Sinder Kebon Penentu Hajatan Demokrasi Orang Lampung
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Mencermati “Gawe Sosial” yang akan berlangsung di Provinsi Lampung, ternyata kita harus mengacungkan jempol kepada Herman Batin Mangku (HBM) yang dengan cermat menelisik lika-liku dari perjalanan hajat sosial tadi.
Dengan kecermatan dalam analisis dan menuangkan dalam tulisan HBM menengarai bagaimana “Sinder Kebon” memiliki peran aktif dalam menentukan arah mata angin, karena Sang Ratu memiliki sumber cuan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin politik.
Wilayah Sang Ratu biarkan urusan HBM untuk mengulikanalitiknya, karena beliau ahli dalam olah-mengolah data yang seperti ini. Tulisan ini ingin melihat sisi lain, terutama dilihat dari Teori Belajar Sosial oleh Bandura, yang banyak mengedepankan peran aktif dari role model dalam membangun interaksi sosial atas dasar kepercayaan sekaligus kepentingan sosial.
Menggunakan jalan analisis yang dibangun HBM bermuara pada bagaimana peran tokoh yang akan muncul, bukan hanya di depan public akan tetapi lebih lagi di depan Sang Ratu.
Ini persoalan yang tidak mudah untuk dikuliti, karena bisa jadi secara public seorang tokoh sangat popular, namun secara ekonomis tidak terlihat oleh Sang Ratu sebagai asset.
Atau sebaliknya secara figur tidak begitu terkenal, namun dihadapan Sang Ratu justru ini memiliki nilai ekonomis tinggi, tentu saja pilihan akan ke sini.
Pertanyaannya mengapa begitu penting peran Sang Ratu sebagai pemilik pundi cuan. Tentu saja teori Tabur Tuai amat cocok untuk dijadikan pisau bedah analisis.
Dan, yang tidak kalah pentingnya analisis HBM akan meluncur kepada kesimpulan karena didukung data rata-rata pendidikan pemilih, jika ukuran nasional yang kita pakai, ada pada kelas tujuh.
Kebutuhan dasar pada level ini tentu berbeda dengan level para penganalisis yang sangat tinggi dan mumpuni, tetapi hanya segelintir saja jumlahnya.
Tidak salah jika HBM berasumsi berdasarkan pengalaman lampau bahwa peran Sinder Kebon sangat menentukan berputarnya roda pemilihan kepala daerah di daerah ini.
Namun HBM juga harus ingat bahwa pengalaman Pemilu yang baru saja lewat menyisakan level harga yang terbentuk ditengah masyarakat untuk suara mereka. Dan, jika asumsi ini dipakai, maka betapa menjadi mahalnya biaya yang akan dikeluarkan untuk Gawe Sosial yang akan datang.
Tampaknya kondisi seperti ini hanya para Borju saja yang dapat maju sebagai calon pemimpin, karena hanya mereka yang memiliki “minyak sosial” guna menggerakkan roda kehendak dan keinginan.
Untuk para cerdik pandai haraf paham diri, tampaknya saat sekarang belum wayahnya naik panggung, karena konstituen lebih suka dengan yang nyata dan berapa, bukan nanti kita bersama mengerjakan apa.
Pendewasaan politik di daerah ini tampaknya baru ada pada lapisan atas, dan jumlahnya tidak begitu signifikan. Sementara yang masih “puber politik” pada lapisan bawahnya masih cukup besar.
Sementara lapisan paling bawah yang jumlahnya lebih banyak serta menjadi mata penentu bagi suatu hasil pemilihan; orientasinya masih sangat pragmatis.
Mari kita amati bersama bagaimana arus putar yang sedang berproses, dan sehat selalu buat HBM, jangan berhenti dengan “tipis-tipis” mu; karena dengan itu kita merasa peduli akan negeri; walau kadang dibuat menyayat hati, karena pilu tak terperi.
Selamat Berjuan Kolpah dengan cara mu (SJ)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!