Sehat Itu Mahal

Oleh: Sudjarwo

Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Tepat pukul dua belas tiga puluh siang hari Selasa lalu, sesuai perjanjian dengan pihak rumah sakit, penulis harus melakukan pemeriksaan ulang dengan melihat perkembangan kesembuhan dari beberapa waktu lalu di rawat. Sambil menunggu waktu dan menunggu datangnya mahasiswa pascasarjana yang juga Kepala Laboratorium rumah sakit setempat untuk mendampingi, maka dilakukan lah pengamatan dengan cara berbaur dan mengamati perilaku “orang sakit”. Metodologi partisipatif ini meleburkan diri penulis kepada pelaku yang diteliti. Ternyata hampir semua responden menyatakan mereka tidak siap untuk sakit.

Pada waktu ditanya kepada yang bersangkutan pada ranking kendala personal, ternyata biaya bukan hambatan prioritas; justru hambatan yang hampir rerata responden menjawab kesiapan diri untuk sakit, itu tidak ada sama sekali dalam benak mereka. Semua menyatakan bahwa mereka hanya paham akan sehat, dan siap untuk sehat, tidak siap untuk sakit. Begitu didesak bahwa sakit adalah peluang yang mesti terjadi dalam perjalanan hidup, karena dia merupakan lawan dari sehat; semua responden terperangah dan tidak bisa menjawab.

Diskusi kecil berkembang, responden merasa berterimakasih kepada pihak rumah sakit tempatan yang dengan sabar menghadapi orang-orang sakit seperti mereka. Walaupun dari hasil pengamatan luar masih ditemukan petugas yang bersikap kurang bersahabat, hal ini dimaklumi karena kondisi sudah siang dan faktor kelelahan menjadi pemicu utama.

Begitu mahasiswa yang ingin mendampingi penulis datang, dan didiskusikan kepada yang bersangkutan; mahasiswa cerdas ini memberikan respon positif; bahwa rerata orang termasuk petugas rumah sakit sendiri tidak siap sakit dalam pengertian konsep seperti yang penulis gunakan. Bahkan pengalaman pribadi mahasiswa pascasarjana tadi mengatakan saat kakinya terantuk meja televisi karena menghindari benturan dengan anaknya, berakhir fatal karena patah tulang salah satu jari kakinya. Mahasiswa tadi sempat shock, karena datangnya musibah itu tidak sama sekali diketahui sejak awal. Untung mental yang bersangkutan cukup kuat untuk menerima keadaan sehingga melakukan tindakan mandiri. Dengan trengginas menjumpai dokter ahlinya, sehingga pengobatan dapat segera dilakukan.

Menyimak fenomena di atas ternyata peran tenaga kesehatan masyarakat memiliki peran penting dalam meng-edukasi masyarakat. Kesadaran akan datangnya waktu sakit sudah ditanamkan sejak dini manakala manusia itu dalam kondisi sehat. Penyuluhan-penyuluhan tentang kesehatan selama ini sudah cukup baik, tetapi seiring perkembangan tuntutan akan perlunya pemeliharaan kesehatan paripurna, maka tidak boleh melepaskan diri dari sikap berjaga jika datangnya sakit, juga amat diperlukan.

Kesan petugas kesehatan masyarakat hanya datang, menyuluh, kemudian pergi; tampaknya perlu diredefinisi kembali kesan yang ada dalam kognitif map masyarakat, jika masih memiliki kesan seperti itu. Apalagi jika ini melanda pada pimpinan pengambil kebijakan tentang kesehatan, tentu perlu di-reedukasi lagi. Karena tugas berat yang diemban oleh petugas kesehatan masyarakat tidaklah ringan, mereka harus membangun kognitif map kepada sasaran, akan perlunya sehat dan datangnya sakit.

Sehat dan sakit adalah bagai dua sisi mata uang yang satu sama lain saling meneguhkan. Demikian juga kesehatan dan pendidikan adalah dua komponen yang saling meneguhkan; oleh sebab itu manakala kita ingin membangun sumber daya manusia yang lebih baik, maka kedua hal tadi harus selalu terus diprioritaskan. Untuk menyadarkan orang akan selalu memelihara kesehatan, dan tidak dapat menghindar pada saat datangnya sakit; hal ini ditumbuhkan melalui pendidikan dalam arti luas; terutama bidang pendidikan masyarakat.

Menumbuh kembangkan kesadaran akan pentingnya kesehatan dalam masyarakat, adalah upaya andragogi yang bersifat terus menerus, oleh sebab itu peningkatan sumberdaya manusia tidak dapat terlepas dari upaya peningkatan mutu pendidikan dan kesehatan. Kedua yang tunggal ini merupakan soko guru peradaban manusia; oleh sebab itu untuk menjadi sehat memang mahal. Karena makna hakiki sehat dan pendidikan bersumber dari hal yang sama, yaitu keharusan. Salam sehat dan tetap waras. (sj)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply