Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandarlampung
Profesor atau sering diindonesiakan menjadi guru besar, pada awal-awal kemerdekaan, sebutannya: maha guru. Gelar untuk jenjang akademik tertinggi di perguruan tinggi. Semua insan akademik bercita-cita meraih gelar puncak akademiknya tersebut.
Sebelum lebih jauh mendedah makna profesor dan bagaimana akhirnya, kita sebaiknya memahami beberapa informasi sebagai bahan berpijak :
Pertama, ada yang mengatakan bahwa profesor bukan gelar akademik akan tetapi orang yang diberi kepercayaan mengajar sesuai penguasaan keilmuannya. Pendapat yang berbeda itu sah-sah saja, apalagi bagi kalangan yang menggeluti dunia akademik.
Kedua, menurut beberapa sumber bacaan, gelar profesor dimulai dari Eropa pada abad pertengahan. Menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford (OED), gelar tersebut berevolusi dari magister atau doktor sampai akhirnya muncul sebutan profesor.
Walau ada penambahan setiap tahun, mereka yang bergelar profesor tetap belum signifikan karena jumlah yang mendapatkan gelar tersebut rerata sama dengan yang pensiun dan atau meninggal. Sehingga, untuk mencapai angka sepuluh ribu saja, sangat sulit sekali.
Dari data tahun 2022, presentase guru besar kurang dari 2 persen atau kira-kira 5.478 profesor dan terbanyak di Universitas Hasanuddin Makasar. Bisa dikatakan, dari populasinya, jumlah mereka yang bergelar profesor termasuk mahluk langka.
Dari kelangkaan itu, maka semua apa yang mereka lakukan akan menjadi semacam “penanda” keparipurnaan keilmuan atau keahlian seseorang. Penanda ini yang kemudian ditangkap penguasa untuk membantunya pada posisi menteri, dirjen, staf ahli, bahkan penasehat.
Sebagai contoh, hampir semua kabinet kepemimpinan presiden siapapun di Indonesia, dapat dipastikan ada profesor yang terlibat didalamnya, baik sebagai menteri, dirjen, sesjen, sekjen, atau direktur.
Akibatnya, karena profesor juga manusia (walau terkadang disebut setengah dewa); bisa terjebak dalam perangkap syahwat duniawi akhirnya bisa mendekam di penjara karena tersandung kasus-kasus pemenuhan hasrat keduniawian.
Profesor ikut terjabak kasus korupsi.
”Ada 10 profesor, 200 doktor yang ter-jebak kasus korupsi,” kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas dalam talksho di Graha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis (11/2/2014).
Seiring perjalanan waktu ternyata dari tahun ke tahun jumlah itu cenderung naik dengan beragam kasus, namun sayangnya banyak bermuara pada pemenuhan nafsu menambah cuan.
Kita tinggalkan deskripsi data di atas; ada pertanyaan mendasar di sana; logikanya seorang profesor yang atau disebut guru besar itu adalah manusia paripurna dalam ilmunya; memahami dari unsur syariat, hakekat sampai makrifat, tetapi kenapa sampai terpeleset ke ranah yang tidak sedap itu.
Tampaknya unsur manusianya masih perlu ada pembenahan dalam hal manakala akan menggunakan mereka kepada hal-hal yang bersifat keduniawian. Jargon Jawa yang mengatakan “melik nggendong lali” artinya keinginan untuk memiliki sesuatu, bisa juga berarti pamrih.
Ingin memiliki sesuatu yang bukan miliknya. Juga dapat melanda siapa saja termasuk profesor. Profesor juga manusia, oleh sebab itu tidak bisa lepas dari unsur-unsur selaku manusia. Menjadi sempurna kesesatannya bila ditambah dengan ketidaktahuan tentang administratif pelaporan keuangan dan masalah hukum.
Kondisi ini sering dimanfaatkan oleh staf untuk menjebak atau dijebakkan sang profesor kepada kesesatan terencana. Tinggal dia memiliki kesadaran akan hakekat hidup sampai pada tataran mana. Sebab secara ekonomi pendapatan rata-rata professor itu sudah jauh di atas pendapatan kebanyakan aparatur sipil negara biasa.
Namun tingkat “kebuasan” akan menguasai dunia, terutama penimbun materi; hanya Tuhan yang Maha Tahu.
Masih banyak jumlahnya professor yang bersih dan bagus, namun kata pepatah mengatakan nila setitik itu merusak susu sebelanga, menjadikan citra kegurubesaran ternoda.
Melalui tulisan ini penulis ingin menyampaikan pesan; bukan pembelaan, professor juga manusia tempatnya hilaf dan lupa, mohon maaf jika ada diantara kami yang tidak bisa memposisikan diri pada posisi yang seharusnya; yakinlah barisan terbaik dari kami masih banyak.
Untuk para profesor, mari kita sumbangkan keilmuan kita yang terbaik untuk negeri ini sebagai tanggungjawab laku sebagai maha guru sampai titik kehidupan akhir kita. (SJ)
Pengumuman Ketentuan UAS Ganjil TA 2023/2024, Angkatan 2017-2023
BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Halo Sahabat Unmal..Pelaksanaan UAS untuk angkatan lama (2017-2022) secara umum tanggal 02 s/d 13 Januari 2024, berikut ini terlampirkan syarat pengambilan kartu Ujian Akhir Semester (UAS) Ganjil TA.2023/2024.
Untuk Jadwal UAS Angkatan 2017-2022, bisa lihat disini
Jadwal UAS Ganjil 2023_2024 Universitas Malahayati
Dan untuk pelaksanaan UAS untuk angkatan 2023 (baru) secara umum tanggal 22 Januari s/d 3 Februari 2024, berikut ini terlampirkan syarat pengambilan kartu Ujian Akhir Semester (UAS) Ganjil TA.2023/2024. (gil/humasmalahayatinews)
Kangsa Adu Jago
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Dinukil dari beberapa sumber, serita wayang purwa dengan lakon “Kangsa Adu Jago” sangat terkenal pada komunitas penggemar wayang, utamanya wayang kulit dan wayang orang. Adapun ringkas ceritanya sebagai berikut: Prabu Basudewa adalah seorang raja yang berkuasa di negeri Mandura. Dalam menjalankan pemerintahan, dia dibantu oleh dua orang adiknya, yakni Ugrasena dan Rukma.
Dia memiliki seorang anak laki-laki bernama Kangsa. Anak laki-lakinya inilah yang kelak akan membawa bencana bagi Basudewa. Kangsa ini sejak awal memang sudah bermasalah. Sejatinya, dia bukanlah anak kandung dari Basudewa. Dulu ketika Basudewa sedang pergi, ada seorang raja bernama Prabu Gorawangsa yang datang ke Istana Mandura dengan menyamar sebagai Basudewa. Dia kemudian menemui istri Basudewa yang bernama Dewi Maerah. Terjadilah sesuatu yang tidak dikehendaki. Akibatnya, lahirlah si Kangsa.
Setelah dewasa, Kangsa menjadi adipati di wilayah Sengkapura. Namun, tingkah laku Kangsa ini tidak baik. Sementara itu, Basudewa memiliki putra-putri dari istrinya yang lain. Kakrasana adalah seorang pemuda berkulit bule. Sementara itu, Narayana seorang pemuda cerdas dan sakti yang berkulit hitam, dan Sembadra adalah seorang gadis hitam manis. Mereka dididik di padepokan Widara kandang oleh Demang Sagopa.
Setelah dewasa, Kangsa memiliki nafsu untuk menguasai kerajaan Mandura. Dia tahu bahwa Prabu Basudewa memiliki anak lain sehingga timbullah pikiran jahatnya, dia ingin merebut kekuasaan dan membunuh Kakrasana dan Narayana.
Suatu hari, dia datang ke Istana Basudewa. Dia mengusulkan rencana adu jago alias pertandingan kesaktian. Sebenarnya, tujuannya adalah untuk menemukan dan membunuh Kakrasana dan Narayana. Prabu Basudewa terpaksa menyetujui permintaan Kangsa. Namun, dia juga mengirim utusan kepada Pandawa Lima untuk meminta bantuan. Maka disetujui Bima akan maju sebagai jago mewakili Mandura. Adik sang Bima, yakni Arjuna, lalu mandampingi. Tidak lupa dia membawa panah saktinya yang bernama Pasopati dan keris Pulanggeni. Jadilah perang itu dan Kangsa mati ditangan Bima sebagai Jago nya Basudewa.
Ada yang esensial dari cerita itu. Ialah bahwa ternyata kekuasaan itu selalu harus diperebutkan dengan melalui “pertarungan”. Apa pun bentuk pertarungannya, itu kebudayaan yang memprosesnya. Semula harus dengan kekuatan otot, termasuk dengan cara-cara gladiator. Siapa yang kuat itu yang menang. Seiring perjalanan waktu dan berprosesnya kehidupan melalui yang panjang dan itu adalah budaya, maka tumbuh kembang sistem, salah satu dari sistem itu dengan sistem electoral. Tentu saja ini terus berevolusi dari waktu kewaktu, termasuk di negeri ini.
Gelanggang adu jago model Kangsa di atas, berubah menjadi debat antarkandidat. Segala kemampuan strategi dan taktik, yang semula berkaitan dengan adu fisik, berubah menjadi adu gagasan antarpetarung. Semua ditonton oleh banyak orang. Jika dulu harus datang langsung mengelilingi gelanggang, sekarang bisa sambil santai di rumah minum kopi, menikmati piranti gaget dan langsung berkomentar terhadap yang dilihat.
Jika dulu yang hadir terbatas pada cakupan daerah,s sekarang bisa tanpa batas. Sejauh masih ada sinyal internet menjangkau, maka di sana bisa kita nikmati apa saj. Termasuk Kangsa Adu Jago versi modern yang sedang berlangsung di panggung politik Indonesia. Layaknya pertarungan, pasti terjadi keberpihakan dengan manisfestasi pendukung. Justru serunya pertandingan bukan ada di atas panggung, tetapi kenyinyiran penikmat dan pendukung dengan berbagai komentar.
Kebebasan ini sekarang sedang dinikmati oleh hampir seluruh warga negara negeri ini; namun layaknya suatu pertandingan apapun namanya; pasti ada kelompok tiga; pertama, kelompok pendukung, kedua, kelompok penantang, dan yang satu ini kelompok penikmat. Kelompok yang terakhir ini sekarang secara diam-diam sering mengambil keuntungan dari setiap moment. Kelompok ini orang Palembang menyebutnya “melok menang bae”; dan jargon-jargon ini sekarang bertebaran di media sosial baik menggunakan bahasa Indonesia maupun bahasa ibu.
Namun fenomena itu adalah hal yang biasa dalam perilaku sosial menurut ilmu dinamika kelompok’ yang terpenting berhadapan dengan situasi seperti ini, yang akan terus berulang setiap lima tahun adalah: Gunakan hak mu dengan tidak mengganggu hak orang lain, tunaikan kewajibanmu dengan tidak melanggar hak orang lain. Kita tidak perlu berkelahi karena beda dukungan, yakinlah siapa pun yang menang kita tetap harus bekerja untuk menghidupi keluarga.
Selamat menikmati pesta demokrasi. (SJ)
Malam Apresiasi, Universitas Malahayati Terima Penghargaan KPU Lampung
BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Universitas Malahayati Bandar Lampung menerima penghargaan pada Malam Apresiasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung 2023, di Ballroom Novotel, Rabu malam (27/12/23).
Penghargaan diberikan oleh Komisoner KPU Lampung, Ismanto, S.Th.I kepada Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) Universitas Malahayati, Emil Tanhar, S. Kom.
Penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi KPU Lampung kepada Universitas Malahayati Bandar Lampung yang telah turut serta bekerjasama dalam menyukseskan Pemilu serentak 2024. Selain Universitas Malahayati ada 8 perguruan tinggi lainnya yang menerima penghargaan ini.
Universitas Malahayati Bandar Lampung, 28 Oktober lalu, menjadi tempat acara “KPU Goes to Campus” yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandar Lampung.
Kepala Hubungan Masyarakat (Humas), Emil Tanhar, S. Kom, mewakili Rektor Universitas Malahayati Dr. Achmad Farich, dr., M.M., mengucapkan terimakasih atas penghargaan yang diberikan KPU Lampung kepada Perguruan tinggi swasta satu-satunya yang memiliki fakultas kedokteran di Lampung ini.
“Universitas Malahayati siap bekerjasama dengan penyelenggara pemilu dalam turut serta menyukseskan Pemilihan Legislatif dan Presiden terutama di lingkungan kampus,” ucap Emil Tanhar. (**)
Editor: Asyihin
Mahasiswa Prodi Psikologi Universitas Malahayati Raih Juara 1 Kaligrafi Kontemporer Tingkat Nasional
Ka.Prodi Psikologi, Octa Reni Setiawati, M.Psi mengucapkan rasa bangga dengan hasil yang diraih oleh mahasiswanya.
“Prestasi ini akan memicu semangat baru terkhususnya untuk mahasiswa Prodi Psikologi, agar dapat berperan aktif dalam mengikuti lomba-lomba baik sifatnya akademik maupun non akademik,” ucap Octa.
Chetrin mengungkapkan harapannya semoga selalu memiliki semangat dan tekad keseriusan dalam mengembangkan bakat dan minat yang dimiliki, sehingga akan menjadi sebah prestasi yang membanggakan untuk Kampus Universitas Malahayati. (gil/humasmalahayatinews)
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati Gelar Pekan Monev Internal Pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 mewajibkan perguruan tinggi untuk melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sebagai bentuk komitmen Universitas Malahayati melalui FIK untuk turut menjalankan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Selanjutnya hasil dari pekan monev ini akan di sajikan dalam Rapat Tinjauan Manajemen (RTM), dan akan dilakukan Rencana Tindak Lanjut (RTL) untuk perbaikan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi di Fakultas Ilmu Kesehatan Unmal. (gil/humasmalahayatinews)
Rektor Universitas Malahayati Beri Selamat atas Pengukuhan Prof. Dr. Sudjarwo sebagai Anggota KPPS TVRI Lampung
Bandar Lampung (malahayati.ac.id): Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Achmad Farich, dr., M.M., mengucapkan selamat kepada Guru Besar Universitas Malahayati Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., sebagai salah satu anggota Komite Pendamping Program Siaran (KPPS) TVRI Lampung periode 2024 – 2026.
Pengukuhan dilakukan secara langsung oleh Kepala Stasiun TVRI Lampung, Herly Marjoni, bersama Ketua Dewan Pengawas LPP TVRI, Agus Sudibyo, dalam sebuah acara di Hotel Novotel, Selasa malam (26/12/2023).
“Ini hal yang membanggakan, bukan hanya bagi Prof. Sudjarwo pribadi, tetapi juga bagi Universitas Malahayati dan masyarakat Lampung,” ujar Dr. Achmad Farich.
Rektor Achmad Farich menyoroti pentingnya peran Prof. Sudjarwo sebagai wakil dari dunia pendidikan dalam mengawal dan membantu pengembangan program siaran yang berkualitas.
“Dengan latar belakang ilmiah dan pengalaman yang luas, saya yakin Prof. Sudjarwo akan memberikan kontribusi berarti bagi dunia penyiaran di Lampung,” ucapnya. (**)
Editor: Asyihin
Pilih Jagoanmu, Hormati Lawanmu
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Judul tulisan ini diambil dari potongan ceramah Ustaz Das’ad Latif, dai kondang asal Sulawesi Selatan yang juga seorang dosen perguruan tinggi negeri terkenal di sana. Kebetulan perguruan tinggi itu pernah jadi tempat sekolah penulis sebelum ada program pascasarjana, bernama Pusat Latihan Ilmu-Ilmu Sosial pada zamannya. Penggalan ceramah itu mengingatkan perjalanan hampir setengah abad mengarungi dunia interaksi antar manusia, baik di tengah masyarakat saat melakukan penelitian, maupun di dunia kampus. Tentu dengan segala macam riak gelombang dan hempasan badai kehidupan. Terutama yang berkaitan dengan pilih memilih, baik dalam masyarakat kebanyakan maupun di dunia kaum cerdik pandai.
Ternyata dunia kampus yang konon adalah kumpulan para intelektual, tidak bisa melepaskan diri dari badai dan topan saat pemilihan apapun jabatan; sampai dengan jabatan tertinggi sekalipun yaitu rektor. Dinamika pemilihan bisa berlangsung terbuka, bahkan yang lebih seru yang tertutup, atau yang ada di dasar sana. Jika di tengah masyarakat kebanyakan cenderung vulgar dalam tampilan kontestasinya; namun di dunia kampus tampak tenang, walaupun sebenarnya ada tsunami yang sedang mempersiapkan tenaga besarnya guna menggulung siapa saja.
Kalau ditengah masyarakat tampak kedewasaan mereka setelah pemilihan, apapun jabatan yang dipertaruhkan untuk di pilih; bagi mereka yang ada pada posisi kalah, tindakannya sudah bisa diprediksi; kebanyakan diam dan biasa-biasa saja. Walaupun ada salah satu sub-etnik di Sumatera Selatan jika kalah mencalonkan diri atau bahasa setempat disebut “mancang” untuk jabatan Pasirah pada waktu itu; maka mereka sekeluarga akan meninggalkan kampung, dan kemudian membuka lahan baru sebagai cikal bakal perkampungan baru. Namun, ada juga peristiwa yang setelah terpilih menjadi orang nomor satu di salah satu provinsi; satu dua hari masih mau menerima telpon dari mantan sebelumnya. Hari berikutnya sudah tidak mau lagi mengangkat telpon; sampai-sampai sang mantan mengeluarkan umpatan isi kebun binatang, karena saking kesalnya. Tidak jarang hal seperti ini menjadi semacam api dalam sekam, yang terus membara dengan posisi “saling berhadapan”.
Berbeda lagi pada masyarakat kolonisasi pada masa-masa awal mereka melakukan pemilihan kepala desa; waktu itu mereka cukup berbaris sesuai pilihan dan dihitung oleh tetua kampung. Demokrasi pada jamannya memang berevolusi terus menerus mengikuti perubahan. Sampai akhirnya menggunakan pola modern seperti saat ini, tentu dengan segala macam riak gelombangnya.
Ada sesuatu yang menarik adalah peristiwa setelah pemilihan, apapun namanya; biasanya disertai “efek ekor komet”, yaitu akibat lanjut dari setelah pemilihan. Jika mereka yang terpilih adalah pribadi yang matang berdemokrasi dan mampu menerima perbedaan sebagai keharusan, maka setelah pelantikan apapun jabatannya dan dilanjutkan menyusun kabinet; didalamnya disertakan orang-orang yang pernah menjadi rivalnya. Kemudian mereka yang selama ini termasuk barisan pendukung rivalnya, tidak akan dimusuhi atau bahkan “dibunuh kariernya”. Mereka akan diberlakukan sebagai mitra dalam berdemokrasi, dan dipelihara sebagai penyeimbang untuk didengar masukannya.
Jika yang terpilih mereka yang tidak memiliki kematangan pribadi untuk berdemokrasi, maka yang terjadi adalah “sikat habis”; bila perlu dialirkan tsunami untuk menghabisi mereka yang tidak segaris, dan inilah efek ekor komet yang sering terjadi pada saat selesainya pemilihan; tidak terkecuali di dunia kampus yang konon katanya gudang orang intelektual. Tidak jarang bahkan lebih seru dibandingkan dengan diluar kampus; sebab pada akhirnya menimbulkan kelompok mana dan orang siapa. Kondisi seperti ini bisa lebih lama dan makin parah.
Pemilihan apa pun bisa berlangsung kapanpun; namun efek ekor komet inilah yang biasanya menjadi tsunami untuk membuat garis “orang saya dan bukan orang saya”. Lebih seru lagi efek ini bisa mengubah karakter orang menjadi paradoks. Semula berteman bahkan saling bahu membahu dalam berjuang. Karena sekarang ada pada posisi yang diuntungkan atau berhadap-hadapan, maka WA pun dari semula sahabat, menjadi musuh berat. Berita yang semula dirindukan, menjadi yang memuakkan. Karena itu apa pun pesan yang dikirim selalu dilabeli dengan prasangka negatif dan selalu berada pada posisi tidak menyenangkan. Bahkan ada pejabat hanya karena tulisan orang yang menulisnya tidak dianggap segaris, maka selamanya diposisikan semua tulisannya tidak baik untuknya, meskipun tidak ada hubungan antara yang ditulis dengan dirinya.
Tidaklah salah jika Sang Dai mengatakan bahwa memilih pilihan tidak harus disertai dendam pada yang tidak memilihnya. Sebab apa yang disebut memilih pada hakikatnya adalah ada yang di pilih dan ada yang tidak dipilih. Konsekuensinya ada yang kalah dan ada yang menang. Dikatakan menang karena ada yang kalah. Dikatakan kalah karena ada yang menang. Berarti kalah dan menang adalah bagai dua sisi mata uang yang saling meneguhkan satu dengan yang lain.
Mari bersikap dewasa dalam memilih, apapun pilihan kita bukan berarti menceraikan kita. (SJ)
Mahasiswa Universitas Malahayati Bandar Lampung Juara 1 Internasional Karate UJN Martial Art Competition 2023
Bandar Lampung (malahayati.ac.id): Mahasiswa Program Studi Manajemen Universitas Malahayati Bandar Lampung, Zamzam Abdul Haq dan Rian Muhammad Akbar, kembali membuat bangga almamater mereka dengan meraih juara pertama di Kejuaraan Karate UJN Martial Art Competition 2023 yang memperebutkan Piala Menteri Pemuda Oleh Raga (Menpora). Kompetisi ini berlangsung di Jakarta Timur pada 9-10 Desember 2023.
Prestasi luar biasa ini menandai keunggulan kedua mahasiswa dalam kelas senior pada tingkat internasional. Zamzam Abdul Haq berhasil meraih juara pertama di kelas senior 67 kg putra, sementara Rian Muhammad Akbar meraih prestasi serupa di kelas senior 60 kg putra.
Sebelumnya, Zamzam Abdul Haq telah menorehkan namanya dalam sejarah Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Karate Inkado Open tahun 2023 pada 19 Agustus di Gelanggang Remaja Jakarta Utara, di mana ia juga meraih gelar juara pertama.
“Saya sangat bangga bisa meraih medali emas di event internasional. Ini pengalaman yang sangat mendebarkan bagi saya,” ucap Zamzam, Rabu (27/12/2023)
Sedangkan, Rian Muhammad Akbar berharap ke depan dapat kembali meraih prestasi yang dapat mengharumkan nama Universitas Malahayati. Capaian inj merupakan suata kebanggan bagi dirinya yang merupakan mahasiswa Universitas Malahayati.
“Semoga ke depan akan banyak mahasiswa Universitas Malahayati yang meraih prestasi baik di tingkat nasional maupun internasional,” ujarnya.
Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Achmad Farich, dr., M.M., menyampaikan selamat atas pencapaian kedua mahasiswa tersebut. “Ini kebanggaan bagi semuanya, ada banyak mahasiswa kita yang telah meraih prestasi terutama di bidang olahraga di tingkat nasional dan internasional,” ucap rektor penuh bangga.
Dr. Achmad Farich menambahkan bahwa Universitas Malahayati secara konsisten melakukan pembinaan terhadap mahasiswa yang memiliki minat, bakat, serta potensi untuk meraih prestasi baik di bidang akademik maupun non-akademik. Ia juga mengungkapkan bahwa universitas ini memberikan penghargaan kepada semua mahasiswa yang berhasil meraih prestasi di berbagai bidang.
Prestasi yang diraih oleh Zamzam Abdul Haq dan Rian Muhammad Akbar tidak hanya menjadi kebanggaan bagi Universitas Malahayati, tetapi juga menjadi inspirasi bagi mahasiswa lainnya untuk terus berprestasi dan mengukir prestasi terbaik di tingkat nasional maupun internasional. (**)
Editor : Asyihin
Godaan Sang Profesor
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandarlampung
Profesor atau sering diindonesiakan menjadi guru besar, pada awal-awal kemerdekaan, sebutannya: maha guru. Gelar untuk jenjang akademik tertinggi di perguruan tinggi. Semua insan akademik bercita-cita meraih gelar puncak akademiknya tersebut.
Sebelum lebih jauh mendedah makna profesor dan bagaimana akhirnya, kita sebaiknya memahami beberapa informasi sebagai bahan berpijak :
Pertama, ada yang mengatakan bahwa profesor bukan gelar akademik akan tetapi orang yang diberi kepercayaan mengajar sesuai penguasaan keilmuannya. Pendapat yang berbeda itu sah-sah saja, apalagi bagi kalangan yang menggeluti dunia akademik.
Kedua, menurut beberapa sumber bacaan, gelar profesor dimulai dari Eropa pada abad pertengahan. Menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford (OED), gelar tersebut berevolusi dari magister atau doktor sampai akhirnya muncul sebutan profesor.
Walau ada penambahan setiap tahun, mereka yang bergelar profesor tetap belum signifikan karena jumlah yang mendapatkan gelar tersebut rerata sama dengan yang pensiun dan atau meninggal. Sehingga, untuk mencapai angka sepuluh ribu saja, sangat sulit sekali.
Dari data tahun 2022, presentase guru besar kurang dari 2 persen atau kira-kira 5.478 profesor dan terbanyak di Universitas Hasanuddin Makasar. Bisa dikatakan, dari populasinya, jumlah mereka yang bergelar profesor termasuk mahluk langka.
Dari kelangkaan itu, maka semua apa yang mereka lakukan akan menjadi semacam “penanda” keparipurnaan keilmuan atau keahlian seseorang. Penanda ini yang kemudian ditangkap penguasa untuk membantunya pada posisi menteri, dirjen, staf ahli, bahkan penasehat.
Sebagai contoh, hampir semua kabinet kepemimpinan presiden siapapun di Indonesia, dapat dipastikan ada profesor yang terlibat didalamnya, baik sebagai menteri, dirjen, sesjen, sekjen, atau direktur.
Akibatnya, karena profesor juga manusia (walau terkadang disebut setengah dewa); bisa terjebak dalam perangkap syahwat duniawi akhirnya bisa mendekam di penjara karena tersandung kasus-kasus pemenuhan hasrat keduniawian.
Profesor ikut terjabak kasus korupsi.
”Ada 10 profesor, 200 doktor yang ter-jebak kasus korupsi,” kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas dalam talksho di Graha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis (11/2/2014).
Seiring perjalanan waktu ternyata dari tahun ke tahun jumlah itu cenderung naik dengan beragam kasus, namun sayangnya banyak bermuara pada pemenuhan nafsu menambah cuan.
Kita tinggalkan deskripsi data di atas; ada pertanyaan mendasar di sana; logikanya seorang profesor yang atau disebut guru besar itu adalah manusia paripurna dalam ilmunya; memahami dari unsur syariat, hakekat sampai makrifat, tetapi kenapa sampai terpeleset ke ranah yang tidak sedap itu.
Tampaknya unsur manusianya masih perlu ada pembenahan dalam hal manakala akan menggunakan mereka kepada hal-hal yang bersifat keduniawian. Jargon Jawa yang mengatakan “melik nggendong lali” artinya keinginan untuk memiliki sesuatu, bisa juga berarti pamrih.
Ingin memiliki sesuatu yang bukan miliknya. Juga dapat melanda siapa saja termasuk profesor. Profesor juga manusia, oleh sebab itu tidak bisa lepas dari unsur-unsur selaku manusia. Menjadi sempurna kesesatannya bila ditambah dengan ketidaktahuan tentang administratif pelaporan keuangan dan masalah hukum.
Kondisi ini sering dimanfaatkan oleh staf untuk menjebak atau dijebakkan sang profesor kepada kesesatan terencana. Tinggal dia memiliki kesadaran akan hakekat hidup sampai pada tataran mana. Sebab secara ekonomi pendapatan rata-rata professor itu sudah jauh di atas pendapatan kebanyakan aparatur sipil negara biasa.
Namun tingkat “kebuasan” akan menguasai dunia, terutama penimbun materi; hanya Tuhan yang Maha Tahu.
Masih banyak jumlahnya professor yang bersih dan bagus, namun kata pepatah mengatakan nila setitik itu merusak susu sebelanga, menjadikan citra kegurubesaran ternoda.
Melalui tulisan ini penulis ingin menyampaikan pesan; bukan pembelaan, professor juga manusia tempatnya hilaf dan lupa, mohon maaf jika ada diantara kami yang tidak bisa memposisikan diri pada posisi yang seharusnya; yakinlah barisan terbaik dari kami masih banyak.
Untuk para profesor, mari kita sumbangkan keilmuan kita yang terbaik untuk negeri ini sebagai tanggungjawab laku sebagai maha guru sampai titik kehidupan akhir kita. (SJ)
Ketua Pelaksana Malahayati Youthfest Rudi Winarno Ajak Mahasiswa Meriahkan Malam Puncak Penganugerahan
BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Kabag Kemahasiswaan Universitas Malahayati Bandar Lampung, Rudi Winarno, S.Kep., NS., M.Kes, mengundang seluruh mahasiswa untuk menyaksikan dan turut meriahkan malam puncak penganugerahan Malahayati Youthfest yang akan berlangsung Jumat, 22 Desember 2023, mulai pukul 7.30 malam.
Malam puncak penganugerahan ini menjadi penutup resmi dari serangkaian acara Malahayati Youthfest yang telah sukses diselenggarakan sejak 18 hingga 22 Desember 2023. Sebagai ketua pelaksana acara, Rudi Winarno menyampaikan bahwa malam puncak penganugerahan akan menjadi panggung pengumuman semua juara lomba yang telah memeriahkan festival ini.
“Para peserta yang berhasil mencapai prestasi akan menerima penghargaan berupa trophy, piagam, uang pembinaan, dan SK beasiswa prestasi kuliah. Antusiasme akan mencapai puncaknya saat keberhasilan mereka diumumkan dan diapresiasi secara langsung di malam yang penuh semangat,” ucap Rudi.
Tidak hanya melibatkan aspek kompetisi, malam puncak juga akan dimeriahkan oleh penampilan sejumlah pemenang dan mahasiswa berbakat. Ini menjadi kesempatan unik bagi seluruh mahasiswa untuk menikmati beragam bakat dan prestasi di antara sesama mereka. Rudi Winarno menekankan pentingnya kehadiran mahasiswa, memastikan mereka tidak melewatkan momen menghibur sepanjang malam.
Selain itu, bazar yang tetap buka hingga akhir penutupan pada pukul 10 malam menjadi daya tarik tersendiri. Mahasiswa dan pengunjung dapat menjelajahi berbagai penawaran menarik dari berbagai stand, menjadikan malam puncak Malahayati Youthfest sebagai momen tak terlupakan yang menggabungkan penghargaan prestasi dan hiburan.
“Acara ini bukan hanya penutupan, tetapi juga perayaan keberhasilan dan kebersamaan seluruh komunitas mahasiswa Universitas Malahayati,” ujarnya. (451/**)
Editor: Asyihin