran perguruan tinggi sebagai ruang aman bagi seluruh sivitas akademika. Di tengah meningkatnya kasus kekerasan seksual berbasis online, kehadiran kampus melalui edukasi, regulasi, dan sistem pelaporan yang jelas merupakan bentuk tanggung jawab moral dan institusional. Universitas Malahayati menunjukkan komitmennya tidak hanya sebagai pusat pendidikan, tetapi juga sebagai institusi yang berpihak pada perlindungan hak, martabat, dan kesejahteraan mahasiswa. Sinergi antara pimpinan universitas, pemerintah, dan sivitas akademika diharapkan mampu menciptakan budaya kampus yang inklusif, berkeadilan, dan bebas dari segala bentuk kekerasan.(fkr)

Editor: Fadly KR