Negeri Dongeng
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Syahdan disuatu negeri atas angin; bernama Negeri Dongeng: ada peristiwa yang cukup menjadikan diri untuk bertanya-tanya. Ada ibu yang sangat bersemangat mendukung salah satu paslon, kemudian beliau menghibahkan sejumlah kendaraan kepada yang didukungnya. Niat baik ini menjadi masalah karena tidak segampang itu dinegeri dongeng membagikan harta, walaupun dengan niat baik. Sekarang ibu itu pusing karena harus berhadapan dengan sejumlah palang pintu; dan bisa-bisa palang itu menimpa kepalanya. Dari yang berbaju seragam sampai yang berbaju preman, datang silih berganti dengan satu tujuan “intimidasi”.
Ada lagi ditempat yang berbeda pengusaha yang sudah bertahun-tahun sukses pada bidangnya; karena tertarik kepada satu kandidat dari suatu pemilihan; pengusaha tadi menjadi sponsor acara pada saat sang calon kampanye. Entah tidak ada hujan dan angin, selesai kampanye dan calon pulang ke tempat asalnya; pabrik pengusaha tadi dipaksa tutup karena dicari-cari kesalahannya. Dan, semua apapun mahluk di muka bumi ini pasti mempunyai kesalahan.
Dibelahan lain, ada pasutri yang karena rasa kemanusiaan mereka berdua merawat orang yang mengalami gangguan jiwa secara gratis; bahkan mereka harus merelakan rumah dan penghasilannya guna membantu mereka yang bermasalah kejiwaannya. Karena ketulusan hatinya, mereka juga merawat bayi-bayi yang dilahirkan oleh ODGJ tadi, tanpa mempersoalkan siapa bapaknya, yang penting orok yang tanpa dosa itu dapat diselamatkan. Tetapi apa yang harus beliau berdua hadapi; yaitu fitnahan yang mengarah kepada perdagangan manusia, salah satu aturan yang dilanggar “tidak lapor dan tidak punya ijin” merawat orang bermasalah kejiwaan dan orok terlantar. Tentu saja kita yang menyimak menjadi terheran-heran. Kalau logika ini dipakai, maka sebelum anda gila harus lapor dulu, agar nanti jika ada yang nolong tidak bermasalah secara hukum.
Ada yang sedang viral sekarang, adanya makan gratis di pinggiran Ibu Kota negara, dengan menghimpun donasi kemudian relawan memasak kemudian membagikan. Itupun ada yang usil mengkaitkan dengan pasangan calon; padahal kegiatan itu sudah lebih dari dua tahun lalu. Kelompok relawan ini sekarang meminta bantuan untuk sedikit tempat agar bisa melangsungkan kegiatan sosialnya. Boro-boro negara mau hadir membantu, malah ada nitizen yang mencurigainya berafiliasi dengan politik. Sama halnya ada dai kondang diminta bantuan oleh orang kaya untuk membagikan sedekah; tidak berlangsung lama fitnahpun ditembakkan bahwa beliau berafiliasi dengan calon. Padahal kerjaan Pak Dai ini memang tukang berbagi; mengapa tidak dicurigai dari jaman dulu saja, mengapa baru sekarang.
Ternyata di negeri dongeng untuk berbuat baik itu tidak mudah; niat baik yang langsung dieksekusi, tidak semua orang mau memahami, apalagi mendukung. Kecurigaan, ketidakpercayaan, sinisme, praduga negative; seolah sesuatu yang harus dikedepankan; bukan rasa syukur ada yang memulai.
Negeri dongeng tampaknya sedang asyik-masyuk dengan dongengan-nya; sehingga semua yang dianggap berseberangan itu adalah musuhnya. Lalu diambil langkah yang tampak luar santun, namun sebenarnya racun sedang ditabur. Menidakkan sesuatu dengan cara mencari-cari kesalahan, adalah metodologi pecah belah yang kini masif digunakan, sehingga negeri dongeng tampak luar dari kejauhan tidak ada riak dan gelombang. Namun sebenarnya di dalam sana sedang berkecamuk mencari celah bagaimana menghabisi lawan tanpa ampun dengan cara yang murah dan mudah.
Apakah benar kata Pujangga Ranggawarsita bahwa ini adalah bagian dari Jaman Edan itu; tampaknya bagi yang “waras” perlu selalu menjaga kewarasannya agar tidak terjebak pada pusaran “orang yang lupa bahwa dunia ini fana”.
Salam waras (SJ)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!