Statistika, Matematika, Bahasa dan Abu Nawas

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Kisah-kisah Abu Nawas sering kali dikenal sebagai cerita jenaka yang mengandung kebijaksanaan, filsafat ilmu atau pelajaran tersembunyi. Beberapa nukilan ditemukan dari perpustakaan digital; salah satu diantaranya hubungannya dengan konsep Statistika, Matematika dan Bahasa. Mari kita coba membayangkan sebuah kisah humor antara kecerdikan Abu Nawas dan perhitungan data yang rumit, serta rangkaian kalimat yang absurd.

Suatu hari, Raja Harun Al-Rasyid mendengar tentang ilmu baru bernama Statistika. Karena penasaran, sang Raja memanggil Abu Nawas ke istana. “Abu Nawas, aku mendengar ada cara untuk memahami segala sesuatu di dunia ini melalui angka. Aku ingin kau menjelaskan dan membuktikan ilmu ini kepadaku!” kata Raja

Abu Nawas tersenyum, “Ampun, Tuanku. Ilmu ini memang luar biasa, tapi terkadang angka-angka bisa menipu jika tidak dipahami dengan benar. Beri hamba satu malam, dan besok hamba akan membuktikan ilmu ini.” Malam harinya Abu Nawas putar otak berpikir keras untuk menemukan jalan keluar dari persoalan tadi.

Esok harinya, Abu Nawas datang membawa sepotong daging ayam goreng, sebuah panci berisi sup, dan seutas tali. “Tuanku, mari kita hitung rata-rata makan seseorang,” katanya. Ia menunjuk sepotong daging ayam goreng di tangan kiri, sup di tangan kanan, dan tali untuk mengikat seorang pelayan. “Daging ayam goreng ini adalah makanan A, sup ini makanan B, dan pelayan ini adalah subjek eksperimen kita!”.

Abu Nawas memberikan daging ayam goreng pada pelayan itu seraya berkata: “Makanlah!” katanya. Namun, ketika pelayan hendak menggigit daging ayam goreng, Abu Nawas merampas daging ayam itu kembali dan menaruhnya ke dalam panci sup. Ia mengaduk-aduk dan berkata, “Inilah makananmu, dalam bentuk angka.” Setelah itu, ia menyerahkan panci kepada Raja dan berkata, “Menurut statistik, rata-rata pelayan ini memakan satu ayam dan semangkuk sup. Namun, kenyataannya ia hanya kelaparan karena aku memakan sebagian besar daging ayam goreng tadi!”

Raja tertawa terbahak-bahak, “Jadi, kau ingin mengatakan bahwa angka bisa menipu jika tidak sesuai dengan kenyataan?”. “Benar Tuanku,” jawab Abu Nawas mantap. “Statistika adalah alat yang berguna, tetapi tanpa kebijaksanaan, ia hanya sederetan angka-angka kosong!”

Pada hari yang lain, Raja Harun Al-Rasyid memutuskan untuk menguji kecerdasan Abu Nawas dalam bidang Matematika. Raja terkenal suka menguji rakyatnya dengan teka-teki sulit, dan kali ini beliau yakin Abu Nawas tidak akan bisa menjawab. Raja berkata, “Abu Nawas, aku memiliki pertanyaan matematika untukmu.” Abu Nawas dengan percaya diri berkata, “Hamba siap, Tuanku. Silakan berikan soalnya pada hamba.”
Raja berkata, “Aku memiliki 10 ayam di kandang. Lalu, 7 di antaranya kabur. Berapa ayam yang tersisa di kandang?”. Abu Nawas menjawab, “Tentu saja tak ada ayam yang tersisa, Tuanku.”
Raja terkejut, “Kenapa kau berkata begitu? Bukankah masih ada 3 ayam?”. Abu Nawas tersenyum, “Jika 7 ayam saja bisa kabur, Tuanku, pasti 3 ayam yang lain juga akan ikut kabur!”.
Raja tertawa terbahak-bahak dan berkata, “Baiklah, kau benar. Raja terpana dengan kecerdikan Abu Nawas dan berkata, “Engkau memang seorang jenius, Abu Nawas! . Abu Nawas menjawab, “Hamba hanya ingin Tuanku terus tertawa dan tetap memimpin dengan bijaksana!”

Raja Harun Al-Rasyid melanjutkan pertanyaannya kepada Abu Nawas pada bidang Bahasa. Raja ingin menguji kemampuan Abu Nawas dengan memberi tugas yang tampaknya mustahil diselesaikan. Raja berkata, “Aku mendengar kau pandai bermain dengan bahasa. Jika kau bisa menyelesaikan tantangan persoalan ini, akan aku beri hadiah”. Abu Nawas tersenyum, “Hamba siap menerima tantangan, Tuanku.”
Raja Harun Al-Rasyid berkata, “Berikan aku sebuah kalimat yang sangat pendek tetapi memiliki makna yang mendalam.” Abu Nawas berpikir sejenak, lalu berkata, “Ada.” Raja bingung dan bertanya, “Apa maksudmu dengan ‘ada’?”. Abu Nawas menjelaskan, “Kata ini pendek, tetapi maknanya sangat luas, Tuanku. Segala sesuatu di dunia ini bermula dari keberadaan. Jika tidak ada, maka segalanya hanyalah kehampaan.”
Raja mengangguk terkesan dan berkata, “Baiklah, kau lulus tantangan pertama. Sekarang tantangan kedua!”. Raja berkata, “Buatlah sebuah kalimat yang benar tetapi sekaligus salah”. Abu Nawas berpikir sejenak, lalu berkata, “Aku sedang berbohong.” Raja kebingungan, “Bagaimana ini bisa benar sekaligus salah?”

Abu Nawas tersenyum, “Jika kalimat ini benar, maka aku memang sedang berbohong, sehingga pernyataannya menjadi salah. Tetapi jika kalimat ini salah, maka aku tidak sedang berbohong, sehingga pernyataannya menjadi benar.”
Raja tertawa terbahak-bahak, “Luar biasa, kau berhasil lagi! Tapi aku punya tantangan terakhir untukmu.” Tantangan itu adalah: “Buatlah sebuah kalimat yang tidak bisa dipahami oleh siapa pun, bahkan olehmu sendiri.” Abu Nawas segera menjawab, “Hamba akan memberikannya nanti, setelah hamba memahami kalimat itu.”

Raja bingung, “Apa maksudmu?”. Tanya Raja. Abu Nawas kemudian menjawab, “Tuanku, bagaimana hamba bisa membuat kalimat yang tidak bisa hamba pahami, jika untuk menciptanya saja, hamba perlu memahaminya terlebih dahulu? Oleh karena itu, tantangan ini mustahil, kecuali Tuanku mencabutnya!”
Raja kagum dengan kecerdasan Abu Nawas dan berkata, “Kau memang terlalu pintar untukku, Abu Nawas”.

Ternyata Statistika, Matematika, dan Bahasa adalah soko guru ilmu pengetahuan yang sudah sejak lama ada; namun sayang banyak diantara kita ketika mendengar ketiga ilmu itu tadi bepersepsi bahwa ketiganya sangat menyulitkan sekaligus sangat memudahkan.
Salam Waras. (SJ)

Editor: Gilang Agusman