19 Lulusan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Malahayati Ikuti Yudisium ke-36

BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Sebanyak 19 lulusan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Malahayati Bandar Lampung mengikuti Yudisium angkatan ke-36 di Malahayati Career Center (MCC), Kamis, 22 Agustus 2024.

Para lulusan terdiri dari 5 orang Program Studi Manajemen, 12 orang Program Studi S1 Akuntansi, dan 2 orang Program Studi S2 Akuntansi.

Acara bertema “Alumni Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Malahayati, Agen Perubahan, Membawa Kebanggaan, dan Menginspirasi Negeri”.

Plt. Wakil Rektor I, Dr. Eng Rina Febrina, ST., M.T., dalam sambutannya mengucapkan selamat kepada para lulusan yang mengikuti yudisium tersebut.

“Ini bukanlah akhir, tapi adalah langkah langkah kalian menuju kehidupan berikutnya,” katanya.

Eng Rina meyakini bahwa para lulusan yang hadir hari ini akan menjadi orang sukses di masa yang akan datang.

Dirinya juga menekankan pentingnya menjaga nama baik almamater dan tetap menjalin komunikasi dengan sesama alumni.

“Fakultas ini telah banyak menghasilkan prestasi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Semoga ke depan, prestasi-prestasi ini semakin bertambah dengan adanya generasi baru,” tambahnya.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Dr. Rahyono, S.Sos., M.M., juga menyampaikan bahwa yudisium ini merupakan awal dari perjuangan para lulusan di tengah-tengah masyarakat.

“Hari ini adalah momentum yang dinanti-nantikan oleh para mahasiswa, yaitu menyelesaikan pendidikan. Kami berharap, di tengah masyarakat nanti, kalian tetap menjaga nama baik almamater Universitas Malahayati Bandar Lampung,” pesannya.

Acara tersebut berlangsung dengan khidmat, dihadiri kepala prodi dan dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Malahayati. (*)

Editor: Asyihin

BPJS Ketenagakerjaan Sosialisasi Manfaat Kepesertaan bagi Dosen dan Karyawan di Universitas Malahayati Bandar Lampung

BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): BPJS Ketenagakerjaan mengadakan sosialisasi tentang manfaat kepesertaan bagi dosen dan karyawan di Gedung Rektorat Universitas Malahayati Bandar Lampung, Rabu, 21 Agustus 2024.

Plt Wakil Rektor 1 Dr. Eng Rina Febrina, ST., M.T., saat membuka acara mengatakan, sangat menyambut baik kegiatan sosialisasi ini karena BPJS Ketenagakerjaan adalah organisasi pemerintah yang bertanggung jawab atas program jaminan sosial di Indonesia.

“Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa semua dosen dan karyawan memiliki akses ke manfaat yang mereka butuhkan. Ini merupakan hak dasar bagi tenaga kerja yang semestinya diberikan oleh pemberi kerja,” kata Dr. Eng Rina Febrina.

Menurutnya, menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan untuk menjamin kesejahteraan pekerja dan keluarganya ketika terjadi hal-hal yang tidak terduga, seperti kecelakaan kerja, kematian, atau dalam usia tidak produktif lagi untuk bekerja.

“Kami berharap dengan adanya sosialisasi dari tim BPJS Ketenagakerjaan dapat memberikan informasi-informasi yang tentunya sangat berguna tentang program-program BPJS Ketenagakerjaan dan manfaat yang ditawarkan kepada para dosen dan karyawan,” tambahnya.(*)

 

Editor: Asyihin

Fakultas Hukum Universitas Malahayati Gelar Yudisium, Dorong Lulusan Jadi Lawtechnopreneur

Bandar Lampung (malahayati.ac.id) : Fakultas Hukum Universitas Malahayati Bandar Lampung menggelar Yudisium Program Studi S1 Ilmu Hukum di Gedung Pascasarjana Universitas Malahayati, Rabu, 21 Agustus 2024.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Malahayati, Aditia Arief Firmanto, SH, MH, dalam sambutannya menyampaikan bahwa lulusan Fakultas Hukum kini memiliki peluang yang luas tidak hanya sebagai akademisi, advokat, atau profesi lain di bidang hukum, tetapi juga dapat meraih kesuksesan di dunia usaha. Ia mendorong para lulusan untuk optimis terhadap masa depan mereka, karena gelar sarjana hukum membuka berbagai peluang karier.

“Lulusan Sarjana Hukum harus mampu menjadi Lawtechnopreneur, di mana mereka memiliki pemahaman mendalam tentang hukum serta kemampuan untuk memanfaatkan teknologi dalam mengembangkan bisnis,” ungkap Aditia.

Aditia berharap lulusan Fakultas Hukum Universitas Malahayati dapat berperan dalam menciptakan dan mengelola bisnis di bidang teknologi, serta siap menghadapi tantangan hukum yang menyertainya.

“Banyak dosen kita yang selain akademisi juga seorang pengusaha, ada yang bergerak di bidang pariwisata, properti hingga hasil perkebunan seperti kopi. Oleh karena itu, bidang entrepreneur merupakan pilihan potensial yang bisa para lulusan geluti,” tambahnya.

Selain itu, Aditia menekankan upaya Fakultas Hukum dalam meningkatkan kapasitas pendidikan dosennya hingga ke jenjang doktor. Saat ini, Fakultas Hukum baru memiliki satu dosen bergelar doktor, namun pada tahun 2026, diharapkan jumlah tersebut akan bertambah sehingga memungkinkan Fakultas Hukum untuk membuka Program S2 Hukum.

“Syarat membuka prodi S2 Hukum adalah memiliki lima dosen bergelar doktor. Pada tahun 2026, jika tidak ada kendala, Fakultas akan menambah empat doktor lagi, sehingga ke depan bisa membuka prodi S2 Hukum,” jelasnya.

Menutup sambutannya, Aditia juga mengingatkan para lulusan untuk selalu menghormati dan menghargai jasa orang tua yang telah mendukung mereka hingga meraih gelar sarjana.

Sementara itu, Kepala Program Studi S1 Ilmu Hukum, Rissa Afni Martinouva, SH, MH, berpesan kepada para lulusan untuk menjaga nama baik almamater Universitas Malahayati dan terus menjalankan ibadah dengan baik.

“Jangan melupakan semua pendidikan yang diperoleh di Universitas Malahayati dan terus meningkatkan kemampuan sebagai lulusan prodi ilmu hukum sesuai slogan kita, yakni menjadi lulusan Lawtechnopreneur,” pungkasnya. (*)

 

Editor: Asyihin

Kemerdekaan dan Perubahan

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Beberapa saat gema perayaan ulang tahun kemerdekaan sayup-sayup mulai menjauh. Hampir semua kita kemarin larut didalamnya bersukacita untuk menyambut setiap tahun. Namun kali ini ada yang berbeda dari perayaan-perayaan sebelumnya, baik secara nasional maupun lokal. Secara nasional perayaan dipusatkan di Ibu Kota Negara yang baru; sementara yang lokal dipusatkan di Kota Baru yang sudah lama.

Perubahan adalah keniscayaan, itu kata para sosiolog; bahkan Selo Sumardjan bapak sosiologi Indonesia mengatakan “tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan”. Namun esensi perubahan-lah yang membedakan antarperubahan itu terjadi. Hampir semua kita paham betul bahwa kemerdekaan yang membawa perubahan di negeri ini, tidak diperoleh dengan cuma-cuma; tetapi dengan perjuangan berdarah-darah dari para pendiri negeri ini dengan durasi waktu yang sangat panjang dan lama.

Berdasarkan penelusuran digital kata “merdeka” itu memiliki tautan sejarah panjang, diantaranya informasi tersebut adalah: secara umum, kata ini berasal dari bahasa Sanskerta “mahārdhika,” yang berarti “makmur” atau “kaya.” Namun, dalam konteks bahasa Melayu dan Indonesia, makna kata ini berkembang menjadi “bebas” atau “independen.”

Kata “merdeka” sudah digunakan dalam literatur melayu klasik sejak zaman kerajaan-kerajaan Nusantara. Pada masa itu, kata ini lebih merujuk pada status seseorang yang bebas dari perbudakan atau penjajahan. Kata ini sering digunakan untuk menggambarkan seseorang yang memiliki kebebasan pribadi dan tidak terikat oleh tuan atau majikan.

Perkembangan makna selanjutnya pada era kolonialisme: selama era ini disebut juga masa penjajahan oleh kekuatan Eropa di Asia Tenggara, kata “merdeka” mulai memperoleh makna politik yang lebih luas. Kata ini kemudian menjadi simbol perjuangan melawan penjajahan dan kekuasaan asing. Di Indonesia, kata “merdeka” menjadi sangat identik dengan perjuangan melawan penjajahan Belanda dan kemudian Jepang.

Pada era Proklamasi Kemerdekaan: Pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno, presiden pertama Indonesia, mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dalam proklamasi tersebut, kata “merdeka” menjadi simbol utama kebebasan dan kedaulatan negara Indonesia yang baru merdeka. Setelah proklamasi, kata ini menjadi bagian dari identitas nasional Indonesia.

Pada era kontemporer saat ini, kata “merdeka” tidak hanya merujuk pada kemerdekaan politik, tetapi juga sering digunakan dalam konteks kebebasan individu, hak asasi manusia, dan ekspresi kebebasan dalam berbagai aspek kehidupan. Kata ini juga sering muncul dalam semboyan dan slogan, seperti “Merdeka atau Mati!” yang digunakan selama perjuangan kemerdekaan.

Kata “merdeka” memiliki makna yang mendalam dan penuh dengan perjuangan, serta menjadi simbol penting dalam sejarah dan identitas bangsa Indonesia.

Perubahan adalah sesuatu yang bersifat dinamis dan selalu terjadi dalam kehidupan, baik dalam konteks individu, sosial, ekonomi, maupun budaya. Hakekat perubahan melibatkan proses transformasi dari keadaan atau kondisi yang lama ke kondisi yang baru.

Perubahan dapat terjadi secara involusi (sangat lambat sekali tetapi terus dan berkelanjutan), evolusioner (bertahap) atau revolusioner (cepat dan signifikan). Beberapa aspek penting dari hakekat perubahan meliputi: Pertama, Konstansi Perubahan: Perubahan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Tidak ada yang tetap, segala sesuatu selalu bergerak dan berubah.

Kedua, Perubahan Sosial: Dalam konteks sosial, perubahan sering kali terjadi karena pengaruh berbagai faktor seperti teknologi, politik, ekonomi, dan budaya. Perubahan sosial bisa mencakup perubahan dalam pola pikir, nilai-nilai, kebiasaan, dan struktur sosial.

Ketiga, Adaptasi dan Inovasi: Perubahan menuntut adaptasi dan inovasi. Kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan sering kali menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi tantangan yang muncul.

Keempat, Perubahan sebagai Kesempatan: Perubahan sering kali dipandang sebagai peluang untuk memperbaiki atau mengembangkan hal-hal baru. Ini bisa melibatkan inovasi dalam produk, layanan, atau cara berpikir.

Sedangkan hakekat kemerdekaan: adalah kondisi bebas dari kontrol, dominasi, atau penindasan oleh pihak lain. Hakekat kemerdekaan sering kali dikaitkan dengan kebebasan individu, politik, dan sosial. Beberapa aspek penting dari hakekat kemerdekaan meliputi: Pertama, Kebebasan untuk Memilih: Kemerdekaan memberikan individu atau bangsa kebebasan untuk membuat keputusan dan pilihan sendiri tanpa paksaan dari pihak luar.

Kedua, Kedaulatan: Dalam konteks negara, kemerdekaan berarti memiliki kedaulatan penuh untuk mengatur urusan dalam negeri dan luar negeri tanpa campur tangan asing.

Ketiga, Hak Asasi Manusia: Kemerdekaan juga terkait erat dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Setiap individu memiliki hak untuk hidup, kebebasan, dan mengejar kebahagiaan tanpa diskriminasi atau penindasan.

Keempat, Tanggung Jawab: Kemerdekaan membawa tanggung jawab. Baik individu maupun negara yang merdeka harus bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan mereka.

Kelima, Kemerdekaan Spiritual dan Mental: Selain kemerdekaan fisik dan politik, ada juga kemerdekaan spiritual dan mental, yaitu kebebasan dari belenggu pemikiran atau perasaan yang menghambat perkembangan diri.

Secara keseluruhan, perubahan dan kemerdekaan adalah dua konsep yang saling terkait. Perubahan sering kali diperlukan untuk mencapai atau mempertahankan kemerdekaan, dan kemerdekaan memberikan ruang bagi perubahan untuk terjadi. Keduanya seolah dua sisi mata uang yang satu sama lain saling meneguhkan; oleh sebab itu jika ada perubahan itu adalah konsekwensi dari adanya kemerdekaan, dan kemerdekaan akan menjadi begitu bermakna manakala ada perubahan didalamnya.

Oleh sebab itu, mari kita isi hari-hari mendatang negeri ini dengan berfikir positif terhadap perubahan apapun yang terjadi dinegeri ini. Sebab, kita tidak mungkin akan menghentikan perubahan, tinggal pertanyaan tersisa “andil” apa yang kita dapat berikan kepada negeri ini, sehingga keberlanjutan dan kelestariannya akan terjamin sampai kapan-pun. Sekalipun itu tidak mudah karena dalam perjalanannya negeri ini justru sering dirusak oleh anak negerinya sendiri yang gelap mata akan kekuasaan dan kemaruk harta.

Kursi disusun untuk anak dan istri, korupsi dipelihara untuk dijadikan penjara. Nepotism dipertontonkan bagai artis, orang jujur dibuat hancur, orang culas dibuat waras. Semua seolah berjalan tanpa batas. Namun, Ibu kota boleh berpindah, ideology tidak boleh berubah. Presiden boleh berganti, namun negeri ini tetap harus berdiri. Benar apa yang dipesankan oleh salah seorang presiden negara terbesar dunia yang berkata: “jangan bertanya apa yang akan kau dapatkan dari negeri ini, tetapi bertanyalah apa yang sudah dan akan kau berikan kepada negeri ini”. Salam Waras. (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Revani Junia Tari Mahasiswa Universitas Malahayati, Raih Medali Emas dan Perak Ajang Indonesian Student Science Competition (ISSC)

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Selamat kepada Revani Junia Tari ( 23140074) Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Malahayati yang Berhasil Meraih Medali Emas Bidang Bahasa Inggris dalam kegiatan Indonesian Student Science Competition (ISSC) 2024. Acara ini diselenggarakan oleh PRESMANESIA, 16 Juli 2024.

Revani juga Meraih Medali Perak Bidang Bahasa Indonesia yang diselenggarakan oleh @puskanas di Yogyakarta, 16 Juli 2024.

Indonesian Student Science Competition (ISSC) 2024 adalah sebuah kompetisi ilmiah untuk siswa dan mahasiswa yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Sains (Puskanas) di Yogyakarta. Kompetisi ini mencakup berbagai bidang ilmu pengetahuan, termasuk sains, teknologi, teknik, bahasa, dan matematika.

Tujuan dari ISSC adalah untuk mendorong minat dan kemampuan siswa dan mahasiswa dalam bidang sains dan teknologi, serta untuk menyediakan platform bagi siswa untuk menunjukkan hasil penelitian dan proyek ilmiah mereka. Kompetisi ini juga bertujuan untuk menjalin jaringan antara siswa, pendidik, dan praktisi sains dari berbagai daerah.

Revani ucapkan rasa syukur dan bangga atas prestasi yang ia raih ini. “Alhamdulilah sangat bersyukur dapat memperoleh Medali Emas dan Medali Perak dalam ajang ini,” ucapnya.

“Saya juga berterimasih kepada orang tua, diri saya sendiri, prodi dan Universitas Malahayati yang telah mensupport saya sejauh ini,” tambahnya.

Revani mengungkapkan alasannya mengikuti ajang ini adalah untuk meningkatkan prestasi akademik dirinya dan dapat mengembangkan minat dan bakat yang ada pada dirinya. Ia juga beralasan bahwa ingin terus berkembang dan bergerak lebih maju serta memberikan yang terbaik buat kampus tercinta Universitas Malahayati.

Lanjutnya, ia berharap kedepannya ia bisa terus meningkatkan skill dan kemampuan yang dimiliki dan dapat membuat keluarga, prodi dan kampus bangga dengan apa yang telah ia raih. “Semoga untuk tahun kedepannya semakin banyak lomba yang akan saya ikuti dan semakin banyak prestasi yang saya ukir,” tandasnya. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Tidak Penuh

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Beberapa hari lalu mendapat kiriman berita dari sohib disatu kabupaten, yang menunjukkan berita dengan gambar ada satu lembaga pendidikan justru diruang pimpinan lembaga negara itu tertera nama seseorang penasehat hukum swasta. Tentu saja hal ini memancing urat geli sekaligus konyol; mana ada lembaga negara bertindak atas nama negara yang memiliki petugas hukum negara (kejaksaan), justru memasang nama penasehat hukum swasta. Kiriman yang disertai komen dan pertanyaan itu mengingatkan satu istilah dalam bahasa jawa kata “Koplak”.; walaupun kata itu tidak tepat benar, karena diksi itu seolah konyol tetapi sebenarnya itu merupakan gambaran ketidakpahaman diri akan persoalan.

Sebelum lebih jauh kita memahami istilah itu, kita telusuri terlebih dahulu maknawinya. Dalam bahasa Jawa, istilah “koplak” sering digunakan untuk menggambarkan seseorang yang berperilaku konyol, lucu, atau bodoh dalam konteks yang tidak serius. Kata ini biasanya digunakan dalam situasi santai atau bercanda, dan meskipun mengandung unsur ejekan, penggunaannya lebih bersifat ringan atau untuk menegur atas kesalahan teman dengan cara yang tidak menyakitkan. Misalnya, jika seseorang melakukan sesuatu yang aneh atau lucu, teman-temannya mungkin menyebutnya “koplak” sebagai bentuk candaan.

Namun akhir-akhir ini kita sering menemukan “gaya kepemimpinan koplak” ini: yaitu, menggambarkan pendekatan kepemimpinan yang cenderung tidak konvensional, konyol, dan kadang-kadang dianggap tidak serius. Meskipun gaya ini mungkin tampak tidak efektif, namun ada kalanya situasi di mana pemimpin dengan pendekatan seperti ini bisa membawa dampak positif, terutama dalam konteks yang membutuhkan fleksibilitas, humor, atau suasana kerja yang santai. Berikut adalah beberapa karakteristik gaya kepemimpinan “koplak”:

1. Santai dan Tidak Formal

Pemimpin dengan gaya “koplak” biasanya tidak kaku dan lebih santai dalam berinteraksi dengan tim. Mereka mungkin tidak terlalu peduli dengan formalitas dan cenderung mengutamakan suasana yang nyaman dan penuh canda. Dalam beberapa kasus, ini bisa membantu mengurangi stres dan membuat tim merasa lebih dekat dengan pemimpin mereka.

2. Menggunakan Humor sebagai Alat

Gaya kepemimpinan “koplak” sering kali menggunakan humor sebagai alat utama dalam memimpin. Pemimpin ini mungkin sering bercanda, membuat lelucon, atau bersikap konyol untuk mencairkan suasana. Humor ini bisa membantu membangun hubungan yang baik dengan tim, tetapi jika tidak digunakan dengan bijak, bisa mengurangi rasa hormat atau profesionalisme.

3. Keputusan yang Tidak Konvensional

Pemimpin “koplak” mungkin membuat keputusan yang tampak aneh atau tidak biasa bagi orang lain. Mereka mungkin cenderung mengambil risiko, mencoba pendekatan baru, atau melakukan hal-hal yang tidak lazim dalam situasi tertentu. Pendekatan ini bisa membawa inovasi, tetapi juga bisa berisiko jika tidak disertai dengan pertimbangan yang matang. Contoh kasus pimpinan lembaga yang dikirim oleh teman di atas, termasuk kategori ini.

4. Fleksibel dan Tidak Kaku

Fleksibilitas adalah salah satu kekuatan dari pemimpin dengan gaya ini. Mereka mungkin tidak terlalu terikat pada aturan atau prosedur yang ketat, dan lebih memilih menyesuaikan diri dengan situasi yang ada. Ini bisa sangat berguna dalam lingkungan yang cepat berubah, tetapi bisa menjadi masalah jika tim membutuhkan arahan yang jelas.

5. Cenderung Kurang Disiplin

Salah satu kelemahan utama dari gaya kepemimpinan “koplak” adalah kurangnya disiplin. Pemimpin ini mungkin kesulitan menetapkan batasan, tenggat waktu, atau standar yang jelas. Mereka bisa dianggap tidak serius oleh tim, yang pada akhirnya bisa mempengaruhi kinerja dan tingkat produktivitas.

6. Mengutamakan Hubungan Sosial

Pemimpin “koplak” sering kali lebih fokus pada membangun hubungan sosial yang baik dengan tim daripada memastikan bahwa semua tugas selesai dengan sempurna. Mereka mungkin lebih memperhatikan kesejahteraan dan kebahagiaan tim daripada kinerja atau hasil akhir.

7. Mampu Menciptakan Suasana Kerja yang Nyaman

Meskipun gaya ini memiliki kelemahan, salah satu kelebihannya adalah kemampuan untuk menciptakan suasana kerja yang nyaman dan tidak tegang. Tim yang dipimpin oleh pemimpin “koplak” mungkin merasa lebih bebas untuk mengekspresikan diri dan tidak takut membuat kesalahan.

Kapan Gaya Kepemimpinan “Koplak” Bisa Efektif ?. Dalam Lingkungan Kreatif: Gaya kepemimpinan ini bisa sangat efektif dalam industri kreatif di mana inovasi dan pemikiran out-of-the-box sangat dihargai, terutama dalam situasi: Pertama, Menghadapi Tekanan: Ketika tim menghadapi tekanan yang besar, humor dan suasana yang santai dari pemimpin “koplak” bisa membantu meredakan stres. Kedua, Memperbaiki Hubungan Tim: Jika tim mengalami masalah dalam hal dinamika kelompok atau ada ketegangan internal, pemimpin dengan gaya ini bisa membantu memperbaiki hubungan melalui pendekatan yang lebih ringan dan sosial.

Risiko Gaya Kepemimpinan “Koplak” adalah: Pertama, Kurangnya Kredibilitas: Jika humor dan ketidakseriusan terlalu sering ditonjolkan, pemimpin bisa kehilangan kredibilitas di mata tim, bahkan bisa kehilangan kewibawaan.

Kedua, Ketidakjelasan Arah: Tanpa arahan yang jelas dan disiplin yang memadai, tim bisa merasa bingung tentang apa yang sebenarnya diharapkan dari mereka. Ketiga, Efisiensi yang Terganggu: Gaya ini bisa mengganggu efisiensi kerja jika terlalu banyak waktu dihabiskan untuk hal-hal yang tidak produktif.

Secara keseluruhan, gaya kepemimpinan “koplak” bisa efektif dalam situasi tertentu, terutama ketika keseimbangan antara kerja keras dan suasana yang menyenangkan diperlukan. Namun, penting bagi pemimpin dengan gaya ini untuk tetap menjaga keseimbangan antara humor dan keseriusan agar tujuan organisasi tetap tercapai. Menjadi persoalan manakala kekoplakan itu terjadi karena kebodohan sipemimpin sendiri dalam memformulasikan persoalan dalam tugas yang dia hadapi. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Kemerdekaan itu untuk Siapa?

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Pagi itu, seperti sudah menjadi rutinitas setiap pukul tujuh tigapuluh pagi saat hari kerja, posisi selalu sudah berada di perempatan jalan raya yang harus berhenti sejenak, karena lampu lalu lintas sedang berwarna merah. Perjalanan ini dipertontonkan Tuhan untuk melihat bagaimana anak-anak kecil yang badannya dicat warna putih metalik, berdiri di samping jalan yang padat kendaraan. Mereka meminta sedikit uang kepada setiap pengendara yang berhenti menunggu lampu lalu lintas berubah berwarna hijau.

Di kejauhan sana ada wanita setengah baya mengawasi mereka. Matanya sedikit terbelalak jika anak-anak tadi aksinya kurang berkenaan di batinnya. Ini berlangsung sepanjang hari. Anehnya, di negeri ini ada Departemen Sosial yang salah satu tuasnya memberikan perlindungan pada anak-anak, tetapi entah ke mana beliau-beliau itu.

Saat menemani istri berbelanja dapur untuk beberapa hari ke depan di suatu pasar tempel, karena lokasinya menempel di antara rumah dan jalan raya, para pedagang kecil berhimpitan berjualan sayuran dan semua perlengkapan masak-memasak. Usia mereka umumnya sudah tidak muda lagi. Mereka mengais rezeki dari sedikit kemurahan hati emak-emak yang berbelanja pagi.

Sejurus kemudian ada laki-laki setengah baya meminta uang kepada mereka semua pedagang. Saat ditanya uang apa itu, dengan ketus laki-laki paro baya menjawab untuk uang keamanan. Entah siapa yang diamankan dan apa yang diamankan. Padahal, ibu penjual di sudut sana dari tadi belum satu pun dagangannya laku. Ia kelihatan lelah dan pucat. Mungkin ia belum makan. Dia tidak memerlukan pengamanan karena dagangannya berupa daun singkong muda dipetik dari kebun sendiri kemudian dibawa ke pasar ini.

Nun jauh di sana, di gedung mewah berpendingin udara yang sangat sejuk, makanan lezat tertata rapi di meja. Katanya mereka sedang melangsungkan rapat organisasi dengan acara memilih pimpinan tertinggi. Mereka yang datang semua berdasi pakai jaket lambang organisasi. Pidato kampanye dimula. Semua calon bersemangat ingin membangun negeri. Namun dari belakang sudah beredar amplop berisi cuan. Bagi yang menerima untuk memilih yang memberi. Mulut berkata demokras, berantas korupsi. Namun suara bisa dibeli. Penerima bersenang hati karena dapat “rejeki”. Si pemberi bergembira karena bisa membeli.

“Demokrasi” begitu gaduh di negeri ini. Untuk meraih kekuasaan, kegaduhan harus disertai cuan. Cuan yang banyak. Itu pun belum jadi jaminan kekuasaan bisa didapatkan. Seperti yang dialami seorang sahabat saya misalnya. Ya, dalam pesta demokrasi kemarin ia mencalonkan diri untuk menjadi wakil rakyat. Ia sebenarnya sudah diberi tahu bahwa untuk lolos jadi wakil rakyat harus punya modal guna membeli suara.

Dasar orang muda yang masih idealis, dengan gagah perkasa dan penuh semangat memaksa diri menjual yang ada untuk menggapai cita cita membangun negeri. Cuan pun banyak dia keluarkan. Hasilnya: ia gagal karena suaranya tidak mencukupi untuk meraih satu kursi. Uang sekarung sudah terhambur, tetapi suara tidak terkumpul. Selidik punya selidik, ternyata sohib tadi dikadali oleh “kadal gurun” yang memang haus akan cuan. Tidak peduli apa itu saudara atau siapa. Uang memang lebih kuasa dari segalanya.

Juga atas nama demokrasi, baru saja terjadi tokoh partai paling tua di negeri ini mengundurkan diri. Padahal selama ini ia termasuk pemimpin partai yang sukses. Suara dari balik layar (yang sejatinya yang jauh lebih faktual dibanding yang diberitakan televisi dan media online), pemimpin partai itu terpaksa harus menyerah karena diduga “separo badannya” sudah tersandera pihak eksternel. Tak lain tak bukan, ialah orang superkuat yang bisa menghitam-putihkan hukum dan tatanan. Demi nama baik keluarga dan partai, ia harus mengalah. Menepi. Ia mungkin masih bisa tertawa lepas dengan orang kuat di ruang dan meja yang sama. Tapi tidak ada yang tahu betapa pedih sebenarnya hatinya.

Yang ini terjadi di Indonesia. Ya, Indonesia yang sedang menyiapkan hari kemerdekaan di ibu kota negara yang baru (maksudnya, ibu kotanya yang baru). Berita mengejutkan datang lagi: detik-detik menjelang upacara kenaikan Bendera Pusaka, petugas putri yang menggunakan busana keagamaa, demi keseragaaman harus melepaskan hijabnya. Ternyata negeri ini sudah bisa membatalkan hukum Tuhan hanya demi kekuasaan. Atas nama keseragaman semua disamakan. Padahal negeri ini adalah plural. Bhineka. Dan Tuhan menciptakan mahluk-Nya pun tidak seragam. Berani benar mereka yang hanya sekadar kuasa, lalu berbuat semena-mena. Setelah nitizen goyangkan media sosial…buru-buru…larangan ditarik…seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Ibu Pertiwi saat ini berduka melihat tingkah polah kita semua. Penguasa merajalela. Rakyat terus dibuat sengsara. Lalim terus bersahabat untuk membabat semua yang terlihat. Kekuasaan menjadi mutlak hanya untuk para kerabat. Pekik merdeka hanya sesaat, agar terlihat oleh rakyat. Ironisnya lagi, sementara pejabat upacara pakai anggaran negara, rakyat mau buat hiburan demi kemerdekaa harus mengemis cari dana keman-mana.

Negeri ini sudah tua, 79 tahun. Dewasa. Semestinya ia sudah matang untuk menjadi. Namun isi negeri ini masih suka untuk berilusi, sehingga sibuk menyusun kursi untuk anak dan istri. Dulu saat reformasi semua ingin terbebas dari korupsi dan kolusi. Ironisnya (atau paradoksnya!), kini kita menjad lebih ganas dari yang tempo hari. Korupsi, kolusi, dan nepotisme dipertontonkan di muka orang ramai dengan tanpa rasa malu. Nepotisme yang dulu menjadi ancaman dan harus dijauhi, sekarang dimaklumi dengan sejumlah embel-embel permakluman.

Sudah 79 tahun kita merdeka. Kegembiraan lomba lari dengan kelereng di sendok yang digigit bocah-bocah lugu pun terasa hambar. Lomba tarik tambang pun sudah tidak bisa kita lakukan karena semua “tambang” sudah habis dibagi. Panjat pinang pun tidak bisa kita lakukan karen sebelum dipanja semua kursi sudah “dipinang” duluan oleh yang bercuan.

Walaupaun didera aneka cobaan, negeri ini tetaplah negeri kita. Siapa pun penguasanya, ia tetapkan negeri yang kita cintai. Dirgahayu Indonesiaku! (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Universitas Malahayati Gelar Upacara HUT RI ke-79, Rektor Ajak Civitas Akademika Jaga Amanah Kemerdekaan

BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Universitas Malahayati Bandar Lampung menggelar upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-79 pada 17 Agustus 2024.

Upacara ini dipimpin langsung Rektor Universitas Malahayati, Dr. Achmad Farich, dr., MM, yang juga bertindak sebagai Komandan Upacara.

Dalam pidatonya, Rektor menyampaikan rasa syukur dan kebanggaannya karena masih mendapat kepercayaan untuk mengisi kemerdekaan sesuai dengan bidang profesi dan kemampuan masing-masing.

“Tahun ini kita banyak mengabdi dan menyaksikan berbagai perubahan serta pembaharuan. Kita baru saja melalui pemilihan umum, dan dengan terpilihnya presiden, wakil presiden, serta anggota legislatif, kita harus siap mendukung perubahan kepemimpinan yang akan datang,” ujar Rektor.

Ia juga menekankan pentingnya menjaga amanah konstitusi dan undang-undang, serta turut mensukseskan setiap perubahan yang terjadi.

Rektor mengingatkan bahwa Universitas Malahayati terus mendukung program pemerintah dalam mencerdaskan anak bangsa, sejalan dengan tagline “Semua Bisa Kuliah”.

Hal ini diwujudkan dengan memberikan kesempatan luas bagi masyarakat dari berbagai daerah untuk mengenyam pendidikan di Universitas Malahayati, menciptakan keberagaman budaya yang harmonis.

Rektor juga mengimbau kepada para dosen untuk terus meningkatkan kinerja, mengikuti perkembangan aturan dan kebijakan terbaru, sehingga tidak tertinggal dalam upaya mencetak lulusan yang unggul dan siap bersaing di dunia kerja.

Ia juga mendorong para mahasiswa untuk memperluas wawasan tentang kehidupan global, agar mampu bersaing di dunia kerja yang semakin kompetitif.

Acara ini diakhiri dengan pemberian penghargaan kepada dosen dan tenaga pendidik teladan Universitas Malahayati, serta penyerahan Surat Keputusan (SK) kelulusan kepada calon mahasiswa program KIP Kuliah.

Rektor berharap Universitas Malahayati dapat terus berkembang dan adaptif terhadap segala perubahan yang terjadi, khususnya di bidang pendidikan.

“Selamat Dirgahayu Republik Indonesia ke-79. Semoga Indonesia terus maju di kancah dunia demi kesejahteraan rakyat,” pungkas Rektor. (*)

Editor: Asyihin

Maksud Baik yang Tidak Baik

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Beberapa hari lalu ada teman jurnalis mengirimkan sejumlah kliping berita dari berbagai media online, isinya tentang bagaimana oknum di sekolah dasar kota ini “menghimpun” dana dari murid sebesar tigaribu rupiah per minggu dengan alasan digunakan untuk membiayai kegiatan kelas. Sayangnya jurnalis media online tidak menjelaskan secara rinci berita tersebut dengan kaidah-kaidah kejurnalistikan, sehingga kesannya hanya laporan pandangan mata. Bahkan terkesan berita itu menjadi seolah “persepsi” dari jurnalis, padahal jika digali dengan ilmu kejurnalistikan, berita tadi menjadi betul-betul “news”. Namun demikian dari kiriman berita itu ada hal yang menarik dari hasil kerja kejurnalistikan tadi yaitu segera tanggapnya pihak inspektorat untuk mengambil langkah. Sayangnya juga langkah seperti apa yang diambil, hanya diberitakan secara normatif saja; padahal jika digali lebih dalam banyak hal menjadi menarik.

Pada sisi lain yang perlu digali dari persoalan ini adalah, mengapa hampir setiap periode persoalan tarikmenarik uang menjadi semacam “bumbu masak” yang jika tidak dipakai maka masakan tidak sedap, padahal bumbu itu merusak sistem yang ada. Sementara sisi lain pemerintah sudah menyediakan dana Bantuan Sekolah baik dari pusat maupun daerah. Anehnya lagi jika persoalan ini tidak “tercium” oleh teman jurnalis, seolah-olah “lancar jaya”. Tentu hal ini akan mengundang tanya bagi banyak pihak ada persoalan apa sebenarnya di sana. Beberapa waktu lalu juga ada media online yang memberitakan ditangkapnya seorang oknum kepala sekolah Sekolah Menengah Pertama negeri di salah satu kabupaten di provinsi ini, karena korupsi dana Bantuan Sekolah yang uangnya digunakan untuk Judi Online. Sementara peristiwa itu sudah cukup lama terjadi. Pertanyaannya kemana kepengawasan selama ini.

Memang jika dibandingkan dengan menggunakan metode statistika, jumlah itu tidak mempengaruhi populasi. Namun untuk masalah pendidikan hukum itu tidak berlaku, justru yang diberlakukan pepatah “nila setitik merusak susu sebelanga”; jadi sekalipun dilakukan hanya satu orang, namun hal itu akan menggoncangkan sendi sendi kehidupan pendidikan di negeri ini.

Tampaknya dunia pendidikan sedang “tidak baik-baik saja” manakala barometer yang dipakai adalah pengulangan persoalan yang hampir sama disetiap periode tertentu. Hal ini menunjukkan sistem yang ada belum bekerja secara baik dan benar. Pertanyaan mendasar kenapa peristiwa itu sampai terjadi, bagaimana sistem pencegahan yang dilakukan, bagaimana kinerja instrument pengawasan. Semua menjadi pertanyaan substantif, karena peristiwa itu seharusnya terjadi hanya satu kali, jika sudah berkali-kali berarti ada instrumen yang tidak jalan.

Berdasarkan penelusuran referensi yang ada tugas inspektorat yang membidangi pendidikan dasar itu adalah sebagai berikut: Pertama, Pengawasan dan Evaluasi: Cakupannya meliputi; Audit Kinerja Sekolah: Melakukan audit terhadap kinerja sekolah, termasuk manajemen, administrasi, dan penggunaan sumber daya pendidikan. Evaluasi Implementasi Kebijakan: Menilai sejauh mana kebijakan pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat atau daerah telah diimplementasikan dengan baik di sekolah-sekolah dasar. Penilaian Standar Pendidikan: Mengawasi dan memastikan bahwa standar pendidikan nasional dan daerah dipenuhi oleh sekolah-sekolah dasar.

Kedua, Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi: mencakup : Pengawasan Penggunaan Dana Pendidikan: Memastikan bahwa dana yang dialokasikan untuk pendidikan dasar, seperti Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), digunakan sesuai dengan peraturan dan tujuan yang telah ditetapkan. Deteksi dan Investigasi: Mengidentifikasi potensi penyelewengan atau penyalahgunaan anggaran pendidikan serta mengambil tindakan preventif dan korektif.

Ketiga, Pembinaan dan Pengembangan: meliputi; Pembinaan Kelembagaan: Memberikan arahan dan pembinaan kepada sekolah dalam hal manajemen, administrasi, dan pengelolaan pendidikan. Pengembangan SDM: Mendorong pengembangan profesionalisme tenaga pendidik dan kependidikan melalui pelatihan, workshop, dan kegiatan pengembangan lainnya.

Keempat, Penegakan Disiplin dan Kepatuhan: meliputi: Penegakan Aturan dan Kebijakan: Memastikan bahwa seluruh elemen pendidikan, termasuk guru, kepala sekolah, dan staf lainnya, mematuhi peraturan dan kebijakan yang berlaku. Tindak Lanjut Temuan Audit: Mengambil tindakan terhadap temuan-temuan audit yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian atau pelanggaran dalam pelaksanaan tugas dan fungsi di sekolah.

Kelima, Pelaporan: meliputi: Pelaporan Hasil Pengawasan: Menyusun dan menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada atasan dan pihak terkait, serta memberikan rekomendasi untuk perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan. Transparansi dan Akuntabilitas: Menjamin bahwa proses pengawasan dan audit dilakukan secara transparan dan akuntabel, serta hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.

Keenam, Koordinasi dan Kerjasama: meliputi: Koordinasi dengan Lembaga Terkait: Bekerja sama dengan dinas pendidikan, sekolah, dan pihak-pihak lain yang terkait dalam proses pengawasan dan pembinaan. Sosialisasi Kebijakan: Membantu dalam menyosialisasikan kebijakan-kebijakan baru dari pemerintah terkait pendidikan dasar kepada sekolah-sekolah.

Dengan menjalankan tugas-tugas ini, inspektorat berperan dalam memastikan bahwa pendidikan berjalan sesuai dengan tujuan dan standar yang telah ditetapkan, serta mendukung peningkatan kualitas pendidikan. oleh sebab itu unsur pembinaan lebih dikedepankan dibandingkan dengan penghukuman.

Teman-teman jurnalis seyogyanya juga mengkorek apakah peran inspektorat sudah berjalan sesuai dengan amanat undang-undang yang mengaturnya; karena kesan public selama ini justru inspektorat datang jika ada pelanggaran, atau datang ke lapangan hanya jika pemeriksaan berkala saja.

Maksud baik dilakukan dengan cara yang kurang baik, bisa jadi hasilnya akan tidak baik, karena maksud baik dilakukan dengan cara baik-pun belum tentu berhasil baik, sebab situasi untuk berbuat baik juga ikut menentukan. Kerjasama yang baik untuk tidak saling mengadili, tetapi lebih kepada saling mengingatkan; adalah tugas mulia yang diemban kita bersama sebagai mahluk Tuhan yang pasti memiliki kekurangan dan kelemahan, karena kekurangan dan kelemahan adalah penyempurna dari ketidaksempurnaan sebagi mahluk. Kesempurnaan hanya milik Tuhan semata, tak ada satupun yang dapat menandingiNYA. Salam Waras. (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Hasil Penelitian Dosen Universitas Malahayati Raih Medali Emas di Ajang Southern Inventor Award 2024 Thailand

THAILAND (malahayati.ac.id): Dr. Dwi Marlina Syukri, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati (Unmal), kembali mengharumkan nama Indonesia khususnya Provinsi Lampung dengan meraih medali emas dalam ajang Southern Inventor Award 2024, diselenggarakan di Thaksin University, Thailand, Selasa, 1-3 Agustus 2024.

Dalam kompetisi bergengsi ini, produk penelitian Dwi Marlina Syukri yang berjudul “Antibacterial Coated Silk Suture” berhasil mencuri perhatian para juri.

Kegiatan ini merupakan ajang inovasi yang diikuti berbagai peneliti dari seluruh dunia, dengan fokus pada penemuan-penemuan yang berkontribusi dalam bidang kesehatan dan teknologi.

Produk penelitian Dwi Marlina Syukri, yang sebelumnya telah dipublikasikan dalam bentuk paper ilmiah, menunjukkan kemampuan antibakterial yang signifikan melalui metode pelapisan benang sutera dan fungsionalisasi nilon.

Dua publikasi yang berkaitan dengan produk penelitian ini, yaitu ‘Antibacterial Coated Silk Suture’ dan ‘Antibacterial Functionalization of Nylon’

“Dalam kompetisi ini, tiga mahasiswa yang saya bimbing mewakili saya menyampaikan produk penelitian ini. Mereka adalah Pannatat Mannanee, Inarm Ekkakaraphiban, dan Peemphon Engchuan,” ucap Dwi Marlina Syukri.

Produk penelitian yang telah mendapatkan pengakuan internasional ini diharapkan dapat memberikan dampak besar dalam dunia medis, khususnya dalam pencegahan infeksi pasca-operasi.

“Produk saya tersebut terdaftar paten di Thailand dengan nomor 2003001900,” ujarnya. (*)

 

Editor: Asyihin