Mahasiswa Universitas Malahayati Bandar Lampung Juara 1 Internasional Karate UJN Martial Art Competition 2023

Bandar Lampung (malahayati.ac.id): Mahasiswa Program Studi Manajemen Universitas Malahayati Bandar Lampung, Zamzam Abdul Haq dan Rian Muhammad Akbar, kembali membuat bangga almamater mereka dengan meraih juara pertama di Kejuaraan Karate UJN Martial Art Competition 2023 yang memperebutkan Piala Menteri Pemuda Oleh Raga (Menpora). Kompetisi ini berlangsung di Jakarta Timur pada 9-10 Desember 2023.

Prestasi luar biasa ini menandai keunggulan kedua mahasiswa dalam kelas senior pada tingkat internasional. Zamzam Abdul Haq berhasil meraih juara pertama di kelas senior 67 kg putra, sementara Rian Muhammad Akbar meraih prestasi serupa di kelas senior 60 kg putra.

Sebelumnya, Zamzam Abdul Haq telah menorehkan namanya dalam sejarah Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Karate Inkado Open tahun 2023 pada 19 Agustus di Gelanggang Remaja Jakarta Utara, di mana ia juga meraih gelar juara pertama.

“Saya sangat bangga bisa meraih medali emas di event internasional. Ini pengalaman yang sangat mendebarkan bagi saya,” ucap Zamzam, Rabu (27/12/2023)

Sedangkan, Rian Muhammad Akbar berharap ke depan dapat kembali meraih prestasi yang dapat mengharumkan nama Universitas Malahayati. Capaian inj merupakan suata kebanggan bagi dirinya yang merupakan mahasiswa Universitas Malahayati.

“Semoga ke depan akan banyak mahasiswa Universitas Malahayati yang meraih prestasi baik di tingkat nasional maupun internasional,” ujarnya.

Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Achmad Farich, dr., M.M., menyampaikan selamat atas pencapaian kedua mahasiswa tersebut. “Ini kebanggaan bagi semuanya, ada banyak mahasiswa kita yang telah meraih prestasi terutama di bidang olahraga di tingkat nasional dan internasional,” ucap rektor penuh bangga.

Dr. Achmad Farich menambahkan bahwa Universitas Malahayati secara konsisten melakukan pembinaan terhadap mahasiswa yang memiliki minat, bakat, serta potensi untuk meraih prestasi baik di bidang akademik maupun non-akademik. Ia juga mengungkapkan bahwa universitas ini memberikan penghargaan kepada semua mahasiswa yang berhasil meraih prestasi di berbagai bidang.

Prestasi yang diraih oleh Zamzam Abdul Haq dan Rian Muhammad Akbar tidak hanya menjadi kebanggaan bagi Universitas Malahayati, tetapi juga menjadi inspirasi bagi mahasiswa lainnya untuk terus berprestasi dan mengukir prestasi terbaik di tingkat nasional maupun internasional. (**)

Editor : Asyihin

Godaan Sang Profesor

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandarlampung

Profesor atau sering diindonesiakan menjadi guru besar, pada awal-awal kemerdekaan, sebutannya: maha guru. Gelar untuk jenjang akademik tertinggi di perguruan tinggi. Semua insan akademik bercita-cita meraih gelar puncak akademiknya tersebut.

Sebelum lebih jauh mendedah makna profesor dan bagaimana akhirnya, kita sebaiknya memahami beberapa informasi sebagai bahan berpijak :

Pertama, ada yang mengatakan bahwa profesor bukan gelar akademik akan tetapi orang yang diberi kepercayaan mengajar sesuai penguasaan keilmuannya. Pendapat yang berbeda itu sah-sah saja, apalagi bagi kalangan yang menggeluti dunia akademik.

Kedua, menurut beberapa sumber bacaan, gelar profesor dimulai dari Eropa pada abad pertengahan. Menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford (OED), gelar tersebut berevolusi dari magister atau doktor sampai akhirnya muncul sebutan profesor.

Walau ada penambahan setiap tahun, mereka yang bergelar profesor tetap belum signifikan karena jumlah yang mendapatkan gelar tersebut rerata sama dengan yang pensiun dan atau meninggal. Sehingga, untuk mencapai angka sepuluh ribu saja, sangat sulit sekali.

Dari data tahun 2022, presentase guru besar kurang dari 2 persen atau kira-kira 5.478 profesor dan terbanyak di Universitas Hasanuddin Makasar. Bisa dikatakan, dari populasinya, jumlah mereka yang bergelar profesor termasuk mahluk langka.

Dari kelangkaan itu, maka semua apa yang mereka lakukan akan menjadi semacam “penanda” keparipurnaan keilmuan atau keahlian seseorang. Penanda ini yang kemudian ditangkap penguasa untuk membantunya pada posisi menteri, dirjen, staf ahli, bahkan penasehat.

Sebagai contoh, hampir semua kabinet kepemimpinan presiden siapapun di Indonesia, dapat dipastikan ada profesor yang terlibat didalamnya, baik sebagai menteri, dirjen, sesjen, sekjen, atau direktur.

Akibatnya, karena profesor juga manusia (walau terkadang disebut setengah dewa); bisa terjebak dalam perangkap syahwat duniawi akhirnya bisa mendekam di penjara karena tersandung kasus-kasus pemenuhan hasrat keduniawian.

Profesor ikut terjabak kasus korupsi.
”Ada 10 profesor, 200 doktor yang ter-jebak kasus korupsi,” kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas dalam talksho di Graha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis (11/2/2014).

Seiring perjalanan waktu ternyata dari tahun ke tahun jumlah itu cenderung naik dengan beragam kasus, namun sayangnya banyak bermuara pada pemenuhan nafsu menambah cuan.

Kita tinggalkan deskripsi data di atas; ada pertanyaan mendasar di sana; logikanya seorang profesor yang atau disebut guru besar itu adalah manusia paripurna dalam ilmunya; memahami dari unsur syariat, hakekat sampai makrifat, tetapi kenapa sampai terpeleset ke ranah yang tidak sedap itu.

Tampaknya unsur manusianya masih perlu ada pembenahan dalam hal manakala akan menggunakan mereka kepada hal-hal yang bersifat keduniawian. Jargon Jawa yang mengatakan “melik nggendong lali” artinya keinginan untuk memiliki sesuatu, bisa juga berarti pamrih.

Ingin memiliki sesuatu yang bukan miliknya. Juga dapat melanda siapa saja termasuk profesor. Profesor juga manusia, oleh sebab itu tidak bisa lepas dari unsur-unsur selaku manusia. Menjadi sempurna kesesatannya bila ditambah dengan ketidaktahuan tentang administratif pelaporan keuangan dan masalah hukum.

Kondisi ini sering dimanfaatkan oleh staf untuk menjebak atau dijebakkan sang profesor kepada kesesatan terencana. Tinggal dia memiliki kesadaran akan hakekat hidup sampai pada tataran mana. Sebab secara ekonomi pendapatan rata-rata professor itu sudah jauh di atas pendapatan kebanyakan aparatur sipil negara biasa.

Namun tingkat “kebuasan” akan menguasai dunia, terutama penimbun materi; hanya Tuhan yang Maha Tahu.
Masih banyak jumlahnya professor yang bersih dan bagus, namun kata pepatah mengatakan nila setitik itu merusak susu sebelanga, menjadikan citra kegurubesaran ternoda.

Melalui tulisan ini penulis ingin menyampaikan pesan; bukan pembelaan, professor juga manusia tempatnya hilaf dan lupa, mohon maaf jika ada diantara kami yang tidak bisa memposisikan diri pada posisi yang seharusnya; yakinlah barisan terbaik dari kami masih banyak.

Untuk para profesor, mari kita sumbangkan keilmuan kita yang terbaik untuk negeri ini sebagai tanggungjawab laku sebagai maha guru sampai titik kehidupan akhir kita. (SJ)

Ketua Pelaksana Malahayati Youthfest Rudi Winarno Ajak Mahasiswa Meriahkan Malam Puncak Penganugerahan

BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id):  Kabag Kemahasiswaan Universitas Malahayati Bandar Lampung, Rudi Winarno, S.Kep., NS., M.Kes, mengundang seluruh mahasiswa untuk menyaksikan dan turut meriahkan malam puncak penganugerahan Malahayati Youthfest yang akan berlangsung Jumat, 22 Desember 2023, mulai pukul 7.30 malam.

Malam puncak penganugerahan ini menjadi penutup resmi dari serangkaian acara Malahayati Youthfest yang telah sukses diselenggarakan sejak 18 hingga 22 Desember 2023. Sebagai ketua pelaksana acara, Rudi Winarno menyampaikan bahwa malam puncak penganugerahan akan menjadi panggung pengumuman semua juara lomba yang telah memeriahkan festival ini.

“Para peserta yang berhasil mencapai prestasi akan menerima penghargaan berupa trophy, piagam, uang pembinaan, dan SK beasiswa prestasi kuliah. Antusiasme akan mencapai puncaknya saat keberhasilan mereka diumumkan dan diapresiasi secara langsung di malam yang penuh semangat,” ucap Rudi.

Tidak hanya melibatkan aspek kompetisi, malam puncak juga akan dimeriahkan oleh penampilan sejumlah pemenang dan mahasiswa berbakat. Ini menjadi kesempatan unik bagi seluruh mahasiswa untuk menikmati beragam bakat dan prestasi di antara sesama mereka. Rudi Winarno menekankan pentingnya kehadiran mahasiswa, memastikan mereka tidak melewatkan momen menghibur sepanjang malam.

Selain itu, bazar yang tetap buka hingga akhir penutupan pada pukul 10 malam menjadi daya tarik tersendiri. Mahasiswa dan pengunjung dapat menjelajahi berbagai penawaran menarik dari berbagai stand, menjadikan malam puncak Malahayati Youthfest sebagai momen tak terlupakan yang menggabungkan penghargaan prestasi dan hiburan.

“Acara ini bukan hanya penutupan, tetapi juga perayaan keberhasilan dan kebersamaan seluruh komunitas mahasiswa Universitas Malahayati,” ujarnya. (451/**)

Editor: Asyihin

Antusias Pengunjung Hari Keempat Meriahkan Malahayati Youthfest

BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Pada hari keempat pelaksanaan Malahayati Youthfest, yang berlangsung sejak 18 hingga 22 Desember 2023, antusiasme pengunjung terus meningkat. Tampak pengunjung memadati stand UMKM kuliner dan berbagai produk di Universitas Malahayati Bandar Lampung.

Emil Tanhar, S. Kom, selaku Kepala Humas Universitas Malahayati, mengatakan bahwa kegiatan ini adalah hasil dari kolaborasi antara Biro Kemahasiswaan Universitas dengan mahasiswa. Dalam upaya untuk memperkenalkan Universitas Malahayati kepada para peserta lomba dan pengunjung.

“Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara biro kemahasiswaan universitas dengan mahasiswa dalam rangka mengenalkan universitas Malahayati kepada para peserta (pelajar) lomba dan para pengunjung yang hadir,” kata Emil.

Malam puncak Malahayati Youthfest, dijadwalkan ditutup Jumat malam, 22 Desember 2023, akan dimeriahkan oleh berbagai pertunjukan dari sebagian pemenang lomba dan partisipasi mahasiswa.

Ricko Gunawan, S.Kep., M.Kes, selaku Kabiro Kemahasiswaan, menjelaskan bahwa terdapat tujuh kategori lomba yang dipertandingkan, termasuk lomba puisi, news casting, storytelling, solo song, dangdut, speech, fotografi, dan desain poster. Setiap juara dari masing-masing kategori akan mendapatkan dukungan uang pembinaan dan beasiswa kuliah dari Universitas Malahayati.

“Juara pertama pada semua cabang lomba, berhak mendapatkan piala, uang pembinaan, dan beasiswa kuliah 100% untuk SPP dan uang bangunan senilai Rp60 Juta. Penghargaan serupa juga diberikan untuk juara kedua dan ketiga, dengan besaran beasiswa dan uang bangunan berkuliah yang disesuaikan.

Seluruh pemenang memiliki kebebasan untuk memilih program studi yang diminati di Universitas Malahayati. Pilihan program studi meliputi Prodi S1 Teknik Sipil, S1 Teknik Industri, S1 Teknik Lingkungan, S1 Teknik Mesin, S1 Ekonomi Manajemen, S1 Ekonomi Akuntansi, S1 Ilmu Hukum, S1 Kesehatan Masyarakat, dan S1 Psikologi.

Kepala Biro Administrasi Akademik (BAA) Universitas Malahayati Bandarlampung, Tarmizi, SE., M.Ak  menyampaikan apresiasi kepada seluruh panitia khususnya biro kemahasiswaan yang telah sukses menggelar kegiatan Malahayati Youthfest.

“Keberhasilan Malahayati Youthfest ini adalah hasil dari kerja keras, kolaborasi, dan semangat tim panitia. Saya yakin bahwa keberhasilan ini juga akan memberikan inspirasi dan motivasi kepada seluruh dosen dan mahasiswa untuk terus berkontribusi positif dalam kehidupan kampus,” tambah Tarmizi.

Tarmizi berharap Malahayati Youthfest tidak hanya memberikan kesan positif bagi mahasiswa, tetapi juga memberikan citra positif bagi Universitas Malahayati. Keberhasilan acara ini diharapkan dapat menjadi tradisi yang terus dilanjutkan dan menjadi sorotan dalam kalender kegiatan kampus.

Editor : Asyihin

Mendaki ke Lembah, Menurun ke Atas

Oleh: Sudjarwo

Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Lazimnya orang adalah menuruni lembah, mendaki gunung. Namun kali ini berubah karena ternyata banyak pihak justru melakukan sesuatu secara terbalik, atau dalam bahasa Jawa disebut “sungsang”. Kesungsangan yang lebih seru justru ada pada wilayah sosial, karena seolah wilayah epistemologi dan axiologi akhir-akhir ini begitu banyak mendapat panggung, dan seolah-olah bebas diacak-acak. Mengakhiri tahun 2023 banyak hal yang dapat kita simak sebagai peristiwa sosial, atau lebih spesifik lagi “lakon sosial”. Dimana yang berperan sebagai aktor justru lebih banyak jika dibandingkan dengan pemain pendukung, bahkan penonton.

Saat ini penonton bisa dengan leluasa naik keatas pentas untuk menjadi pemain, bahkan aktor sekalipun. Semula sebagai warga kebanyakan, dan melakukan aktivitas keseharian juga biasa-biasa saja. Namun saat ini mendadak foto dirinya ada di mana-mana, menempel di pohon tepi jalan, di tembok-tembok bangunan, perempatan jalan, dan tempat-tempat keramaian. Foto diri tadi mendeklarasikan diri sebagai pemain sosial baru pada wilayah baru, dan tentu suasana baru. Untuk me-manisfestasi-kan foto diri tadi, maka diubahlah perilaku diri, atau lebih tepatnya mematut diri untuk dapat hadir sebagai pribadi yang patut dipilih. Dan, kondisi ini yang sering dimanfaatkan oleh “calo politik” untuk mendapatkan cuan dengan mudah tanpa keluar keringat. Cara yang dilakukan dari yang paling halus sampai yang paling kasar, bahkan dengan cara menipu-pun jadi.

Beda lagi mereka yang karena perintah undang-undang harus melepaskan jabatan, dan berharap untuk mencalonkan diri lagi kelak. Mendekati garis finish disusunlah strategi, semua barisannya dan atau mereka yang berjasa diberi kekuasaan untuk berkuasa. Menit-menit terakhir dari masa periodesasinya habis, pejabat ini melantik semua yang akan ditanam sebagai aset saat pemilihan yang akan datang, agar memuluskan semua upaya yang dia lakukan.

Namun perilakunya menjadi aneh, semula temperamental; kalau tidak marah rasanya hidup kurang gairah. Semua orang salah kecuali dirinya, dan dirinya adalah komandan yang tidak pernah salah; bahkan wakil pun tidak diperlukan karena semua bisa sendiri. Sekarang berubah menjadi santun, murah senyum, murah sapa, penyanjung dan penyayang dan lain-lain yang semua berbalik seratus persen. Orang akhirnya bertanya …Ada apa gerangan..??. ternyata telunjuk lurus kelingking berkait, ada udang di balik batu: hasrat hati ingin maju untuk dapat kembali kursi yang dulu.

Beda lagi yang satu ini; pejabat tanpa beban, sebab selamanya hanya menjadi Pejabat, terkadang Pelaksana Tugas, bahkan pernah menjadi Pejabat Sementara. Mereka tanpa beban yang ada hanya bekerja dan bekerja, tanpa harus terbebani untuk mencalonkan diri guna “menjadi”. Mereka-mereka ini bekerja tanpa atribut dan tanpa ribut, sehingga apapun yang menjadi tanggungjawabnya mereka selesaikan, selanjutnya terserah kepada yang menilai. Mereka ini selalu mendaki walau jalan sudah melandai, akibat dikira hari masih pagi, tidak tahunya sudah mau berganti.

Tampaknya kelakuan sungsang seperti ini sekarang sedang menjadi trend; manakala manusia ada maunya, apapun bisa dibuatnya. Namun, begitu maksud sudah tercapai terserah anda maunya apa. Tidak jarang semula tampak indah, namun di balik itu ternyata setelah kaca mata berganti hitam, gelaplah dunia dan isinya; jangan harap anda di sapa, dilihat pun jadi barang langka.

Banyak peristiwa sosial saat ini yang tampaknya dari jauh baik-baik saja, namun sebenarnya sedang tidak baik-baik saja. Oleh karena itu banyak hal tampaknya melandai ternyata menanjak; dan, tampaknya naik tetapi sebenarnya menurun. Fatamorgana sosial saat ini sedang berlangsung di sekitar kita, harap maklum manakala nantinya ini berubah menjadi mimpi sosial kolektif; termasuk mimpi untuk hadirnya pemimpin baru yang adil untuk mewujudkan masyarakat adil makmur.

Masa lalu kita kenal dengan mimpi sosial datangnya “ratu adil”; seiring pergeseran harap yang ada dalam masyarakat; tampaknya mimpi itu berubah dalam bentuk baru, walaupun bernafas sama. Banyak orang sekarang sedang menjual mimpi makan keju dan roti, terlepas apakah setelah bangun nanti hanya ada kopi dan singkong yang tersedia; itu adalah resiko yang harus diterima sebagai kenyataan bersama. (sj)

Sehat Itu Mahal

Oleh: Sudjarwo

Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Tepat pukul dua belas tiga puluh siang hari Selasa lalu, sesuai perjanjian dengan pihak rumah sakit, penulis harus melakukan pemeriksaan ulang dengan melihat perkembangan kesembuhan dari beberapa waktu lalu di rawat. Sambil menunggu waktu dan menunggu datangnya mahasiswa pascasarjana yang juga Kepala Laboratorium rumah sakit setempat untuk mendampingi, maka dilakukan lah pengamatan dengan cara berbaur dan mengamati perilaku “orang sakit”. Metodologi partisipatif ini meleburkan diri penulis kepada pelaku yang diteliti. Ternyata hampir semua responden menyatakan mereka tidak siap untuk sakit.

Pada waktu ditanya kepada yang bersangkutan pada ranking kendala personal, ternyata biaya bukan hambatan prioritas; justru hambatan yang hampir rerata responden menjawab kesiapan diri untuk sakit, itu tidak ada sama sekali dalam benak mereka. Semua menyatakan bahwa mereka hanya paham akan sehat, dan siap untuk sehat, tidak siap untuk sakit. Begitu didesak bahwa sakit adalah peluang yang mesti terjadi dalam perjalanan hidup, karena dia merupakan lawan dari sehat; semua responden terperangah dan tidak bisa menjawab.

Diskusi kecil berkembang, responden merasa berterimakasih kepada pihak rumah sakit tempatan yang dengan sabar menghadapi orang-orang sakit seperti mereka. Walaupun dari hasil pengamatan luar masih ditemukan petugas yang bersikap kurang bersahabat, hal ini dimaklumi karena kondisi sudah siang dan faktor kelelahan menjadi pemicu utama.

Begitu mahasiswa yang ingin mendampingi penulis datang, dan didiskusikan kepada yang bersangkutan; mahasiswa cerdas ini memberikan respon positif; bahwa rerata orang termasuk petugas rumah sakit sendiri tidak siap sakit dalam pengertian konsep seperti yang penulis gunakan. Bahkan pengalaman pribadi mahasiswa pascasarjana tadi mengatakan saat kakinya terantuk meja televisi karena menghindari benturan dengan anaknya, berakhir fatal karena patah tulang salah satu jari kakinya. Mahasiswa tadi sempat shock, karena datangnya musibah itu tidak sama sekali diketahui sejak awal. Untung mental yang bersangkutan cukup kuat untuk menerima keadaan sehingga melakukan tindakan mandiri. Dengan trengginas menjumpai dokter ahlinya, sehingga pengobatan dapat segera dilakukan.

Menyimak fenomena di atas ternyata peran tenaga kesehatan masyarakat memiliki peran penting dalam meng-edukasi masyarakat. Kesadaran akan datangnya waktu sakit sudah ditanamkan sejak dini manakala manusia itu dalam kondisi sehat. Penyuluhan-penyuluhan tentang kesehatan selama ini sudah cukup baik, tetapi seiring perkembangan tuntutan akan perlunya pemeliharaan kesehatan paripurna, maka tidak boleh melepaskan diri dari sikap berjaga jika datangnya sakit, juga amat diperlukan.

Kesan petugas kesehatan masyarakat hanya datang, menyuluh, kemudian pergi; tampaknya perlu diredefinisi kembali kesan yang ada dalam kognitif map masyarakat, jika masih memiliki kesan seperti itu. Apalagi jika ini melanda pada pimpinan pengambil kebijakan tentang kesehatan, tentu perlu di-reedukasi lagi. Karena tugas berat yang diemban oleh petugas kesehatan masyarakat tidaklah ringan, mereka harus membangun kognitif map kepada sasaran, akan perlunya sehat dan datangnya sakit.

Sehat dan sakit adalah bagai dua sisi mata uang yang satu sama lain saling meneguhkan. Demikian juga kesehatan dan pendidikan adalah dua komponen yang saling meneguhkan; oleh sebab itu manakala kita ingin membangun sumber daya manusia yang lebih baik, maka kedua hal tadi harus selalu terus diprioritaskan. Untuk menyadarkan orang akan selalu memelihara kesehatan, dan tidak dapat menghindar pada saat datangnya sakit; hal ini ditumbuhkan melalui pendidikan dalam arti luas; terutama bidang pendidikan masyarakat.

Menumbuh kembangkan kesadaran akan pentingnya kesehatan dalam masyarakat, adalah upaya andragogi yang bersifat terus menerus, oleh sebab itu peningkatan sumberdaya manusia tidak dapat terlepas dari upaya peningkatan mutu pendidikan dan kesehatan. Kedua yang tunggal ini merupakan soko guru peradaban manusia; oleh sebab itu untuk menjadi sehat memang mahal. Karena makna hakiki sehat dan pendidikan bersumber dari hal yang sama, yaitu keharusan. Salam sehat dan tetap waras. (sj)

Dekan FIK Universitas Malahayati Lolita Sary Buka Workshop Preceptorship Pembimbing Klinik

BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati Bandar Lampung, Dr. Lolita Sary, SKM.,M.Kes membuka kegiatan workshop preceptorship pembimbing klinik di gedung rektorat Universitas Malahayati, Kamis (21/12/2023). Workshop diikuti 50 peserta perwakilan puskesmas dan rumah sakit yang ada di Provinsi Lampung.

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) Universitas Malahayati dengan menghadirkan pembicara Apriyanti, S. Kep., Ns., M. Kep  dari Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro dan Dr. M. Arifki Zainaro, S. Kep., Ns., M. Kep dosen ilmu keperawatan Universitas Malahayati.

Dalam Sambutannya, Lolita Sary mengatakan, berdasarkan dari salah satu hasil riset yang ia baca dengan pendekatan literatur review di mana metode preceptorship ini mampu meningkatkan kompetensi kinerja pada mahasiswa klinik di rumah sakit atau di pelayanan kesehatan

“Setelah saya mencoba membaca hasil-hasil penelitian, dengan menggunakan pendekatan ini langkah yang sangat baik,” ucapnya.

Lolita Sary berharap, kegiatan workshop ini mampu meningkatkan mutu pembelajaran akademik yang ada di keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan sehingga dapat mendorong peningkatan kualitas pada mahasiswa keperawatan dan khususnya para peserta workshop dari instansi kesehatan yang hadir.

Kegiatan workshop preceptorship ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para tenaga keperawatan dalam manajemen pendidikan klinik, desain pendidikan klinik, dan penerapan metode assessment yang tepat.

Selain itu, kegiatan ini bertujuan mendukung peningkatan mutu pelayanan di bidang keperawatan. Para peserta pelatihan, yang terdiri dari tenaga keperawatan Rumah Sakit dan puskesmas, didorong untuk memperdalam pemahaman mereka tentang manajemen pendidikan klinik guna memastikan proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Editor : Asyihin

Perbedaan yang tidak Membedakan

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Lampung

Seorang sahabat memberikan informasi bagaimana pola pertukaran budaya yang terjadi antara dirinya yang terlahir sebagai etnik tertentu yang terkenal berkarakter terbuka, keras, dan lugas, dengan temannya yang etnik asli daerah ini yang juga berkarakter khas. Saat beliau mendendangkan lagu daerah tempatan dan disimak oleh teman yang asli tempatan tadi, ia mendapatkan apresiasi yang bagus dari temannya.

Peristiwa itu mengingatkan bagaimana juga orang Jawa yang bermarga Batak di Sumatera Utara bisa berbahasa Jawa berdialek Batak. Bahkan, mereka mendapat sebutan sebagai Jawa Deli atau Jadel, yaitu merupakan suatu kelompok masyarakat yang sejak zaman penjajahan telah diangkut dari pulau Jawa sebagai buruh kontrak di perkebunan-perkebunan Sumatra Utara. Mereka ada yang pandai memainkan alat musik Gondang Batak dan mampu berakulturasi dengan baik.

Orang Jawa yang memiliki stereotype lembut, penyabar; ternyata bisa berakulturasi menjadi lebih terbuka dan juga sedikit keras. Karena pengaruh bentukan lingkungan dapat mewarnai perilakunya. Bahkan mereka yang mencapai karier tertinggi dalam pekerjaannya, menunjukkan kekhasan ini. Di Lampung dulu ada tokoh bernama Bambang Eka Wijaya (alm) adalah tokoh pers yang mewakili kelompok Jawa Deli dengan kekhasan karakter berwarna Jawa Sumatera Utara.

Nun jauh di sana di daerah Minahasa, ada juga perkampungan Jawa Tondano atau disebut JaTon. Berawal dari ditangkapnya Kyai Modjo yang merupakan Penasehat Agama sekaligus Panglima perang dari Pangeran Diponegoro pada Perang Jawa (1825-1830), pada 1828. kemudian dibawa ke Batavia, selanjutnya Kyai Modjo dan 63 orang pengikutnya diasingkan Belanda sebagai tahanan politik ke Minahasa Sulawesi Utara. Kyai Mojo tiba di Tondano pada tahun 1829 hingga meninggal di sana pada tanggal 20 Desember 1848 dalam usia 84 tahun. Kecuali Kyai Modjo, semua pengikutnya (semuanya pria Jawa) menikahi perempuan Minahasa asli Tondano dan keturunan mereka mendiami kampung yang saat ini dikenal dengan Kampung Jawa Tondano. Tanggal 3 Mei 1830 diperingati sebagai hari lahir Kampung Jawa Tondano.

Kalau untuk Lampung kita tidak perlu lagi menceritakan di sini, karena peristiwa akulturasi sudah begitu melegenda. Tidak jarang kita jumpai etnik Lampung berbahasa Jawa, Palembang, Sunda dengan baik dan benar. Sebaliknya orang Jawa tidak sedikit yang bisa berbahasa Lampung selayaknya asli Lampung; bahkan menguasai tari dan budaya Lampung, dan tidak sedikit yang melakukan amalgamasi dengan penduduk tempatan. Bahkan dari sinilah ada organisasi putra-putri transmigrasi terbentuk, dan sekarang menasional.

Tokoh-tokohnya sudah juga muncul di tingkat nasional bahkan dunia. Sebagai contoh anak muda yang membuat repot pejabat daerah sampai pusat berkaitan dengan sarana jalan di lampung beberapa waktu lalu; adalah anak muda generasi milenial dari lampung, dan sekarang menetap di negara sana.

Masa itu sebentar lagi akan berlalu, karena Indonesia sudah akan berganti dengan generasi “Z”; yang memiliki karakter lintas generasi. Mereka tidak lagi memiliki identitas etnik, namun bertukar dengan identitas global. Mereka sudah kurang menguasai hal-hal yang bersifat local, dan bisa jadi tidak menguasai lagi bahasa etniknya. Mereka bukan berarti tercerabut dari budayanya, akan tetapi mereka sudah berevolusi untuk membentuk budaya baru. Mereka bukan lagi ada pada ranah akulturasi, apalagi asimilasi; akan tetapi lebih kepada bentuk baru dari generasi baru.

Tatanan sosial baru akan terbentuk bersama tumbuhnya mereka sebagai generasi penerus; tentu mereka memiliki kekhasan, namun semua perbedaan itu tidak membedakan mereka. Justru karena perbedaan itu mereka terangkai dalam satu sistem sosial yang saling menguatkan.

Hormat menghormati akan eksistensi perbedaan menjadikan mereka tidak membedakan; oleh karena itu negeri ini termasuk yang beruntung karena didirikan diatas pondasi kebhinekaan yang menyatukan. Banyak negara yang gagal dalam meneruskembangkan generasinya karena kerapuhan pondasi kebangsaannya. Sebagai contoh negara jiran kita sekarang uring-uringan karena generasi Z nya lebih merasa beridentitas lain, dan bukan merasa identitas negerinya.

Semoga pesta demokrasi yang sebentar lagi akan digelar tidak menggoyahkan sendi-sendi persatuan negeri ini. Perbedaan yang ada tidak akan membeda-bedakan kita dalam kelompok, mashab, golongan; atau apapun namanya yang ditengarai menjadi penyebab runtuhnya persatuan negeri. Beda pilihan itu boleh, namun bersatu untuk negeri itu pasti. (SJ)

Sehat itu Mahal

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Lampung

Tepat pukul dua belas tiga puluh siang hari Selasa lalu, sesuai perjanjian dengan pihak rumah sakit, penulis harus melakukan pemeriksaan ulang dengan melihat perkembangan kesembuhan dari beberapa waktu lalu di rawat. Sambil menunggu waktu dan menunggu datangnya mahasiswa pascasarjana yang juga Kepala Laboratorium rumah sakit setempat untuk mendampingi, maka dilakukanlah pengamatan dengan cara berbaur dan mengamati perilaku “orang sakit”. Methodologi partisipatif ini meleburkan diri penulis kepada pelaku yang diteliti. Ternyata hampir semua responden menyatakan mereka tidak siap untuk sakit.

Pada waktu ditanya kepada yang bersangkutan pada ranking kendala personal, ternyata biaya bukan hambatan prioritas; justru hambatan yang hampir rerata responden menjawab kesiapan diri untuk sakit, itu tidak ada sama sekali dalam benak mereka. Semua menyatakan bahwa mereka hanya paham akan sehat, dan siap untuk sehat, tidak siap untuk sakit. Begitu didesak bahwa sakit adalah peluang yang mesti terjadi dalam perjalanan hidup, karena dia merupakan lawan dari sehat; semua responden terperangah dan tidak bisa menjawab.

Diskusi kecil berkembang, responden merasa berterimakasih kepada pihak rumah sakit tempatan yang dengan sabar menghadapi orang-orang sakit seperti mereka. Walaupun dari hasil pengamatan luar masih ditemukan petugas yang bersikap kurang bersahabat, hal ini dimaklumi karena kondisi sudah siang dan faktor kelelahan menjadi pemicu utama.

Begitu mahasiswa yang ingin mendampingi penulis datang, dan didiskusikan kepada yang bersangkutan; mahasiswa cerdas ini memberikan respon positif; bahwa rerata orang termasuk petugas rumah sakit sendiri tidak siap sakit dalam pengertian konsep seperti yang penulis gunakan. Bahkan pengalaman pribadi mahasiswa pascasarjana tadi mengatakan saat kakinya terantuk meja televisi karena menghindari benturan dengan anaknya, berakhir fatal karena patah tulang salah satu jari kakinya. Mahasiswa tadi sempat shock, karena datangnya musibah itu tidak sama sekali diketahui sejak awal. Untung mental yang bersangkutan cukup kuat untuk menerima keadaan sehingga melakukan tindakan mandiri. Dengan trengginas menjumpai dokter ahlinya, sehingga pengobatan dapat segera dilakukan.

Menyimak fenomena di atas ternyata peran tenaga kesehatan masyarakat memiliki peran penting dalam mengedukasi masyarakat. Kesadaran akan datangnya waktu sakit sudah ditanamkan sejak dini manakala manusia itu dalam kondisi sehat. Penyuluhan-penyuluhan tentang kesehatan selama ini sudah cukup baik, tetapi seiring perkembangan tuntutan akan perlunya pemeliharaan kesehatan paripurna, maka tidak boleh melepaskan diri dari sikap berjaga jika datangnya sakit, juga amat diperlukan.

Kesan petugas kesehatan masyarakat hanya datang, menyuluh, kemudian pergi; tampaknya perlu diredefinisi kembali kesan yang ada dalam kognitif map masyarakat, jika masih memiliki kesan seperti itu. Apalagi jika ini melanda pada pimpinan pengambil kebijakkan tentang kesehatan, tentu perlu direedukasi lagi. Karena tugas berat yang diemban oleh petugas kesehatan masyarakat tidaklah ringan, mereka harus membangun kognitif map kepada sasaran, akan perlunya sehat dan datangnya sakit.

Sehat dan sakit adalah bagai dua sisi mata uang yang satu sama lain saling meneguhkan. Demikian juga kesehatan dan pendidikan adalah dua komponen yang saling meneguhkan; oleh sebab itu manakala kita ingin membangun sumber daya manusia yang lebih baik, maka kedua hal tadi harus selalu terus diprioritaskan. Untuk menyadarkan orang akan selalu memeliahra kesehatan, dan tidak dapat menghindar pada saat datangnya sakit; hal ini ditumbuhkan melalui pendidikan dalam arti luas; terutama bidang pendidikan masyarakat.

Menumbuhkembangkan kesadaran akan pentingnya kesehatan dalam masyarakat, adalah upaya andragogi yang bersifat terus menerus, oleh sebab itu peningkatan sumberdaya manusia tidak dapat terlepas dari upaya peningkatan mutu pendidikan dan kesehatan. Kedua yang tunggal ini merupakan soko guru peradaban manusia; oleh sebab itu untuk menjadi sehat memang mahal. Karena makna hakiki sehat dan pendidikan bersumber dari hal yang sama, yaitu keharusan. Salam sehat dan tetap waras. (SJ)

Kaprodi Psikologi Universitas Malahayati Octa Reni Setiawati Motivasi ASN Polri dalam Sosialisasi Pemilu Polda Lampung

Bandar Lampung (Malahayati.ac.id): Kepala Program Studi Psikologi Universitas Malahayati Bandar Lampung, Octa Reni Setiawati, S. Psi., M. Psi, turut menjadi narasumber dalam acara Sosialisasi Undang-undang no.20 tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) Polda Lampung dan jajarannya, Senin (18/12/2023).

Dalam kegiatan yang bertujuan mendorong keterlibatan ASN dalam mensukseskan Pemilu 2024, Octa Reni Setiawati memberikan motivasi kerja kepada ASN Polri untuk meningkatkan kualitas kerja mereka.

Dalam pemaparannya, Octa Reni Setiawati menyoroti pentingnya motivasi kerja yang tinggi untuk mencapai kualitas kerja yang optimal. Beliau mengajak ASN Polri untuk memiliki motivasi kerja yang kuat, karena hal tersebut akan berkontribusi besar terhadap suksesnya Pemilu 2024. “Motivasi kerja yang baik akan membawa dampak positif pada kualitas kerja, dan ini sangat relevan dalam konteks mendukung proses Pemilu,” ujar Octa Reni Setiawati.

Beliau juga mengingatkan bahwa kehidupan saat ini, terutama dalam lingkup pekerjaan, berkaitan erat dengan gaya hidup individu, termasuk ASN Polri. Octa Reni Setiawati menyadari bahwa hal ini merupakan suatu tantangan, dan perlu diantisipasi agar tidak berdampak negatif pada kinerja dan sikap netralitas ASN Polri dalam Pemilu.

“Jangan sampai gaya hidup hedonisme menjadi pemicu tuntutan tertentu yang dapat membawa risiko, seperti korupsi dan ketidaknetralan dalam Pemilu. ASN Polri harus tetap menjaga integritas dan profesionalisme dalam melaksanakan tugasnya,” tambah Octa Reni Setiawati.

Editor : Asyihin