Dulu Bersama Kita, Sekarang Tinggal Cerita
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Beberapa hari lalu mendapat panggilan telpon dari sahabat lama yang jauh di sana di Bumi Sriwijaya, inti pembicaraan bertanya tentang apakah mendapat undangan pertemuan penting dari organisasi yang dibangun bersama dulu. Jawabannya adalah sampai menerima telpon itu belum ada undangan resmi yang melayang ke meja; entah nanti, besok atau lusa, atau kapan-kapan. Hal yang sama juga melalui media sosial dilakukan oleh seorang sahabat karib, yang berada di Kota Solo. Profesor ini malah menegaskan bahwa beliau mengira bahwa penulis otomaticaly sebagai pengundang, namun setelah diberi penjelasan beliau maklum.
Bersamaan dengan itu melalui media sosial genggam, ada kiriman dari juga seorang sahabat satu angkatan waktu kuliah di program sarjana awal tahun tujuhpuluhan; yang berisikan bagaimana tulisan terakhir dari mantan presiden negeri ini saat menghadapi hari-hari tuanya. Ternyata hakekat keduanya sama yaitu: semua berisi bagaimana banyak hal dahulu bersama kita, dan sekarang yang tinggal hanya cerita.
Konsep perspektif masa lampau mengacu pada cara seseorang melihat dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman masa lampau dari sudut pandang saat ini. Hal ini melibatkan refleksi, reinterpretasi, dan pemahaman ulang terhadap peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dalam kehidupan seseorang. Spektrum masa lampau menggambarkan keragaman pengalaman manusia dan kompleksitas kehidupan. Meskipun tidak mungkin untuk menghindari pengalaman negatif sepenuhnya, penting untuk diingat bahwa pengalaman-pengalaman tersebut dapat memberikan pelajaran berharga dan membentuk karakter seseorang. Dengan pemahaman yang tepat tentang spektrum masa lampau, seseorang dapat belajar dari pengalaman mereka dan berkembang sebagai individu yang lebih kuat dan lebih bijaksana.
Menjadi persoalan adalah apakah semua kita mampu menerima posisi saat ini; manakala dikepala kita masih terus merekam peristiwa masa lampau sebagai masa kini. Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya mereka yang ada pada posisi saat ini tidak menyadari akan juga menjadi masa lampau pada waktunya. Memaksakan masa lampau untuk selalu hadir pada masa kini, itu adalah pekerjaan sia-sia karena akan melawan sang waktu, dan itu berarti menyalahi kodrat.
Masa kini yang kelak ditinggal, dan pada akhirnya menjadi masa lampau; himpunan dari masa lapau inilah yang kemudian dikenal dengan peradaban. Walaupun hal ini tidak banyak disadari oleh pelaku sosial, bahwa inilah sebenarnya salah satu diantara hukum sosial itu. Menariknya lagi kesadaran akan semua itu datangnya selalu terlambat, sehingga sekelas orang genius-pun bisa kecewa dan menyesal saat usia telah beranjak senja.
Oleh karena itu nasehat orang bijak mengatakan saat kita melakonkan suatu peran, lakonkanlah dengan benar, agar pembenaran itu sempurna manakala kelak kita tinggalkan lakon itu, untuk menuju lakon berikutnya. Dan, jangan lupa ihlaskan semua yang sudah terjadi, yakini itu adalah tulisan Tuhan untuk kita. Perlu pemahaman tingkat tinggi memang, namun itulah dunia; kita tidak akan bisa mengulang kembali sesuatu yang sudah menjadi kenangan. Tinggal kenangan yang seperti apa, itu tergantung bagaimana kita mengukir peristiwanya sebelum menjadi kenangan.
Kita tidak harus menyesali suatu peristiwa yang sudah terjadi, karena bisa jadi di sana ada ketetapan Tuhan yang menyertai. Dunia bukan maunya kita, akan tetapi maunya Sang Pencipta. Apa yang tidak kita suka, jangan-jangan itu yang terbaik untuk kita; dan, yang kita suka jangan-jangan itu justru merugikan kita.
Dinamika dunia adalah ada hari ini, ada esok, dan ada lusa. Apapun kita jika ada pada wilayah hari ini, bersiaplah akan menjadi kemaren, dan, jika ada di wilayah lusa bersiaplah akan menjadi saat ini. Hasil keputusan itu final sifatnya, sekalipun kita tidak menyukainya, karena semua itu menunjukkan ketidakabadian.
Apapun peristiwanya, dan dimanapun tempatnya; segala sesuatu akan ada akhirnya. Akhir dari yang paling akhir itu adalah cerita dari peristiwa. Oleh sebab itu tidak salah jika orang bijak mengatakan: cerita itu akan indah bagi pelakunya, namun akan lebih indah lagi manakala dinikmati setelah dia berada pada masa lalu.
Pepatah lama mengatakan “kadangkala jawaban atas doa kita tidak selalu tentang apa yang kita dapat, tetapi justru apa yang hilang dari kehidupan kita”. Para sosiolog mengajarkan kita untuk menerima perubahan sebagai bagian dari kehidupan. Ini membantu kita untuk lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan dan tantangan.
Seiring bertambahnya usia tidaklah salah jika ajaran agama menuntun kita untuk berlaku bijak terhadap apapun perubahan yang terjadi di lingkungan kita, termasuk juga perubahan yang ada pada diri kita. Menjadi tua itu adalah harus, menuju kematian itu adalah pasti; tinggal bagaimana kita menghadapinya. Jika kita menghadapi perubahan itu dengan tenang dan berserah diri untuk tawakal kepada Sang Pencipta, maka kebahagiaan yang akan kita temui. Walaupun terkadang harapan hanyalah mimpi, dan kenyataan adalah bayangan, namun yakinlah tiada samudra tanpa pesisir, tiada derita tanpa akhir.
Salam Waras (SJ)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!