Mahasiswa Universitas Malahayati, Syifa Safhira Raih Juara 3 Bidang Biologi Ajang Olimpiade Sains Tingkat Nasiona 2024

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Selamat kepada Syifa Safhira (23140092) Mahasiswa Prodi S1 Teknik Lingkungan Universitas Malahayati yang telah berhasil Meraih Juara 3 Bidang Biologi pada Olimpiade Sains Tingkat Nasional yang bertajuk Ajang Kompetisi Sains Indonesia (AKSI) 2024. Lomba ini berlangsung di Yogyakarta, 27 Agustus 2024.

Lomba Bidang Biologi pada Olimpiade Sains Tingkat Nasional yang bertajuk Ajang Kompetisi Sains Indonesia (AKSI) 2024 yang diadakan oleh Puskanas.id adalah sebuah kompetisi yang bertujuan untuk menggali dan mengembangkan minat serta bakat siswa dalam bidang biologi. Acara ini memberikan kesempatan bagi peserta untuk menguji pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman mereka mengenai berbagai konsep biologi.

Kompetisi ini biasanya meliputi berbagai jenis soal, mulai dari teori dasar biologi, ekosistem, genetika, hingga bioteknologi, dan dapat melibatkan tes tertulis maupun praktik. AKSI 2024 bertujuan untuk menciptakan atmosfer kompetitif yang positif dan memotivasi peserta untuk lebih mendalami ilmu sains, khususnya biologi.

Syifa mengucapkan rasa syukur dan bangga dengan hasil yang diperoleh. “Saya sangat bersyukur telah memenangkan lomba ini, dan ucapan yang sebesar-besarnya untuk orang tua dan kampus tercinta Universitas Malahayati”.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, dengan mengikuti lomba ini menambahkan pengalaman untuknya. Disini saya memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan teman-teman sebidang, mendapatkan pengalaman berharga, serta berpotensi mendapatkan penghargaan atau pengakuan atas prestasi mereka di tingkat nasional.

Syifa juga berkomitmen untuk dirinya agar lebih giat lagi dalam belajar dan memotivasi dirinya untuk terus meraih kemenangan pada lomba-lomba selanjutnya. “Saya akan terus berusaha untuk menjadi yang terbaik, serta membuat bangga kedua orang tua dan Universitas Malahayati,” tandasnya. (gil)

Editor: Gilang Agusman

 

Rumah Kedua Kita

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Udara siang itu cukup panas menerpa lantai lima tempat berkantor sehari-hari, ditambah lagi mesin pendingin diruangan terganggu; maka sempurnalah kegerahan itu. Terpaksa demi menjaga stabilitas pekerjaan, maka hari itu mengungsi keruangan lain yang memiliki pendingin ruang lebih baik.

Namun semua itu tidak menghalangi untuk berkontemplasi diri merenungkan hasil pembicaraan pagi tadi. Saat sebelum jam kerja tiba, kami semua para wadyabala sudah hadir di gedung megah ini. Satu diantara mereka nyeletuk bahwa ada suasana kebatinan yang beberapa waktu lalu hilang, kini hadir kembali, yaitu kalimat yang bergaung “jadikan rumah kedua kita tempat bekerja ini”.

Jujur, penulis memang dimana mana bekerja selalu menganggap bahwa tempat bekerja itu diposisikan sebagai rumah kedua. Sebab secara kurun waktu lama di tempat kerja dengan di rumah perbandingannya lebih lama di tempat kerja. Di rumah efektif hanya tiga jam perhari, kecuali hari libur, sementara di tempat kerja delapan jam produktif perhari.

Penasaran dengan “aura magis” yang menyelimuti diksi itu, maka dicarilah tahu makna hakiki dari pernyataan tadi.

Ternyata dalam jelajah digital ditemukan informasi jika diringkas akan bermakna secara filosofi “jadikanlah tempat ini rumah kedua kita” menekankan pentingnya menciptakan hubungan yang erat, rasa kepemilikan, dan kenyamanan di tempat tersebut, entah itu di kantor, sekolah, atau komunitas lain. Beberapa poin yang terkandung dalam filosofi ini adalah:

Pertama, Kenyamanan dan Keterbukaan: Tempat tersebut diharapkan menjadi ruang di mana orang merasa aman, nyaman, dan bebas mengekspresikan diri. Seperti rumah, tempat itu menjadi lingkungan yang mendukung pertumbuhan pribadi dan profesional.

Kedua, Rasa Memiliki dan Tanggung Jawab: Menganggap tempat itu sebagai “rumah kedua” mendorong seseorang untuk lebih peduli, merasa memiliki, dan bertanggung jawab dalam menjaga serta merawat lingkungan tersebut, baik dari segi fisik maupun hubungan interpersonal.

Ketiga, Kebersamaan dan Dukungan: Filosofi ini menekankan pentingnya membangun rasa kebersamaan. Sama seperti di rumah, tempat tersebut harus menjadi ruang di mana orang dapat mendukung satu sama lain, baik secara emosional maupun profesional.

Keempat, Kehangatan dan Keterlibatan Emosional: Tempat yang dianggap sebagai “rumah kedua” mendorong rasa kebersamaan, kehangatan, dan keterlibatan emosional. Ini mengarah pada hubungan yang lebih erat dengan rekan-rekan di tempat tersebut, menciptakan iklim yang positif.

Kelima. Ruang untuk Pertumbuhan dan Kesejahteraan: Di “rumah kedua,” seseorang tidak hanya bekerja atau belajar, tetapi juga berkembang. Filosofi ini mendorong untuk menjadikan tempat itu sebagai ruang yang mendukung kesejahteraan mental, fisik, dan emosional.

Jika syarat-syarat ini terpenuhi, maka kita akan lebih mudah menganggap tempat kerja sebagai rumah kedua di mana kita dapat tumbuh, bekerja dengan nyaman, dan merasa dihargai. Konsep filosofi tadi akan menjadi lebih baik lagi jika semua unsur yang ada didalamnya atau yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung, memahami akan visi dan misi kelembagaan. Karena jika keduanya terimplementasi secara baik sebagai pemandu berperilaku dalam organisasi, maka Insya Allah apa yang menjadi tujuan dari lembaga tadi akan tercapai.

Persoalannya adalah, seberapa paham kita akan misi dan visi yang ada pada lembaga tempat kita bekerja. Banyak penelitian menyebutkan bahwa tidak begitu banyak orang paham dengan ini semua, bahkan tingkat pendidikan tidak menjamin pemahaman kita akan hal tersebut.

Mengerikan lagi jika calon pemimpin yang diperoleh dari pemilihan langsung-pun tidak memiliki visi dan misi; yang penting menang dulu lain-lainnya urusan nanti. Jika ini yang terjadi akan lebih banyak proyek mangkrak di masa depan; tinggal rakyat yang sengsara sepanjang masa. Ruang kantornya bukan menjadi rumah keduanya akan tetapi tempat berpikir untuk mendapatkan modal pemilihan dirinya agar segera kembali.

Menyadari kondisi seperti ini, dapat dipahami jika ada pemikiran untuk jabatan Gubernur sebaiknya ditunjuk oleh Presiden, sebab Gubernur adalah perpanjangtangan dari presiden dalam rangka mewujudkan visi dan misi pemerintah pusat sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada rakyat yang telah memilihnya melalui pemilihan langsung. Sementara Bupati/Walikota dapat dipilih oleh rakyat secara langsung karena langsung berhadapan dengan hajat hidup mereka.

Tentu saja pemikiran itu masih sangat prematur, perlu ada kajian mendalam dan menyeluruh oleh para ahlinya. Namun paling tidak berpikir “out of the box” seperti itu sah-sah saja dalam rangka menemukenali persoalan, terutama untuk diperdebatkan secara filosofis akademik guna menemukan kesahihan suatu konsep. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Mahasiswa Universitas Malahayati, Ria Astuti Raih Juara 3 Terkreatif Cerita Cerpen Lomba Kesenian Tingkat Nasional 2024

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Selamat kepada Ria Astuti (236101370) Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Hukum Universitas Malahayati yang Berhasil mendapatkan Juara 3 Terkreatif Cerita Cerpen Kategori Mahasiswa/Umum Pada Perlombaan Kesenian Tingkat Nasional. Pelombaan ini mengangkat tema kemerdekaan yang diselenggarakan oleh Pantara Creative Event Organizer, 5-20 agustus 2024.

Pelombaan Terkreatif Cerita Cerpen Kategori Mahasiswa/Umum yang diselenggarakan oleh Pantara Creative Event Organizer adalah sebuah kompetisi menulis cerpen yang ditujukan untuk mahasiswa dan masyarakat umum. Acara ini berlangsung dari 5 hingga 20 Agustus 2024.

Tujuan dari lomba ini adalah untuk mendorong kreativitas dalam menulis dan memberikan platform bagi para penulis untuk mengekspresikan ide-ide mereka melalui cerita pendek. Peserta diharapkan menghasilkan karya yang orisinal, menarik, dan memiliki nilai estetika serta pesan yang kuat.

Selain itu pula Ria Astuti Juga berhasil Meraih beberapa Medali diantaranya:
1. Medali Perunggu Olimpiade Sains Bidang Sejarah
2. Medali Perak Olimpiade Sains Bidang Kimia
3. Medali Perunggu Olimpiade Sains Bidang Bahasa Inggris
4. Medali Perunggu Olimpiade Sains Bidang Ekonomi pada Festival Olimpiade Sains Nasional (FOSNAS) di Sumatera Utara, 3 September 2024.

Ria mengucapkan rasa syukur dan bangga atas raihan yang ia peroleh ini. “Saya merasa sangat bersyukur dan bangga atas pencapaian ini, perjuangan ini akhirnya terbayar lunas”.

Tak lupa ia mengucapkan terimakasih kepada Universitas Malahayati yang telah menyuportnya dalam perlombaan ini. Ria berharap kedepannya ia dapat kembali mengharumkan nama Universitas Malahahati diajang nasional dan internasional. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Mahasiswa Universitas Malahayati, Afina Rhamadani Raih Medali Perak Bidang Matematika Ajang OSSN 2024

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Selamat kepada Afina Rhamadani (23140005) Mahasiswa Program Studi S1 Teknik Lingkungan Universitas Malahayati  yang Berhasil Meraih Medali Perak Bidang Matematika pada ajang Olimpiade Sains Tingkat Nasional. Ajang ini bertajuk Olimpiade Sains Siswa Nasional (OSSN) 2024 yang diselenggarakan di Yogyakarta, 2 Juli 2024.

Olimpiade Sains Siswa Nasional (OSSN) 2024 bidang matematika di Yogyakarta merupakan kompetisi yang diadakan untuk menilai dan mengembangkan kemampuan siswa dalam bidang matematika. Acara ini biasanya diikuti oleh siswa-siswa dari berbagai daerah di Indonesia yang telah melalui seleksi sebelumnya.

Tanggal 2 Juli 2024 menjadi momen penting bagi para peserta untuk menunjukkan kemampuan dan potensi mereka. Peserta akan menghadapi soal-soal yang menantang, yang dirancang untuk menguji penalaran dan kreativitas matematika mereka.

Afina ucapkan rasa syukur dan bangga atas raihan ini. “Puji syukur serta ucapan terimakasih kepada kedua orang tua yang selalu mendukung saya dalam hal pendidikan baik dalam akademik maupun non akademik”.

Olimpiade ini adalah lomba yang membantu saya dalam mengukur kemampuan saya dalam bidang matematika. “Medali perak ini merupakan medali pertama selama saya menjadi mahasiswa Universitas Malahayati,” ucapnya.

Afini berharap untuk kedepannya, dirinya dapat diberi kesempatan lagi untuk mengikuti perlombaan atau event lainnya. Hal ini diperlukan agar dirinya dapat mengasah kemampuan dan soft skill dalam berkompetisi, serta dapat menginsipirasi banyak orang untuk berprestasi.

Tak lupa, ia mengucapkan terimakasih kepada Universitas Malahayati yang telah mendukung penuh. “Semoga semakin banyak teman-teman mahasiswa yang mengikuti lomba seperti ini, agar kita semua dapat mengharumkan nama Universitas Malahayati,” tandasnya. (gil)

Editor: Gilang Agusman

 

Tersangkut

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Sedang asyik menjelajahi e-book ; tidak sengaja terbaca satu kisah yang sangat menyentuh hati;…. dikisahkan pada suatu saat Syayidina Ali.R.A kedatangan tamu seorang Kakek yang mengisahkan bahwa Kakek tadi teman Ayah Syayidina Ali berdagang; suatu waktu Kakek tadi kehabisan modal, kemudian beliau meminjam uang kepada Ayah Syayidina Ali dengan janji akan mengembalikan manakala beliau ada rejeki. Namun sayang belum sampai Kakek tadi mengembalikan pinjaman, ayah Syayidina Ali meninggal. Oleh sebab itu karena sekarang uang itu sudah ada, maka Kakek tadi akan mengembalikan uang tadi kepada Ali sebagai putra penerus sahabatnya tadi. Setelah uang diterima dan Kakek tadi kembali, Ali berpamitan kepada Syaida Fatimah untuk berbelanja kepasar, dan uang tadi dibawa semua. Sesampai di Pasar ada orang peminta-minta yang meminta uang kepada Ali. Peminta ini tidak mau diberi uang satu kepeng, tetapi ingin semuanya. Tidak berfikir panjang Syaidina Ali memberikan semua uang dari Kakek tadi kepada peminta-minta tadi. Saat beliau pulang dan ditanya Fatimah mana hasil kepasarnya, beliau menjawab apa adanya bahwa semua uangnya diberikan kepada peminta-minta yang menghendaki uang itu semua. Jawab Syaida Fatimah yang anak rasullulah itu dengan ucapan ..”alhamdullilah Alloh mengekalkan rejeki kita”…. Dinukilkan dalam cerita itu bagaimana dunia dan isinya ini tidak tersangkut dihati keluarga Syaidina Ali.R.A.

Ungkapan “tidak terangkut lagi dunia dan isinya pada hatinya” merupakan sebuah filosofi yang menggambarkan seseorang yang telah mencapai tingkat spiritual atau kesadaran batin yang sangat tinggi. Dalam konteks ini, ada beberapa makna yang dapat diambil: Pertama, Kelepasan dari Keinginan Duniawi: Orang yang tidak lagi “terangkut” oleh dunia dan isinya telah melepaskan dirinya dari keterikatan pada materi, harta benda, atau kesenangan duniawi. Hati mereka tidak lagi terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat sementara.

Kedua, Ketenangan Batin: Filosofi ini menunjukkan keadaan jiwa yang tenang, damai, dan tidak terguncang oleh godaan dunia. Orang tersebut telah menemukan keseimbangan batin yang tidak lagi dipengaruhi oleh gejolak emosi atau ambisi. Ketiga, Spiritualitas Tinggi: Orang yang hatinya tidak lagi terikat oleh dunia mungkin telah mencapai pencerahan atau kedekatan dengan aspek-aspek spiritual yang lebih tinggi. Mereka lebih fokus pada hal-hal yang bersifat abadi, seperti cinta, kebijaksanaan, dan kebaikan.

Keempat, Penerimaan: Ini juga dapat diartikan sebagai tanda penerimaan penuh terhadap kehidupan apa adanya, tanpa keinginan untuk mengubah atau menguasai dunia. Mereka menjalani hidup dengan penuh syukur dan kesadaran bahwa segala sesuatu di dunia ini bersifat sementara.

Filosofi ini sering ditemukan dalam ajaran-ajaran spiritual atau agama yang mengajarkan tentang pentingnya melepaskan keterikatan pada hal-hal duniawi untuk mencapai kedamaian sejati. Atau dengan kata lain filosofi ini mengajarkan manusia untuk mencapai kebebasan sejati, di mana kebahagiaan dan kepuasan berasal dari dalam diri, bukan dari luar atau dari dunia material. Tujuan akhir dari ajaran ini biasanya adalah pencerahan, kebahagiaan abadi, atau kedamaian batin yang mendalam.

Pada dasarnya, melepaskan diri dari dunia dan isinya sering dipahami sebagai usaha untuk mencapai pencerahan atau kebijaksanaan tertinggi, baik dalam konteks agama, filsafat, maupun spiritualitas. Banyak ajaran dan tradisi keagamaan berbicara tentang kebutuhan untuk tidak terlalu terikat pada hal-hal materi dan ego, agar bisa hidup dengan lebih tenang, damai, dan selaras dengan alam semesta atau Tuhan.

Jika ditanya apakah “kita” sudah sampai pada tingkat tersebut, jawabannya sangat tergantung pada individu. Setiap orang berada pada tahap yang berbeda dalam perjalanan spiritualnya. Ada yang telah mencapai ketenangan batin dengan melepaskan keterikatan pada dunia, sementara yang lain masih bergulat dengan aspek-aspek material kehidupan. Dalam Islam, konsep ini sering dikaitkan dengan zuhud, yaitu hidup sederhana dan tidak berlebihan, sambil tetap memenuhi kebutuhan duniawi.

Namun, melepaskan diri dari dunia bukan berarti menjauhi atau menghindari tanggung jawab duniawi sepenuhnya, melainkan menempatkan dunia pada tempatnya yang tepat, di mana hal-hal materi tidak menjadi pusat atau tujuan hidup. Jadi, pencapaian itu adalah sebuah proses, dan setiap orang mungkin berada di jalur yang berbeda. Secara keseluruhan, filsafat ini mengajarkan tentang pentingnya memiliki pandangan hidup yang tidak terfokus pada pencapaian materi atau keinginan-keinginan duniawi, tetapi lebih pada mencari makna yang lebih mendalam dan spiritual dalam hidup. Pertanyaan yang tersisa adalah apakah sisa hidup yang kita miliki masih sampai untuk meraih itu. Wallahuaklam wisawab. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Dosen Walikota itu Telah Pergi

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Kamis pagi itu agak sungkan bangun dari tidur, entah mengapa malas dan kantuk sekaligus menyerang, namun karena ingat akan memberi kuliah di Pascasarjana, maka dipaksakan bangun. Acara rutin mengecek media sosial jika ada berita yang penting; ternyata benar, mata dibuat terbelalak mendapatkan berita dari beberapa sohib yang mengabarkan Dr.Edy Sutrisno, M.Pd., berpulang ke rahmatullah.

Terbayang kenangan hampir setengah abad lalu kami berdua diangkat menjadi dosen muda di Universitas Lampung (Unila); bedanya beliau alumnus saya pendatang dari Universitas Sriwijaya. Namun perjumpaan pertama sekaligus seterusnya itu nyaris tanpa cacat. Beliau menggunakan sepeda motor merek Binter warna merah (dan itu) adalah kendaraan kesayangannya. Dengan motor itu pula mengantarkan penulis mencari kontrakan rumah di daerah Tanjung Karang pada waktu itu. Dengan gaya khasnya tertawa terbahak dan berjambang lebat, beliau waktu mahasiswa, dan juga setelah menjadi dosen adalah kesayangan Almarhum Bapak Drs.M.Fabil.B,chk. Dan, sekaligus menjadi penerus generasi di Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Saat dosen muda itulah peminatan beliau sudah sangat kentara terhadap pelestarian lingkungan hidup. Bersama almarhum Drs.A.Kantan Abdulah, dan Drs.Thoha Sampurna Jaya beliau mendirikan Himpunan Peminat Pendidikan Kependudukan. Waktu itu banyak even ilmiah beliau selenggarakan termasuk penanaman mangrove untuk Pantai Teluk Lampung. Dari sinilah beliau mendapat beasiswa untuk melanjutkan Program Pascasarjana di IKIP Jakarta mendalami program pendidikan kependudukan dengan sponsor almarhumah Prof. Dr. Maftuha Yusuf.

Seiring perjalanan waktu kami berpisah pilihan jalan hidup, sebab beliau mulai tertarik pada kehidupan politik praktis menjadi kader Golkar. Beliau lakoni menjadi pengurus sampai menjadi anggota dewan legeslatif entah berapa periode. Komunikasi terus terjalin bahkan setiap ada permintaan menjadi donator kegiatan kampus, beliau sangat ringan tangan dan ringan kocek untuk membantu.

Beberapa kali penulis bersama Drs,Thoha BS,Jaya, M.S. dan Drs.Bujang Rahman. M.S. meminta bantuan dana untuk kegiatan pengabdian masyarakat, beliau dengan tangan terbuka memberikannya, bahkan beliau mau menjadi nara sumber tanpa dibayar.

Perubahan zaman di negeri ini terjadi setelah reformasi, penulis menjadi Dekan di Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Unila yang sebelum itu menjadi Kepala UPBJJ Universitas Terbuka Bandar Lampung; beliau bertamu; karena sudah lama tidak ketemu, maka pertemuan itu menjadi sangat hangat dan mengesankan. Saat itulah beliau meminta izin untuk undur diri dari dosen atau PNS karena akan nyalon Walikota. Penulis begitu terkesiap mendengar itu, bahkan seperti tidak yakin; hanya karena berkali-kali, baru penulis yakin. Satu jawaban diberikan waktu itu ialah ….”saya tidak mau tandatangan….tolong sholat istiqoroh dulu saya kasih waktu satu minggu”…. Sepeninggal beliau hati rasanya remuk redam karena harus menandatangani pemberhentian atas permintaan sendiri dari teman sangat dekat. Dari situ penulis sudah murung karena terbayang bagaimana gelapnya awan di depan sana kelak, namun karena takut mendahului kehendak Ilahi, maka perasaan itu hanya dipendam dalam-dalam.

Hari yang dijanjikan tiba, beliau datang dengan gaya khasnya, ceria, ramah, semanak dan humoris. Beliau mengatakan tidak akan mundur lagi, maka dengan mengucapkan Bisamilahhirohhmannirohim surat itu penulis tandatangani. Alhamdullilah beliau saat mencalonkan diri periode pertama itu menang dengan gemilang. Walaupun pada periode kedua nasib tidak berpihak pada beliau, dan beliau kalah melawan Herman.HN.

Selepas itu seiring waktu berjalan kami sudah jarang kontak lagi; terakhir mendengar beliau menyelesaikan program Doktor di UNJ tempat almamater beliau, bahkan beliau sempat menjadi Ketua Alumni Pascasarjana UNJ Lampung yang langsung dilantik oleh Prof.Djaali sebagai rektor.

Begitu penulis purnabakti dan sekarang pindah home base ke Universitas Malahayati kami sudah kehilangan kontak; ternyata kontak terakhir adalah kepergian beliau. Dengan diantar oleh Pejabat Ketua DPW Partai Perindo penulis takziah ke rumah duka, dan berjumpa beberapa teman lama. Selamat jalan Mas Tris semoga diampuni segala dosanya, dilapangkan kuburnya, dimudahkan semua urusan akhiratnya. Kami hanya menunggu waktu untuk juga menyusulmu. Selamat Jalan Orang Baik (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Dosen Universitas Malahayati Ciptakan Kombinasi Hebat: Daun Kelor, Stevia, dan Kolagen Menjadi Minuman Fungsional Inovatif

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Dosen Universitas Malahayati berupaya menciptakan inovasi baru di bidang kesehatan, tim peneliti dari Universitas Malahayati yang terdiri dari Diah Astika Winahyu, S.Si., M.Si., Apt. Shinta Wulandari, M.Farm., Leny Marlina, dan Zherly Anticha Pertiwi melakukan penelitian yang didanai oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRTPM) Kemdikbudristek dengan nomor pendanaan 1297/D4/A1.04/2024, tanggal 20 Agustus 2024.

Penelitian ini berfokus pada pengembangan minuman fungsional yang menggabungkan kandungan daun kelor, kolagen, dan daun stevia sebagai bahan utamanya. Minuman fungsional yang dihasilkan ini diharapkan dapat menjadi inovasi yang tidak hanya bermanfaat untuk kesehatan tetapi juga memiliki cita rasa yang menarik dan mudah dikonsumsi oleh masyarakat.

Daun kelor (Moringa oleifera) dikenal sebagai tanaman herbal yang memiliki banyak khasiat dan telah lama digunakan sebagai bahan obat tradisional. Tanaman ini banyak tumbuh di Indonesia dan memiliki kandungan gizi yang sangat tinggi. Daun kelor kaya akan senyawa fitokimia, klorofil, vitamin C, beta-karoten, serta mineral seperti kalsium dan besi. Selain itu, daun kelor juga mengandung berbagai senyawa bioaktif yang memberikan berbagai manfaat kesehatan, termasuk sebagai antioksidan, antikanker, antibakteri, antiinflamasi, dan anti diabetes.

Meski ketersediaannya cukup melimpah, pemanfaatan daun kelor dalam bentuk produk pangan atau minuman di Indonesia masih tergolong terbatas. Biasanya, daun kelor hanya diolah menjadi sayur atau minuman tradisional seperti rebusan atau jus yang tidak tahan lama. Melalui penelitian ini, tim berusaha mengolah daun kelor menjadi produk serbuk yang lebih praktis dan tahan lama, sehingga dapat dikonsumsi sebagai minuman fungsional kapan saja.

Sebagai tambahan dalam formulasi minuman fungsional, daun stevia dipilih karena fungsinya sebagai pemanis alami yang non-tebu. Stevia dikenal memiliki tingkat kemanisan 200 hingga 300 kali lebih tinggi dibandingkan gula tebu, namun tetap aman karena bebas kalori dan tidak menimbulkan efek samping jangka panjang seperti risiko kanker atau kerusakan gigi. Kandungan gula stevia ini sangat cocok bagi penderita diabetes, karena tidak akan meningkatkan kadar gula darah serta memiliki nilai kalori yang rendah.

Keunggulan stevia sebagai pemanis yang aman dan alami membuatnya menjadi komponen penting dalam pembuatan minuman fungsional, karena tidak hanya memberikan rasa manis yang diinginkan konsumen, tetapi juga memberikan manfaat kesehatan. Komponen lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kolagen, protein yang sangat penting dalam dunia biomedis, farmasi, makanan, dan kosmetik. Kolagen berperan dalam pembentukan jaringan tubuh, menjaga elastisitas kulit, serta memperkuat tulang dan jaringan tubuh lainnya.

Kolagen memiliki karakteristik yang mudah diserap oleh tubuh, memiliki sifat antigenesis rendah, biocompatible, dan biodegradable. Dalam konteks minuman fungsional ini, kolagen juga memberikan manfaat sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas serta menjaga kesehatan kulit dan organ tubuh lainnya. Pemanfaatan kolagen dalam minuman ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi kesehatan konsumen, terutama dalam hal kecantikan dan perawatan kulit.

Minuman fungsional yang dihasilkan dari penelitian ini mengombinasikan ketiga bahan utama, yaitu daun kelor, stevia, dan kolagen, untuk menciptakan produk yang tidak hanya memiliki rasa yang enak, tetapi juga kaya akan manfaat kesehatan. Minuman ini diformulasikan agar dapat memberikan dua fungsi utama, yaitu sebagai asupan gizi dan sebagai pemuas sensori, seperti rasa dan tekstur yang disukai konsumen.

Proses pengolahan tanaman herbal menjadi minuman fungsional memerlukan teknik formulasi yang tepat. Dalam hal ini, tim peneliti melakukan uji organoleptik untuk mengetahui tingkat kesukaan dan kelayakan produk di mata konsumen. Hasil uji ini sangat penting dalam menentukan apakah produk ini dapat diterima oleh masyarakat luas. Minuman fungsional yang baik harus mampu memberikan asupan gizi yang seimbang dan memenuhi kebutuhan tubuh akan senyawa aktif, seperti antioksidan, yang terbukti meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Antioksidan dalam minuman ini dihasilkan dari daun kelor yang kaya akan senyawa yang mampu menangkal radikal bebas, melindungi sel-sel tubuh, dan mengurangi risiko berbagai penyakit.

Antioksidan yang terdapat dalam minuman fungsional ini memiliki berbagai manfaat kesehatan, antara lain:

  1. Melindungi Sel: Antioksidan melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas, yang dapat mempercepat proses penuaan dan meningkatkan risiko penyakit degeneratif.
  2. Mengurangi Risiko Penyakit Jantung: Konsumsi makanan dan minuman kaya antioksidan dapat membantu mengurangi risiko penyakit jantung dengan mengurangi peradangan dan menjaga kesehatan pembuluh darah.
  3. Mendukung Sistem Kekebalan Tubuh: Antioksidan memperkuat sistem imun tubuh, membantu melawan infeksi dan penyakit.
  4. Mencegah Kanker: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa antioksidan dapat membantu mencegah beberapa jenis kanker dengan melindungi DNA dari kerusakan.
  5. Meningkatkan Kesehatan Kulit: Antioksidan membantu melindungi kulit dari kerusakan akibat sinar UV dan polusi, serta memperlambat tanda-tanda penuaan seperti keriput.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan produk minuman fungsional di Indonesia. Dengan memanfaatkan bahan-bahan alami seperti daun kelor, stevia, dan kolagen, minuman ini tidak hanya menawarkan manfaat kesehatan yang besar, tetapi juga diharapkan dapat diterima luas oleh konsumen.

Melalui pendanaan dari DRTPM Kemdikbudristek, penelitian ini juga diharapkan dapat mendorong pengembangan lebih lanjut di industri pangan fungsional di Indonesia, serta meningkatkan pemanfaatan tanaman lokal seperti kelor dan stevia sebagai bahan pangan yang memiliki nilai tambah. Inovasi ini merupakan langkah penting menuju terciptanya produk minuman sehat yang tidak hanya fungsional tetapi juga mendukung pola hidup sehat masyarakat. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Masyarakat Tangguh di Tengah Bencana: Dosen Universitas Malahayati Latih Kemandirian Penanganan Kegawatdaruratan

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Lampung merupakan salah satu daerah yang berada di ring of fire bencana, sehingga sangat penting untuk mendorong masyarakat untuk dapat mandiri dalam menangani kasus kegawatdaruratan baik dirumah ataupun di komunitas. Kondisi kegawatdaruratan bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Masyarakatawamyang melakukanpertolonganpertamaberperanpentinguntukmeningkatkankualitashiduppasiendanmenurunkanrisikokeparahancedera. Kader sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di masyarakat sudah seharusnya memiliki pengetahuan dasardan keterampilan dalam memberikan pertolongan kepada masyarakat yang mengalami kejadian kegawatdaruratan, selain itu mampu menjadi pioner dalam pemberian pendidikan pengetahuan dan keterampilan yang berkelanjutan kepada masyarakat.

Untuk membangun sinergisitas keilmuan di bidang kesehatan dengan masyarakat untuk itu Dosen Universitas Malahayati Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan dan Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat, yang diketuai oleh Setiawati, Ns., M.Kep., Sp.Kep.An beserta tim Dhiny Easter Yanti, SKep., M.Kes dan Linawati Novikasari, Ns., M.Kes serta 2 orang mahasiswa Hikmah Nurapiansyah dan Agung Julian Pangestu berupaya untuk meningkatkan kemandirian masyarakat Lampung tentang pentingnya penanganan kegawatdaruratan sebelum dibawa ke pelayanan kesehatan. Melalui Hibah Pemberdayaan Masyarakat dari DRTPM Kemdikbudristek, mengadakan sosialisasi dan pelatihan penanganan kegawatdaruratan untuk anak dan dewasa.

Pelatihan ini didanai oleh DRTPM Kemdikbudristek dengan Nomor: 065/E5/PG.02.00/PM.BATCH.2/ 2024, Tanggal 01 Agustus 2024, serta melalui kontrak turunan antara LLDIKTI Wilayah II dengan Universitas Malahayati Nomor 959/LL2/AL.04/ PM/2024 tanggal 8 Agustus 2024. Pendanaan ini memungkinkan terlaksananya sosialisasi dan pelatihan yang berdampak positif pada pengetahuan dan keterampilan Kader Kesehatan di Desa Sukajaya Lempasing Pesawaran Lampung.

“Kader kesehatan, aparat sangat antusias untuk mengikuti kegiatan mulai dari awal hingga akhir dan terlihat perbedaan sangat signifikan dari hasil evaluasi sebelum dan setelah kegiatan sosialisasi dan pelatihan,” ujar Setiawati. Pelatihan ini selain menambah pengetahuan dan keterampilan kader juga merupakan ajang persamaan persepsi antara dosen dan masyarakat terkait dengan praktik penanganan yang selama ini ada di masyarakat.

Sebelum kegiatan sosialisasi tim PKM memberikan buku panduan yang berjudul ‘Buku Panduan Penanganan Kegawatdaruratan pada Anak dan Dewasa’untuk setiap peserta yang hadir, alat-alat yang dibutuhkan untuk penanganan kegawatdaruratan 2 paket tas emergency 2, 1 tandu, 1 tabung oksigen, 1 nebulizer, 1 tensi meter digital, spalk/bidai berbagai macam ukuran dan peralatan pendukung emergency lainnya. Kegiatan dimulai dengan sosialisasi pemaparan materi  tentang kondisi kegawatdaruratan yang sering terjadi pada anak dan dewasa misalnya , mimisan, henti jantung, digigit hewan berbisa, asma dan beberapa materi lainnya. Penguatan dilanjutkan dengan memberikan pelatihan yang diadakan dengan metode  ceramah interaktif  dan simulasi, kemudian memberikan kesempatan bagi peserta untuk mencoba secara langsung tindakan-tindakan yang belum di pahami.

Keberhasilan kegiatan PkM ini ditandai dengan beberapa indikator, seperti peningkatan hasil pre dan post test peserta dengan persentase kenaikan rerata 80%, dan dari proses pendampingan secara individu selama pelatihan sehingga terdapat peningkatan keterampilan dari tidak bisa melakukan sendiri sampai mampu melakukan secara mandiri. Semua peserta terlihat antusias mengikuti kegiatan hingga selesai dan terjadi dialog interaktif berkaitan dengan cara penanganan yang selama ini dilakukan dengan materi yang diberikan sampai mengerti. Kegiatan ini diakhiri dengan pemberian sertifikat dan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Kegawatdaruratan Desa.

Ucapan terima kasih kepada Kemendikbud Ristekdiktiatas dukungannya melalui  Program Hibah PKM. Program ini sangat membantu sekali untuk pengembangan diri dosen,  dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan masyarakat dalam menangani kasus kegawatdaruratan  yang ada di masyarakat secara mandiri sebelum dilanjutkan ke fasilitas kesehatan terdekat untuk penanganan yang lebih lanjut.(gil)

Editor: Gilang Agusman

Sepuluh Tahun yang Telah Berlalu

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

inggu lalu saat sore menjelang senja, beristirahat rebahan ditempat yang memang tersedia untuk “menjalin pikir” menata inspirasi yang akan dinarasikan menjadi kata, kemudian teruntai menjadi kalimat. Tidak sengaja mendengar alunan lagu lawas yang sepenggal katanya menjadi judul tulisan ini. Namun bukan berarti ada kenangan pada lagu itu, hanya sekedar pengingat satu-satunya lagu yang hafal ya hanya itu, dengan kata lain “lagu jimat” yang jika terpaksa dikeluarkan ya hanya itu yang bisa.

Kita tinggalkan penggalan melankholik itu, namun ada narasi pikir yang lain perlu dikemukakan, yaitu mengapa harapan sepuluh tahun lalu yang kita percayakan kepada sosok pemimpin pilihan, tetapi disisa hari yang ada dan kita evaluasi; banyak hal yang tidak sesuai harapan. Memang manusia mahluk yang tidak sempurna, justru ketidaksempurnaannyalah yang meneguhkan dia sebagai manusia. Kita harus akui infrastuktur jalan dibangun dimana-mana; Sumatera nyaris tersambung dari Lampung sampai Aceh. Namun, mengapa masih banyak sisa tanya yang menggelayut di kepala; karena rerata tingkat pendidikan masyarakat masih tergolong rendah, ekonomi kelas bawah yang masih rentan, perilaku politik yang tidak layak untuk dicontoh; semisal memaksakan keluarga untuk dapat duduk pada kursi “penyelamat” dinasti, kelas menengah ekonominya mulai terancam, daya beli yang terus turun, modal asing dan pekerja asing merajalela di dunia pertambangan, dan masih banyak lagi.

Belum selesai itu, beberapa waktu lalu pelantikan anggota lembaga legeslatif dilangsungkan, muka-muka kaum muda bermunculan disela yang lama yang bertahan. Namun ada aroma tidak sedap di sana; hanya demi meloloskan cicit proklamator, ada dua calon anggota nomor urut di atasnya harus rela undur diri tidak ikut dilantik. Karpet merah untuk “Sang Cicit Proklamator” dibentang agar sampai ke Senayan. Apakah Sang Eyang di sana tidak menangis melihat perilaku penerusnya yang justru menabrak etika dan kepatutan yang sepanjang hidupnya beliau perjuangkan? Tinggal dari sudut mana kita memandangnya. Padahal diantara kita ada yang masih ingat bahwa sepuluh tahun yang lalu mereka-merakalah yang sangat gigih memperjuangkan demokrasi dan antidiinasti, bahkan teriak antinepotis paling kencang.

Berbagai analisis dilakukan untuk menilai periodesasi suatu kepemimpinan; tampaknya banyak hal yang harus kita perhatikan dengan seksama. Banyak variabel yang berkelindan di sana; terutama variabel kepentingan, dan untuk terus melanggengkan. Salah satu cara diantaranya adalah menerusgenerasikan “kursi” jabatan kepada anak turunannya. Bentuk nepotis seperti ini duapuluh tahun lalu sudah ditentang sampai menggoyang Senayan; ternyata hari ini di sana tumbuh subur benih-benih baru, dan bisa jadi itu adalah generasi penerus yang ikut menggoyang waktu itu. Tampaknya waktu itu menggoyang pohon yang berbuah masak, maka buahnya yang jatuh tak jauh dari pohonnya dan akan tumbuh menjadi penerusnya.

Apakah ada korelasi makin lama berkuasa maka akan merasa makin nyaman, dan makin berupaya untuk tidak berganti. Berdasarkan penelusuran digital ditemukan informasi : Korelasi antara lamanya seseorang berkuasa dengan keinginan untuk tidak mau berganti sering kali berkaitan dengan beberapa faktor yang saling mempengaruhi.

Beberapa faktor utama yang dapat menjelaskan korelasi ini adalah: Pertama, Kekuasaan yang Mengakar (Entrenchment of Power). Semakin lama seseorang memegang kekuasaan, semakin kuat posisinya dalam sistem politik dan institusi negara. Mereka memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengendalikan institusi-institusi kunci, seperti militer, polisi, atau sistem peradilan, yang bisa digunakan untuk memperkuat cengkeraman terhadap kekuasaan. Hal ini membuat mereka lebih sulit untuk digantikan dan memberikan insentif untuk mempertahankan kekuasaan.

Kedua, Kepentingan Pribadi dan Kelompok (Self-Interest and Cronyism). Pemimpin yang lama berkuasa biasanya membangun jaringan pendukung yang terdiri dari keluarga, teman, atau kolega politik, yang juga mendapat manfaat dari status quo. Kelompok ini memiliki kepentingan yang kuat untuk mempertahankan pemimpin tersebut di posisi kekuasaan, karena kepergian sang pemimpin bisa berarti hilangnya akses mereka terhadap sumber daya atau posisi penting.

Ketiga, Ketakutan akan Balas Dendam atau Penuntutan (Fear of Retaliation or Prosecution). Pemimpin yang berkuasa dalam jangka waktu lama, terutama yang menggunakan metode otoriter atau melakukan pelanggaran hak asasi manusia, sering kali takut akan adanya pembalasan atau tuntutan hukum jika mereka meninggalkan kekuasaan. Ini membuat mereka cenderung enggan untuk mengundurkan diri atau menyerahkan kekuasaan secara sukarela.

Keempat, Legitimasi dan Pengkultusan Individu (Legitimacy and Personality Cult). Pemimpin yang lama berkuasa sering kali berusaha membangun citra diri sebagai figur yang tak tergantikan. Mereka mungkin mengklaim bahwa stabilitas negara atau kemajuan ekonomi hanya dapat dijamin dengan kehadiran mereka. Ini bisa menciptakan persepsi, baik di kalangan elit maupun masyarakat umum, bahwa penggantian pemimpin akan membawa ketidakstabilan atau krisis.

Kelima, Pengendalian Media dan Informasi (Control of Media and Information). Pemimpin yang lama berkuasa sering kali memiliki kontrol yang kuat atas media dan arus informasi. Mereka dapat menggunakan media untuk mempromosikan narasi bahwa mereka masih diperlukan atau tidak ada alternatif yang layak, sehingga memengaruhi opini publik dan memperkuat keinginan untuk terus berkuasa.

Keenam, Kecanduan Kekuasaan (Power Addiction). Kekuasaan bisa bersifat adiktif. Seorang pemimpin yang lama berada di posisi puncak mungkin merasa sulit melepaskan kendali karena mereka menikmati kekuasaan dan keuntungan pribadi yang datang bersamanya. Mereka mungkin juga merasa bahwa kekuasaan adalah identitas pribadi mereka dan enggan melepaskannya karena khawatir kehilangan pengaruh atau status.

Ketujuh, Krisis atau Ketidakstabilan sebagai Alasan (Crisis or Instability as a Pretext). Pemimpin yang lama berkuasa dapat menggunakan krisis, baik yang nyata atau diciptakan, sebagai alasan untuk tetap berkuasa. Mereka dapat mengklaim bahwa saat-saat sulit membutuhkan “pengalaman” mereka dan bahwa perubahan kepemimpinan akan berisiko besar bagi negara.

Lebih jauh dijelaskan bahwa dalam banyak kasus, lamanya berkuasa dapat memperkuat dorongan untuk tidak mau berganti, karena pemimpin tersebut telah membangun struktur politik dan kekuasaan yang sangat menguntungkan posisi mereka.

Pertanyaan apakah periodesasi seperti ini akan berulang setiap sepuluh tahun, karena masa kepemimpinan bisa dua periode. Kaji pikir seperti ini tampaknya “ngayuoro” (bahasa jawa = berangan terlalu tinggi); sehingga terkadang dianggap tidak waras, walaupun orang waras ditengah-tengah orang tidak waras, justru dirinya yang dianggap tidak waras. Wallahualam bishawab. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Musimnya Belut Pemilukada Cari Mangsa

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Belut adalah ikan namun penampilannya seperti ular. Hewan ini terkenal dengan kemampuannya bergerak cepat dan sulit ditangkap karena tubuhnya yang licin dan lentur. Salah satu jenis belut yang populer adalah belut sawah (Monopterus albus).

Belut memiliki beberapa sifat yang unik dan menarik, baik dari segi fisik maupun perilaku. Berikut adalah beberapa sifat-sifat belut:

PERTAMA
Licin: Tubuh belut dilapisi oleh lendir yang membuatnya licin. Lendir ini berfungsi sebagai perlindungan dari predator dan membantu belut bergerak dengan mudah di lingkungan berlumpur atau berair.

KEDUA
Kemampuan Bertahan Hidup: Belut, terutama belut sawah, mampu bertahan di lingkungan dengan kadar oksigen rendah. Mereka bisa hidup di lumpur atau air yang kotor dan sedikit oksigen karena kemampuan mereka untuk bernafas melalui kulit dan rongga mulut.

KETIGA
Aktivitas Nokturnal: Belut cenderung lebih aktif pada malam hari (nokturnal). Pada siang hari, mereka biasanya bersembunyi di lubang-lubang tanah atau lumpur dan baru keluar untuk mencari makan saat malam tiba.

KEEMPAT
Bergerak Cepat: Meski terlihat lambat ketika diam, belut bisa bergerak dengan cepat, terutama saat berada dalam air. Tubuhnya yang panjang dan fleksibel memungkinkannya untuk bergerak gesit melalui perairan atau lumpur.

KELIMA
Pemangsa Efisien: Belut adalah karnivora yang memangsa hewan-hewan kecil seperti ikan, serangga air, udang, dan kadang-kadang amfibi kecil. Mereka menggunakan indera penciuman yang tajam untuk mencari mangsa, terutama di kondisi air yang keruh.

KEENAM
Kemampuan Hidup di Darat: Beberapa jenis belut, seperti belut sawah, memiliki kemampuan bertahan di darat dalam waktu singkat dengan merayap di tanah yang lembab atau lumpur, mencari sumber air baru ketika habitatnya mulai kering.

KETUJUH
Bertelur di Tempat Terlindung: Belut biasanya bertelur di tempat-tempat yang aman dan tersembunyi, seperti di dalam lubang di dasar sungai atau sawah. Hal ini dilakukan untuk melindungi telurnya dari predator dan kondisi lingkungan yang buruk.

KEDELAPAN
Soliter: Belut cenderung hidup secara soliter, artinya mereka lebih suka hidup sendiri daripada berkelompok. Hewan teritorial yang menjaga wilayah mereka dari belut lain atau hewan sejenis.

KESEMBILAN
Adaptasi: Belut memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, baik di air tawar maupun air payau. Ini membuat mereka bisa bertahan di berbagai ekosistem. Sifat-sifat ini membuat belut menjadi salah satu hewan yang unik dan tangguh dalam bertahan hidup di berbagai kondisi lingkungan.

METAMORFOSIS: Setelah mencermati kesembilan sifat belut ternyata banyak belut yang bermetaforfosis jelang pemilihan kepala daerah (pilkada). Mereka menjadi belut pemilukada. Sifatnya bertambah satu lagi sifatnya sehingga genap jadi 10, yakni cerdik dan lihay.

Belut-belut pilkada menyusup dan bergentayangan mencari mangsa yang bisa ditelan tanpa dikunyah kegiatan-kegiatan sosialisasi para calon kepala daerah. Makanannya juga berubah tak lagi ikan kecil, serangga air, udang, amfibi kecil juga.

Mereka lebih suka bergerak malam hari dengan menjual “bualan” kesana kemari hingga menemukan mangsa yang bisa ditelan tanpa dikunyah. Bila perlu, mangsa baru tahu ketika yang dimakannya sudah ada di perut.

Belut-belut pilkada makanannya nasi bungkus, pulsa, kendaraan, hingga dana. Seperti bunglon, dukung sana-sini. Ketika hinggap di calon A, gayanya seperti “Panglima Perang”.

Licinnya, begitu ketemu calon B yang rivalnya A, dengan cepat mendadak berubah menjadi Komandan Batalion B. mulutnya manis namun berbisa, siapapun tidak akan menduga.

Baginya, cuan adalah segalanya, dan paling suka kalau “air” berhasil dibuat keruh olehnya; maka jaring berjenis rangguk risok (alat pengambil ikan yang sudah rusak = istilah bahasa Komering)-pun akan dipakai sehingga jangankan lagi “ikan”, lumpurpun masuk.

Apalagi dengan adanya media sosial sekarang, belut-belut ini seperti mendapat tempat yang subur, mereka bersatu dalam ikatan “kepentingan”; dan saling memberi komen manakala ada konten yang dibuat oleh mereka. Jika kita membacanya tidak jeli, maka kita akan terperangkap dengan “jaring” mereka.

Kemudian komentar-komentar yang sudah mereka setel ini mereka laporkan kepada “tuannya” untuk minta ganti untung. Sang Tuan tidak sadar sudah dihisap oleh belut yang hawak ini sehingga merogok kocek tidak sungkan-sungkan.

Setelah pemilukada selesai, belut-belut ini biasanya tiba-tiba hilang ditelan bumi, meninggalkan mereka yang kalah begitu saja di tepi sawah. Jangan kaget, mereka migrasi ke tempat yang menang sambil teriak: Siapa dulu panglimanya.

Ujung-ujungnya, belut-belut pilkada ini akhirnya merongrong minta imbalan atas klaim sebagai garda terdepan pemenangan sang kepala daerah. Yang mereka tak tahu, yang diolahnya, rajanya belut, lebih liciiiin setelah terpilih brooo. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman