Menelusuri Sejarah Batik Sebagai Simbol Budaya yang Mendunia
BANDAR LAMPUNG (malahayati.ac.id): Sahabat Unmal, pemerintah telah menetapkan 2 Oktober 2024 sebagai Hari Batik Nasional! Tapi tahukah kamu bagaimana sejarahnya sehingga 2 Oktober dipilih sebagai Hari Batik Nasional? Yuk, kita telusuri perjalanan batik sebagai warisan budaya Indonesia hingga diakui dunia oleh UNESCO.
Batik telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit pada abad ke-13 dan berkembang pesat di pulau Jawa, khususnya di wilayah Solo dan Yogyakarta. Pada masa itu, batik menjadi bagian dari budaya keraton dan dikenakan oleh bangsawan. Proses pembuatan batik menggunakan canting dan malam, menghasilkan beragam motif yang memiliki makna filosofis, seperti motif parang, mega mendung, sidomukti, dan lain-lain. Masing-masing motif menggambarkan nilai kehidupan, status sosial, hingga doa dan harapan.
Pada masa penjajahan Belanda, batik mulai dikenal oleh masyarakat Eropa dan memperoleh perhatian internasional. Motif-motif batik mengalami perkembangan, terutama setelah masyarakat Tionghoa dan Belanda juga mulai mengadopsi teknik membatik dan menciptakan motif-motif baru. Pada masa ini, batik menjadi simbol kebanggaan budaya lokal di tengah penjajahan.
Setelah Indonesia merdeka, batik tidak hanya sekadar kain, tetapi juga simbol identitas nasional. Batik menjadi bagian dari pakaian resmi dalam acara kenegaraan, bahkan digunakan oleh Presiden Soekarno dalam pertemuan-pertemuan penting. Batik mulai dianggap sebagai simbol persatuan dan identitas bangsa Indonesia.
Perjuangan untuk menjadikan batik sebagai warisan dunia dimulai ketika batik diusulkan oleh pemerintah Indonesia kepada UNESCO pada tahun 2008 untuk diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda. Pengajuan ini didukung oleh fakta bahwa batik memiliki nilai budaya yang tinggi, proses pembuatan yang kompleks, serta makna filosofis yang dalam di setiap motifnya.
Pada tanggal 2 Oktober 2009, UNESCO secara resmi mengakui batik sebagai Warisan Budaya Takbenda. Pengakuan ini diberikan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, dalam sidang UNESCO yang dihadiri oleh perwakilan dari berbagai negara. Pengakuan ini menjadikan batik sebagai salah satu warisan budaya dunia, diakui karena nilai historis, keindahan, serta kontribusi terhadap peradaban manusia.
Sebagai bentuk penghormatan atas pengakuan internasional tersebut, pemerintah Indonesia, melalui Keputusan Presiden No. 33 Tahun 2009, menetapkan 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional. Peringatan ini bertujuan untuk:
– Menghargai batik sebagai warisan budaya bangsa.
– Mendorong masyarakat Indonesia untuk terus melestarikan batik.
– Mempromosikan batik kepada dunia internasional sebagai simbol kebanggaan Indonesia.
Pada 2 Oktober setiap tahunnya, masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan, termasuk aparatur negara, sekolah, dan perusahaan, diimbau untuk mengenakan pakaian batik. Acara-acara khusus, seperti pameran batik, seminar, dan lokakarya, sering kali diselenggarakan untuk memperingati hari ini.
Setelah pengakuan dari UNESCO, batik semakin mendapat perhatian dunia. Batik Indonesia mulai digunakan di berbagai acara internasional, termasuk dalam dunia mode. Banyak desainer dalam dan luar negeri yang mengadaptasi batik dalam karya-karya mereka, memperkenalkan batik sebagai tren fesyen global.
Hari Batik Nasional menjadi simbol kesadaran akan pentingnya melestarikan budaya di tengah arus globalisasi. Di samping nilai artistiknya, batik menyatukan Indonesia dalam satu identitas kebudayaan yang diterima secara global. Oleh karena itu, Hari Batik Nasional tidak hanya menjadi peringatan, tetapi juga bentuk upaya kolektif untuk menjaga warisan leluhur.
Hari Batik Nasional juga mengingatkan bahwa batik bukan sekadar kain, melainkan simbol yang mengandung sejarah panjang, filosofi, dan jati diri bangsa Indonesia di tingkat Mancanegara. (*)