Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Siang itu gerah, temperatur pengukur suhu mencapai 33 derajat Celcius. Teriknya bukan main, namun semua itu tidak menyurutkan untuk menyimak hotnya “permainan” yang sedang “bermain” di media sosial, diantaranya media yang kita baca ini.
Berita yang lagi ikut naik suhunya seperti cuaca siang itu didominasi berita-berita pemilihan umum daerah. Ternyata, ada pasangan calon yang terkesan “main-main”. Uji wong Palembang, telanjur, asal idak bae.
Ada juga yang terkesan sedang memainkan “mainan” kesana-kemari hingga akhirnya sulit dilihat siapa sesungguhnya yang memainkan siapa.
Pascatiarapnya touke, ada calon yang terkesan setengah hati dalam arena “permainan” ini. Mungkin, sudah bukan ketua partai lagi dan pasangannya pas-pasan, maka dalam bermainpun terkesan main-main ya asal idak bae itu tadi.
Mau mundur sudah tidak mungkin, mau laju kencang “bensin” tidak cukup, maka ya sudahlah teruskan saja, istilah bahasa Sundanya kumaha engke yang terjemahan bebasnya bagaimana nanti.
Ada juga calon yang digoreng perkara ijazahnya. Anehnya yang bersangkutan tenang-tenang saja terkesan tungguk ko hagamu yang terjemahan bebasnya puaskan maumu. Atau, memang iya ya? Pokoknya saling mainlah.
Akar rumput dan para “radio canting” malah sepertinya yang terkesan sudah kebakaran, namun dahan di atas adem ayem ditiup angin sepoi-sepoi. Seolah-olah terbaca “mau jadi hayo, gak juga gak apa-apa karena sudah pernah ngerasain kursi itu.”
Ada lagi calon yang terkesan menunggu “muntahan” lawan. Calon ini tidak banyak bersosialisasi, namun selalu mengirim utusan untuk memonitor jika ada pihak lawan berkampanye.
Setelah usai kubu sebelah beracara, baru pendekatan personel dilakukan, dan memberikan alternatif pilihan. Kesan calon “gak modal” ini lebih mengandalkan jaringan kekerabatan, dan atau pertemanan.
Beda lagi yang lainnya, kerjanya mengintip kelemahan lawan untuk menghantam balik. Seperti main petak umpet, tidak mau meninggalkan sarang, namun begitu ada peluang langsung teriak paling kencang.
Lagi lagi, mereka semua bermain sambil main-main. Dan, sekarang, ada media yang mereka jadikan sarana untuk dijadikan senjata. Bermodal buzzer dengan sedikit dana dan pulsa, maka konten dimainkan.
Cerita adu gagasan, adu konsep, tampaknya itu hanya untuk memuaskan kameramen saat shooting saja. Di alam nyata, meminjam istilah almarhum Brury Marantika, “Aku begini, kau begitu … sama saja.”
Sama-sama tidak serius karena banyak faktor yang berkelindan di sana. Tentu saja hal seperti ini yang dirugikan adalah para “radio canting” (tim penggembira/tim sukses) karena jualannya tidak layak jual.
Merekapun banyak tidak dapat celah untuk mendapatkan cuan, karena para calon sudah amat sangat paham dengan kelakuan mereka. Terlepas dari, calonnya sendiri modalnya pas-pasan atau memang pelit.
Pada masa lalu, ada broker kebon yang menjadi pundi-pundi, sehingga para radio canting pesta pora berkuah-kuah hingga mulutnya cemang-cemong. Dengan kata lain, sang calon pada masa lalu masih bisa mereka “goreng” sampai perut buncit.
Musim sudah berganti, para calon hanya bisa mengajak para radio cantingnya berjuang dulu bersama dan menjanjikan enaknya jika sudah terpilih kelak. Apalagi, pundi-pundinya dalam pengawasan istri, ada kalkulasinya.
Para tim sukses yang dulu yang sudah ketagihan menikmati enaknya uang kebon tak terlihat lagi. Mereka sepertinya hanya mengintip dan berusaha merapat pada kelompok yang kelihatan bakal menang.
Rakyat juga sudah mengerti, mereka tak lagi menelan bulat-bulat seribu janji yang begitu mudah muncrat dari para calon ketika kampanye. Bermain api dengan janji, tampaknya sudah tidak laku lagi pada musim pilkada saat ini.
Adu spanduk juga sudah kalah dengan gawai modern masa kini. Tinggal bagaimana memelihara ahli pembuat konten untuk berkreatif di media masa. Sayangnya media masa juga memiliki hukum algoritmanya sendiri.
Akhirnya, siapa memainkan siapa. Namun, bagi pemilih saat ini, mereka tidak hanya butuh uang tapi juga butuh masa depan. Jangan sampai, para calon dan radio canting membuat makin muak para pemilih.
Yang paling menakutkan pada hari pemilihan, mereka ogah datang ke bilik suara pada 27 November nanti. Sesungguhnya, mereka kunci dari semua permain para pemburu kekuasaan.
Jangan sampai, kepercayaan rakyat yang sudah menipis malah hilang dan itu tentu saja sangat membahayakan negeri ini di masa depan. Selamat berpesta demokrasi secara fair dan rasional, jangan tipu-tipu kami lagi. Paham! Salam Waras. (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Tips Menjaga Tubuh Tetap Sehat di Tengah Panas Matahari
BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Cuaca di Bandar Lampung semakin panas meskipun beberapa minggu lalu diguyur hujan lebat. Menurut Koordinator Bidang Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Radin Inten II, Rudi Harianto, posisi matahari saat memasuki Oktober berada di sekitar ekuator dan bergerak menuju selatan.
“Provinsi Lampung yang terletak dekat belahan bumi selatan kini mengalami intensitas sinar matahari yang lebih kuat, membuat suhu siang hari terasa lebih panas,” terangnya pada 19 Oktober 2024.
Panas matahari yang tinggi ini bisa berdampak buruk bagi kesehatan, terutama jika tubuh tidak dilindungi dengan baik.
Berikut beberapa tips untuk menjaga tubuh tetap sehat di tengah teriknya cuaca:
Minum Air yang Cukup
Saat suhu meningkat, tubuh lebih cepat kehilangan cairan. Pastikan Anda minum minimal 8 gelas air sehari untuk menghindari dehidrasi. Hindari minuman berkafein atau bersoda yang justru dapat memperburuk dehidrasi.
Pakai Pakaian yang Longgar dan Ringan
Kenakan pakaian yang berbahan ringan seperti katun dan berwarna terang untuk membantu tubuh tetap sejuk dan meminimalkan penyerapan panas.
Gunakan Tabir Surya
Sinar UV yang meningkat dapat merusak kulit dan meningkatkan risiko kanker kulit. Gunakan tabir surya dengan SPF minimal 30 setiap kali keluar rumah dan ulangi pemakaiannya setiap dua jam, terutama setelah berkeringat atau berenang.
Konsumsi Makanan yang Menghidrasi
Makanan seperti buah-buahan segar, sayuran berdaun hijau, dan makanan dengan kandungan air tinggi seperti semangka, timun, dan jeruk dapat membantu menjaga cairan tubuh dan memberi nutrisi tambahan.
Batasi Aktivitas di Luar Ruangan pada Puncak Panas
Usahakan untuk melakukan aktivitas fisik di pagi atau sore hari ketika suhu lebih sejuk. Jika harus berada di luar pada siang hari, pastikan untuk sering beristirahat di tempat teduh dan menggunakan topi atau payung.
Perhatikan Tanda-tanda Dehidrasi dan Heatstroke
Gejala dehidrasi seperti pusing, lelah berlebihan, mulut kering, dan jarang buang air kecil harus diwaspadai. Jika Anda mengalami mual, sakit kepala hebat, atau kulit memerah tanpa keringat, ini bisa menjadi tanda heatstroke yang memerlukan perhatian medis segera. (*)
Kuat Tunggak, Apa Kuat Gagak?
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Pagi itu menjelang masuk ruangan kantor, mendadak teringat adik perempuan yang kebetulan cucunya masuk pada fakultas favorit di salah satu universitas negeri di kota ini. Dengan gaya cerianya Pensiunan Pemilik Sekolah di Palembang ini bercerita bagaimana kerasnya kehidupan, dan diskusi pagi lewat telpon itu ditutup dengan pesan dari almarhum orang tua kami dulu dalam berjuang pada kehidupan ini seperti judul di atas, yaitu Kuat Tunggaknya apa Kuat Gagaknya.
Peribahasa Jawa “kuat tunggak opo kuat gagak” memiliki makna filosofis yang mendalam. Secara harfiah, peribahasa ini membandingkan kekuatan antara tunggak (akar atau pangkal pohon) dengan gagak (burung gagak). Dalam konteks kehidupan, peribahasa ini sering digunakan untuk menggambarkan perbandingan antara kekuatan dasar (fondasi) dan kekuatan pengaruh luar.
Kuat tunggak: Menggambarkan kekuatan yang berasal dari dasar atau fondasi yang kuat. Dalam konteks ini, bisa diartikan bahwa seseorang yang memiliki dasar yang kuat (baik itu pendidikan, nilai-nilai moral, atau karakter, nilai-nilai agama) akan lebih tangguh dalam menghadapi segala tantangan.
Kuat gagak: Menggambarkan kekuatan yang datang dari luar atau dari pengaruh eksternal. Meskipun gagak kuat, tetapi kekuatannya cenderung tidak stabil karena tidak berasal dari fondasi yang kokoh. Dalam konteks ini Gagak hanya mengandalkan kerasnya suara dan paruhnya.
Secara lebih luas, peribahasa ini mengajarkan bahwa fondasi yang kuat (baik dalam hal karakter, prinsip, atau pengetahuan) lebih penting daripada kekuatan yang hanya bergantung pada faktor eksternal. Orang yang memiliki dasar yang kuat akan lebih tahan terhadap berbagai rintangan dibandingkan dengan orang yang hanya mengandalkan kekuatan dari luar.
Berdasarkan penelusuran digital peribahasa Jawa “kuat tunggak opo kuat gagak” dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai prinsip penting dalam membangun kekuatan diri, baik dalam hal pribadi, pekerjaan, maupun hubungan sosial. Berikut adalah beberapa contoh penerapan peribahasa ini:
1. Pentingnya Fondasi Pendidikan dan Karakter
Kuat tunggak dalam kehidupan sehari-hari bisa diartikan sebagai pentingnya membangun fondasi pendidikan dan karakter yang kokoh. Misalnya, seseorang yang sejak kecil dibekali dengan pendidikan yang baik, moral yang kuat, dan nilai-nilai positif, akan mampu menghadapi berbagai tantangan hidup dengan lebih baik dibandingkan dengan orang yang hanya mengandalkan keberuntungan atau pengaruh luar.
2. Keteguhan Prinsip di Tempat Kerja
Di dunia kerja, peribahasa ini bisa diartikan sebagai pentingnya membangun kompetensi dan integritas sebagai kuat tunggak; dibandingkan hanya mengandalkan relasi, koneksi, atau “gagak” (pengaruh eksternal).
3. Hubungan Sosial yang Kuat Berlandaskan Kepercayaan
Dalam hubungan sosial atau pertemanan, kuat tunggak bisa diartikan sebagai hubungan yang dibangun atas dasar saling percaya dan keterbukaan. Hubungan yang hanya mengandalkan ketenaran atau pengaruh (seperti kuat gagak) mungkin akan tampak kuat di permukaan, tetapi akan rapuh ketika diuji oleh masalah atau konflik.
4. Ketahanan Mental dalam Menghadapi Tekanan
Dalam menghadapi tekanan hidup, kuat tunggak bisa diartikan sebagai ketahanan mental yang dibangun melalui pengalaman, kesabaran, dan kemampuan untuk mengelola emosi. Seseorang yang kuat secara mental akan lebih mampu bertahan dibandingkan dengan orang yang hanya mengandalkan dukungan luar tanpa fondasi yang kuat.
5. Membangun Bisnis atau Usaha
Dalam dunia bisnis, kuat tunggak berarti membangun usaha dengan perencanaan yang matang, modal yang cukup, dan pengetahuan yang mendalam. Usaha yang hanya mengandalkan tren atau koneksi mungkin akan cepat berhasil, tetapi tidak akan bertahan lama tanpa fondasi yang kuat.
Secara keseluruhan, implementasi peribahasa ini dalam kehidupan sehari-hari menekankan pentingnya fondasi yang kuat dalam segala hal; baik itu pendidikan, karakter, prinsip, hubungan, maupun pekerjaan. Dengan memiliki dasar yang kuat, seseorang atau sesuatu akan lebih mampu bertahan dan berkembang, meskipun ada pengaruh atau tantangan dari luar.
Tampaknya negeri ini dengan kepemimpinan baru sedang bermetamorfosis menuju kepada kekuatan “Tunggak” dalam rangka menancapkan kembali ideologi bangsa ini keseluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, walaupun tidak mengabaikan sama sekali kuatnya “Gagak” dalam bersuara. Keperkasaan yang disertai kejumawaan diri pada kondisi tertentu sangat diperlukan, sehingga jelas posisi bangsa ini ada di mana pada tataran dunia.
Harapan bangsa ini menjadi yang terbaik seperti pada masa lalu, adalah cita-cita kolektif; namun sayangnya ada banyak “tikus” yang menggerogoti dari dalam. Untuk itu diperlukan kepemimpinan yang kuat dan mengakar, sehingga bisa menyatu dengan kekuatan rakyat dalam mencapai cita-cita bersama mewujudkan Indonesia emas pada zamannya. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Malahayati , Habzsha Ribi Suwandi Raih Medali Emas dan Perak Ajang Indonesia Science Championship 2024
Perlombaan Indonesia Science Championship (ISC) 2024 yang diselenggarakan oleh National Science & Social Competition (@nssc.id) di Balikpapan pada 1 Oktober 2024 adalah ajang kompetisi ilmiah yang bertujuan untuk mengembangkan minat dan bakat siswa di bidang sains dan sosial.
Event ini biasanya diikuti oleh pelajar dari berbagai jenjang pendidikan, dan mencakup berbagai kategori seperti fisika, kimia, biologi, dan ilmu sosial. Melalui kompetisi ini, peserta tidak hanya dapat menunjukkan kemampuan akademis mereka, tetapi juga berkesempatan untuk berinteraksi dan belajar dari sesama peserta serta para ahli di bidangnya.
Habzsha Ribi Suwandi mengucapkan rasa syukur dan bangganya dengan torehan prestasi yang diraih ini. “Alhamdulilah sangat bersyukur atas hasil maksimal dari kejuaraan lomba ini dan telah mengukir prestasi, serta membawa nama baik Universitas Malahayati,” ucapnya.
Kemudian, Habzsha menceritakan pengalamannya yang telah mengikuti lomba ini. “Lomba ini memberikan pengalaman yang berkesan, serta menambah ilmu pengetahuan yang baru untuk mengasah kemampuan diri saya,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan alasan dirinya mengikuti lomba ini karena ingin mengembangkan potensi diri yang telah ia milki dan melihat tolak ukur sejauh mana ia berkembang.
Habzsha berharap kedepannya ia dapat menjuarai ajang-ajang lomba selanjutnya baik itu dibidang akademik maupun non akademik. (gil)
Editor: Gilang Agusman
Selamat Hari Sumpah Pemuda “96 Tahun Sumpah Pemuda, Maju Bersama Indonesia Raya”
BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Hari Sumpah Pemuda diperingati untuk mengenang peristiwa Kongres Pemuda II pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Ini adalah momen penting di mana para pemuda Indonesia dengan latar belakang budaya yang berbeda berkumpul untuk mengikrarkan persatuan demi kemerdekaan bangsa.
Berdasarkan Pedoman Peringatan Sumpah Pemuda ke-96 Tahun 2024, tema Hari Sumpah Pemuda 2024 adalah “Maju Bersama Indonesia Raya”. Makna yang ada di dalamnya memiliki pesan yang kuat tentang sinergi dan kolaborasi para pemuda di Indonesia
Tema utama ini juga memiliki beberapa sub tema antara lain sebagai berikut:
1. Pemuda Peduli Gizi anak Indonesia untuk generasi sehat dan produktif.
2. Pemuda Indonesia, Bersatu dalam Kebhinekaan Berjuang dalam Keindonesiaan.
3. Pemuda Indonesia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif dan berkarakter.
4. Transformasi Pemuda pada Pendidikan, Kesehatan, kepemimpinan, Sosial Budaya, Teknologi, dan ekonomi sebagai Energi pemuda Majukan Indonesia.
5. Wujudkan pemuda yang maju, mandiri dan profesional.
Selamat Hari Sumpah Pemuda! Teruskan semangat persatuan dan kesatuan untuk Indonesia yang lebih baik. Pemuda adalah kekuatan bangsa. Jadilah inspirasi, tebarkan semangat, dan songsong Generasi Emas Indonesia 2045! “96 Tahun Sumpah Pemuda, Maju Bersama Indonesia Raya”
Sandi Tama Kawedhar
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Sandi Tama Kawedhar adalah sebuah istilah dalam bahasa Jawa, yang dapat dipecah menjadi beberapa kata dengan makna tertentu.
Sandi berarti kode atau rahasia. Tama berarti “utama” atau “yang diutamakan” atau bisa juga berarti “baik”. Kawedhar berarti “terungkap” atau “terbuka” atau “dinyatakan dengan jelas” “diungkapkan”.
Sandi Tama Kawedhar kurang lebih bermakna “rahasia yang baik atau yang utama yang akan diungkapkan “. Ini bisa diartikan sebagai sesuatu yang sebelumnya tersembunyi atau disimpan dengan baik, kemudian dibuka dan dapat diketahui atau dipahami oleh banyak orang atau kalangan tertentu.
Sayangnya, tidak ada sumber pasti yang mendokumentasikan kapan istilah Sandi Tama Kawedhar pertama kali diungkapkan, karena konsep ini biasanya terkait dengan kebijaksanaan atau filosofi Jawa yang sering diwariskan secara lisan atau melalui karya sastra klasik, seperti dalam serat atau tembang. Namun banyak dalang wayang kulit yang mengaitkan saat Senapati Perang akan maju ke medan perang diberi pembekalan oleh para penasihat perang dengan nasehat, dan nasehat itu diberi judul Sandi Tama Kawedhar. Sebagai contoh nasihat Prabu Kresna kepada Adipati Karna saat kembali sebagai Duta Pamungkas Pandawa, dan mereka berdua bertemu di jalan menuju pulang.
Berdasarkan penelusuran berbagai sumber Sandi Tama Kawedhar berisi panduan dan prinsip yang mengajarkan tentang pemahaman hidup, kesadaran diri, serta harmoni dengan alam semesta. Ajaran ini sering dipecah menjadi elemen-elemen inti, yang merupakan bagian dari perjalanan spiritual individu untuk mencapai “Kawedhar” (pencerahan).
Berikut ini adalah beberapa elemen utama yang sering terkandung didalam ajaran ini:
Pertama, Pengendalian Diri. Menekankan pentingnya mengendalikan hawa nafsu, emosi, dan keinginan yang bisa menyesatkan. Pengendalian diri membantu seseorang tetap berada pada jalan kebenaran dan mampu menghadapi tantangan hidup dengan bijaksana.
Kedua, Kesadaran Batin. Mengajak seseorang untuk selalu sadar akan keberadaan dirinya dalam kehidupan ini. Kesadaran batin melibatkan introspeksi mendalam, mencari makna di balik setiap peristiwa, dan merasakan kehadiran Ilahi di dalam diri sendiri.
Ketiga, Harmoni dengan Alam. Alam semesta dilihat sebagai manifestasi dari Sang Pencipta, sehingga menjaga keseimbangan dengan alam merupakan bagian dari keharmonisan hidup. Dalam Sandi tama kawedhar, manusia dianjurkan menghormati, melestarikan, dan hidup selaras dengan alam sekitar.
Kempat, Keikhlasan dan Ketulusan. Menjalani hidup dengan tulus dan ikhlas, tanpa berharap imbalan atau balasan, adalah salah satu nilai luhur. Dengan keikhlasan, seseorang mampu mencapai kedamaian hati dan memupuk kebahagiaan yang sejati.
Kelima, Pencerahan Spiritual. Pencarian pencerahan ini adalah proses yang membutuhkan waktu dan kesabaran, di mana seseorang dituntun untuk menemukan tama tahu “cahaya” dalam dirinya sendiri. Ketika telah mencapai kawedhar (pencerahan), seseorang dapat memahami makna hidup dan menemukan kedamaian sejati.
Keenam, Bakti dan Kebajikan. Menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur dan berbakti pada sesama serta Sang Pencipta adalah hal penting dalam ajaran ini.
Kebajikan dilihat sebagai langkah nyata untuk memperbaiki diri sekaligus memberikan manfaat bagi orang lain dan lingkungan sekitar.
Ketujuh, Penerimaan dan Kerendahan Hati. Menerima segala ketentuan hidup dengan hati yang lapang dan penuh kerendahan hati. Dalam ajaran ini, penerimaan dianggap sebagai bentuk kebijaksanaan, di mana seseorang tidak memaksakan kehendak tetapi merangkul setiap pengalaman sebagai pembelajaran.
Sandi Tama Kawedhar adalah panduan hidup yang menuntun seseorang mencapai harmoni, kedamaian, dan kesadaran diri melalui pengendalian diri, ketulusan, dan kebijaksanaan. Ajaran ini mengarahkan individu untuk menemukan makna hidup yang lebih dalam dan kedamaian batin, selaras dengan alam dan kehendak Ilahi.
Apa yang dilakukan Presiden Prabowo kepada para menterinya di Lembah Tidar adalah salah satu bentuk dari Sandi Tama Kawedhar versi Prabowo Subianto sebelum melaksanakan tugas. Pesan dalam bentuk oral dan keteladanan dilakukan dalam menyamakan persepsi; sehingga pesan utama yang selama ini ada pada “angan” presiden, diejawantahkan melalui kegiatan tersebut. Tinggal bagaimana para menterinya menangkap, menyerap, dan melaksanakan aspirasi sang presiden; tentu ini sangat personal banget.
Mengevaluasi proses dan hasil tidak dapat kita lakukan hari ini, namun harus seturut perjalanan waktu serta moment yang ada dalam perjalanan kepemerintahan kabinet. Manakala dalam prosesnya ditemukan hal yang positif seyogianya disusun materi kurikulum dan ditunjuk lembaga penyelenggaranya, serta diwajibkan kepada kepala daerah terpilih untuk mengikuti kegiatan “bela negara” ini; agar tertanam semangat kejuangan untuk mendahulukan kepentingan negaranya dari pada pribadinya.
Sebagai rakyat kita hanya bisa berharap hari esok akan lebih baik dari hari ini. Semoga Tuhan memberikan kemudahan pada setiap urusan yang ada.
Kita sudah lelah dengan adanya saling hujat, bahkan seolah-olah semua yang tidak sesuai dengan kemauan kita adalah musuh kita. Semoga dengan Sandi Tama yang telah diwedhar oleh Presiden Prabowo kepada para pembantunya akan berdampak terciptanya kesejukan dan kesantunan dalam berperilaku memimpin negeri ini. Salam Waras. (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Calon Bokek, Pilkada Jadi Siapa Memainkan Siapa
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Siang itu gerah, temperatur pengukur suhu mencapai 33 derajat Celcius. Teriknya bukan main, namun semua itu tidak menyurutkan untuk menyimak hotnya “permainan” yang sedang “bermain” di media sosial, diantaranya media yang kita baca ini.
Berita yang lagi ikut naik suhunya seperti cuaca siang itu didominasi berita-berita pemilihan umum daerah. Ternyata, ada pasangan calon yang terkesan “main-main”. Uji wong Palembang, telanjur, asal idak bae.
Ada juga yang terkesan sedang memainkan “mainan” kesana-kemari hingga akhirnya sulit dilihat siapa sesungguhnya yang memainkan siapa.
Pascatiarapnya touke, ada calon yang terkesan setengah hati dalam arena “permainan” ini. Mungkin, sudah bukan ketua partai lagi dan pasangannya pas-pasan, maka dalam bermainpun terkesan main-main ya asal idak bae itu tadi.
Mau mundur sudah tidak mungkin, mau laju kencang “bensin” tidak cukup, maka ya sudahlah teruskan saja, istilah bahasa Sundanya kumaha engke yang terjemahan bebasnya bagaimana nanti.
Ada juga calon yang digoreng perkara ijazahnya. Anehnya yang bersangkutan tenang-tenang saja terkesan tungguk ko hagamu yang terjemahan bebasnya puaskan maumu. Atau, memang iya ya? Pokoknya saling mainlah.
Akar rumput dan para “radio canting” malah sepertinya yang terkesan sudah kebakaran, namun dahan di atas adem ayem ditiup angin sepoi-sepoi. Seolah-olah terbaca “mau jadi hayo, gak juga gak apa-apa karena sudah pernah ngerasain kursi itu.”
Ada lagi calon yang terkesan menunggu “muntahan” lawan. Calon ini tidak banyak bersosialisasi, namun selalu mengirim utusan untuk memonitor jika ada pihak lawan berkampanye.
Setelah usai kubu sebelah beracara, baru pendekatan personel dilakukan, dan memberikan alternatif pilihan. Kesan calon “gak modal” ini lebih mengandalkan jaringan kekerabatan, dan atau pertemanan.
Beda lagi yang lainnya, kerjanya mengintip kelemahan lawan untuk menghantam balik. Seperti main petak umpet, tidak mau meninggalkan sarang, namun begitu ada peluang langsung teriak paling kencang.
Lagi lagi, mereka semua bermain sambil main-main. Dan, sekarang, ada media yang mereka jadikan sarana untuk dijadikan senjata. Bermodal buzzer dengan sedikit dana dan pulsa, maka konten dimainkan.
Cerita adu gagasan, adu konsep, tampaknya itu hanya untuk memuaskan kameramen saat shooting saja. Di alam nyata, meminjam istilah almarhum Brury Marantika, “Aku begini, kau begitu … sama saja.”
Sama-sama tidak serius karena banyak faktor yang berkelindan di sana. Tentu saja hal seperti ini yang dirugikan adalah para “radio canting” (tim penggembira/tim sukses) karena jualannya tidak layak jual.
Merekapun banyak tidak dapat celah untuk mendapatkan cuan, karena para calon sudah amat sangat paham dengan kelakuan mereka. Terlepas dari, calonnya sendiri modalnya pas-pasan atau memang pelit.
Pada masa lalu, ada broker kebon yang menjadi pundi-pundi, sehingga para radio canting pesta pora berkuah-kuah hingga mulutnya cemang-cemong. Dengan kata lain, sang calon pada masa lalu masih bisa mereka “goreng” sampai perut buncit.
Musim sudah berganti, para calon hanya bisa mengajak para radio cantingnya berjuang dulu bersama dan menjanjikan enaknya jika sudah terpilih kelak. Apalagi, pundi-pundinya dalam pengawasan istri, ada kalkulasinya.
Para tim sukses yang dulu yang sudah ketagihan menikmati enaknya uang kebon tak terlihat lagi. Mereka sepertinya hanya mengintip dan berusaha merapat pada kelompok yang kelihatan bakal menang.
Rakyat juga sudah mengerti, mereka tak lagi menelan bulat-bulat seribu janji yang begitu mudah muncrat dari para calon ketika kampanye. Bermain api dengan janji, tampaknya sudah tidak laku lagi pada musim pilkada saat ini.
Adu spanduk juga sudah kalah dengan gawai modern masa kini. Tinggal bagaimana memelihara ahli pembuat konten untuk berkreatif di media masa. Sayangnya media masa juga memiliki hukum algoritmanya sendiri.
Akhirnya, siapa memainkan siapa. Namun, bagi pemilih saat ini, mereka tidak hanya butuh uang tapi juga butuh masa depan. Jangan sampai, para calon dan radio canting membuat makin muak para pemilih.
Yang paling menakutkan pada hari pemilihan, mereka ogah datang ke bilik suara pada 27 November nanti. Sesungguhnya, mereka kunci dari semua permain para pemburu kekuasaan.
Jangan sampai, kepercayaan rakyat yang sudah menipis malah hilang dan itu tentu saja sangat membahayakan negeri ini di masa depan. Selamat berpesta demokrasi secara fair dan rasional, jangan tipu-tipu kami lagi. Paham! Salam Waras. (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Mahasiswa Universitas Malahayati, Zenni Vebi Yanti Raih Juara 2 Menembak Ajang Dodiklatpur
Lomba Menembak Piala Bergilir Komado Pendidikan Latihan Tempur (Dodiklatpur) Baturaja adalah sebuah acara kompetisi menembak yang diadakan untuk meningkatkan keterampilan menembak serta memupuk semangat kebersamaan dan sportivitas di kalangan peserta.
Acara ini biasanya melibatkan anggota TNI, mahasiswa dan masyarakat umum, dengan berbagai kategori lomba yang diadakan. Selain menjadi ajang unjuk kemampuan, lomba ini juga sering kali bertujuan untuk mempererat hubungan antar peserta dan mendukung pengembangan kemampuan militer.
Zeni mengungkapkan rasa syukur dan bangga atas raihan yang ia peroleh ini. “Alhamdulilah saya berhasil menjadi Juara 2, dan ini adalah prestasi yang membanggakan untuk saya”.
Ia mngucapkan rasa terimakasih kepada senior dan komandan serta rekan-rekan Resimen Mahasiswa Batalyon 207 Rajawali Pemburu Universitas Malahayati yang telah mensupport dirinya penuh. Sehingga ia bisa mengharumkan nama Universitas Malahayati di ajang ini.
Zeni berharap kedepannya bisa menjadi lebih baik lagi dan terus maju dalam lomba-lomba yang akan datang. Ia juga ingin memacu semangat rekan-rekan Menwa Universitas Malahayati agar lebih termotivasi.
Tak lupa ia berpesan agar teman-teman mahasiswa tetap semangat, apapun rintangan kedepannya harus bisa kita hadapi. Jangan pernah merasa puas dengan apa yang telah kita capai serta selalu bersyukur kepada Allah SWT. (gil)
Editor: Gilang Agusman
Memang Sudah Saatnya
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Pagi itu mendapat kiriman caption dari teman lama waktu kuliah di Bumi Sriwijaya hampir setengah abad lalu, yang saat ini beliau tinggal di lumbung padinya Sumatera Selatan, sebuah nasehat keagamaan berjudul seperti yang dijadikan judul tulisan ini. Ungkapan “memang sudah saatnya” dalam konteks filsafat bisa mengandung makna bahwa segala sesuatu terjadi sesuai dengan waktunya yang tepat, mengikuti jalur atau takdir yang sudah ditetapkan oleh alam, logika, atau kehidupan itu sendiri. Ini bisa merujuk pada gagasan bahwa setiap perubahan, perkembangan, atau peristiwa dalam kehidupan memiliki momen yang tepat untuk terwujud.
Makna hakiki dari ungkapan “memang sudah saatnya” mengandung esensi bahwa sesuatu terjadi karena telah tiba waktunya yang tepat atau sesuai dengan takdir atau kehendak alam. Ungkapan ini sering mencerminkan keyakinan bahwa suatu peristiwa atau keadaan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan karena ada suatu proses atau perjalanan waktu yang mengarahkan pada titik tersebut. Berdasarkan penelusuran digital ditemukan beberapa lapisan makna hakiki yang bisa ditangkap dari ungkapan ini: Pertama, Kematangan Waktu dan Peristiwa: Segala sesuatu dalam hidup memiliki waktu yang tepat untuk terjadi. Misalnya, seseorang yang telah berusaha keras dan akhirnya berhasil dapat dikatakan bahwa “memang sudah saatnya” keberhasilan itu datang karena segala usaha dan proses yang dilalui telah matang.
Kedua, Takdir atau Kehendak Alam: Ungkapan ini juga bisa mencerminkan pandangan bahwa ada kekuatan yang lebih besar (Tuhan) yang mengatur kapan sesuatu akan terjadi. Seolah-olah waktu atau momen itu adalah bagian dari rencana kosmik yang lebih besar. Ketiga, Kesiapan Diri atau Lingkungan: Dalam konteks pribadi, ungkapan ini bisa menunjukkan bahwa seseorang atau situasi tertentu telah siap menghadapi peristiwa yang terjadi. Hal ini menandakan bahwa kesiapan internal dan eksternal sudah ada sehingga peristiwa tersebut bisa terjadi dengan lancar.
Pada intinya, “memang sudah saatnya” adalah penerimaan bahwa segala sesuatu terjadi pada waktu yang tepat, baik karena hukum alam, logika, maupun kebijaksanaan spiritual (baca: takdir Tuhan). Dengan kata lain hakikat makna dari ungkapan “memang sudah saatnya” adalah penerimaan terhadap sebuah momen atau peristiwa yang dianggap wajar dan tak terelakkan karena telah mencapai titik waktu yang tepat. Ungkapan ini mencerminkan kesadaran bahwa segala sesuatu bergerak dalam alurnya masing-masing dan tiba pada momen yang sesuai, baik dalam kehidupan pribadi, proses alamiah, maupun dalam konteks sosial.
Secara esensial, hakikat ungkapan ini adalah keyakinan bahwa waktu memiliki cara tersendiri untuk mengatur peristiwa-peristiwa dalam kehidupan, dan setiap kejadian adalah hasil dari alur waktu yang tidak bisa dipercepat atau diperlambat. Dengan kata lain ungkapan “memang sudah saatnya” menjadi simbol penerimaan terhadap proses kehidupan dan waktu, mengakui bahwa segala sesuatu terjadi pada saat yang tepat, baik secara alami, sosial, maupun pribadi. Justru yang paling penting adalah sikap keberterimaan diri akan semua yang dijumpai di dunia ini adalah merupakan garis hidup yang telah ditetapkan sebelum kita lahir di dunia.
Pembelaan apapun atas takdir yang telah ditimpakan kepada kita, adalah pekerjaan sia-sia; bahkan ada diantara kita ada yang mencoba “membela diri” dengan menulis memoar diri; mungkin benar dari sudut subyektif. Namun manakala itu diukurkan melalui takdir yang salah satu bunyi hukumnya adalah “memang sudah saatnya”’; maka obyektifitas akan hadir dengan sendirinya. Jangan lupa bahwa setiap saat ada orangnya, setiap orang ada saatnya. Pengingkaran akan ketentuan keilahian adalah bentuk tipis-tipis dari syirik; sebaliknya menerima segala ketetapan keilahian dengan ihlas dan legowo, maka diujung sana ada ganjaran yang tak terbayangkan indahnya. Sebagai mahluk ciptaanNYA kita hanya diminta sabar dan ihlas dalam menjalankan segala ketentuanNYA.
Oleh sebab itu menerima “ketentuan keilahian” adalah tanda tawadhuknya hamba kepada Sang Maha Pencipta; Para alim berpesan “terbaik menurut kita belum tentu menurut Sang Maha Pencipta, sebaliknya terburuk menurut kita juga belum tentu menurut Sang Maha Pencipta”. Sebaik-baik ketentuan adalah ketentuan dari Sang Maha Menentukan. Terimakasih sahabat yang telah mengirimkan caption, semoga ini menjadi amal jariahmu; dan semoga diri dan keluargamu selalu dalam lindunganNYA. Salam Waras. (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Dosen Hukum Universitas Malahayati Jadi Saksi Ahli di Sidang Sengketa Pilbup Tana Tidung
BANJARMASIN (malahayati.ac.id): Dosen Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Malahayati, Tubagus Muhammad Nasarudin, S.H., M.H., hadir sebagai saksi ahli dalam sidang sengketa Tata Usaha Negara terkait Pemilihan Bupati Tana Tidung, Kalimantan Utara. Sidang berlangsung di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Banjarmasin pada Rabu, 23 Oktober 2024.
Dalam keterangannya, Tubagus Muhammad Nasarudin menyoroti keputusan KPU Tana Tidung Nomor 298 Tahun 2024 yang menetapkan pasangan Ibrahim Ali dan Sabri sebagai peserta Pilbup. Menurutnya, keputusan tersebut mengandung cacat hukum administrasi karena tidak memenuhi syarat materiil dalam proses pembuatannya.
“KPU Tana Tidung tidak mengedepankan asas kecermatan atau bertindak cermat dalam membuat keputusan ini, yang mengakibatkan keputusannya tersebut merugikan bagi paslon yang lain,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa keputusan tersebut bisa dibatalkan oleh PTTUN Banjarmasin karena adanya pelanggaran oleh Paslon Ibrahim Ali yang telah melanggar terhadap Pasal 71 ayat 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016.
Tubagus menambahkan, semoga dari keterangannya itu dapat menjadi pertimbangan Majelis Hakim untuk memutus perkara ini dengan seadil-adilnya. (*)
Editor: Asyihin
Dwi Marlina Syukri, Dosen Universitas Malahayati, Kembali Jadi Pembicara di Konferensi Internasional India
India (malahayati.ac.id): Dwi Marlina Syukri, S.Si., M.BSc., PhD, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung, kembali menjadi pembicara dalam International Conference on “Innovation in Pharmaceutical Sciences: Bridging Biotechnology and Clinical Practices” yang diadakan di United Institute of Pharmacy, Prayagraj, India, pada 19-20 Oktober 2024.
Dalam presentasinya, Dwi membahas tentang manfaat biosintesis nanopartikel logam dalam upaya mengatasi resistensi antibiotik serta antiseptik yang bersifat karsinogenik. Metode biosintesis yang dipilih adalah proses sintesis menggunakan ekstrak tanaman Eucalyptus, yang diketahui kaya akan senyawa bioaktif.
“Tanaman Eucalyptus memiliki senyawa flavonoid dan total fenolik yang berfungsi sebagai agen pereduksi dan pelindung nanopartikel. Ini menjadikannya sumber yang potensial untuk pengembangan produk kesehatan,” ungkap Dwi saat menjelaskan manfaat bagi dunia kesehatan, yang meliputi sifat antibakteri, anti-inflamasi, dan antioksidan dari nanopartikel yang dihasilkan.
Konferensi ini dihadiri oleh para peneliti dan akademisi dari berbagai negara, termasuk Thailand dan Malaysia, yang membahas berbagai inovasi dalam bidang farmasi dan bioteknologi.
Selain sebagai pembicara, Dwi juga telah menerbitkan chapter book ber-ISBN yang baru terbit. Buku yang berjudul “Medicinal and Nutritional Importance of Eucalyptus camaldulensis in Human Health” ini diterbitkan oleh Springer, dengan nomor ISBN cetak 978-981-97-6894-3 dan ISBN online 978-981-97-6895-0. Buku tersebut merupakan bagian dari volume “Medicinal Plants and their Bioactive Compounds in Human Health: Volume 1”, yang diedit oleh M.A. Ansari, S. Shoaib, dan N. Islam.
“Diharapkan, hasil penelitian dan publikasi ini dapat berkontribusi pada pengembangan obat-obatan yang lebih aman dan efektif di masa depan,” tutup Dwi. (*)
Editor: Asyihin