Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Bentangan kisah tentang Abu Nawas tak pernah habis-habisnya, semakin dibaca semakin ditemukan rujukan baru untuk ditelusuri. Apalagi dengan kemudahan teknologi seperti sekarang, kita dapat berselancar di dunia maya untuk membaca banyak hal dari banyak sumber; termasuk tentang Abu Nawas.
Kali ini ditemukan bagaimana dialog Abu Nawas dengan seorang ahli matematika. Salah satu penjelasan yang bersumber dari referensi digital adalah sebagai berikut: Suatu hari, seorang ahli matematika terkenal datang ke negeri tempat Abu Nawas tinggal. Sang ahli mendengar tentang kecerdasan Abu Nawas dan memutuskan untuk menguji kecerdasannya dengan teka-teki angka.
Dialog tersebut jika dideskrepsikan sebagai berikut:
Ahli Matematika: “Abu Nawas, aku dengar kau sangat cerdik. Bagaimana jika kita bermain dengan angka? Aku akan memberimu teka-teki sederhana.”
Abu Nawas: sambil tersenyum santai menjawab: “Ah, aku hanya seorang pecinta angka seadanya, Tuan. Tapi, silakan coba teka-tekimu.”
Ahli Matematika melanjutkan: “Baiklah. Jika ada sepuluh burung di atas pohon, lalu seorang pemburu menembak satu burung, berapa burung yang tersisa di pohon?”.
Abu Nawas sambil tertawa kecil menjawab: “Tuan, jika seorang pemburu menembak satu burung, tentu saja tidak ada burung yang tersisa di pohonitu sebab yang lain pasti terbang ketakutan!”
Ahli Matematika mendengar jawaban itu terkekeh sambil berkata: “Jawaban yang logis! Baiklah, aku punya teka-teki lain. Jika kau memiliki tiga apel dan membagi dua apel kepada dua orang, berapa yang tersisa untukmu?”.
Abu Nawas dengan amat segera menjawab: “Oh, itu mudah. Aku tetap punya tiga apel.”
Ahli Matematika sedikit bingung dan berteriak: “Bagaimana mungkin? Kau baru saja memberikan dua apel kepada dua orang!”.
Abu Nawas dengan percaya diri menjelaskan: “Tentu saja. Aku hanya membaginya dalam mimpi, Tuan. Di dunia nyata, apelnya tetap ada padaku!”
Ahli Matematika tertawa terbahak-bahak dan berkata: “Kau benar-benar suka bermain-main dengan jawaban, Abu Nawas. Tapi mari kita serius. Aku ingin tahu bagaimana kau menjawab ini: jika x = y dan aku menambahkan z pada kedua sisi, apakah persamaan masih benar?”.
Abu Nawas berpikir sejenak kemudian menukas: “Tentu saja masih benar, Tuan. Jika aku punya dua kantong kosong dan menambahkan batu ke masing-masing kantong, keduanya tetap seimbang.”
Ahli Matematika terkagum-kagum dan berguman: “Luar biasa! logikamu tajam, Abu Nawas. Baiklah, pertanyaan terakhir. Apa angka terbesar yang pernah ada?”.
Abu Nawas menjawab dengan tersenyum lebar: “Angka terbesar, Tuan, adalah angka yang belum pernah terpikirkan olehmu, karena setiap kali kau menemukan angka besar, aku bisa selalu menambahkan satu lagi.”
Ahli Matematika benar-benar dibuat kagum, dan beliau memuji: “Kau benar-benar pandai. Aku datang untuk mengujimu, tetapi ternyata aku yang belajar darimu.”
Abu Nawas menyergah dengan kata sambil merendah: “Ah, Tuan, aku hanya seorang pengembara pikiran. Kadang angka membuatku tertawa, kadang membuatku bingung. Tapi hari ini, aku senang karena membuat seorang ahli matematika tersenyum.”
Dialog ini menunjukkan kecerdasan dan humor khas Abu Nawas, bahkan ketika berbicara dengan seorang ahli matematika sekalipun. Sederhana, tetapi selalu penuh kejutan; maka, tidak salah jika orang bijak mengatakan bahwa ada sesuatu di dunia ini jika dibagikan tidak akan berkurang sedikitpun, malah bisa jadi bertambah, apakah itu ? jawabannya adalah “rasa bahagia”.
Jika kita dapat berbagi akan kebahagiaan kepada orang lain, dan orang tadi merasakan kebahagiaan itu, maka kebahagiaan kita tidak berkurang, justru makin bertambah. Filosofi ini mendorong kita untuk lebih peduli, memberi dengan tulus, dan menyadari bahwa kebahagiaan sejati bukan tentang “memiliki” tetapi tentang “berbagi”. Pertanyaannya mampukah kita melaksanakannya ?. Jawabannya ada di hati kita masing-masing. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Don Quixote dan Kicir Angin
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Sekitar awal tahun 1960-an, penulis masih di Sekolah Rakyat (tahun 1966 berubah menjadi Sekolah Dasar), memiliki bapak guru yang mempunyai kebiasaan setiap setengah jam sebelum pelajaran berakhir pada jam terakhir diisi dengan “Bercerita”. Pesan-pesan moral, etika, adab selalu beliau selipkan dalam cerita yang beliau paparkan. Cerita yang dibawakan sangat beragam, dari yang sederhana seperti “Si Kancil” untuk di kelas rendah, dan pada waktu kelas enam beliau membawakan cerita Don Quixote dengan berbagai setting. Kami semua yang hanya berjumlah sembilan orang itu dengan seksama memperhatikan. Tidak jarang saat pulang jalan kaki yang sekitar satu kilometer menuju rumah, kami membicarakan cerita Pak Guru, dan yang paling terkenal adalah cerita Don Quixote dalam berbagai episode.
Setelah di Sekolah Lanjutan Atas dan paham akan bahasa asing barulah mengetahui siapa tokoh ini sebenarnya. Cerita Don Quixote adalah salah satu karya sastra paling terkenal dari dunia Barat, ditulis oleh Miguel de Cervantes pada awal abad ke-17. Kisah ini penuh humor, petualangan, dan sindiran, menggambarkan perjuangan idealisme melawan kenyataan yang keras. Salah satu episode yang terkenal adalah Don Quixote dan Kincir Angin yang cerita ini dulu menjadi bahan tertawaan kami. Ringkas cerita ditambah bahan dari referensi digital ditemukan penjelasan sebagai berikut:
Don Quixote dan pengikutnya, Sancho Panza, sedang melakukan perjalanan melintasi sebuah padang terbuka. Dalam perjalanan, mereka melihat beberapa kincir angin besar berdiri di kejauhan. Namun, karena pikirannya yang telah terpengaruh oleh bacaan tentang ksatria dan petualangan, Don Quixote tidak melihat kincir angin sebagai mesin penggiling biji-bijian yang sederhana. Ia menganggap kincir angin itu adalah raksasa jahat yang mengancam dunia. Dengan keberanian besar (namun tanpa dasar yang nyata), ia memutuskan untuk menyerang “musuh” tersebut.
Sancho Panza, yang lebih realistis, mencoba memperingatkan Don Quixote bahwa yang ia lihat hanyalah kincir angin biasa, bukan raksasa. Namun, Don Quixote keras kepala dan yakin bahwa Sancho terlalu takut untuk melihat kenyataan sebenarnya. “Engkau mungkin takut, Sancho, tetapi aku akan melawan para raksasa ini demi kehormatan Dulcinea!”
Maka pertarungan dengan Kincir Angin dimulai, Don Quixote mengarahkan kudanya, Rocinante, ke salah satu kincir angin, mengangkat tombaknya, dan berteriak penuh semangat. Ia menyerbu ke arah baling-baling kincir angin, yang saat itu sedang berputar karena tertiup angin. Ketika tombak Don Quixote mengenai baling-baling, kekuatan angin mendorong baling-baling itu, yang langsung menghantamnya dan melemparkannya ke tanah. Ia terjatuh dengan keras, tetapi semangatnya tidak surut.
Apa reaksi Don Quixote, ternyata alih-alih mengakui kesalahannya, Don Quixote menganggap kejadian itu adalah hasil sihir. Ia percaya bahwa seorang penyihir jahat telah mengubah raksasa menjadi kincir angin untuk menghancurkannya. Ia berkata kepada Sancho:
“Itulah tipu daya para penyihir jahat. Mereka mengubah raksasa menjadi kincir angin agar aku tidak bisa mengalahkan mereka.” Sancho, meskipun bingung dan prihatin melihat kelakuan tuannya, dia tetap setia menemani tuannya.
Kisah ini melambangkan idealisme Don Quixote yang berbenturan dengan kenyataan dunia. Kincir angin mewakili masalah biasa yang dihadapi dalam hidup, tetapi Don Quixote, dengan imajinasinya yang luar biasa, menganggapnya sebagai ancaman besar. Ia melawan musuh yang tidak nyata, menggambarkan upayanya untuk mempertahankan nilai-nilai ksatria dalam dunia yang sudah berubah.
Meskipun konyol, adegan ini juga menyentuh karena menunjukkan keberanian Don Quixote untuk menghadapi tantangan, bahkan ketika ia jelas salah. Perjuangannya menjadi metafora bagi manusia yang berani bermimpi, meskipun dunia sering kali tidak mendukung mimpi tersebut. Hanya sayangnya sekarang kita sudah tidak berani untuk bermimpi, karena syarat mimpi itu harus tidur terlebih dahulu; sementara banyak diantara kita sekarang tidak bias tidur nyenyak. Bagaimana bias tidur jika kita harus berfikir terus mencari jalan keluar dari himpitan hidup; setelah pajak dinaikkan, baru saja harga Gas Elpiji untuk masak sudah berubah harga, subsidi listrik hanya sampai dua bulan saja. Sementara penghasilan tetap masih seperti yang dulu, dengan kata lain pengeluaran lebih cepat lajunya dibandingkan pemasukkan.
Kalau Don Quixote berhadapan dengan kincir angin, sementara kita kepalanya harus berputar seperti kincir angin. Pejabat Negara mengatakan pajak hanya untuk barang mewah, tetapi saat belanja kebutuhan pokok sehari-hari di gerai yang ada disekitar kita, ternyata tercantum pajak 12 %. Terus siapa yang harus kita percaya ? Salam Waras. (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Arizal Fikri, Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Malahayati, Raih Juara 3 Kejuaraan Panjat Tebing Provinsi Lampung 2024
Arizal Fikri, yang dikenal sebagai salah satu atlet muda berbakat di dunia panjat tebing, mengungkapkan rasa syukur dan kebanggaannya atas pencapaian ini. “Ini adalah sebuah kebanggaan bagi saya karena dapat kembali meraih juara di tingkat provinsi, dan semoga bisa terus meningkatkan kemampuan untuk meraih prestasi di tingkat nasional,” ujar Arizal dengan penuh semangat.
Tak hanya berfokus pada pencapaian saat ini, Arizal juga memberi pesan motivasi bagi para atlet muda dan rekan-rekannya. “Jangan cepat puas dengan prestasi yang sudah didapatkan. Teruslah berusaha dan berlatih keras agar dapat mencapai yang terbaik, dan suatu saat bisa meraih posisi pertama,” tambahnya.
Kejuaraan ini menjadi bukti bahwa dedikasi dan kerja keras Arizal Fikri di dunia olahraga panjat tebing terus membuahkan hasil. Semoga prestasi ini dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa Universitas Malahayati dan para atlet muda di Lampung untuk terus mengasah kemampuan dan meraih mimpi mereka.
Dengan semangat juang yang tinggi, Arizal Fikri tidak hanya mengharumkan nama Universitas Malahayati, tetapi juga memberikan kontribusi positif bagi perkembangan olahraga panjat tebing di Lampung. (gil)
Editor: Gilang Agusman
Membagi Bahagia versi Abu Nawas
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Bentangan kisah tentang Abu Nawas tak pernah habis-habisnya, semakin dibaca semakin ditemukan rujukan baru untuk ditelusuri. Apalagi dengan kemudahan teknologi seperti sekarang, kita dapat berselancar di dunia maya untuk membaca banyak hal dari banyak sumber; termasuk tentang Abu Nawas.
Kali ini ditemukan bagaimana dialog Abu Nawas dengan seorang ahli matematika. Salah satu penjelasan yang bersumber dari referensi digital adalah sebagai berikut: Suatu hari, seorang ahli matematika terkenal datang ke negeri tempat Abu Nawas tinggal. Sang ahli mendengar tentang kecerdasan Abu Nawas dan memutuskan untuk menguji kecerdasannya dengan teka-teki angka.
Dialog tersebut jika dideskrepsikan sebagai berikut:
Ahli Matematika: “Abu Nawas, aku dengar kau sangat cerdik. Bagaimana jika kita bermain dengan angka? Aku akan memberimu teka-teki sederhana.”
Abu Nawas: sambil tersenyum santai menjawab: “Ah, aku hanya seorang pecinta angka seadanya, Tuan. Tapi, silakan coba teka-tekimu.”
Ahli Matematika melanjutkan: “Baiklah. Jika ada sepuluh burung di atas pohon, lalu seorang pemburu menembak satu burung, berapa burung yang tersisa di pohon?”.
Abu Nawas sambil tertawa kecil menjawab: “Tuan, jika seorang pemburu menembak satu burung, tentu saja tidak ada burung yang tersisa di pohonitu sebab yang lain pasti terbang ketakutan!”
Ahli Matematika mendengar jawaban itu terkekeh sambil berkata: “Jawaban yang logis! Baiklah, aku punya teka-teki lain. Jika kau memiliki tiga apel dan membagi dua apel kepada dua orang, berapa yang tersisa untukmu?”.
Abu Nawas dengan amat segera menjawab: “Oh, itu mudah. Aku tetap punya tiga apel.”
Ahli Matematika sedikit bingung dan berteriak: “Bagaimana mungkin? Kau baru saja memberikan dua apel kepada dua orang!”.
Abu Nawas dengan percaya diri menjelaskan: “Tentu saja. Aku hanya membaginya dalam mimpi, Tuan. Di dunia nyata, apelnya tetap ada padaku!”
Ahli Matematika tertawa terbahak-bahak dan berkata: “Kau benar-benar suka bermain-main dengan jawaban, Abu Nawas. Tapi mari kita serius. Aku ingin tahu bagaimana kau menjawab ini: jika x = y dan aku menambahkan z pada kedua sisi, apakah persamaan masih benar?”.
Abu Nawas berpikir sejenak kemudian menukas: “Tentu saja masih benar, Tuan. Jika aku punya dua kantong kosong dan menambahkan batu ke masing-masing kantong, keduanya tetap seimbang.”
Ahli Matematika terkagum-kagum dan berguman: “Luar biasa! logikamu tajam, Abu Nawas. Baiklah, pertanyaan terakhir. Apa angka terbesar yang pernah ada?”.
Abu Nawas menjawab dengan tersenyum lebar: “Angka terbesar, Tuan, adalah angka yang belum pernah terpikirkan olehmu, karena setiap kali kau menemukan angka besar, aku bisa selalu menambahkan satu lagi.”
Ahli Matematika benar-benar dibuat kagum, dan beliau memuji: “Kau benar-benar pandai. Aku datang untuk mengujimu, tetapi ternyata aku yang belajar darimu.”
Abu Nawas menyergah dengan kata sambil merendah: “Ah, Tuan, aku hanya seorang pengembara pikiran. Kadang angka membuatku tertawa, kadang membuatku bingung. Tapi hari ini, aku senang karena membuat seorang ahli matematika tersenyum.”
Dialog ini menunjukkan kecerdasan dan humor khas Abu Nawas, bahkan ketika berbicara dengan seorang ahli matematika sekalipun. Sederhana, tetapi selalu penuh kejutan; maka, tidak salah jika orang bijak mengatakan bahwa ada sesuatu di dunia ini jika dibagikan tidak akan berkurang sedikitpun, malah bisa jadi bertambah, apakah itu ? jawabannya adalah “rasa bahagia”.
Jika kita dapat berbagi akan kebahagiaan kepada orang lain, dan orang tadi merasakan kebahagiaan itu, maka kebahagiaan kita tidak berkurang, justru makin bertambah. Filosofi ini mendorong kita untuk lebih peduli, memberi dengan tulus, dan menyadari bahwa kebahagiaan sejati bukan tentang “memiliki” tetapi tentang “berbagi”. Pertanyaannya mampukah kita melaksanakannya ?. Jawabannya ada di hati kita masing-masing. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Mahasiswa Prodi S1 Kesmas Unmal Gelar Penyuluhan Hipertensi untuk Lansia di Lampung Selatan
Selamat! Dinda Cantika Mahasiswa Psikologi Universitas Malahayati Raih Juara 2 Kejuaraan Provinsi Panjat Tebing 2024
Dinda, yang dikenal sebagai atlet muda berbakat, tampil luar biasa dalam kompetisi ini. Meskipun penuh tantangan, ia mampu menunjukkan performa terbaik dan mengharumkan nama Universitas Malahayati serta dirinya sendiri. “Saya sangat bersyukur dan bangga atas pencapaian ini. Ini adalah hasil dari latihan keras dan dukungan luar biasa dari banyak pihak,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada Universitas Malahayati dan Mahapala (Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Malahayati) yang selalu mendukung langkahnya dalam setiap perlombaan. “Terima kasih kepada Universitas Malahayati dan Mahapala, serta semua pihak yang telah memberikan dukungan penuh. Tanpa mereka, saya tidak akan bisa mencapai ini,” tambahnya.
Dinda tidak hanya merasa bangga atas pencapaiannya yang berhasil meraih posisi kedua, tetapi ia juga menatap masa depan dengan optimisme. Ia berkomitmen untuk terus berlatih dan meningkatkan kemampuannya di tahun mendatang. “Saya berharap, di tahun 2025 ini, saya bisa menjadi lebih baik lagi dan meraih Juara 1 di ajang ini. Semoga perjalanan saya di dunia panjat tebing semakin sukses dan memberikan kebanggaan untuk semua orang yang telah mendukung saya,” harap Dinda.
Keberhasilan Dinda Cantika ini tentu memberikan inspirasi bagi banyak mahasiswa, terutama mereka yang juga memiliki passion di bidang olahraga. Dengan semangat yang tinggi dan kerja keras, Dinda membuktikan bahwa prestasi akademik dan olahraga bisa berjalan beriringan.
Selamat sekali lagi kepada Dinda Cantika atas pencapaian luar biasa ini. Semoga terus sukses dan meraih lebih banyak prestasi gemilang di masa depan! (gil)
Editor: Gilang Agusman
Selamat Bertugas: Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT) Universitas Malahayati Periode 2024-2026, Siap Ciptakan Kampus yang Aman dan Nyaman
Dengan dibentuknya PPKPT yang baru, diharapkan dapat memberikan perlindungan yang maksimal kepada seluruh civitas akademika, termasuk mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan, terhadap segala bentuk kekerasan seksual yang berpotensi terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Melalui tim yang terstruktur dan kompeten, Universitas Malahayati menegaskan bahwa isu kekerasan seksual bukanlah hal yang bisa dianggap sepele, dan harus ditangani dengan serius.
PPKPT Universitas Malahayati akan bekerja dengan pendekatan yang berbasis pada pencegahan, penanganan, serta pemberdayaan masyarakat kampus untuk lebih peka terhadap bahaya kekerasan seksual. Salah satu fokus utama PPKPT adalah memberikan edukasi kepada mahasiswa dan seluruh civitas akademika mengenai hak-hak mereka serta mekanisme pelaporan yang aman dan terpercaya.
Pelantikan PPKPT ini juga menjadi bukti nyata bahwa Universitas Malahayati tidak hanya berfokus pada pencapaian akademik semata, tetapi juga berkomitmen untuk membangun karakter dan menciptakan ruang bagi pertumbuhan dan perkembangan yang positif bagi seluruh civitas akademika.
Dengan dilantiknya tim PPKPT periode 2024-2026, Universitas Malahayati berharap dapat mewujudkan kampus yang tidak hanya unggul dalam dunia akademik, tetapi juga dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual. Langkah ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan universitas untuk memastikan keberlanjutan dan kualitas pendidikan yang lebih baik, aman, dan bermartabat.
Unit Layanan Pengaduan : https://malahayati.ac.id/ppks-unmal/
Mari Bersama-sama Wujudkan Kampus Tanpa Kekerasan! (gil)
Editor: Gilang Agusman
Sein ke Kiri, Beloknya ke Kanan
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Kita harus ekstra hati-hati setiap memasuki wilayah pemukiman. Salah satu di antaranya adalah masalah lalu lintas saat posisi ada di belakang kendaraan roda dua. Sebab, sering ditemukan lampu sein sebagai penanda akan belok, berlawanan dengan sein yang dihidupkan. Semula diasumsikan ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin pengendara dengan perilaku ini. Ternyata asumsi itu tidak benar, sebab yang melakukan perilaku seperti itu ternyata tidak didominasi oleh jenis kelamin tertentu.
Setelah direnungkan dari apa yang dijumpai dalam perjalanan tadi ternyata pada kehidupan sehari-hari kita banyak menjumpai perilaku seperti itu. Menjadi persoalan serius jika perilaku tadi berkaitan dengan institusi yang berkaitan dengan penyelenggara negara. Bagaimana tidak jika saat di atas panggung teriakan penegakan hukum paling nyaring dilakukan, namun dalam kenyataannya korupsi triliyunan rupiah hanya divonis ringan. Sementara yang tidak jelas pelanggarannya dibuih sampai hari ini, karena masih dicari yang cocok kesalahannya itu apa.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hakikat dari perilaku “seinnya ke kiri, beloknya ke kanan” terletak pada ketidakkonsistenan antara apa yang ditampilkan atau diisyaratkan (sein) dengan apa yang dilakukan (belok). Hakikat ini mencerminkan berbagai dimensi mendalam tentang sifat manusia dalam berinteraksi sosial pada realitas kehidupan. Atau dengan bahasa lain bahwa hakikat utama perilaku ini adalah adanya disonansi antara apa yang dinyatakan atau ditampilkan dengan apa yang sebenarnya dilakukan. Ini adalah bentuk yang mencerminkan kebingungan, kesengajaan untuk menyesatkan, atau ketidakmampuan untuk memenuhi apa yang dijanjikan.
Mengatur negara yang besar dengan jumlah penduduk yang banyak, wilayah yang begitu luas, serta keragaman budaya yang begitu bervariasi tentu tidak boleh asal-asalan. Seperti halnya sein ke kiri tetapi beloknya ke kanan. Jika pemangku kekuasaannya melakukan tindakan sosial “seinnya ke kanan beloknya ke kiri”, maka akan mengakibatkan “gejolak sosial” yang membahayakan. Tampaknya tanda-tanda itu mulai terlihat pada level pucuk pimpinan. Hal ini ditengarai dengan kecewanya orang nomor satu di negeri ini dengan penegakan hukum yang ada. Sekalipun ini terkesan lebay namun paling tidak sudah mewakili terusiknya rasa keadilan ditengah masyarakat.
Jalan masih panjang. Pengelolaan negara tidak cukup hanya dengan teriak-teriak di atas podium atau keberadaan alutista yang canggih semata; namun kerja nyata untuk kepentingan rakyat adalah segalanya. Banyak pihak sangat berharap pergantian kepemimpinan dan pemerintahan untuk mesegerakan kesejahteraan rakyat; bukan membebani rakyat dengan pajak.
Bisa jadi perilaku memberikan sein tidak sesuai arah itu akibat dari tekanan yang melampaui ambang toleransi dari pengendaranya. Tekanan itu bisa jadi salah satu diantaranya adalah dikarenakan beban hidup yang makin berat. “Besarnya pasak dari pada tiang” membuat bangunan ekonomi mereka terguncang. Indikasi ini dapat dibaca dari makin besarnya kelas menengah turun menjadi kelas bawah dalam strata ekonomi. Akibatnya, daya beli melemah dan menjadikan sepinya pasar, tentu perputaran roda ekonomi menjadi melambat.
Tampaknya pengeluaran besar-besaran selama sepuluh tahun lalu, baru sekarang dirasakan bebannya. Ditambah lagi janji kampanye yang sudah terucap, harus dilunasi saat menjabat. Untuk menemukan sumber yang sudah sekarat tentu menjadi cukup berat. Tinggal satu-satu jalan yang hanya terlihat adalah menaikkan pajak. Akibat lanjut dari kebijakkan ini ialah beban rakyat menjadi begitu berat untuk mencari jalan keluar dari himpitan ekonomi; mencari pekerjaan sudah sangat sulit, membuka usaha sudah semakin sempit celah yang ada.
Akhirnya hanya bisa pasrah dan berdoa untuk menjalani kehidupan yang tersisa. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Abu Nawas dan Ahli Falak
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Menukil “dongeng” tentang Abu Nawas tidak pernah ada hentinya, karena banyak sekali cerita-cerita menarik yang ditampilkan. Salah satu daya tariknya adalah karena ada pesan moralnya. Salah satu diantaranya adalah kisah Abu Nawas berhadapan dengan orang yang mengaku sebagai ahli ilmu falak.
Suatu hari, seorang ahli ilmu falak terkenal mendatangi istana Raja Harun Al-Rasyid. Ia mengaku mampu membaca bintang dan mengetahui masa depan.
Raja yang selalu ingin mengetahui hal-hal gaib merasa tertarik. Ia berkata, “Wahai ahli falak, tunjukkan kehebatanmu! Jika benar, aku akan memberimu hadiah besar.”
Ahli falak itu berkata dengan penuh percaya diri, “Tuanku, aku mampu membaca takdir seseorang hanya dengan melihat wajahnya dan posisi bintang di langit.”
Mendengar itu, Raja memanggil Abu Nawas, yang sering menjadi penasihatnya, untuk menguji kebenaran klaim tersebut. Ketika Abu Nawas datang, Raja berkata, “Abu Nawas, orang ini mengaku bisa membaca masa depan. Aku ingin kau mengujinya.”
Abu Nawas tersenyum dan berkata kepada ahli falak, “Baiklah, jika kau benar-benar ahli dalam membaca bintang, tolong jawab pertanyaanku. Berapa banyak rambut di kepalaku?”
Ahli falak itu terkejut mendengar pertanyaan Abu Nawas yang aneh. Namun, untuk menjaga wibawanya, ia menutup mata dan berpura-pura menghitung. Setelah beberapa saat, ia berkata, “Jumlah rambut di kepalamu adalah 100.023 helai.”
Abu Nawas tertawa terbahak-bahak. “Luar biasa sekali! Tetapi bagaimana kau bisa begitu yakin? Padahal aku baru saja mencukur sebagian rambutku kemarin!”. Ahli falak tidak memahami jika kepala Abu Nawas yang dibalut oleh surban itu ternyata sudah dicukur gundul sebelum menghadap raja saat itu.
Raja Harun Al-Rasyid pun tertawa mendengar kecerdikan Abu Nawas. Ia segera menyadari bahwa ahli falak itu hanyalah seorang pembual. Raja berkata, “Jika menghitung rambut saja kau salah, bagaimana aku bisa mempercayaimu untuk membaca masa depan?”. Ahli falak itu tidak bisa berkata apa-apa dan pergi dengan wajah malu.
Apa hikmah yang dapat kita ambil dari cerita di atas. Yaitu cerita ini mengajarkan kita untuk tidak mudah percaya pada orang yang mengaku mengetahui hal-hal gaib atau masa depan tanpa bukti yang jelas. Abu Nawas, dengan kecerdasannya, menunjukkan bahwa pengetahuan sejati haruslah berdasarkan fakta, bukan sekadar klaim kosong.
Dari kisah Abu Nawas dengan ahli ilmu falak, ada beberapa filosofi dan hikmah lain yang bisa kita ambil: Pertama, berpikir kritis terhadap klaim besar. Kisah ini mengajarkan pentingnya berpikir kritis terhadap klaim yang tampaknya tidak masuk akal. Abu Nawas menunjukkan bahwa seseorang tidak boleh langsung percaya pada sesuatu tanpa bukti atau logika yang jelas. Hal ini relevan dalam kehidupan modern, di mana banyak informasi palsu atau klaim berlebihan beredar.
Kedua, pengetahuan sejati lebih berharga daripada kepura-puraan. Ahli ilmu falak dalam cerita ini menjadi simbol kepura-puraan atau “keahlian” yang tidak berdasar. Filosofinya adalah bahwa pengetahuan sejati, meskipun sederhana, jauh lebih berharga daripada mengaku tahu segala hal hanya demi pujian atau keuntungan pribadi.
Ketiga, kebijaksanaan mengalahkan kesombongan. Ahli falak terlalu percaya diri dengan “kemampuannya” dan merasa tidak akan ditantang. Namun, kebijaksanaan dan kecerdikan Abu Nawas membuktikan bahwa kesombongan sering kali menjadi kelemahan. Bersikap rendah hati dan terbuka terhadap kritik jauh lebih bijaksana.
Keempat, kebenaran tidak bisa dimanipulasi. Dalam upayanya menjawab pertanyaan Abu Nawas, ahli falak mencoba memanipulasi dengan jawaban yang dibuat-buat. Namun, kebenaran tidak bisa disembunyikan, dan akhirnya kebohongannya terungkap. Filosofi ini mengingatkan kita bahwa kejujuran dan transparansi akan selalu lebih unggul daripada kebohongan.
Kelima, kecerdasan dan humor sebagai alat edukasi. Abu Nawas menggunakan kecerdasannya dengan cara yang lucu dan menghibur, tetapi tetap mendidik. Filosofinya adalah bahwa cara menyampaikan kebenaran tidak harus keras atau penuh konfrontasi; dengan humor dan kelembutan, pelajaran bisa lebih diterima dan mudah diingat.
Kesimpulan yang dapat kita ambil adalah kisah ini menjadi pengingat bahwa akal sehat, kejujuran, dan kecerdikan adalah senjata terbaik untuk menghadapi tantangan hidup, termasuk menghadapi orang yang terlalu percaya diri atau manipulatif. Jangan sampai “kail hanya sejengkal, dalam laut hendak diduga”.
Kemudahan media sosial saat ini ternyata memunculkan “ahli falak dadakan” di semua lini. Menganalisis semua persoalan dengan satu senjata “pandai bicara”; walhasil sekelas menteri-pun bisa menjadi ahli falak, dan begitu tidak terbukti apa yang “di-falak-kan”, dengan ringan menjawab “itu kecelakaan saja”. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Mahasiswa Prodi S1 Kesmas UNMAL Gelar Edukasi Gizi Seimbang di Panti Asuhan As-Salam
Mahasiswa Teknik Industri Universitas Malahayati, Muhammad Arif Terpilih sebagai Duta Wisata Nasional 2024
Lomba Pemilihan Duta Wisata Nasional ini merupakan ajang bergengsi yang bertujuan untuk memilih individu-individu terbaik yang dapat menjadi wajah pariwisata Indonesia di tingkat nasional. Para peserta yang berasal dari berbagai provinsi di Indonesia harus menjalani serangkaian seleksi ketat, yang meliputi ujian pengetahuan seputar pariwisata, wawancara, serta penilaian terhadap kemampuan komunikasi dan promosi budaya. Kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sektor pariwisata sebagai pilar ekonomi Indonesia, sekaligus untuk mempromosikan keberagaman budaya dan keindahan alam yang dimiliki oleh berbagai daerah di tanah air.
Muhammad Arif, yang menjadi salah satu pemenang, mengungkapkan rasa syukurnya atas pencapaian ini. “Alhamdulillah saya bersyukur dengan raihan ini, suatu kebanggaan bagi saya menjadi salah satu pemenang Duta Wisata Nasional”.
“Ini adalah pengalaman yang tidak akan saya lupakan bisa menjadi juara di salah satu ajang tingkat nasional. Saya sangat bangga bisa menjadi perwakilan Lampung di ajang ini,” kata Arif dengan penuh haru.
Arif juga mengungkapkan harapannya agar kesuksesan ini tidak menjadikannya cepat puas. “Semoga saya tidak cepat puas dan berbangga diri atas pencapaian saya ini dan terus bisa mendorong diri agar menjadi lebih baik kedepannya”.
“Saya ingin terus belajar, berinovasi, dan memberikan kontribusi positif bagi pengembangan sektor pariwisata Indonesia, terutama di Lampung, yang kaya akan potensi wisata alam dan budaya,” tambahnya.
Pencapaian Muhammad Arif tentu menjadi bukti bahwa potensi mahasiswa Indonesia tidak hanya terbatas di bidang akademik, tetapi juga dalam hal kepemimpinan dan promosi budaya. Dengan terpilihnya Arif sebagai Duta Wisata Nasional, ia berkomitmen untuk turut berperan aktif dalam memajukan pariwisata Indonesia dan memperkenalkan keindahan alam serta budaya lokal yang dimiliki oleh setiap daerah di Tanah Air.
Selamat kepada Muhammad Arif atas prestasi gemilang ini! Semoga dapat menginspirasi generasi muda lainnya untuk terus berkarya dan berkontribusi pada pembangunan pariwisata Indonesia yang lebih baik. (gil)
Editor: Gilang Agusman