
Foto Ilustrasi :Putri Ayuni Alumni Prodi Akuntansi Universitas Malahayati Menjadi Manajer Keuangan di Perusahaan Hes Group
BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Di era yang terus berkembang seperti saat ini, para lulusan perguruan tinggi dituntut untuk mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan dunia industri yang semakin kompleks. Era Industri 4.0 dan Society 5.0 membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia kerja. Dalam hal ini, lulusan sarjana akuntansi menjadi salah satu sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan oleh berbagai sektor, baik itu sektor swasta, pemerintah, maupun organisasi non-profit. Lulusan akuntansi tidak hanya dituntut untuk memahami dasar-dasar akuntansi konvensional, tetapi juga harus memiliki kemampuan dalam memanfaatkan teknologi modern dan data analitik dalam penyusunan laporan keuangan, laporan pajak, serta dalam pengambilan keputusan strategis.
Universitas Malahayati, melalui Program Studi Akuntansi, hadir sebagai salah satu institusi pendidikan yang siap mencetak lulusan akuntansi yang mampu bersaing di era modern ini. Dengan kurikulum yang didesain untuk menyesuaikan kebutuhan dunia kerja di era digital, para mahasiswa tidak hanya diajarkan keterampilan teknis dalam penyusunan laporan keuangan, tetapi juga dilengkapi dengan kemampuan analisis, pemahaman terhadap regulasi perpajakan, serta keterampilan dalam menggunakan perangkat lunak akuntansi yang saat ini menjadi alat utama di berbagai perusahaan.
Industri 4.0 dikenal sebagai era di mana teknologi otomatisasi, kecerdasan buatan (AI), big data, dan internet of things (IoT) menjadi tulang punggung bagi berbagai proses bisnis. Di bidang akuntansi, peran akuntan tidak hanya sebatas mencatat dan menyusun laporan keuangan, tetapi berkembang menjadi lebih strategis, di mana akuntan dituntut untuk mampu memberikan analisis yang mendalam terhadap data keuangan yang diperoleh dari berbagai sumber. Dengan adanya big data, akuntan dapat mengidentifikasi tren, memprediksi kebutuhan finansial di masa mendatang, serta memberikan saran strategis bagi perusahaan untuk meningkatkan kinerja keuangan.
Penerapan teknologi otomatisasi dalam akuntansi juga memberikan tantangan tersendiri bagi lulusan akuntansi. Proses-proses manual yang dulu menjadi bagian penting dari pekerjaan akuntan, seperti penginputan data dan penyusunan laporan secara manual, kini bisa dilakukan oleh perangkat lunak. Hal ini menyebabkan peran akuntan menjadi lebih berfokus pada analisis data dan interpretasi hasil, yang memerlukan pemahaman yang lebih dalam terhadap konteks bisnis dan finansial. Oleh karena itu, lulusan akuntansi di era Industri 4.0 harus mampu menguasai perangkat teknologi, memahami bagaimana data diolah, dan mampu memberikan insight yang bernilai bagi perusahaan.
Jika Industri 4.0 berfokus pada otomatisasi dan penggunaan teknologi untuk meningkatkan efisiensi, Society 5.0 lebih mengedepankan pemanfaatan teknologi untuk kesejahteraan manusia. Di era Society 5.0, teknologi seperti AI, robotika, dan data besar tidak hanya digunakan untuk tujuan komersial, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan. Dalam konteks ini, peran akuntan juga ikut berubah.
Di era Society 5.0, akuntan tidak hanya bertanggung jawab untuk menyusun laporan keuangan atau melakukan audit, tetapi juga diharapkan untuk dapat berkontribusi dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs). Lulusan akuntansi yang memahami prinsip-prinsip keberlanjutan akan memiliki nilai lebih di mata perusahaan. Mereka akan lebih mampu menyusun laporan keuangan yang tidak hanya mencerminkan keuntungan finansial perusahaan, tetapi juga dampak sosial dan lingkungan dari operasional bisnis.
Kemampuan dalam menyusun laporan yang berfokus pada tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) menjadi salah satu keahlian penting yang perlu dimiliki oleh akuntan di era ini. Perusahaan yang ingin tetap relevan di era Society 5.0 harus mampu menunjukkan kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) bahwa mereka tidak hanya mengejar keuntungan semata, tetapi juga peduli terhadap keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk dapat bersaing di dunia kerja yang semakin kompetitif, lulusan akuntansi harus memiliki beberapa kompetensi kunci. Berikut adalah beberapa keterampilan yang sangat dibutuhkan oleh akuntan di era Industri 4.0 dan Society 5.0:
1. Pemahaman Teknologi:
Mahir dalam penggunaan perangkat lunak akuntansi seperti SAP, Oracle, dan QuickBooks merupakan keharusan bagi akuntan modern. Selain itu, kemampuan untuk mengolah dan menganalisis data besar (big data) menjadi nilai tambah yang sangat dibutuhkan di era ini.
2. Keterampilan Analitis:
Akuntan tidak hanya dituntut untuk mencatat transaksi keuangan, tetapi juga harus mampu menganalisis data keuangan untuk memberikan saran strategis bagi perusahaan. Kemampuan analitis yang kuat akan membantu akuntan dalam mengidentifikasi tren, risiko, dan peluang yang ada dalam bisnis.
3. Pemahaman Perpajakan:
Lulusan akuntansi juga harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang regulasi perpajakan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Dengan banyaknya perusahaan yang beroperasi secara global, pemahaman tentang perpajakan internasional menjadi keterampilan yang sangat bernilai.
4. Kemampuan Beradaptasi:
Dunia kerja terus berubah seiring perkembangan teknologi dan regulasi. Oleh karena itu, lulusan akuntansi harus mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang terjadi, baik itu perubahan teknologi, regulasi, maupun tuntutan pasar.
5. Kompetensi dalam Akuntansi Berkelanjutan:
Di era Society 5.0, perusahaan semakin peduli terhadap dampak sosial dan lingkungan dari operasional mereka. Lulusan akuntansi yang mampu menyusun laporan CSR dan memahami prinsip-prinsip keberlanjutan akan memiliki daya saing lebih tinggi di dunia kerja.
Universitas Malahayati melalui Program Studi Akuntansi berkomitmen untuk mencetak lulusan yang siap menghadapi tantangan di era Industri 4.0 dan Society 5.0. Kurikulum yang disusun secara komprehensif mencakup berbagai aspek akuntansi modern, termasuk akuntansi keuangan, perpajakan, auditing, dan manajemen keuangan. Selain itu, para mahasiswa juga dibekali dengan keterampilan teknologi yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja saat ini.
Dosen-dosen yang mengajar di Program Studi Akuntansi Universitas Malahayati memiliki latar belakang akademis dan profesional yang kuat, serta pengalaman luas di industri. Hal ini memungkinkan mahasiswa mendapatkan pemahaman yang tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga praktis, sehingga mereka lebih siap menghadapi tantangan di dunia kerja.
Selain itu, Universitas Malahayati juga menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan dan instansi pemerintah, yang memungkinkan mahasiswa untuk melakukan magang dan mendapatkan pengalaman langsung di dunia kerja. Melalui program magang ini, mahasiswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang mereka peroleh di kelas, serta mengasah keterampilan yang dibutuhkan di industri.
Lulusan sarjana akuntansi memiliki peluang yang sangat besar di dunia kerja, terutama di era Industri 4.0 dan Society 5.0. Namun, untuk dapat bersaing, mereka harus memiliki kompetensi yang relevan dengan perkembangan teknologi dan tuntutan pasar. Program Studi Akuntansi Universitas Malahayati hadir untuk memberikan pendidikan yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan industri modern, sehingga para lulusannya mampu menjadi akuntan yang tidak hanya handal secara teknis, tetapi juga memiliki kemampuan analitis, adaptif, dan berorientasi pada keberlanjutan. (*)
Jawaban yang Tidak Menjawab
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Pagi itu dengan kondisi badan yang rapuh namun karena tanggungjawab profesi; maka diputuskan tetap berangkat memberikan kuliah di program doktor universitas negeri dengan kekhasan agama. Perjumpaan dan dialog serta diskusi dengan mahasiswa doktoral seolah bisa melupakan sejenak beban jasmani yang terasa sudah tidak kuat menopang rohani. Untuk angkatan kali ini banyak dijumpai mahasiswa cerdas dalam berfikir karena waktu yang tersedia terasa singkat digunakan berdiskusi. Keberanian mereka untuk melakukan interupsi, klarifikasi, komentar akan materi yang disajikan; menjadikan semangat hidup terasa menyala kembali. Akan tetapi karena matakuliah yang disajikan adalah matakuliah pucaknya ilmu, maka sering berfikir abstrak, kontemplatif, mendasar, dan hakiki; menjadi semacam jalan terjal yang harus ditempuh semua yang hadir di ruangan itu.
Dari semua bentangan bertanyaan, komentar, ulasan dan analisa yang dilakukan; ternyata menyisakan satu situasi dan kondisi dalam dialog adalah “jawaban yang tidak menjawab”; hal ini terjadi karena jawaban yang diberikan akan memunculkan pertanyaan baru, dalam istilah filsafat hal ini disebut dengan“thesa yang membuahkan anti thesa”. Selama ini kuliah yang mereka terima lebih banyak menerima materi baru atau lama dalam kemasan baru, tetapi dalam perkuliahan matakuliah ini mereka pulang akan terbebani oleh pertanyaan baru. Sehingga dialog-dialog imajiner terus berada dalam pikiran mereka guna menemukenali permasalahan dan sekaligus menemukan jawaban, yang sangat sering mereka bertemu dengan jawaban yang tidak menjawab, karena muncul kembali pertanyaan baru. Kecintaan akan ilmu semakin tumbuh karena dialog-dialog imajiner tadi, yang terus bergelayut pada benak mereka.
Berdasarkan penelusuran digital ditemukan keterangan bahwa dalam filsafat, hakikat jawaban yang tidak menjawab berkaitan dengan kondisi di mana suatu jawaban diberikan tetapi tidak secara substansial menangkap esensi dari pertanyaan yang diajukan. Ini bukan hanya soal ketidaktepatan jawaban, tetapi sering kali juga mencerminkan aspek lebih mendalam terkait dengan bahasa, logika, dan pemahaman. Berikut adalah beberapa pandangan filosofis yang bisa menjelaskan hakikat ini:
Pertama, Fenomena Sofisme: Salah satu bentuk jawaban yang tidak menjawab ditemukan dalam sofisme. Kaum Sofis di Yunani kuno dikenal karena menggunakan retorika yang memukau dan logika berbelit-belit untuk memberi jawaban yang tampak benar atau masuk akal tetapi sebenarnya menyesatkan atau bahkan tidak relevan. Plato dan Aristoteles mengkritik para Sofis karena mereka sering kali tidak mengejar kebenaran, melainkan kemenangan dalam debat, sehingga jawaban mereka tampak seperti solusi, tetapi sebenarnya tidak menjawab pertanyaan dengan substansi.
Kedua, Kebingungan Linguistik (Wittgenstein): Menurut filsuf Ludwig Wittgenstein, banyak masalah filosofis muncul karena penyalahgunaan atau kesalahpahaman terhadap bahasa. Dalam bukunya Philosophical Investigations, ia menunjukkan bahwa kebingungan linguistik sering menyebabkan orang memberikan “jawaban” yang tampaknya logis tetapi sebenarnya tidak memberikan klarifikasi. Jawaban tersebut tidak menyelesaikan masalah karena bentuk atau makna bahasa yang digunakan tidak benar-benar menjawab apa yang dimaksud oleh pertanyaan. Misalnya, seseorang bisa menjawab sebuah pertanyaan dalam kerangka bahasa yang berbeda atau salah sehingga tampak seperti jawaban, tetapi pada hakikatnya tidak mengatasi inti masalah.
Ketiga, Pertanyaan yang Tidak Mempunyai Jawaban Jelas (Aporetik): Beberapa pertanyaan dalam filsafat bersifat aporetik, artinya pertanyaan tersebut tidak memiliki jawaban yang jelas atau bisa dijawab dengan cara yang tidak memuaskan. Socrates dalam dialog Plato sering menggunakan metode dialektik di mana dia membuktikan bahwa banyak jawaban yang tampaknya benar sebenarnya gagal menjawab pertanyaan dengan memadai. Pertanyaan seperti “Apa itu keadilan?” atau “Apa itu kebajikan?” sering kali menerima jawaban yang ternyata salah, parsial, atau tidak lengkap, yang mencerminkan hakikat bahwa tidak semua pertanyaan dapat dijawab dengan tuntas dalam bentuk yang sederhana.
Keempat, Kontradiksi dan Dialektika (Hegel): Hegel memperkenalkan konsep dialektika, di mana sebuah jawaban bisa tampak tidak memadai atau tidak menjawab ketika dilihat dalam kerangka pertentangan ide-ide. Dalam proses dialektika, sebuah tesis akan menghadapi antitesis, dan solusi (jawaban) bukanlah respons langsung terhadap tesis atau antitesis, melainkan sebuah sintesis yang menggabungkan keduanya. Namun, jawaban dalam tahap sintesis bisa jadi tampak ambigu atau “tidak menjawab” pertanyaan awal karena sifatnya yang terus berkembang.
Kelima, Fenomena Ambiguitas atau Ketidakpastian (Deconstructionism/Derrida): Jacques Derrida dalam teori dekonstruksinya menunjukkan bahwa bahasa dan makna bersifat cair dan tidak pernah sepenuhnya tetap. Oleh karena itu, setiap jawaban yang diberikan dalam konteks bahasa selalu berada dalam kondisi ketidakpastian dan ambiguitas. Menurut Derrida, jawaban yang diberikan mungkin tidak menjawab sepenuhnya karena ada ketegangan antara apa yang dikatakan (signifier) dan apa yang dimaksud (signified). Ini menunjukkan bahwa dalam filsafat, sebuah jawaban bisa “tidak menjawab” karena keterbatasan bahasa itu sendiri.
Keenam, Eksistensialisme dan Pertanyaan tentang Makna: Dalam eksistensialisme, khususnya dalam pemikiran Jean-Paul Sartre dan Albert Camus, pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang makna hidup seringkali tidak memiliki jawaban final atau definitif. Sartre berpendapat bahwa manusia berada dalam kondisi “kecemasan eksistensial” karena tidak ada jawaban obyektif yang bisa diberikan tentang makna hidup. Dalam hal ini, jawaban yang tidak menjawab adalah refleksi dari absurditas dan kekosongan yang inheren dalam eksistensi manusia.
Benang merah yang dapat kita tarik dari penjelasan di atas bahwa hakikat dari jawaban yang tidak menjawab, menurut filsafat, terletak pada beberapa faktor: keterbatasan bahasa, kebingungan logis, kerumitan pertanyaan itu sendiri, serta sifat dasar dari realitas atau makna yang tidak selalu bisa dijawab dengan satu respons yang pasti. Jawaban yang tidak menjawab mencerminkan kompleksitas dalam pemahaman dan komunikasi filosofis, di mana sering kali tantangan untuk memberikan jawaban bukan hanya tentang ketepatan faktual tetapi juga tentang bagaimana pertanyaan itu dipahami dan dirumuskan.
Oleh karena itu manusia dituntut untuk belajar sepanjang hayat, sebab harus menemukenali pertanyaan-pertanyaan dunia, yang terkadang menyesatkan karena tidak ditemukannya jawaban. Bisa jadi jawabannya memang tidak mampu menjawab dari pertanyaannya, dan kemudian sudah muncul pertanyaan baru akibat dari ketidakmampuan menjawab tadi. Kondisi akhir-akhir ini ternyata banyak kita jumpai didalam masyarakat, karena antara yang memimpin dan dipimpin tidak satu lambang, sehingga memaknakannyapun berbeda. Lebih sengsara lagi jika berlambang sama tetapi diberi makna yang berbeda. Rekonstruksi berfikir seperti inilah sering membuat tersesat di jalan yang benar. Jika kita bumikan pikiran ini “ Kata pejabat jalan rusak yang salah rakyat”; sementara pada waktu bersamaan “rakyat berkata jalan rusak karena kesalahan pejabat”. Padahal obyeknya sama yaitu “jalan rusak”; namun karena perbedaan cara pandang antara rakyat dan pejabat, akibatnya jalan tetap rusak. Logika berfikir seperti ini, atau mirip dengan ini, sekarang sedang merebak dimana-mana, seiring dengan kontestasi pemilukada. Seolah mendapatkan lahan persemaian untuk tumbuh subur; walaupun pada akhirnya pembiaran paradigma seperti ini akan merugikan kita semua. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Peluang Lulusan Sarjana Akuntansi di Dunia Kerja di Era Industri 4.0 dan Society 5.0
BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Di era yang terus berkembang seperti saat ini, para lulusan perguruan tinggi dituntut untuk mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan dunia industri yang semakin kompleks. Era Industri 4.0 dan Society 5.0 membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia kerja. Dalam hal ini, lulusan sarjana akuntansi menjadi salah satu sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan oleh berbagai sektor, baik itu sektor swasta, pemerintah, maupun organisasi non-profit. Lulusan akuntansi tidak hanya dituntut untuk memahami dasar-dasar akuntansi konvensional, tetapi juga harus memiliki kemampuan dalam memanfaatkan teknologi modern dan data analitik dalam penyusunan laporan keuangan, laporan pajak, serta dalam pengambilan keputusan strategis.
Universitas Malahayati, melalui Program Studi Akuntansi, hadir sebagai salah satu institusi pendidikan yang siap mencetak lulusan akuntansi yang mampu bersaing di era modern ini. Dengan kurikulum yang didesain untuk menyesuaikan kebutuhan dunia kerja di era digital, para mahasiswa tidak hanya diajarkan keterampilan teknis dalam penyusunan laporan keuangan, tetapi juga dilengkapi dengan kemampuan analisis, pemahaman terhadap regulasi perpajakan, serta keterampilan dalam menggunakan perangkat lunak akuntansi yang saat ini menjadi alat utama di berbagai perusahaan.
Industri 4.0 dikenal sebagai era di mana teknologi otomatisasi, kecerdasan buatan (AI), big data, dan internet of things (IoT) menjadi tulang punggung bagi berbagai proses bisnis. Di bidang akuntansi, peran akuntan tidak hanya sebatas mencatat dan menyusun laporan keuangan, tetapi berkembang menjadi lebih strategis, di mana akuntan dituntut untuk mampu memberikan analisis yang mendalam terhadap data keuangan yang diperoleh dari berbagai sumber. Dengan adanya big data, akuntan dapat mengidentifikasi tren, memprediksi kebutuhan finansial di masa mendatang, serta memberikan saran strategis bagi perusahaan untuk meningkatkan kinerja keuangan.
Penerapan teknologi otomatisasi dalam akuntansi juga memberikan tantangan tersendiri bagi lulusan akuntansi. Proses-proses manual yang dulu menjadi bagian penting dari pekerjaan akuntan, seperti penginputan data dan penyusunan laporan secara manual, kini bisa dilakukan oleh perangkat lunak. Hal ini menyebabkan peran akuntan menjadi lebih berfokus pada analisis data dan interpretasi hasil, yang memerlukan pemahaman yang lebih dalam terhadap konteks bisnis dan finansial. Oleh karena itu, lulusan akuntansi di era Industri 4.0 harus mampu menguasai perangkat teknologi, memahami bagaimana data diolah, dan mampu memberikan insight yang bernilai bagi perusahaan.
Jika Industri 4.0 berfokus pada otomatisasi dan penggunaan teknologi untuk meningkatkan efisiensi, Society 5.0 lebih mengedepankan pemanfaatan teknologi untuk kesejahteraan manusia. Di era Society 5.0, teknologi seperti AI, robotika, dan data besar tidak hanya digunakan untuk tujuan komersial, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan. Dalam konteks ini, peran akuntan juga ikut berubah.
Di era Society 5.0, akuntan tidak hanya bertanggung jawab untuk menyusun laporan keuangan atau melakukan audit, tetapi juga diharapkan untuk dapat berkontribusi dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs). Lulusan akuntansi yang memahami prinsip-prinsip keberlanjutan akan memiliki nilai lebih di mata perusahaan. Mereka akan lebih mampu menyusun laporan keuangan yang tidak hanya mencerminkan keuntungan finansial perusahaan, tetapi juga dampak sosial dan lingkungan dari operasional bisnis.
Kemampuan dalam menyusun laporan yang berfokus pada tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) menjadi salah satu keahlian penting yang perlu dimiliki oleh akuntan di era ini. Perusahaan yang ingin tetap relevan di era Society 5.0 harus mampu menunjukkan kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) bahwa mereka tidak hanya mengejar keuntungan semata, tetapi juga peduli terhadap keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk dapat bersaing di dunia kerja yang semakin kompetitif, lulusan akuntansi harus memiliki beberapa kompetensi kunci. Berikut adalah beberapa keterampilan yang sangat dibutuhkan oleh akuntan di era Industri 4.0 dan Society 5.0:
1. Pemahaman Teknologi:
Mahir dalam penggunaan perangkat lunak akuntansi seperti SAP, Oracle, dan QuickBooks merupakan keharusan bagi akuntan modern. Selain itu, kemampuan untuk mengolah dan menganalisis data besar (big data) menjadi nilai tambah yang sangat dibutuhkan di era ini.
2. Keterampilan Analitis:
Akuntan tidak hanya dituntut untuk mencatat transaksi keuangan, tetapi juga harus mampu menganalisis data keuangan untuk memberikan saran strategis bagi perusahaan. Kemampuan analitis yang kuat akan membantu akuntan dalam mengidentifikasi tren, risiko, dan peluang yang ada dalam bisnis.
3. Pemahaman Perpajakan:
Lulusan akuntansi juga harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang regulasi perpajakan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Dengan banyaknya perusahaan yang beroperasi secara global, pemahaman tentang perpajakan internasional menjadi keterampilan yang sangat bernilai.
4. Kemampuan Beradaptasi:
Dunia kerja terus berubah seiring perkembangan teknologi dan regulasi. Oleh karena itu, lulusan akuntansi harus mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang terjadi, baik itu perubahan teknologi, regulasi, maupun tuntutan pasar.
5. Kompetensi dalam Akuntansi Berkelanjutan:
Di era Society 5.0, perusahaan semakin peduli terhadap dampak sosial dan lingkungan dari operasional mereka. Lulusan akuntansi yang mampu menyusun laporan CSR dan memahami prinsip-prinsip keberlanjutan akan memiliki daya saing lebih tinggi di dunia kerja.
Universitas Malahayati melalui Program Studi Akuntansi berkomitmen untuk mencetak lulusan yang siap menghadapi tantangan di era Industri 4.0 dan Society 5.0. Kurikulum yang disusun secara komprehensif mencakup berbagai aspek akuntansi modern, termasuk akuntansi keuangan, perpajakan, auditing, dan manajemen keuangan. Selain itu, para mahasiswa juga dibekali dengan keterampilan teknologi yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja saat ini.
Dosen-dosen yang mengajar di Program Studi Akuntansi Universitas Malahayati memiliki latar belakang akademis dan profesional yang kuat, serta pengalaman luas di industri. Hal ini memungkinkan mahasiswa mendapatkan pemahaman yang tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga praktis, sehingga mereka lebih siap menghadapi tantangan di dunia kerja.
Selain itu, Universitas Malahayati juga menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan dan instansi pemerintah, yang memungkinkan mahasiswa untuk melakukan magang dan mendapatkan pengalaman langsung di dunia kerja. Melalui program magang ini, mahasiswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang mereka peroleh di kelas, serta mengasah keterampilan yang dibutuhkan di industri.
Lulusan sarjana akuntansi memiliki peluang yang sangat besar di dunia kerja, terutama di era Industri 4.0 dan Society 5.0. Namun, untuk dapat bersaing, mereka harus memiliki kompetensi yang relevan dengan perkembangan teknologi dan tuntutan pasar. Program Studi Akuntansi Universitas Malahayati hadir untuk memberikan pendidikan yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan industri modern, sehingga para lulusannya mampu menjadi akuntan yang tidak hanya handal secara teknis, tetapi juga memiliki kemampuan analitis, adaptif, dan berorientasi pada keberlanjutan. (*)
Tim Sukses Cakada: Datang, Teriak, Makan, Lalu?
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Tahapan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024 sudah dimulai oleh KPU RI. Mereka yang masih menjadi pejabat publik perintah undang-undang harus cuti. Calon kepala daerah yang tidak menjabat bisa dengan leluasa memulai kegiatan berkampanye.
Sampai di sini, semua baik-baik saja. Namun, saat pembentukan tim pemenangan para calon kepala daerah, masalah mulai muncul.
Media yang digawangi Herman Batin Mangku (HBM) ini secara berimbang memuat berita kegiatan para calon. Diksi yang dipilihpun tampak sekali sangat hati-hati dalam rangka menjaga netralitas pemberitaan.
Walaupun dalam filsafat kenetralan, sebenarnya HBM menjadi ketidaknetralan pada dirinya sebab HBM harus selalu menghitung jarak agar semua baik-baik saja.
Ini berarti HBM dapat netral pada orang lain tetapi tidak dengan dirinya. Itulah resiko menjadi jurnalis sejati yang harus diambil dan dipertaruhkan.
Berita sebagai salah satu karya jurnalistik seperti ini boleh-boleh saja dan lumrah; namun bagi mereka yang memiliki ketajaman mata hati kejurnalistikan, sajian berita seperti ini mengandung sejuta makna.
HBM yang memiliki segundang pengalaman tentang pemilu dan pilkada dalam menyajika berita kepemiluan menunjukkan kelasnya.
Di samping hati-hati dalam laku pemberitaan, HBM tampak dalam menempatkan posisi medianya selalu terukur; sehingga tampilan “manis” dari sajiannya menjadi begitu bagus.
Walaupun, jika dibaca apa yang ada di balik tulisannya, beliau tampak berada pada ranah kegalauan saat melihat kualitas dari apa yang disajikan atau tampilkan oleh para calon peserta pemilukada.
Pejuang demokrasi bidang jurnalistik ini sangat concent bila bicara tentang kualitas kedemokrasian. Namun seiring itu pula HBM sering berjumpa dengan situasi dan kondisi yang tidak sesuai dengan harapannya.
Tentu kondisi ini membuat pemberitaan yang disajikan hanya ada pada wilayah “pandangan mata”. Barulah tampak ke-HBM-annya manakala beliau menyajikan opini dalam mengkritisi mereka-mereka yang jadi tim sukses hanya datang-ikut teriak-teriak lal makan dan ke “belakang”.
Padahal kita semua, termasuk HBM, berharap mereka menunjukkan lebih dari itu kelasnya.
Untuk itu, mewakili sisi lain dari pandangan HBM, penulis tulisan ini ingin mengingatkan para tim pemenangan dari pihak manapun anda, atau tim sukses dari pihak manapun anda, tolong digagas dan ditampilkan suatu kampanye yang berkualitas, elegan, dan bermartabat.
Teriak-teriak, konvoi kendaraan, panggung hiburan, bagi bagi hadiah bahkan sembako; semua itu sah-sah saja sejauh tidak melanggar undang-undang; namun perlu kalian pahami bahwa kami pemilih tidak butuh seperti itu saja.
Ada kebutuhan lain yang perlu anda siapkan adalah “mendengar suara kami”. Karena selama ini yang ada dan bergema hanya suara kalian, sementara suara kami kalian desak agar tidak terdengar sama sekali, dan lebih parah lagi anda terburu-buru menyimpulkan bahwa kami akan memilih anda. (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Sedia Payung Sebelum Hujan, Langkah Bijak Menghadapi Cuaca Tak Menentu
BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Cuaca yang tidak menentu di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Lampung, belakangan ini mengharuskan masyarakat untuk lebih waspada dan siap sedia. Pepatah lama “sedia payung sebelum hujan” menjadi semakin relevan, mengingat hujan deras sering kali datang tanpa tanda-tanda, bahkan di tengah cuaca cerah.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa perubahan cuaca ekstrem ini disebabkan oleh pola angin dan fenomena alam seperti La Nina. BMKG mengimbau masyarakat untuk selalu siap menghadapi hujan yang bisa turun mendadak. Berdasarkan pantauan tim media Humas Universitas Malahayati, Google Weather memperkirakan hujan akan terjadi hari ini hingga esok pagi.
Sementara itu, BMKG Lampung memprediksi hujan sedang akan berlangsung antara 2-10 Oktober 2024 di wilayah Teluk Lampung bagian utara, dan hingga 15 Oktober 2024 di bagian selatan.
“Selalu bawa payung atau jas hujan saat bepergian, meskipun cuaca tampak cerah.”
Selain persiapan pribadi, masyarakat diharapkan menjaga kebersihan saluran air dan lingkungan sekitar untuk menghindari banjir, yang kerap menjadi masalah tambahan saat musim hujan. Pemerintah daerah juga aktif membersihkan gorong-gorong dan saluran air di titik-titik rawan banjir.
“Kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan sangat penting dalam pencegahan banjir. Jangan membuang sampah sembarangan, karena bisa menyumbat aliran air.”
Dengan langkah pencegahan yang sederhana namun penting, diharapkan masyarakat dapat terhindar dari dampak buruk cuaca ekstrem. Selain itu, memiliki asuransi perlindungan properti menjadi solusi bijak bagi mereka yang tinggal di wilayah rawan banjir.
“Mencegah lebih baik daripada mengobati, ini mengingatkan kita betapa pentingnya tindakan antisipatif dalam menghadapi cuaca yang sulit diprediksi.” (*)
Dosen Universitas Malahayati Luncurkan Program Pemberdayaan Masyarakat: Madu dan Temulawak Jadi Solusi Kesehatan Anak
Dalam rangka Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat (PKM), Tim dosen Universitas Malahayati mengadakan sosialisasi dan pelatihan pembuatan cookies dan permen jelly (gummy) yang terbuat dari ekstrak temulawak dan madu. Kegiatan ini tidak hanya membantu orang tua, tetapi juga menciptakan alternatif menarik untuk meningkatkan nafsu makan anak, sambil tetap mempertahankan khasiat sehat dari kedua bahan alami tersebut. Sebanyak 30 peserta dilaksanakan di Panti Asuhan Yatim Piatu dan Du’afa Mahmudah Kemiling Bandarlampung. Jumat (27/9/2024).
Tim pengabdian masyarakat ini terdiri dari dua program studi yang berkolaborasi: Program Studi Ilmu Keperawatan dan Farmasi. Anggota tim meliputi Linawati Novikasari, S.Kep., Ns., M.Kes, dan Setiawati, M.Kep., Sp.Kep, dari Prodi Keperawatan, serta Nofita, M.Si., Apt dari Prodi Farmasi.Tim ini dibantu oleh dua mahasiswa keperawatan berbakat, Muhammad Rio Saputra dan Ferdika Agustiansyah.
Dalam sambutannya, Ketua Pelaksana Linawati menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk melatih kemandirian mitra dengan menciptakan inovasi produk menarik: cookies dan permen jelly (gummy) berbahan dasar temulawak dan madu. Meskipun temulawak merupakan tanaman yang umum ditemukan, pemanfaatannya masih terbatas sebagai Tanaman Obat Keluarga (TOGA). KH. Khabibul Muttaqin, SH., pengurus panti asuhan, menyambut antusias kegiatan ini. Ia mengungkapkan betapa bermanfaatnya program ini dalam melatih kreativitas dan menambah pengetahuan anak-anak di panti asuhan yatim piatu dan duafa Mahmudah. Kegiatan ini tidak hanya memperkenalkan manfaat temulawak dan madu, tetapi juga memberikan pengalaman berharga bagi anak-anak untuk mengembangkan keterampilan baru.
Ucapan terimakasih kepada Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi melalui Program Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat (PKM) dan LPPM Universitas Malahayati serta Panti Asuhan Yati Piatu dan Du’afa Mahmudah Kemiling Bandarlampung. (gil)
Editor: Gilang Agusman
Profil Rektor Universitas Malahayati Kedelapan Dr. Muhammad Kadafi
BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Dr. H. Muhammad Kadafi, S.H., M.H merupakan anak ke-4 dari enam bersaudara, lahir di Aceh Besar pada 8 Oktober 1983 dari pasangan Rusli Bintang dan Rosniati Syeh pendiri yayasan Alih Teknologi.
Dr. Muhammad Kadafi menamatkan Madrasah Ibtidaiah Negeri (MIN) 1 Banda Aceh pada 1995, kemudian menyelesaikan SMP Negeri 1 Banda Aceh, bahkan dirinya semasa kecil sempat menimba ilmu di pesantren Abulyatama dan Babun Najah. Kadafi pindah ke Bandar Lampung dan bersekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 9 Bandar Lampung. Ia meraih gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandar Lampung, pada 2006, sebagai lulusan terbaik.
Sejak 2007, Dr. Muhammad Kadafi mulai menjadi dosen di Universitas Malahayati. Ia terus melanjutkan studinya, kemudian memperoleh gelar Magister Hukum di Program Pascasarjana Universitas Lampung, Bandar Lampung, pada 2009. Pada 2015, Kadafi akhirnya meraih gelar doktor dari Universitas Diponegoro pada 27 Februari 2015.
Dirinya dipercaya menjadi rektor Universitas Malahayati sejak 2010. Pada masa kepemimpinannya, banyak perubahan positif yang Ia lakukan untuk Universitas Malahayati.Sebelum dirinya menjabat, baru satu program studi yang terakreditasi B dari 15 prodi yang ada saat itu. Dalam tempo tujuh tahun, Kadafi mengubah kondisi kampus hingga 12 program studi sudah terakreditasi B, terutama Fakultas Kedokteran.
Bahkan pada jenjang perguruan tinggi, Universitas Malahayati ikut terakreditas B, peringkat terbaik untuk PTS di wilayah Kopertis II, yang mencakup Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu serta Kepulauan Bangka Belitung.
Selain terus mengembangkan perguruan tinggi dalam bidang akademik, Muhammad Kadafi juga fokus di bidang CSR, di mana Dr. Muhammad Kadafi mewajibkan setiap karyawan menjadi orang tua asuh. Maka berkembanglah pembinaan anak yatim dari Universitas Malahayati lebih dari 9000 orang di 9 provinsi. Akhirnya pada 2019, Dr. Muhammad Kadafi di percaya masyarakat Lampung untuk duduk menjadi anggota DPR RI hingga sekarang.
Sebagai anggota DPR RI, Dr. Muhammad Kadafi yang pernah di komisi X, ia juga ikut memperjuangkan di bidang pendidikan terutama terkait program Indonesia pintar (KIP), selain Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan juga pernah duduk di Badan Anggaran DPR -RI dari periode 2019 hingga sekarang.
selama terpilih menjadi anggota DPR RI Dr. Muhammad Kadafi berjuang untuk konsen dengan program pendidikan dan memperjuangkan beasiswa PIP dan KIP untuk masyarakat Indonesia umumnya. Dr. Muhammad Kadafi terus mendorong masyarakat agar memahami pentingnya anak menempuh pendidikan yang layak dan sampai ke perguruan tinggi dan manfaatkan program PIP dan KIP. Programnya kedepan adalah Satu Rumah Satu Sarjana, PIP merata dan bermanfaat bagi masyarakat.
Saat ini Dr. Muhammad Kadafi kembali dipercaya masyarakat Lampung untuk melanjutkan perjuangnnya, Tepatnya pada 1 Oktober 2024 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Dr. Muhammad Kadafi dilantik sebagai Anggota DPR RI Periode 2024 – 2029.
Pelantikan ini menandai periode kedua Dr. Muhammad Kadafi, sebagai Anggota DPR RI, setelah sebelumnya menjabat pada periode 2019-2024.
Keberhasilannya kembali terpilih merupakan bukti nyata kepercayaan yang diberikan masyarakat Lampung atas dedikasi dan perjuangan yang konsisten dalam menyuarakan aspirasi daerah.
Di waktu yang sama, Dr. Muhammad Kadafi kembali menjadi Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung Periode 2024-2028, Ini merupakan kedua kalinya Dr. Muhamad Kadafi memimpin dnan menjadi Rektor kedelapan Universitas Malahayati Bandar Lampung.
Kehadiran Dr. Muhammad Kadafi diharapkan membawa perubahan baru di dalam lingkungan Universitas Malahayati Bandar Lampung kearah yang lebih baik dan lebih maju. (*)
Editor: Asyihin
Menelusuri Sejarah Batik Sebagai Simbol Budaya yang Mendunia
BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Sahabat Unmal, pemerintah telah menetapkan 2 Oktober 2024 sebagai Hari Batik Nasional! Tapi tahukah kamu bagaimana sejarahnya sehingga 2 Oktober dipilih sebagai Hari Batik Nasional? Yuk, kita telusuri perjalanan batik sebagai warisan budaya Indonesia hingga diakui dunia oleh UNESCO.
Batik telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit pada abad ke-13 dan berkembang pesat di pulau Jawa, khususnya di wilayah Solo dan Yogyakarta. Pada masa itu, batik menjadi bagian dari budaya keraton dan dikenakan oleh bangsawan. Proses pembuatan batik menggunakan canting dan malam, menghasilkan beragam motif yang memiliki makna filosofis, seperti motif parang, mega mendung, sidomukti, dan lain-lain. Masing-masing motif menggambarkan nilai kehidupan, status sosial, hingga doa dan harapan.
Pada masa penjajahan Belanda, batik mulai dikenal oleh masyarakat Eropa dan memperoleh perhatian internasional. Motif-motif batik mengalami perkembangan, terutama setelah masyarakat Tionghoa dan Belanda juga mulai mengadopsi teknik membatik dan menciptakan motif-motif baru. Pada masa ini, batik menjadi simbol kebanggaan budaya lokal di tengah penjajahan.
Setelah Indonesia merdeka, batik tidak hanya sekadar kain, tetapi juga simbol identitas nasional. Batik menjadi bagian dari pakaian resmi dalam acara kenegaraan, bahkan digunakan oleh Presiden Soekarno dalam pertemuan-pertemuan penting. Batik mulai dianggap sebagai simbol persatuan dan identitas bangsa Indonesia.
Perjuangan untuk menjadikan batik sebagai warisan dunia dimulai ketika batik diusulkan oleh pemerintah Indonesia kepada UNESCO pada tahun 2008 untuk diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda. Pengajuan ini didukung oleh fakta bahwa batik memiliki nilai budaya yang tinggi, proses pembuatan yang kompleks, serta makna filosofis yang dalam di setiap motifnya.
Pada tanggal 2 Oktober 2009, UNESCO secara resmi mengakui batik sebagai Warisan Budaya Takbenda. Pengakuan ini diberikan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, dalam sidang UNESCO yang dihadiri oleh perwakilan dari berbagai negara. Pengakuan ini menjadikan batik sebagai salah satu warisan budaya dunia, diakui karena nilai historis, keindahan, serta kontribusi terhadap peradaban manusia.
Sebagai bentuk penghormatan atas pengakuan internasional tersebut, pemerintah Indonesia, melalui Keputusan Presiden No. 33 Tahun 2009, menetapkan 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional. Peringatan ini bertujuan untuk:
– Menghargai batik sebagai warisan budaya bangsa.
– Mendorong masyarakat Indonesia untuk terus melestarikan batik.
– Mempromosikan batik kepada dunia internasional sebagai simbol kebanggaan Indonesia.
Pada 2 Oktober setiap tahunnya, masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan, termasuk aparatur negara, sekolah, dan perusahaan, diimbau untuk mengenakan pakaian batik. Acara-acara khusus, seperti pameran batik, seminar, dan lokakarya, sering kali diselenggarakan untuk memperingati hari ini.
Setelah pengakuan dari UNESCO, batik semakin mendapat perhatian dunia. Batik Indonesia mulai digunakan di berbagai acara internasional, termasuk dalam dunia mode. Banyak desainer dalam dan luar negeri yang mengadaptasi batik dalam karya-karya mereka, memperkenalkan batik sebagai tren fesyen global.
Hari Batik Nasional menjadi simbol kesadaran akan pentingnya melestarikan budaya di tengah arus globalisasi. Di samping nilai artistiknya, batik menyatukan Indonesia dalam satu identitas kebudayaan yang diterima secara global. Oleh karena itu, Hari Batik Nasional tidak hanya menjadi peringatan, tetapi juga bentuk upaya kolektif untuk menjaga warisan leluhur.
Hari Batik Nasional juga mengingatkan bahwa batik bukan sekadar kain, melainkan simbol yang mengandung sejarah panjang, filosofi, dan jati diri bangsa Indonesia di tingkat Mancanegara. (*)
Terjebak Situasi Tanpa Solusi
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Pagi menjelang siang di ruang kerja, kedatangan tamu seorang karyawan senior di lembaga tempat bertugas. Beliau adalah salah seorang yang suka mencermati situasi sekitar, termasuk menjadi pembaca setia semua artikel tulisan penulis yang terbit di media. Hari itu beliau menanyakan satu konsep budaya Jawa berkaitan dengan istilah “pulung” yang sering dikaitkan dengan kepemimpinan negara, raja atau apapun namanya. Tentu saja pertanyaan ini cukup berat mengingat situasi negeri ini sedang mempesiapkan prosesi pergantian kepemimpinan, serta maraknya akan dilaksanakan pemilihan kepala daerah; seolah-olah kita (baca: rakyat) dihadapkan dengan jebakan situasi tanpa solusi. Karena satu sisi, pimpinan paling atas sudah kehilangan pulung, kepemimpinan di bawah ramai-ramai mencari pulung.
Sebelum lebih jauh membahas tentang pulung; maka kita telusuri terlebih dahulu makna pulung kepemimpinan. Pulung kepemimpinan dalam budaya Jawa adalah konsep mistis yang berhubungan dengan kharisma dan legitimasi seseorang sebagai pemimpin. Pulung secara harfiah berarti berkah, pemberian, atau wahyu yang turun dari “langit”, dan sering kali dipandang sebagai tanda atau simbol ilahi yang menunjukkan bahwa seseorang telah terpilih untuk memimpin. Dalam budaya Jawa, konsep ini berperan penting dalam memahami bagaimana kekuasaan dan kepemimpinan diterima, dijalankan, dan diwariskan.
Pulung juga diyakini sebagai pemberian dari Tuhan atau kekuatan Ilahi. Orang yang menerima pulung dianggap sebagai pemimpin yang diakui oleh alam semesta dan kekuatan spiritual. Konsep ini sering kali muncul dalam cerita rakyat dan sejarah kerajaan Jawa, dimana seorang raja atau pemimpin besar dipilih berdasarkan pulung yang diterimanya.
Pulung ini bukan hanya simbol fisik, tetapi lebih merupakan wahyu atau tanda batin yang hanya bisa dirasakan oleh orang-orang tertentu atau melalui pertanda alam (seperti cahaya dari langit atau bintang jatuh dan atau lainnya).
Orang yang memiliki pulung dalam dirinya diyakini memiliki kharisma alami dan legitimasi spiritual untuk memimpin. Kepemimpinan yang dimiliki tidak hanya diakui oleh rakyatnya secara sosial, tetapi juga oleh kekuatan-kekuatan alam dan spiritual yang mendukungnya.
Kepemimpinan dalam budaya Jawa bukan hanya tentang kemampuan administratif atau politik, tetapi juga tentang kemampuan seseorang untuk membawa keseimbangan dan keharmonisan antara dunia material dan spiritual. Seorang pemimpin yang memiliki pulung diyakini bisa membawa kemakmuran, ketenangan, dan keselamatan bagi rakyatnya.
Dalam filsafat Jawa juga beranggapan, seorang pemimpin yang menerima pulung harus menunjukkan sikap bijaksana, adil, dan moral tinggi. Konsep ini mengandung harapan bahwa seorang pemimpin yang dipilih oleh kekuatan ilahi harus memimpin dengan sifat-sifat luhur seperti adil, arif, tepa selira (tenggang rasa), dan narimo ing pandum (ikhlas menerima takdir).
Kepemimpinan bukanlah kekuasaan yang dipaksakan, tetapi sesuatu yang alami dan diterima karena sikap dan tindakan yang benar. Jika seorang pemimpin melanggar nilai-nilai moral, diyakini bahwa pulung tersebut dapat hilang, dan ia kehilangan legitimasi untuk memimpin.
Pulung sering digambarkan sebagai cahaya atau sinar yang turun dari langit, yang mungkin hanya bisa dilihat oleh mereka yang memiliki penglihatan spiritual atau oleh orang-orang yang memiliki koneksi kuat dengan dunia “langit”. Ada berbagai cerita rakyat yang menggambarkan pulung sebagai “bola cahaya” yang turun ke seseorang, atau sebagai tanda-tanda tertentu di alam seperti fenomena alam, suara, atau mimpi yang dianggap sebagai pertanda Ilahi. Fenomena pulung juga seringkali dijelaskan dengan tanda-tanda alam yang tidak biasa, seperti munculnya bintang jatuh atau cahaya yang terlihat di atas tempat tertentu.
Dalam tradisi kerajaan dan kepemimpinan Jawa, konsep pulung menjadi salah satu dasar untuk menentukan apakah seseorang layak menjadi pemimpin. Dalam konteks ini, pemimpin tidak hanya dipilih berdasarkan garis keturunan, tetapi juga karena mereka dianggap menerima pulung dari kekuatan Ilahi. Hal ini menciptakan hubungan yang erat antara kekuasaan politik dan spiritualitas, dimana seorang pemimpin yang baik harus bisa menjaga harmoni antara dunia material dan dunia spiritual.
Pada kehidupan masyarakat Jawa, pulung masih diyakini sebagai elemen penting dalam memilih pemimpin, baik dalam skala kecil seperti desa hingga dalam skala besar seperti kerajaan atau negara. Pemimpin yang memiliki pulung dianggap mampu memimpin dengan lebih bijaksana, adil, dan membawa kesejahteraan bagi orang-orang di bawah kepemimpinannya.
Semua di atas menyisakan satu pemikiran bahwa kecenderungan kehilangan pulung atau berpindahnya pulung kepada orang lain; itu bukan wilayah manusia, tetapi lebih pada wilayah keilahian. Oleh karena itu sebagai rakyat kebanyakan tidak harus terjebak dalam situasi yang tanpa solusi; karena manakala kita memaksakan diri terhadap sesuatu, itu menunjukkan kita tidak mengakui kodrat yang sudah ditentukan. Oleh sebab itu mari kita bersama menyadari bahwa menjadi pemimpin itu tidak cukup berbekal jumlah suara yang dikumpulkan saat pemilihan saja, akan tetapi ada Yang Maha Berkehendak untuk menjadikan kita sesuatu di muka bumi ini. Tidak ada peristiwa yang kebetulan karena skenario itu ditulis sebelum kita lahir di alam ini. Soal bagaimana-pun caranya kita tidak akan mengetahui, karena ketentuan berikut cara itu satu paket dengan ketentuan takdir-Nya. Kita harus yakin bahwa pemimpin yang akan dilantik untuk memimpin negeri ini memang ada dalam garis kodrat yang sudah ditentukan, serta akan membawa kebermanfaatan bagi kita semua; tinggal dari sudut padang mana yang akan kita ambil. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Katalog buku Asi dan Motivasi
Buku : Asi dan Motivasi
Penulis :
Sinopsis: Buku ini membahas tentang ASI dan Motivasi ASI. Penulisan buku ini merupakan ide dan gagasan atas pemenuhan penulis dalam melaksanakan tugas sebagai dosen dalam menerapkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dari penelitian, pengabdian Masyarakat, dan Pengajaran. Buku ini membahas tentang TREND DAN ISSUE MASALAH MENYUSUI, KONSEP ASI,PATOFISIOLOGI KELUARNYA ASI,MANFAAT ASI hingga TIPS-TIPS MENYUSUI YANG ASIK.
Inovasi Dosen Universitas Malahayati: Program Pendampingan UMKM Biqa Batik Tingkatkan Daya Saing dan Ciptakan Strategi Digital Marketing
“UMKM Biqa Batik kini lebih mudah menyajikan produk Batik Cap Motif Lampung melalui branding dan pemasaran digital,” ujar Dr. Febrianty, SE, M.Si. Program ini tidak hanya membantu memperkenalkan produk mitra secara lebih luas, tetapi juga meningkatkan daya saing melalui strategi pemasaran digital.
Dalam program ini, tim PKM juga memberikan bantuan berupa alat produksi seperti 2 buah gawangan kayu, 3 panci pelorodan, 1 bak celup knockdown yang sudah dimodifikasi secara khusus, dan 4 buah canting cap motif. “Kami juga melaksanakan pelatihan langsung selama 8 bulan terkait penggunaan aplikasi e-inventory dan e-katalog Biqa Batik, yang dapat diakses melalui website (biqabatiklampung.com). Pengembangan aplikasi ini memakan waktu 2 bulan,” tambah Febrianty.
Keberhasilan program ini ditandai dengan beberapa indikator, seperti peningkatan daya saing, penerapan teknologi tepat guna (TTG), serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan mitra dalam manajemen usaha dan strategi pemasaran. “Hasil kunjungan dan pendampingan menunjukkan adanya peningkatan omset sebesar 30%, serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan manajemen usaha hingga 80%. Mitra kini telah menggunakan aplikasi e-inventory untuk pengelolaan persediaan dan e-katalog untuk memasarkan atau mempromosikan produk Batik Cap Motif Lampung,” jelas Febrianty.
Dengan dukungan Program PKM Direktorat Akademik Pendidikan Tinggi Vokasi, UMKM Biqa Batik diharapkan dapat terus berkembang dan bersaing di pasar yang lebih luas, meningkatkan omset usaha, serta memperkuat branding melalui pemanfaatan teknologi digital. (gil)
Editor: Gilang Agusman