Jongos Serasa Bos (Ketika Wakil Rakyat Kehilangan Martabat)

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Hiruk-pikuk media sosial akhir-akhir ini, salah satu diantaranya disebabkan oleh kata “Tolol se-dunia”, yang diucapkan oleh orang yang seharusnya tidak mengucapkan. Akhirnya saat mendapat respon tantangan debat, mulai keluar jurus “hindar di luar nalar”. Tampaknya negeri ini mengalami keadaan dimana pilihan wakilnya merasa menjadi raja. Tidak sadar bahwa dirinya wakil, bukan majikan. Begitu majikannya meminta sesuatu, kenyataan dibalik bahwa “jongos serasa bos”.

Pada kehidupan demokrasi, seorang wakil rakyat wajib menyadari bahwa mereka adalah pelayan, bukan penguasa. Namun kini, muncul fenomena yang menyiratkan sebaliknya, politisi yang merasa berada di atas rakyat. Mereka menggerakkan panggung publik bukan sebagai abdi, melainkan seperti tuan. Saya menyebutnya, dalam bahasa satir sekaligus kritis: “Jongos Serasa Bos.”

Istilah “jongos” secara budaya adalah: figur yang tunduk total, mencari kesenangan tuan, dan kehilangan keberanian berdaulat. Ketika mental semacam itu berpadu dengan posisi formal di legislatif atau eksekutif, maka hal yang ironis pun terjadi. Politisi lupa statusnya sebagai pelayan, justru menganggap dirinya bos yang berhak menghina dan memerintah siapa saja termasuk yang memilihnya. Melalui tulisan ini mengajak kita menyelami mentalitas dan praktik politik yang mengikis esensi publik, menyuguhkan kritik, dan menawarkan refleksi; agar demokrasi bukan sekadar sistem, melainkan peradaban beretika yang harus dijunjung tinggi.

Dalam budaya kita, “jongos” bukan sekadar pembantu. Ia adalah simbol mentalitas penjajahan: figur yang hidup dalam ketiadaan keberanian, mengikuti perintah atasan demi keamanan, dan bukan nilai. Sebagai simbol, jongos mencerminkan ketundukan yang buta terhadap kekuasaan.

Mudji Sutrisno bahkan memasukkan konsep “jongos” ke dalam kritik terhadap politik orbitalisme: pola relasi kuasa tempat bawahan tunduk tanpa suara, yang memicu siklus kekuasaan dan penundukan budaya. Mental jongos inilah yang merendahkan rasa kedaulatan rakyat . Kini, mentalitas ini tak lagi berada di sektor swasta atau rumah tangga saja, tetapi merambah lembaga politik. Inilah yang membuat istilah “jongos serasa bos” terasa begitu tajam dalam konteks wakil rakyat yang bersikap arogan dan seakan-akan tunduk kepada kekuasaan pribadi, bukan kewajiban publik.

Seharusnya, politisi berdialog untuk melayani kebutuhan masyarakat. Tapi saat ini, terlalu banyak pemain politik yang lebih memilih gaya paternalistik, memerintah, atau menghina. Dalam lingkungan legislatif atau pemerintahan, cara ini bukan hanya menjauhkan kritikus, tapi melemahkan deliberasi. Bahasa politik yang seharusnya membangun kini menjadi alat intimidasi: kritikus disebut bodoh, lawan politik dilabeli tolol. Itu tanda degradasi intelektualitas. Akibatnya memosisikan dirinya jauh di atas rakyat, padahal seharusnya duduk di bawah dalam struktur tanggung jawab demokrasi.

Ideologi “jongos serasa bos” akan makin berbahaya jika lembaga etika tidak tegas. Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) semestinya menjadi tameng moral, tapi tidak jarang dipolitisasi. Intervensi dilembagakan sebagai humor politik atau dibela atas nama imunitas; padahal yang dihina bukan hanya individu, tetapi martabat lembaga. Tanpa konsistensi etik, parlemen kehilangan imprimatur.

Rakyat melihat frasa kasar digunakan sebagai alat kampanye, lalu menganggapnya itu sebagai sesuatu yang normal, bahkan santai. Aspirasi demokrasi terkikis, digantikan sikap defensif dan permisif terhadap gaya politik destruktif.

Fenomena “jongos serasa bos” adalah alarm serius bahwa demokrasi bisa disewa oleh mentalitas kebalik-balik. Ketika wakil rakyat merasa berada di atas bukan karena mandat, tapi karena narasi kekuasaan. Ini merupakan ancaman untuk tumbuh-kembangnya demokrasi secara baik.

Mari hentikan kebanggaan yang manipulatif. Selamatkan wajah parlemen. Karena bila wakil rakyat kembali menjadi abdi yang bukan menindas, maka kita bergerak mendekati demokrasi sejati.
“Jongos serasa bos” bukan hanya sebuah frasa tanpa makna. Ia adalah sindiran tajam atas mentalitas politik yang salah arah. Ia adalah penanda, bahwa wakil rakyat lupa bahwa mereka dibayar rakyat, bukan sebaliknya.

Jika demokrasi adalah pemerintahan rakyat, maka pejabat harus menyadari perannya sebagai abdi, bukan bos. Kita harus menuntut bahasa yang bermartabat, lembaga yang tegas, dan politisi yang berintegritas. Dengan begitu, demokrasi bukan sekadar sistem, tetapi peradaban yang menjunjung tinggi martabat dan akal sehat. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Mahasiswa KKLPPM Universitas Malahayati Luncurkan Program BESTARI, Hadirkan Roket Stove: Inovasi Pembakaran Sampah Bersih dan Edukasi Kesehatan

TANGGAMUS (malahayati.ac.id): Mahasiswa Kelompok 08 KKLPPM Universitas Malahayati melaksanakan program kerja unggulan bertajuk BESTARI (Bersama Tangani Stunting dan Kelola Sampah Mandiri) di Pekon Antar Brak, Kecamatan Limau, Kabupaten Tanggamus. Program ini tidak hanya menjadi wujud pengabdian kepada masyarakat, tetapi juga sebagai bentuk implementasi ilmu lintas bidang yang diterapkan untuk memecahkan masalah sosial, kesehatan, lingkungan, dan ekonomi.

Permasalahan stunting masih menjadi isu utama di wilayah pedesaan, salah satunya dipengaruhi oleh kurangnya kesadaran akan pola hidup bersih dan sehat. Selain itu, pengelolaan sampah yang belum optimal berpotensi menciptakan lingkungan tidak sehat yang memperburuk kondisi kesehatan masyarakat. Tidak kalah penting, faktor ekonomi keluarga juga berperan besar terhadap pemenuhan gizi anak, sehingga penguatan ekonomi menjadi bagian strategis untuk menekan angka stunting.

Oleh karena itu, program ini dirancang secara komprehensif melalui tiga pendekatan utama: edukasi kesehatan, inovasi pengelolaan sampah, dan pemberdayaan ekonomi kreatif melalui Pasar Kreatif. Melalui kegiatan bazar UMKM ini, Masyarakat khususnya para ibu didorong untuk lebih melek potensi usaha lokal sehingga dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Dengan adanya peningkatan ekonomi rumah tangga, diharapkan pemenuhan gizi anak juga lebih baik, yang pada akhirnya membantu pencegahan stunting.

Program Utama BESTARI merupakan inti dari seluruh rangkaian kegiatan pengabdian. Program ini dirancang untuk menjawab dua persoalan besar: pencegahan stunting dan pengelolaan sampah secara mandiri.
Salah satu kegiatan utamanya adalah Sosialisasi PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di SDN 1 Antar Brak pada 11 Agustus 2025. Edukasi ini diikuti oleh sekitar 60 siswa dengan tujuan meningkatkan pemahaman anak-anak tentang kebiasaan sederhana yang berdampak besar terhadap kesehatan, seperti mencuci tangan pakai sabun, menjaga kebersihan diri, dan membiasakan pemilahan sampah. Kegiatan ini penting karena perilaku hidup bersih sejak usia dini dapat mengurangi risiko penyakit menular serta mendukung upaya pencegahan stunting.

Inovasi lain yang dihadirkan adalah pembuatan media pembakaran sampah (incinerator sederhana berbasis roket stove). Alat ini bukan sekadar tungku pembakar, tetapi dirancang dengan prinsip pembakaran sempurna sehingga mengurangi asap dan emisi berbahaya. Roket stove memiliki ruang bakar yang memanfaatkan aliran udara (draft) secara optimal, sehingga proses pembakaran berlangsung lebih cepat dan hemat bahan bakar. Dengan desain ini, sampah kering dapat habis terbakar dengan lebih efisien tanpa menimbulkan bau menyengat maupun polusi berlebihan.

Keunggulan roket stove adalah kemudahan perakitan menggunakan bahan lokal, biaya rendah, dan ramah lingkungan. Alat ini dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengurangi timbunan sampah rumah tangga, sehingga mengurangi risiko pencemaran yang sering menjadi pemicu penyakit. Selain itu, inovasi ini bersifat edukatif karena masyarakat tidak hanya menggunakan, tetapi juga dilibatkan dalam proses pembuatan, sehingga mereka memahami prinsip kerja dan manfaatnya.

Sebagai pelengkap, kelompok juga membuat bagan edukasi waktu penguraian sampah yang dipasang di titik strategis desa. Bagan ini memberikan informasi tentang lamanya sampah organik dan anorganik terurai, sehingga masyarakat terdorong untuk lebih bijak dalam menggunakan plastik dan barang sekali pakai.
Program Pendukung: Edukasi Kesehatan, Sosial, dan Digital

Untuk memperkuat dampak program, kelompok menyelenggarakan berbagai sosialisasi yang relevan dengan isu remaja dan masyarakat.
– Bahaya Napza: Sosialisasi ini bertujuan meningkatkan kesadaran remaja terhadap dampak negatif penyalahgunaan narkoba terhadap kesehatan, masa depan, dan lingkungan sosial mereka. Materi disampaikan dengan pendekatan interaktif agar lebih mudah dipahami dan diingat.
– Pencegahan Pernikahan Dini: Dilaksanakan di SMK PGRI 1 Limau, program ini mengedukasi siswa tentang risiko pernikahan usia muda, termasuk kaitannya dengan stunting akibat kehamilan yang belum siap secara biologis dan psikologis.
– Bahaya Pacaran Bagi Remaja: Mengingat meningkatnya kasus pacaran usia sekolah yang berdampak pada prestasi dan psikologi remaja, sosialisasi ini hadir untuk memberikan pemahaman bahwa membangun masa depan lebih penting daripada hubungan yang belum saatnya.
– Bullying: Sosialisasi ini fokus pada dampak negatif perundungan terhadap kesehatan mental, hubungan sosial, dan prestasi akademik. Peserta diajak memahami cara menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan menghargai perbedaan.
– Edukasi Digital dan Penggunaan AI: Di era teknologi, literasi digital menjadi kebutuhan. Melalui program ini, masyarakat diajarkan cara memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk belajar, mencari peluang usaha, dan menghindari penyalahgunaan teknologi.
– Nilai Keagamaan: Kegiatan keagamaan seperti pengajian bersama warga juga menjadi bagian penting. Program ini tidak hanya mengajarkan tentang nilai spiritual tetapi juga mengaitkannya dengan pola hidup sehat dan bersih sesuai ajaran agama.

Sebagai wujud dukungan terhadap perekonomian masyarakat, kelompok menginisiasi Pasar Kreatif dengan tema “UMKM Halal dan Kreatif untuk Mewujudkan Pekon Antar Brak Mandiri”. Kegiatan ini menghadirkan bazar UMKM lokal, memberikan ruang bagi pelaku usaha untuk memasarkan produk mereka, serta membekali mereka dengan informasi tentang pengurusan sertifikasi halal dan strategi pemasaran yang kreatif.

Dengan adanya Pasar Kreatif, masyarakat tidak hanya mendapatkan peluang untuk meningkatkan pendapatan, tetapi juga memperoleh wawasan tentang pentingnya inovasi produk agar lebih kompetitif. Langkah ini diharapkan menciptakan ekosistem ekonomi desa yang mandiri dan berkelanjutan.

“Program ini bukan sekadar pengabdian, tapi kolaborasi lintas bidang untuk solusi yang berkelanjutan,” ujar Hilyazori, Ketua Kelompok 08. “Kami bangga mahasiswa bisa membawa inovasi yang bermanfaat langsung bagi masyarakat, dari pencegahan stunting hingga pengelolaan sampah,” tambah Muslih, S. H.I,. M. H.I selaku DPL.

Program BESTARI mendapat sambutan positif dari masyarakat Pekon Antar Brak. Kepala Lingkungan Pekon Antar Brak, Ade Priyatna, menyampaikan apresiasinya: “Program ini sangat membantu kami dalam memberikan pemahaman kepada warga tentang stunting dan pengelolaan sampah. Inovasi roket stove juga sangat bermanfaat karena ramah lingkungan dan mudah digunakan.”

Salah satu warga, Elly, mengungkapkan pengalamannya: “Selama ini kami kurang tahu cara mengelola sampah dengan benar. Dengan adanya sosialisasi dan pembuatan roket stove, kami jadi lebih paham dan siap menerapkan di rumah.”

Sementara itu, siswa SDN 1 Antar Brak, Adiba (kelas II), juga merasa senang mengikuti sosialisasi PHBS:
“Sekarang saya tahu kalau cuci tangan pakai sabun itu penting supaya tidak sakit. Saya juga jadi tahu kalau sampah harus dipisah.”

Fakta Singkat
1. Lokasi : Pekon Antar Brak, Kecamatan Limau, Kabupaten Tanggamus.
2. Tema : Edukasi Stunting, dan Pengelolaan Sampah
3. Pelaksana : Kelompok 08 KKL-PPM Universitas Malahayati
4. Kegiatan : Sosialisasi stunting, Bahaya Napza, Perikahan Dini, Bahaya Pacaran, Bulliying, Edukasi Penggunaan AI, PHBS, Pasar Kreatif, Pembuatan Media Pembakaran Sampah, Pembuatan Bagan Waktu Dekomposisi Sampah, Pendampingan posyandu, Nilai Keagamaan dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
5. Mitra : Pemerintah Pekon, Puskesmas Antar Brak, SDN 1 Antar Brak, SDN 2 Antar Brak, SMPN 1 Limau, SMK PGRI 1 Limau.

Langkah selanjutnya meliputi pendampingan kader pekon dalam penggunaan media pembakaran sampah, monitoring implementasi PHBS, pemasangan media edukasi lanjutan, serta penguatan literasi digital masyarakat. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Malahayati Gelar Yudisium ke-38, Cetak 22 Sarjana Baru

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) Universitas Malahayati kembali mencetak generasi penerus bangsa melalui prosesi Yudisium ke-38 yang digelar di Gedung Malahayati Convention Center (MCC), Kamis (28/8/2025).

Mengusung tema “Bersama Berkarya, Membangun Negeri: Dari Kampus Ekonomi dan Manajemen Universitas Malahayati Menuju Generasi Emas Indonesia”, acara ini menjadi momen penting bagi 22 mahasiswa yang resmi dikukuhkan sebagai sarjana. Mereka terdiri dari 16 lulusan Program Studi Manajemen dan 6 lulusan Program Studi Akuntansi.

Ketua Yudisium, Indah Lia Puspita, S.E., M.Si., memimpin langsung jalannya acara yang berlangsung khidmat. Turut hadir dalam kesempatan tersebut Dekan FEM Dr. Rahyono, S.Sos., M.M., Kaprodi Manajemen Dr. Febrianty, S.E., M.Si., Kaprodi Akuntansi Muhammad Luthfi, S.E., M.Si., serta seluruh dosen FEM yang memberikan dukungan penuh bagi para peserta yudisium.

Dalam sambutannya, Wakil Rektor IV Universitas Malahayati, Drs. Suharman, M.Pd., M.Kes., yang turut hadir memberikan sambutan mewakili Rektor, berharap lulusan FEM dapat berperan aktif dalam pembangunan bangsa.
“Saya berharap lulusan Fakultas Ekonomi dan Manajemen mampu menjadi sarjana yang cakap, cerdas, dan siap bersaing di dunia kerja. Tidak hanya itu, lulusan FEM juga harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sehingga dapat membantu mengurangi angka pengangguran di negeri ini,” tegasnya.

Sementara itu, Dekan FEM Dr. Rahyono, S.Sos., M.M. menyampaikan rasa bangga sekaligus pesan mendalam bagi para lulusan.
“Selamat menempuh fase baru kehidupan. Almamater ini adalah rumah yang melahirkan ilmu dan karakter. Jadikanlah bekal ini sebagai cahaya untuk berkarya dan membangun negeri,” ujarnya.

Momen membanggakan juga datang dari para lulusan terbaik. Dari Prodi Akuntansi, predikat lulusan terbaik diraih oleh Ade Kurniawati (NPM 21210001) dengan IPK 3,97. Sementara dari Prodi Manajemen, gelar mahasiswa terbaik diraih oleh Anis Hermayana (NPM 21220020) dengan IPK 3,95. Prestasi ini menjadi bukti nyata dedikasi dan kerja keras mahasiswa FEM Universitas Malahayati selama menempuh pendidikan.

Yudisium ini bukan hanya menjadi ajang penyerahan gelar, tetapi juga momentum melepas para sarjana untuk siap berkarya, berkontribusi, dan membawa nama baik Universitas Malahayati di masyarakat maupun dunia kerja.

Dengan terselenggaranya yudisium ke-38 ini, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Malahayati kembali menegaskan komitmennya dalam mencetak lulusan berkualitas yang siap bersaing di era global dan turut serta membangun negeri menuju Generasi Emas Indonesia.

Mahasiswa KKLPPM Universitas Malahayati Sosialisasi PHBS, Cetak Agen Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Sejak Dini SDN 1 Gunung Tiga Ulubelu

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Mahasiswa KKLPPM Universitas Malahayati menyelenggarakan sosialisasi dan praktik PHBS untuk siswa-siswi SDN 1 Gunung Tiga, dalam rangka menanamkan pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sejak usia dini, Rabu lalu, (6/8/2025).

Acara yang berlangsung meriah dan interaktif ini diikuti oleh 50 orang peserta dari gabungan kelas 1 hingga 6. Kegiatan tidak hanya berisi teori, tetapi juga praktik sehingga mampu menarik minat dan antusiasme para siswa. Dengan didampingi oleh 20 orang mahasiswa KKL yang bertindak sebagai panitia dan mentor, anak-anak diajak untuk memahami dan mempraktikkan langkah-langkah kecil PHBS dalam kehidupan sehari-hari.

Acara diisi dengan berbagai sesi, mulai dari pemaparan materi tentang cuci tangan yang benar, menjaga kebersihan lingkungan, hingga pentingnya mengonsumsi makanan bergizi. Siswa juga diajak bermain games dan kuis berhadiah yang membuat suasana belajar menjadi lebih menyenangkan dan mudah dipahami.

Silvia Ika Damayanti, ketua pelaksana, menyampaikan apresiasinya atas partisipasi aktif seluruh pihak. Ia bersyukur sosialisasi dan praktik PHBS ini berjalan dengan sangat lancar dan sukses. Pihaknya terharu melihat antusiasme adik-adik siswa SD 1 Gunung Tiga.

Ia menjelaskan, tujuan utama adalah untuk menciptakan agen-agen perubahan kecil yang memahami dan mampu mempraktikkan PHBS, dimulai dari diri sendiri dan di lingkungan sekolah mereka. ”Kami berharap, ilmu yang didapat hari ini tidak berhenti di sini, tetapi menjadi kebiasaan baik yang terus diterapkan,” ujarnya.

Salah satu siswa peserta, Fauzi, mengungkapkan kegembiraannya. “Seru banget, tadi diajarin cuci tangan yang bener sama dikasih hadiah. Sekarang aku tahu caranya supaya tidak gampang sakit,” katanya.

Kepala Sekolah Supriyanto juga menyambut positif inisiatif dari mahasiswa KKL ini. Menurutnya, kegiatan seperti ini sangat sejalan dengan visi misi sekolah dalam mendidik siswa yang tidak hanya cerdas secara akademik tetapi juga sehat dan berkarakter.

Acara ditutup dengan foto bersama, pembagian hadiah, dan bingkisan untuk seluruh peserta sebagai bentuk apresiasi atas keaktifan mereka selama sosialisasi berlangsung. Melalui kegiatan ini, diharapkan dapat tercipta generasi yang lebih peduli akan kesehatan dan kebersihan di masa depan. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Fakultas Teknik Universitas Malahayati Gelar Yudisium Periode ke-38, Lahirkan 15 Sarjana Baru

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Fakultas Teknik Universitas Malahayati kembali mencetak lulusan baru melalui prosesi Yudisium ke-38 yang digelar di Gedung Malahayati Convention Center (MCC), Rabu (27/8/2025). Sebanyak 15 mahasiswa dari tiga program studi, yakni Teknik Lingkungan, Teknik Sipil, dan Teknik Industri, resmi dikukuhkan sebagai sarjana.

Acara berlangsung khidmat dengan dihadiri Wakil Rektor IV Universitas Malahayati, Drs. Suharman, M.Pd., M.Kes., yang hadir mewakili Rektor. Dalam sambutannya, ia menyampaikan ucapan selamat sekaligus pesan penting bagi para lulusan.

“Dengan yudisium ini, Saudara resmi menyandang gelar sarjana sebagai bentuk pengakuan atas ilmu pengetahuan dan kompetensi yang telah Saudara raih. Gelar ini bukan akhir, melainkan awal tanggung jawab baru untuk berkontribusi kepada masyarakat, bangsa, dan kemanusiaan,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa perjalanan setelah kampus adalah fase lanjutan yang menuntut peran nyata para lulusan. “Di kampus, Saudara berstatus sebagai mahasiswa. Kini, status baru sebagai sarjana menuntut peran, tanggung jawab, dan kontribusi yang lebih besar di tengah masyarakat,” tambahnya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Teknik, Dr. Weka Indra Dharmawan, S.T., M.T., dalam pesannya menegaskan bahwa kelulusan ini merupakan pencapaian penting, namun tantangan sesungguhnya justru menanti setelah mahasiswa resmi meninggalkan bangku kuliah.

“Alhamdulillah, dengan selesainya studi, satu beban telah terlepas. Namun, ingatlah bahwa pembelajaran sesungguhnya ada di lapangan. Apa yang kalian peroleh di kampus hanyalah bekal teori, sedangkan praktiknya akan kalian temui di dunia kerja dan masyarakat,” kata Dr. Weka.

Ia juga mendorong para lulusan untuk mengimplementasikan visi dan misi program studi masing-masing sebagai penentu kesuksesan mereka di masa depan.

Pada yudisium kali ini, Fakultas Teknik juga melahirkan satu lulusan cumlaude, yaitu Maulana Sidiq dari Program Studi Teknik Lingkungan dengan IPK 3,87. Prestasi tersebut semakin membanggakan karena ia berhasil menyelesaikan studinya hanya dalam waktu 3,5 tahun.

Prosesi yudisium ke-38 ini turut dihadiri oleh Wakil Rektor IV, Dekan Fakultas Teknik, Ketua Program Studi Teknik Lingkungan, Ketua Program Studi Teknik Sipil, Ketua Program Studi Teknik Industri, jajaran dosen, tenaga kependidikan, serta keluarga dan tamu undangan yang ikut memberikan dukungan bagi para lulusan.

Dengan yudisium ini, Fakultas Teknik Universitas Malahayati kembali menegaskan komitmennya dalam mencetak sumber daya manusia unggul, berkompeten, dan siap bersaing di dunia kerja maupun dalam pengabdian kepada masyarakat. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Mahasiswa KKLPPM Kelompok 53 Universitas Malahayati Berikan Edukasi Anti/Perundungan di SDN 1 Sumur Tujuh Wonosobo

TANGAMUS (malahayati.ac.id): Mahasiswa KKLPPM Universitas Malahayati sukses menyelenggarakan edukasi anti-perundungan (bullying) bagi siswa-siswi SDN 1 Sumur Tujuh, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus. Kegiatan ini bertujuan menumbuhkan kesadaran sejak dini tentang bahaya perundungan serta mendorong terciptanya lingkungan sekolah yang aman, ramah, dan inklusif. Kamis (7/8/2025).

Program diawali dengan pengenalan definisi perundungan (bullying) verbal, fisik, sosial, dan siber, dengan metode interaktif : penjelasan materi perundungan (bullying), pemutaran vidio pendek, serta kuis ringan. Melalui pendekatan ini, siswa dilatih mengenali tanda-tanda perundungan, cara berkata “STOP” dengan tegas, langkah melapor kepada guru/orang tua, dan sikap empati terhadap teman.

Edukasi anti-perundungan bukan sekedar pengetahuan, tetapi juga keterampilan hidup. Agar adik-adik mampu melindungi diri dan berani membela teman, ” ujar Perwakilan Kelompok 53 KKL PPM Universitas Malahayati.

Pihak sekolah menyambut baik kegitan ini. Kepala SDN 1 Sumur Tujuh menyatakan, “Materi disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami anak. Kami berharap setelah ini budaya saling menghargai semakin kuat di sekolah kami.”

Melalui program ini, Kelompok 53 menegaskan dukungan terhadap upaya pencegahan kekerasan di satuan pendidika yang menekankan lingkungan belajar yang aman dan menyenangkan.

Data Kegiatan :
– Penyelenggara : KKL PPM Kelompok 53 Universitas Malahayati
– Tanggal : 07 Agustus 2025
– Lokasi : SDN 1 Sumur Tujuh, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus
– Sasaran : Siswa-Siswi Kelas 4,5, dan 6
– Metode : Penjelasan materi, Vidio edukatif, dan diskusi.

KKL PPM Kelompok 53 Universitas Malahayati mengadakan edukasi Anti-Perundungan di SDN 1 Sumur Tujuh, Wonosobo, Tanggamus. Siswa diajak mengenali jenis bullying, cara berkata “STOP”

Dengan terlaksanakannya kegiatan ini, diharapkan tercipta budaya sekolah yang lebih aman, ramah, dan bebas dari perundungan, sekaligus menjadi langkah nyata generasi muda dalam membangun karakter bangsa. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Bagaimana Menerima Suatu Keadaan, Tanpa Harus Menyalahkan Keadaan

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Hari itu panas terik sekali, kami baru pulang menghadiri undangan di dua tempat yang berbeda, bahkan berlawanan arah. Namun esensi acaranya sama, yaitu upacara pernikahan anak sahabat. Pada tempat pertama berperan menjadi tokoh sentral penerima pihak besan, pada acara kedua sebagai tamu undangan kehormatan. Tugas kemanusiaan usia lanjut seperti ini, hampir terjadi setiap pekan; namun hari itu sedikit special karena menjumpai keadaan yang kontradiktif. Pada posisi ini posisi harus diambil adalah menerima keadaan, tanpa harus menyalahkan keadaan. Tentu persoalan seperti ini menjadi menarik jika dibahas dari sudut pandang Filsafat Kontemporer.

“Keadaan”  adalah segala sesuatu yang terjadi di luar atau dalam diri individu, seperti halnya ; kejadian tak terduga, kehilangan, kegagalan, kondisi sosial-politik, hingga krisis makna hidup. Dalam pemikiran kontemporer, terutama eksistensialis, keadaan bukan sekadar kejadian pasif, tetapi bagian dari keberadaan manusia yang harus dihadapi secara sadar. Sartre mengatakan bahwa manusia tidak bisa menghindari tanggung jawab atas bagaimana kita merespons apa pun yang terjadi dalam hidup kita. Keadaan, dalam hal ini, bukan penyebab utama penderitaan, tetapi bagaimana kita mempersepsikannya dan bagaimana kita memilih untuk merespons. Ini menegaskan bahwa keadaan bersifat netral, dan manusialah yang memberi makna. Jean-Paul Sartre juga menolak ide bahwa manusia adalah korban nasib. Dalam bukunya Being and Nothingness, Sartre menekankan bahwa keberadaan manusia mendahului esensinya, maksudnya kita ada lebih dulu, lalu menciptakan makna atas hidup kita melalui tindakan. Maka ketika seseorang mengalami kegagalan, Sartre akan bertanya: bagaimana engkau memilih untuk menanggapi kegagalan itu?

Menyalahkan keadaan, bagi Sartre, adalah bentuk “bad faith” (itikad buruk), yakni upaya menyangkal kebebasan dan tanggung jawab pribadi. Ketika kita berkata, “Saya tidak bisa berbuat apa-apa karena keadaannya seperti ini,” kita sedang bersembunyi dari kebebasan kita sendiri. Maka, untuk benar-benar hidup secara otentik, seseorang harus mengakui bahwa sekalipun tidak bisa mengendalikan keadaan, kita tetap bebas untuk memilih sikap.

Berbeda lagi dengan Albert Camus dalam The Myth of Sisyphus, beliau menggambarkan kehidupan sebagai absurd: manusia mendambakan makna, tetapi dunia tidak memberikannya. Ketika tragedi terjadi seperti; kematian orang terdekat, ketidakadilan sosial, penyakit yang tidak bisa disembuhkan, sebenarnya kita berhadapan langsung dengan absurditas ini. Namun, Camus tidak menyarankan untuk menyerah atau menyalahkan dunia. Sebaliknya, ia menawarkan sikap “pemberontakan”, yakni menerima absurditas dan terus hidup dengan kepala tegak.  Menerima keadaan, bagi Camus, bukan soal pasrah, tetapi memilih untuk tetap hidup dengan integritas, meskipun hidup itu sendiri tampak tanpa makna.

Simone de Beauvoir, dalam “The Ethics of Ambiguity”, menekankan bahwa kehidupan manusia selalu berada dalam ambiguitas yaitu, antara keterbatasan dan kebebasan. Ia mengingatkan bahwa meskipun kita tidak selalu menciptakan keadaan (misalnya, struktur patriarki atau kolonialisme), kita tetap bertanggung jawab atas bagaimana kita meresponsnya. Menyalahkan keadaan, dalam kerangka ini, justru bisa menjadi bentuk pelepasan tanggung jawab moral. Beauvoir menekankan bahwa tindakan etis adalah ketika kita memperjuangkan kebebasan: baik kebebasan diri maupun orang lain. Maka, menerima keadaan berarti mengakui keterbatasan, namun tetap bertindak demi kebaikan dan kebebasan bersama.

Viktor Frankl, seorang psikiater sekaligus penyintas kamp konsentrasi Nazi, memberikan perspektif yang mendalam tentang bagaimana menerima keadaan ekstrem tanpa kehilangan makna hidup. Dalam bukunya “Man’s Search for Meaning”, ia menyatakan bahwa: bahkan dalam penderitaan terdalam, manusia tetap memiliki kebebasan terakhir: memilih sikapnya terhadap penderitaan itu. Frankl berpendapat bahwa makna tidak harus ditemukan dalam kesuksesan atau kebahagiaan, tetapi bahkan dalam penderitaan yang tak bisa dihindari. Dengan demikian, daripada menyalahkan keadaan, manusia dapat bertanya: “Apa makna dari pengalaman ini bagi dirinya?”: Ini bukan bentuk naif, tetapi suatu bentuk keberanian eksistensial untuk menemukan makna dalam absurditas.

Filsafat postmodern, seperti yang dikembangkan oleh Jean-François Lyotard dan Michel Foucault, mengkritik narasi besar yang seolah menjelaskan segalanya secara linear dan absolut. Dalam konteks menyalahkan keadaan, postmodernisme mengajak kita untuk mempertanyakan: apakah benar keadaan itu tunggal dan obyektif? Ataukah kita sedang mengadopsi narasi tertentu tentang apa yang “seharusnya” terjadi. Dengan membongkar narasi-narasi yang membentuk cara pandang kita terhadap kehidupan (misalnya: sukses berarti kaya; hidup bahagia berarti tanpa kesulitan), postmodernisme membuka ruang bagi interpretasi yang lebih fleksibel. Penerimaan tidak lagi dipandang sebagai bentuk pasrah, tetapi sebagai bentuk kesadaran bahwa tidak ada satu pun cara hidup yang “benar”. Ini membebaskan manusia dari perangkap menyalahkan karena standar kesuksesan atau kebahagiaan bisa dikonstruksi ulang.

Penting untuk membedakan antara penerimaan dengan kepasrahan total. Dalam banyak filsafat kontemporer, penerimaan berarti pengakuan jujur terhadap kenyataan; namun bukan berarti menyerah terhadap kondisi itu. Camus menerima absurditas, tetapi ia memberontak. Frankl menerima penderitaan, tetapi ia mencari makna. Sartre menerima keterbatasan hidup, tetapi ia mengadvokasi kebebasan bertindak. Menerima keadaan tanpa menyalahkan berarti menggeser fokus dari apa yang tidak bisa kita kendalikan ke apa yang masih bisa kita pilih. Ini menuntut keberanian, kedewasaan, dan kejujuran eksistensial.

Secara praktis, filsafat kontemporer mengajarkan kita bahwa penerimaan bukan reaksi sekali jadi, melainkan suatu proses yang panjang. Dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh ketidakpastian, filsafat kontemporer tidak memberi jawaban instan, tetapi membuka ruang bagi refleksi yang lebih dalam; yang pada akhirnya menuntun kita pada penerimaan yang memerdekakan, bukan menindas.  Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Universitas Malahayati Matangkan Persiapan Audit Mutu Internal (AMI) Tahun 2025

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Universitas Malahayati melalui Lembaga Penjaminan Mutu Internal (LPMI) tengah mematangkan persiapan pelaksanaan Audit Mutu Internal (AMI) tahun 2025. Kegiatan ini merupakan agenda rutin tahunan dalam rangka mengevaluasi implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan memastikan siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan) berjalan secara berkesinambungan di seluruh unit kerja.

Rapat persiapan yang dipimpin langsung oleh Ketua LPMI Universitas Malahayati, Dr. M. Arifki Zainaro, S.Kep., Ns., M.Kep., dihadiri oleh jajaran pimpinan universitas, wakil ketua LPMI, BPMI FIK, tim auditor, serta perwakilan unit terkait. Dalam arahannya, Ketua LPMI menekankan bahwa AMI bukan sekadar kegiatan administratif, melainkan instrumen penting untuk mengukur kualitas penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat di Universitas Malahayati.

Persiapan yang dilakukan meliputi: Penyusunan jadwal dan ruang lingkup audit yang mencakup semua program studi dan unit kerja. Pembekalan auditor internal agar memiliki pemahaman yang komprehensif tentang standar mutu pendidikan tinggi dan pedoman LAM-PTKes maupun BAN-PT. Koordinasi teknis dengan unit terkait untuk kelancaran pelaksanaan AMI. Penyempurnaan instrumen audit sesuai standar terbaru.

Ketua LPMI Universitas Malahayati dalam sambutannya menyampaikan bahwa AMI diharapkan menjadi cermin kualitas penyelenggaraan pendidikan tinggi. Hasil audit akan menjadi dasar dalam menyusun strategi peningkatan mutu universitas, termasuk dalam menghadapi akreditasi nasional maupun internasional.

Pelaksanaan AMI tahun 2025 rencananya akan dimulai pada bulan 7-9 September 2025, dengan melibatkan 4 tim auditor internal, 2 tenaga IT, dan didukung penuh oleh seluruh unit kerja. Universitas Malahayati berkomitmen untuk melaksanakan audit secara independen, obyektif, dan transparan demi tercapainya visi universitas sebagai institusi pendidikan tinggi yang unggul, berdaya saing, dan berkarakter. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati Gelar Workshop Bedah Kurikulum

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat (S2 Kesmas) Universitas Malahayati menyelenggarakan Workshop Bedah Kurikulum dalam rangka penyempurnaan kurikulum berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan Outcome Based Education (OBE). Kegiatan ini dilaksanakan di Ruang Rapat Pascasarjana Universitas Malahayati. Rabu (27/8/2025).

Workshop dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor 1 Universitas Malahayati Prof. Dr. Dessy Hermawan, S.Kep., Ns., M.Kes. yang dalam sambutannya menegaskan pentingnya penyusunan kurikulum yang adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, kebutuhan dunia kerja, serta kebijakan nasional maupun global di bidang kesehatan masyarakat.

Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan ini adalah pakar kurikulum dan praktisi kesehatan masyarakat, di antaranya: Prof. Dr. Dyah Wulan Sumekar RW, S.KM., M.Kes (pakar kurikulum kesehatan masyarakat) dan Dr. Noviansyah, M.Kes, perwakilan organisasi profesi IAKMI

Peserta workshop terdiri dari dosen, tendik, mahasiswa, Alumni, Dinas Kesehatan dan mitra eksternal yang berperan aktif dalam memberikan masukan konstruktif. Diskusi difokuskan pada penyelarasan capaian pembelajaran lulusan (CPL), struktur mata kuliah inti dan peminatan, serta integrasi isu-isu strategis kesehatan masyarakat seperti epidemiologi penyakit, kesehatan global, manajemen pelayanan kesehatan, gizi kesmas, kesehatan reproduksi, dan promosi kesehatan berbasis komunitas.

Ketua Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat, Dr. Samino, M.Kes, menyampaikan bahwa hasil dari workshop ini akan ditindaklanjuti dengan penyusunan dokumen kurikulum final yang siap diimplementasikan mulai tahun akademik 2025/2026.

Kegiatan diakhiri dengan penandatanganan berita acara dan komitmen bersama untuk melaksanakan kurikulum baru yang diharapkan dapat meningkatkan mutu lulusan serta daya saing Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati di tingkat nasional maupun internasional. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Mahasiswa KKL-PPM Universitas Malahayati Kelompok 48 Gelar Sosialisasi Pangan Lokal Lewat Beans Cookies untuk Cegah Stunting di Pekon Sampang Turus

TANGGAMUS (malahayati.ac.id): Upaya pencegahan stunting kembali mendapat dukungan dari mahasiswa Universitas Malahayati Bandar Lampung. Melalui program Kuliah Kerja Lapangan Pengabdian kepada Masyarakat (KKL-PPM), kelompok 48 mengadakan kegiatan sosialisasi bertajuk “Pemberdayaan Pangan Lokal melalui Produk Beans Cookies sebagai Solusi Cegah Stunting” di Balai Pekon Sampang Turus, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus.

Kegiatan ini berlangsung dengan pendampingan Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) Annisa Mayang Soliha, M.Gz., serta diikuti oleh ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak, dan para kader kesehatan desa. Melalui inovasi pangan lokal berbasis kacang hijau yang diolah menjadi beans cookies, mahasiswa memperkenalkan alternatif camilan sehat, bergizi, dan tetap disukai anak-anak.

Turut hadir dalam acara ini Kepala Pekon Sampang Turus, Bapak Marhawi, bersama istri Ibu Lodema, beserta perangkat pekon. Dalam sambutannya, Pak Marhawi memberikan apresiasi penuh terhadap kegiatan mahasiswa.

“Saya sangat berterima kasih kepada mahasiswa KKL-PPM Universitas Malahayati yang telah memberikan edukasi kepada masyarakat kami. Semoga kegiatan ini bermanfaat bagi kesehatan anak-anak di Pekon Sampang Turus dan menjadi motivasi bagi warga untuk lebih peduli terhadap gizi keluarga,” ujarnya.

Selain penyuluhan, kegiatan semakin menarik dengan pembagian beans cookies kepada anak-anak. Suasana terlihat hangat ketika mereka menikmati kudapan bergizi, sementara para ibu tampak antusias mendengarkan materi sekaligus aktif bertanya seputar gizi seimbang, pola makan sehat, dan cara mengolah bahan pangan lokal agar lebih bervariasi.

Mahasiswa kelompok 48 juga menekankan pentingnya pemenuhan gizi sejak masa kehamilan. Protein dari kacang-kacangan, termasuk kacang hijau, disebut sebagai salah satu sumber nutrisi yang mudah didapat dan terjangkau. Dengan metode komunikasi interaktif, kegiatan ini tidak hanya memperluas wawasan masyarakat tetapi juga mendorong perubahan pola hidup yang lebih sehat.

Antusiasme masyarakat menjadi bukti keberhasilan kegiatan ini. Para ibu mengaku senang mendapatkan tambahan ilmu, sementara anak-anak tampak ceria bisa belajar sekaligus menikmati camilan sehat bersama mahasiswa.

Di akhir acara, mahasiswa kelompok 48 menyampaikan harapan agar pengetahuan yang dibagikan dapat menjadi bekal bagi warga Sampang Turus dalam menjaga kesehatan keluarga. Mereka menegaskan bahwa kontribusi kecil seperti pemanfaatan pangan lokal diharapkan mampu menjadi langkah nyata dalam menciptakan generasi yang sehat, cerdas, dan bebas stunting di masa depan. (gil)

Editor: Gilang Agusman