Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Masalah sering diberi makna sebagai kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Semua mahasiswa pascasarjana mesti memahami definisi atau batasan ini, terutama mereka yang sedang menulis karya ilmiah. Masalah dalam filsafat ilmu merujuk pada pertanyaan-pertanyaan mendasar dan tantangan-tantangan yang timbul dalam upaya manusia untuk memahami sifat, metode, ruang lingkup, dan batasan ilmu pengetahuan.
“Pernyataan yang menggambarkan masalah yang membuat masalah dalam filsafat” adalah frasa yang mungkin tidak jelas. Namun, jika kita bermaksud untuk bertanya tentang masalah yang mendasar dalam filsafat yang menghasilkan tantangan dan kompleksitas tambahan. Setiap masalah itu menantang cara kita memahami dunia dan memperoleh pengetahuan tentangnya, dan sering kali melibatkan refleksi mendalam tentang sifat dan batasan pengetahuan manusia.
Tentu, dalam batasan di atas, kita semua diajak terbang tinggi pada atmosfir ilmu pengetahuan, dan hanya mereka-mereka yang mau mendalami filsafat, yang ingin terus mengepakkan sayap guna terbang untuk mencapai puncak idea.
Tampaknya kita tidak memiliki solusi definitif yang memuaskan. Ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah ada jawaban yang benar atau apakah kita hanya dapat mengembangkan pemahaman yang relatif tentang fenomena-fenomena ini. Oleh karena itu, mari kita membumikan masalah, dengan tujuan utamanya adalah untuk menjadikan masalah atau konsep yang dibahas lebih relevan dan dapat dipahami oleh orang kebanyakan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Ini membantu dalam menyadarkan masyarakat akan pentingnya masalah tersebut dan mendorong tindakan yang mungkin diperlukan untuk menyelesaikan atau mengatasi masalah.
Sedangkan sekarang yang kita banyak lihat dan rasakan adalah justru banyak orang hanya pandai membuat masalah, dan tidak menyelesaikan masalah. Justru masalah yang dibuat tadi menimbulkan masalah baru bagi orang lain. Menjadi repot lagi ada orang yang menyelesaikan masalahnya, dengan cara membuat masalah pada orang lain. Meminjam konsep dialektika, penyelesaian masalah adalah salah satu unsur terjadinya perubahan sosial. Namun, jika masalah itu justru menjadikan masalah bagi orang lain, maka yang akan terjadi adalah destruktif sosial. Sekalipun ini juga merupakan bentuk lain dari perubahan sosial, namun ongkos sosial yang diminta menjadi sangat mahal.
Bisa dibayangkan hanya untuk menyingkirkan satu orang dalam perhelatan suatu helatan sosial harus mengeluarkan biaya yang sangat fantastis. Terkadang yang dijadikan alasan hanya suatu fatamorgana sosial, bahkan fobia sosial. Dan jika ditanyakan kepada yang bersangkutan jawabannya pun merupakan ilusi sosial. Logika yang dibangun hanya berdasar pada asumsi “jika-maka”, tentu saja akibatnya tidak jarang membuat masalah pada orang lain, dan itu bisa jadi bentuk rudapaksa sosial pada orang lain.
Merudapaksa situasi agar dapat menuruti kehendak seseorang atau sekelompok orang dengan cara apa pun adalah sikap keangkaramurkaan yang ditampilkan oleh Prabu Rahwana dalam pewayangan pada episode Ramayana. Karya Walmiki ratusan tahun lalu itu, ternyata sampai kini masih tetap terasa aktual.
Kelelahan fisik saja tidak mudah mengobatinya. Apalagi kelelahan sosial memerlukan waktu lama untuk mengobati, dan lebih lagi jika sampai pada tataran luka sosial. Sebab, ini akan menjadi sejarah.
Tulisan sejarah tidak bisa dihapus kecuali dengan cara licik dan pembohongan publik; sementara kelicikan dan kebohongan yang dilakukan akan menjadikan juga sejarah. Bisa dijadikan tamsil seorang tokoh ilmuwan pada saat ada pada posisi netral, mengatakan sesuatu masalah bukan masalah. Namun pada saat beliau ada pada posisi kepentingan tertentu, karena harus membela kepentingan tertentu pula, pendapatnya berbanding terbalik dengan posisi semula. Sementara saat dikonfirmasi dengan bukti jejak digital, beliau hanya angkat bahu.
Hebatnya lagi,manakala kita bicara etika yang bersifat universal, dalam arti melampaui sekat-sekat sosial yang selama ini diciptakan, dengan dalih perbedaan keyakinan, perbedaan mazab, perbedaan lainnya; ternyata disempitkan bahkan dibenturkan pada kepentingan tertentu, sehingga menafikan hakikat yang dipersoalkan. Politik adu domba tingkat tinggi dan halus ini sangat membahayakan, karena hanya mereka yang memiliki nalar sehat mampu menangkap apa yang dikehendaki.
Orang bijak mengatakan “Jika kita tidak bisa mengubah angin, tetapi kita bisa menyesuaikan layar.” “Ketika jalanmu terhalang, ubahlah arahmu, jangan pernah kehilangan tujuanmu.”
Selamat mengakhiri bulan suci. Semoga kita mendapatkan keberkahan dunia dan akhirat.
Salam waras. (SJ)
Rektor Universitas Malahayati, Achmad Farich: Selamat Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah
Bandar Lampung (malahayati.ac.id): Seiring berakhirnya bulan suci Ramadan, kita semua bersama-sama menyambut hari yang penuh dengan kebahagiaan, hari yang merupakan puncak dari ibadah puasa kita, yaitu Hari Raya Idul Fitri.
Dalam kesempatan yang mulia ini, saya, Dr. Achmad Farich, dr., MM., Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung, dengan penuh suka cita mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah kepada seluruh keluarga besar civitas akademika Universitas Malahayati, serta kepada seluruh umat Islam.
Hari yang suci ini adalah momen yang sangat berharga bagi kita semua untuk merayakan kebersamaan dan penuh kasih sayang. Hari Raya Idul Fitri juga menjadi waktu yang tepat untuk saling memaafkan, mempererat tali silaturahmi, serta berbagi kebahagiaan dengan sesame khususnya keluarga.
Akhir kata, semoga Hari Raya Idul Fitri tahun ini lebih membawa berkah, kebahagiaan, dan kesuksesan bagi kita semua. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah, mohon maaf lahir dan batin. (*)
Masalah yang Membuat Masalah
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Masalah sering diberi makna sebagai kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Semua mahasiswa pascasarjana mesti memahami definisi atau batasan ini, terutama mereka yang sedang menulis karya ilmiah. Masalah dalam filsafat ilmu merujuk pada pertanyaan-pertanyaan mendasar dan tantangan-tantangan yang timbul dalam upaya manusia untuk memahami sifat, metode, ruang lingkup, dan batasan ilmu pengetahuan.
“Pernyataan yang menggambarkan masalah yang membuat masalah dalam filsafat” adalah frasa yang mungkin tidak jelas. Namun, jika kita bermaksud untuk bertanya tentang masalah yang mendasar dalam filsafat yang menghasilkan tantangan dan kompleksitas tambahan. Setiap masalah itu menantang cara kita memahami dunia dan memperoleh pengetahuan tentangnya, dan sering kali melibatkan refleksi mendalam tentang sifat dan batasan pengetahuan manusia.
Tentu, dalam batasan di atas, kita semua diajak terbang tinggi pada atmosfir ilmu pengetahuan, dan hanya mereka-mereka yang mau mendalami filsafat, yang ingin terus mengepakkan sayap guna terbang untuk mencapai puncak idea.
Tampaknya kita tidak memiliki solusi definitif yang memuaskan. Ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah ada jawaban yang benar atau apakah kita hanya dapat mengembangkan pemahaman yang relatif tentang fenomena-fenomena ini. Oleh karena itu, mari kita membumikan masalah, dengan tujuan utamanya adalah untuk menjadikan masalah atau konsep yang dibahas lebih relevan dan dapat dipahami oleh orang kebanyakan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Ini membantu dalam menyadarkan masyarakat akan pentingnya masalah tersebut dan mendorong tindakan yang mungkin diperlukan untuk menyelesaikan atau mengatasi masalah.
Sedangkan sekarang yang kita banyak lihat dan rasakan adalah justru banyak orang hanya pandai membuat masalah, dan tidak menyelesaikan masalah. Justru masalah yang dibuat tadi menimbulkan masalah baru bagi orang lain. Menjadi repot lagi ada orang yang menyelesaikan masalahnya, dengan cara membuat masalah pada orang lain. Meminjam konsep dialektika, penyelesaian masalah adalah salah satu unsur terjadinya perubahan sosial. Namun, jika masalah itu justru menjadikan masalah bagi orang lain, maka yang akan terjadi adalah destruktif sosial. Sekalipun ini juga merupakan bentuk lain dari perubahan sosial, namun ongkos sosial yang diminta menjadi sangat mahal.
Bisa dibayangkan hanya untuk menyingkirkan satu orang dalam perhelatan suatu helatan sosial harus mengeluarkan biaya yang sangat fantastis. Terkadang yang dijadikan alasan hanya suatu fatamorgana sosial, bahkan fobia sosial. Dan jika ditanyakan kepada yang bersangkutan jawabannya pun merupakan ilusi sosial. Logika yang dibangun hanya berdasar pada asumsi “jika-maka”, tentu saja akibatnya tidak jarang membuat masalah pada orang lain, dan itu bisa jadi bentuk rudapaksa sosial pada orang lain.
Merudapaksa situasi agar dapat menuruti kehendak seseorang atau sekelompok orang dengan cara apa pun adalah sikap keangkaramurkaan yang ditampilkan oleh Prabu Rahwana dalam pewayangan pada episode Ramayana. Karya Walmiki ratusan tahun lalu itu, ternyata sampai kini masih tetap terasa aktual.
Kelelahan fisik saja tidak mudah mengobatinya. Apalagi kelelahan sosial memerlukan waktu lama untuk mengobati, dan lebih lagi jika sampai pada tataran luka sosial. Sebab, ini akan menjadi sejarah.
Tulisan sejarah tidak bisa dihapus kecuali dengan cara licik dan pembohongan publik; sementara kelicikan dan kebohongan yang dilakukan akan menjadikan juga sejarah. Bisa dijadikan tamsil seorang tokoh ilmuwan pada saat ada pada posisi netral, mengatakan sesuatu masalah bukan masalah. Namun pada saat beliau ada pada posisi kepentingan tertentu, karena harus membela kepentingan tertentu pula, pendapatnya berbanding terbalik dengan posisi semula. Sementara saat dikonfirmasi dengan bukti jejak digital, beliau hanya angkat bahu.
Hebatnya lagi,manakala kita bicara etika yang bersifat universal, dalam arti melampaui sekat-sekat sosial yang selama ini diciptakan, dengan dalih perbedaan keyakinan, perbedaan mazab, perbedaan lainnya; ternyata disempitkan bahkan dibenturkan pada kepentingan tertentu, sehingga menafikan hakikat yang dipersoalkan. Politik adu domba tingkat tinggi dan halus ini sangat membahayakan, karena hanya mereka yang memiliki nalar sehat mampu menangkap apa yang dikehendaki.
Orang bijak mengatakan “Jika kita tidak bisa mengubah angin, tetapi kita bisa menyesuaikan layar.” “Ketika jalanmu terhalang, ubahlah arahmu, jangan pernah kehilangan tujuanmu.”
Selamat mengakhiri bulan suci. Semoga kita mendapatkan keberkahan dunia dan akhirat.
Salam waras. (SJ)
Nrimo Ing Pandum
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Pada konteks “pandum” pada kalimat judul; kata tersebut berasal dari bahasa Jawa yang berarti kebijaksanaan atau kearifan. Jadi, “ajaran budi pekerti yang menekankan pada konteks menerima” mungkin mengacu pada konsep atau nilai-nilai yang menekankan pentingnya memiliki sikap yang bijaksana dan terbuka hati dalam menghadapi berbagai situasi dan dalam kehidupan sehari-hari.
Sisi lain dalam konteks ajaran budi pekerti, “menerima” bisa diartikan sebagai sikap yang bijaksana dan penuh kedamaian dalam menghadapi berbagai situasi dan orang dalam kehidupan. Ini melibatkan kesediaan untuk menerima kenyataan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, dengan sikap yang positif dan terbuka hati.Dalam banyak tradisi agama dan filsafat, menerima juga sering kali dihubungkan dengan sikap kesabaran, kerendahan hati, dan kebaikan hati.
Nrimo ing pandum pada tulisan ini lebih kepada pendekatan filsafat, yang jika diartikan secara harfiah adalah menerima keadaan apapun yang diberikan Tuhan kepada kita. Konsep “menerima” dalam filsafat bisa diinterpretasikan dalam beberapa cara, tergantung pada konteks filosofisnya. Berikut adalah beberapa interpretasi umum dari konsep tersebut: Pertama: Penerimaan terhadap Keragaman Pemikiran: Dalam filsafat, penerimaan sering kali mengacu pada sikap terbuka terhadap keragaman pandangan, teori, dan perspektif. Ini mencakup pengakuan bahwa ada banyak pendekatan yang berbeda terhadap pemahaman tentang dunia dan kehidupan, dan tidak ada satu pandangan tunggal yang benar atau mutlak.
Kedua, Penerimaan terhadap Ketidakpastian: Konsep penerimaan juga dapat berhubungan dengan kesadaran akan ketidakpastian dalam pengetahuan manusia. Filsafat menerima bahwa ada keterbatasan dalam pemahaman manusia, dan seringkali tidak mungkin untuk mencapai kebenaran absolut atau jawaban yang definitif terhadap pertanyaan-pertanyaan filosofis. Ketiga, Penerimaan terhadap Kritik: Penerimaan dalam filsafat juga mencakup kesiapan untuk menerima kritik terhadap pandangan atau argumen kita sendiri. Ini melibatkan kesediaan untuk mempertimbangkan sudut pandang yang berbeda dan menerima bahwa ada kelemahan dalam pemikiran kita sendiri yang mungkin perlu disesuaikan atau ditingkatkan.
Keempat, Penerimaan terhadap Realitas: Konsep penerimaan dalam filsafat juga bisa merujuk pada sikap menerima terhadap realitas yang ada. Ini termasuk pengakuan bahwa dunia ini memiliki struktur dan aturan tertentu yang dapat dipahami dan dipelajari, meskipun mungkin ada aspek-aspek yang tetap misterius atau sulit dipahami.
Interpretasi terhadap semua pandangan di atas dalam melihat konsep penerimaan dalam filsafat yaitu lebih pada: menyoroti sikap terbuka, reflektif, dan menghargai keragaman dalam pengetahuan, pemikiran, dan pengalaman manusia. Ini merupakan aspek penting dari proses filosofis yang mengarah pada pemahaman yang lebih mendalam tentang dunia dan diri kita sendiri.
Namun, manakala melihat fenomena yang ada sekarang kita jumpai; ternyata bergeser dari apa yang ada pada konsep di atas; dan tidak jarang justru banyak peristiwa yang ada berbanding terbalik dengan apa yang tertera dalam konsep idealistic tadi. Dalam pandangan terbuka hal ini sah saja karena setiap manusia memiliki sudut pandang yang berbeda dalam melihat sesuatu. Justru yang menjadi persoalan adalah memaksakan pandangan kita kepada pihak lain agar berpandangan seperti diri kita. Disinilah letak “kecelakaan berfikir”, tentu akibatnya perselisihan tidak dapat dihindari.
Tidak salah jika “nrimo ing pandum” yang semula merupakan ajaran budi yang luhur, justru sekarang ada rekayasa sosial agar pihak lain berada pada posisi nrimo ing pandum. Manakala yang bersangkutan mengingkari, maka hukuman sosial dijatuhkan kepadanya dengan cukup menggunakan satu kata “tidak mau menerima nasib” atau bahasa lainnya “ora nrimo ing pandum”.
Upaya-upaya licik seperti ini tampaknya sekarang paling laku keras untuk diperbuat, terutama untuk melabelkan stigma kepada pihak lain, sehingga apa yang tidak segaris dengan pemikirannya adalah berposisi sebagai lawan. Rekayasa sosial seperti ini menjadi dahsyat saat ini karena juga didukung dengan menggunakan media sosial yang canggih, maka sempurnalah kelakuan tidak terpuji seperti itu. Apalagi jika disertai dengan syahwat ingin berkuasa yang tanpa batas, maka sempurnalah efek rusak yang diciptakan.
Oleh sebab itu tidak salah jika ada koreksi dari para cerdik-cendikia bahwa tidak selamanya berfikir positif itu baik, sebab jika berfikir positif ditempat yang salah, atau dibuat pada posisi yang salah; maka sebenarnya berfikir seperti itu menjadi sia-sia. Karena seharusnya berfikir positif ditempat yang benar pada waktu yang benar, itulah garis linier yang akan membawa kita jauh dari malapetaka. (R-1)
Salam Waras! (SJ)
Informasi Libur dan Cuti Bersama Hari Raya Idul Fitri 1445H
Fakultas Hukum Universitas Malahayati Bandar Lampung Gelar Kuliah Pakar dan Buka Bersama
BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Fakultas Hukum Universitas Malahayati Bandar Lampung menggelar acara Kuliah Pakar dan Buka Bersama di gedung Malahayati Career Center, Selasa (2/4/2024).
Acara ini bertujuan untuk menjalin sinergitas keilmuan dalam bidang hukum pidana, perdata, dan hukum tata negara dalam menyambut bulan suci Ramadhan.
Tema acara yang diusung adalah “Sinergitas Keilmuan Hukum Pidana, Perdata, dan Hukum Tata Negara dalam Membuka Khasanah di Bulan Ramadhan.”
Tiga narasumber utama, yakni Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1, Dr. Saiful Sahri, S. Sos., MH.; Direktur LBH Bandar Lampung, Sumaindra Jawardi, SH.; dan Notaris & PPAT, Rendy Renaldy, SH., M.Kn., turut hadir untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan mereka.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Malahayati, Aditia Arief Firmanto, SH., MH., kepada humas Malahayatinews mengatakan bahwa acara ini menekankan pentingnya pemahaman atas perkembangan hukum sesuai dengan dinamika masyarakat.
“Sangat penting bagi mahasiswa untuk memahami aturan-aturan terbaru, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, serta penerapan aturan tersebut dalam konteks lembaga pemasyarakatan,” ucapnya.
Acara tersebut turut dihadiri oleh jajaran dosen dan 280 mahasiswa Prodi Ilmu Hukum Universitas Malahayati. Setelah sesi kuliah pakar, acara dilanjutkan dengan buka puasa bersama, dihadiri pembina yayasan Altek, Rusli Bintang, Rektor Universitas Malahayati, Dr. Achmad Farich, dr., MM., Wakil Rektor 2, Dr. Harmani Harun, SE., MM. Ak., dan Kepala BAU Tarmizi, SE, M. Akt.
Dalam rangka meningkatkan interaksi antar lembaga, Kalapas Kelas 1 turut membawa warga binaan dan pendamping untuk mempromosikan produksi roti “raja bakery” Yg dibuat dan diproduksi oleh warga binaan dan menampilkan band warga binaan untuk mendukung penuh acara tersebut.
Aditia berharap, acara tersebut memberikan manfaat ilmu bagi mahasiswa serta menjadi implementasi nyata dari kerjasama antar institusi fakultas hukum dengan mitra, seperti Lapas, lembaga bantuan hukum Bandar Lampung, dan notaris. (*)
Editor: Asyihin
Pembenaran yang Tidak Benar
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Konsep filsafat rasionalisme memberi batasan “Pembenaran yang tidak benar” merujuk pada situasi ketika seseorang mencoba untuk membenarkan atau merasionalisasikan suatu tindakan atau keputusan, tetapi alasannya tidaklah tepat atau tidak sesuai dengan fakta. Ini bisa terjadi ketika seseorang mencoba untuk menghindari tanggung jawab atas kesalahan atau tindakan yang tidak bermoral. Ini merupakan contoh dari bias kognitif yang dikenal sebagai “rasionalisasi”. Yakni ketika seseorang mencari-cari alasan yang mungkin untuk mendukung pilihan atau tindakan mereka, terlepas dari kebenaran objektif.
Dalam filsafat idealisme, pembenaran yang tidak benar diinterpretasikan sebagai ketidaksesuaian antara konsep atau keyakinan yang dipertahankan oleh individu dengan realitas objektif atau kebenaran mutlak. Idealisme cenderung menekankan pentingnya ide, pemikiran, atau konsep-konsep yang ada dalam pikiran manusia sebagai kunci untuk memahami dunia.
Jika seseorang dalam kerangka idealis menyimpulkan sesuatu yang bertentangan dengan fakta atau kebenaran, itu mungkin disebut sebagai “pembenaran yang tidak benar” karena tidak konsisten dengan ide-ide yang dianggap sebagai realitas atau kebenaran hakiki. Namun, perlu dicatat bahwa itu adalah interpretasi yang sangat umum, dan filsafat idealisme memiliki variasi dan subtleties yang luas dalam pemikiran dan interpretasinya.
Sudut pandang ini tidak mengabaikan kemungkinan variasi dalam interpretasi idealisme dari berbagai filosof atau aliran pemikiran idealis. Dalam filsafat Hegelian, pembenaran yang tidak benar dianggap sebagai ketidaksesuaian antara pemikiran atau keyakinan individu dengan realitas yang terungkap dalam proses dialektis. Hegel mengembangkan konsep dialektika untuk menjelaskan bagaimana kontradiksi dan pertentangan dalam pemikiran dan realitas dapat membawa pada pemahaman yang lebih dalam.
Dalam kerangka ini, “pembenaran yang tidak benar” bisa terjadi ketika seseorang tetap mempertahankan pemikiran atau keyakinan yang bertentangan dengan perkembangan dialektis atau evolusi pengetahuan. Misalnya, jika seseorang mempertahankan keyakinan tertentu meskipun telah terungkap bahwa keyakinan tersebut tidak konsisten dengan fakta-fakta yang ada atau dengan pemahaman yang lebih dalam tentang realitas, hal itu bisa dianggap sebagai “pembenaran yang tidak benar” menurut sudut pandang Hegelian.
Berbeda tipis dengan pandangan Hegel, yang menyatakan bahwa proses dialektis mengarah pada pemahaman yang lebih tinggi dan sintesis dari pertentangan atau kontradiksi. Oleh karena itu, mempertahankan pemikiran yang bertentangan dengan sintesis yang lebih tinggi dapat dianggap sebagai pembenaran yang tidak benar karena tidak mengikuti pergerakan dialektis menuju pemahaman yang lebih mendalam.
Kenyataannya dalam masyarakat kita sekarang sedang demam akan “pembenaran yang tidak benar” dengan segala macam variannya. Tentu sudut pandang, kepentingan, tujuan, keinginan, dan masih banyak lagi, berkelindan di sana guna mengokohkan akan pembenaran yang diyakini dan diklaim benar oleh diri dan kelompoknya. Sementara kelompok lain memandang ada upaya pembenaran dari sesuatu yang jelas-jelas tidak benar. Inipun tentu didasari akan berbagai motif yang mungkin tidak jauh berbeda atau bahkan sama, jika kerangka pertama tadi digunakan pada kelompok ini.
Pembenaran atas ketidakbenaran ini akan terus dan terus ada di dunia , sampai nanti dunia kiamat. Oleh karena itu, pengadilan akhiratlah yang membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah secara adil. Pertanyaannya apakah kita menunggu nanti setelah mati baru menemukan hakikat kebenaran. Tentu jawabannya tidak, sebab peraturan untuk mengatur kebenaran itu dibuat untuk mengatur kita semua termasuk yang membuat aturan, sehingga jika salah satu atau sebagian diantara kita mengingkari atau melanggarnya, maka sejatinya kita telah masuk neraka sebelum mati.
Oleh karena itu, janganlah sampai kita terjebak pada paradigma; berawal dari yang baik berakhir dengan yang tidak baik. Paling tidak berawal dari yang kurang baik, berakhir dengan baik. Namun alangkah indahnya jika kita memulai dari yang baik dan berakhir dengan yang baik pula. Agama telah mengajarkan pada kita untuk “istigfarlah untuk masa lalumu, bersyukurlah untuk hari ini, dan berdoalah untuk hari esokmu.
Salam waras. (SJ)
Prodi Teknik Sipil Universitas Malahayati Cetak Alumni Terbaik, Sudirman di Antaranya
BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Alumni Program Studi Teknik Sipil Universitas Malahayati Bandar Lampung telah banyak menorehkan prestasi di berbagai sektor industri, baik swasta maupun pemerintah. Salah satu contoh Sudirman, ST, alumnus yang lulus pada tahun 2010. Saat ini, ia menjabat sebagai Site Manager dan Kabag Sale & Marketing di PT. Tunas Jaya Sanur (group) Jakarta.
Sudirman membagikan pengalaman berharganya saat menempuh pendidikan di Universitas Malahayati Bandar Lampung. Ia menyatakan bahwa kesempatan untuk belajar di Jurusan Teknik Sipil adalah anugerah yang sangat ia syukuri. Menurutnya, didikan dan bimbingan dari dosen-dosen yang kompeten dalam bidangnya telah memberikan kenyamanan bagi para mahasiswa yang tengah menimba ilmu.
Klik di sini : Pendaftaran Online Mahasiswa Baru
Namun, belajar di Program Studi Teknik Sipil tidaklah mudah. Sudirman mengakui bahwa terdapat banyak tugas dan proyek menantang yang memerlukan pemecahan masalah dan pemikiran kreatif. Namun, tantangan tersebut justru membantu para mahasiswa untuk tumbuh dan berkembang sebagai individu yang tangguh.
Sudirman juga menambahkan bahwa selama kuliah, ia terlibat dalam beberapa organisasi mahasiswa terkait teknik sipil. Hal ini membantunya mengembangkan keterampilan sosial dan kepemimpinan yang sangat berguna di dunia kerja.
“Saya belajar tentang desain bangunan, rekayasa struktural, manajemen proyek, dan banyak lagi. Selama kuliah, saya juga terlibat dalam beberapa organisasi mahasiswa terkait teknik sipil, yang membantu saya mengembangkan keterampilan sosial dan kepemimpinan,” ucap Sudirman.
Sudirman mengucapkan terima kasih kepada almamaternya atas ilmu dan pengalaman berharga yang telah diberikan kepadanya. Prestasi yang diraih oleh Sudirman dan alumni lainnya menjadi bukti nyata bahwa Universitas Malahayati Bandar Lampung terus menghasilkan lulusan yang berkualitas dan siap bersaing di dunia industri.
Klik di sini : Pendaftaran Online Mahasiswa Baru
Yuk, persiapkan diri kamu untuk bergabung bersama Universitas Malahayati di Program Studi Teknik Sipil. Caranya mudah, kamu bisa klik link Pendaftaran Mahasiswa Baru atau datang langsung ke kampus Universitas Malahayati Bandar Lampung. (*)
Editor: Asyihin
Alumni Teknik Sipil Universitas Malahayati Dwi Leo Nora Sukses Berkarir di Kementerian Pertanian
JAKARTA (malahayati.ac.id): Mahasiswa yang bergabung di program studi Teknik Sipil Universitas Malahayati kini memiliki kesempatan yang luas untuk memasuki pasar kerja global dengan keyakinan dan keterampilan yang kuat.
Program studi ini tidak hanya memberikan pemahaman mendalam tentang desain, konstruksi, dan pemeliharaan infrastruktur, tetapi juga membuka pintu bagi beragam peluang karier yang luas di berbagai sektor industri.
Salah satu aspek menarik dari memilih Teknik Sipil adalah fleksibilitas karier yang ditawarkannya. Para lulusan dapat mengejar berbagai jalur karier, diantaranya, Bidang Konstruksi, Desain, Manajemen Proyek, dan Konsultan.
Klik di sini : Pendaftaran Online Mahasiswa Baru
Sebagai contoh, Dwi Leo Nora, ST, lulusan tahun 2004 dari program Teknik Sipil Universitas Malahayati Bandar Lampung, saat ini sukses bekerja di Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian, Bidang TU Inspektorat III.
Dwi Leo Nora memilih Universitas Malahayati karena biayanya terjangkau, seiring dengan kedua orang tuanya yang bekerja sebagai PNS dan memiliki dua orang anak yang sedang kuliah.
Keputusan Dwi Leo Nora untuk memilih Universitas Malahayati didorong tidak hanya oleh biaya terjangkau, tetapi juga oleh lokasi kampus yang terjangkau dari rumah, ruang kampus dan fasilitas yang baik menjadi pendukung untuk belajar. “Suasana kampus yang sejuk dan tenang menjadi tempat yang nyaman untuk saya menerima ilmu,” ucapnya.
Dwi Leo Nora menilai, para dosen di Universitas Malahayati memiliki keahlian dalam bidangnya masing-masing, dengan beberapa dosen berasal dari universitas negeri dan juga memiliki pengalaman kerja di Dinas PU dan dinas lainnya yang berhubungan dengan disiplin ilmu yang dibutuhkan.
“Terima kasih kepada seluruh dosen yang telah memberikan ilmunya yang sangat bermanfaat bagi saya,” ucapnya.
Klik di sini : Pendaftaran Online Mahasiswa Baru
Yuk, persiapkan diri kamu untuk bergabung bersama Universitas Malahayati di Program Studi Teknik Sipil. Caranya mudah, kamu bisa klik link Pendaftaran Mahasiswa Baru atau datang langsung ke kampus Universitas Malahayati Bandar Lampung. (*)
Editor: Asyihin
Mahasiswa Universitas Malahayati Priatna Alvianti Raih Best Team Project dalam Program Kepemudaan Internasional di Malaysia
MALAYSIA (malahayati.ac.id): Priatna Alvianti, mahasiswa Program Studi Akuntansi Universitas Malahayati Bandar Lampung, meraih penghargaan “Best Team Project” dalam program kepemudaan internasional Indonesian Youth Excursion Network (IYEN) yang diselenggarakan di Malaysia pada 25-29 Februari 2024.
Priatna Alvianti merupakan satu-satunya delegasi dari Provinsi Lampung yang turut serta dalam ajang tersebut, bersama dengan 7 mahasiswa lainnya dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Tim yang terdiri dari Priatna Alvianti dan mahasiswa lainnya, antara lain Gicela Viga Gita Wisesa dari UIN Sunan Kalijaga, Mega Rahmawati dari Universitas Negeri Jakarta, Padmarani Minora dari Politeknik Negeri Sriwijaya, Febry Anisa Putri dari Universitas PGRI Sumatera Barat, Hasanuddin dari Universitas Negeri Semarang, Miftahul Ilmi Fadhilaturrahman dari IPB University, dan Dendi Agung Prayuda dari UIN Jambi.
Priatna Alvianti mengungkapkan rasa senang dan bersyukur atas kesempatan ini, karena telah banyak belajar hal-hal baru dan pengetahuan yang belum pernah diperoleh sebelumnya.
“Ini merupakan pengalaman pertama saya ke luar negeri, khususnya di Kuala Lumpur,” katanya.
Priatna Alvianti juga menyampaikan terima kasih kepada keluarga, civitas akademika Universitas Malahayati, dan teman-temannya yang telah memberikan dukungan sejak awal pendaftaran hingga kepulangannya ke Indonesia.
“Selama di Malaysia, saya dan tim mengikuti berbagai kegiatan, seperti IYEN Youth Project, kunjungan dan orientasi universitas, kunjungan perusahaan, tur ke berbagai tempat di Malaysia, kunjungan kilat ke sekolah Indonesia di Kuala Lumpur, pertunjukan budaya Malaysia, sesi jaringan, dan pemberian penghargaan bagi para delegasi,” ucapnya.
Priatna juga memberikan pesan kepada rekan-rekan mahasiswa agar tidak takut untuk mencoba hal-hal baru demi mendapatkan pengalaman dan pengetahuan yang lebih luas. (*)
Editor: Asyihin
Fakultas Hukum Universitas Malahayati Gelar Pengmas Pemberantasan Narkotika di Madrasah Aliyah Hidayatul Islam Bandar Lampung
BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Fakultas Hukum Universitas Malahayati Bandar Lampung mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat (pengmas) di Madrasah Aliyah Hidayatul Islam Bandar Lampung, Rabu (27/3/2024). Kegiatan diikuti para pelajar dengan tema utama, “Peran Pelajar Dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika.”
Dekan Fakultas Hukum Universitas Malahayati, Aditia Arief Firmanto, S.H., M.H., menyatakan bahwa kegiatan tersebut juga merupakan bagian dari upaya untuk mempromosikan Program Studi Ilmu Hukum yang ada di Universitas Malahayati. “Kegiatan ini juga merupakan salah satu cara untuk mensosialisasikan dan mempromosikan fakultas hukum kami,” ujarnya.
Kehadiran dosen Ilmu Hukum Universitas Malahayati, Muslih, S.H.I., M.H., dan Dwi Arassy Aprillia RS S.H., M.H., serta Wakil Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Hidayatul Islam Bandar Lampung, Sa’diaturrahmah Insani, S.H.I., M.H., turut memeriahkan acara tersebut.
Muslih, S.H.I., M.H., sebagai penanggung jawab acara, menjelaskan bahwa tujuan utama kegiatan ini adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat, khususnya pelajar, tentang bahaya narkotika serta sanksi hukum yang akan diterima jika mereka menyalahgunakannya.
“Kami bertujuan untuk memberikan kontribusi terhadap masyarakat agar semakin tumbuh kesadaran hukum, memahami bahaya narkotika, dan sanksi hukumnya,” kata Muslih.
Dengan adanya kegiatan ini, Muslih berharap dapat mencapai output positif bagi Program Studi Ilmu Hukum sehingga semakin dikenal di masyarakat dan dapat terus memberikan manfaat serta pentingnya bagi para siswa untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dengan program studi ilmu hukum, sehingga mereka dapat mewujudkan cita-cita mereka. (*)
Editor : Asyihin