Tingkatkan Keamanan Siber, Indonesia Harus Miliki Kemandirian Teknologi
BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id) : Direktur Strategi Keamanan Siber dan Sandi Negara Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Sulistyo, mengungkapkan sangat penting bagi Indonesia memiliki kemandirian dalam hal teknologi guna meningkatkan keamanan siber di Indonesia.
“Untuk meningkatkan keamanan siber di Indonesia memang kita harus memiliki kemandirian, meskipun untuk meyiapkannya membutuhkan waktu yang cukup lama,” kata Sulistyo dalam Webinar CyberCorner “Permukaan Serangan Siber Semakin Luas, Bagaimana Antisipasinya?” yang diselenggarakan oleh Institut Kesehatan Indonesia (IKI), BEM FH Universitas Malahayati, dan Cyberthreat.id yang didukung oleh Bank BNI, secara virtual, Sabtu (3 Desember 2022)
Webinar ini diisi oleh Akademisi Hukum Nurlis Effendi, Ketua Pengwil APJII DKI Jakarta Tedi Supardi Muslih, Direktur Strategi Keamanan Siber dan Sandi Negara BSSN Sulistyo, dan AVP Information Security BNI Bobby Pratama. Kegiatan ini diikuti 275 peserta dari berbagai kampus. Mahasiswa peserta antusias mengajukan berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan ancaman siber.
Sulis mengatakan, upaya mendorong kemandirian teknologi di Indonesia harus dilakukan secara bertahap. Namun, untuk mewujudkannya perlu Kerjasama dari berbagai pihak, mulai dari akademisi, media, pemerintah, pelaku usaha, sampai dengan pelaku usaha.
Dengan memiliki kemandirian dalam hal teknologi, Indonesia tidak akan bergantung dan berada di bawah pengaruh negara lain. Dengan demikian, Indonesia bisa meningkatkan keamanan siber dan mengurangi celah kerentanan yang bisa digunakan dalam serangan siber.
“Bisa dimulai dengan membuat penelitian dan uji coba di tingkat perguruan tinggi, baru kemudian dilakukan uji coba pada pemerintah,” kata Sulistyo.
Ia mencontohkan, salah satu negara yang bisa dicontoh dalam hal kemandirian teknologi adalah Rusia. Meski membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mewujudkannya, tetapi Rusia berhasil memiliki operating system (OS) untuk negaranya sendiri.
“Ke depannya, kita akan akan mendorong terbentuknya operating system di indonesia untuk mendukung kemandirian kita,” kata Sulistyo.
Dalam kesempatan tersebut, Sulistyo menyebutkan berdasarkan data BSSN, selama periode Januari sampai dengan pertengahan Oktober 2022, tercatat 891.561.067 anomali trafik serangan siber ke Indonesia. dengan 55,70 persen serangan berupa infeksi malware, 15,04 persen kebocoran data, dan 10,33 persen serangan trojan.
Sulistyo menjelaskan, banyaknya infeksi malware di Indonesia disebabkan oleh penggunaan aplikasi dan layanan bajakan, yang telah terinfeksi oleh malware. Infeksi malware ini dapat menyebabkan pencurian data pribadi, yang berpotensi membahayakan masyarakat.
Untuk itu, ia menghimbau kepada masyarakat untuk selalu teliti sebelum menggunakan aplikasi dan layanan tertentu. Pastikan untuk selalu mengunduh aplikasi dan layanan dari sumber resminya, serta selalu membaca syarat dan ketentuan sebelum menggunakannya.
“Jangan malas untuk membaca syarat dan ketentuannya karena secara tidak langsung kita menyetujui untuk memberikan data kita secara secara sukarela,” tutup Sulistyo. (gil/humasmalahayatinews)
Setuju, keilmuan tentang keamanan siber di Indonesia memang masih rendah, semoga kedepannya keamanan Siber di Indonesia makin meningkat lagi kedepannya. Terimakasih