Logika, Matematika dan Abu Nawas
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Paparan tulisan pada hari senin tanggal 16 Desember 2024 kemarin berkaitan dengan Abu Nawas; ada respon dari ilmuwan kandidat doktor yang meminta untuk memaparkan bagaimana kemampuan logika Abu Nawas dikaitkan dengan matematika. Tentu saja permintaan itu disambut dengan senang hati, karena membuat adrenalin keilmuan menjadi naik. Berdasarkan penelusuran literatur digital ternyata Abu Nawas juga memiliki talenta logika dan matematika sekaligus yang cukup bagus. Untuk itu kita perhatikan nukilan berdasarkan penelusuran digital tadi.
Suatu hari, Abu Nawas sedang menaiki untanya berjalan menuju pasar. Ketika dia berjalan, dari kejauhan terlihat seorang tukang delman yang sedang marah-marah kepada kudanya karena tidak mau berjalan. Tukang delman itu mencambuk kudanya berkali-kali, tetapi kuda itu tetap diam saja, bahkan cenderung mogok.
Abu Nawas, yang terkenal dengan kecerdasannya, mendekati tukang delman tersebut dan berkata, “Saudaraku, apakah engkau ingin kudamu ini berjalan kembali tanpa perlu memukulnya?”. Tukang delman, yang sudah lelah, berkata, “Jika Abu Nawas bisa membuat kuda ini berjalan tanpa cambuk, saya akan memberikanmu sekeping uang perak saat ini juga!”
Abu Nawas tersenyum dan berkata “baiklah saudaraku”. Sejurus kemudian Abu Nawas turun dari untanya dan mendekati kuda itu seraya berbisik di telinganya. Tak lama kemudian, kuda itu langsung berdiri dan mulai berjalan dengan patuh dan tegap. Tukang delman sangat terkejut dan kagum, dan kemudian bertanya kepada Abu Nawas, “Bagaimana saudaraku engkau bisa melakukannya?” tanya tukang delman penasaran dan keheranan. Abu Nawas menjawab dengan tenang, “Saya hanya berbisik kepada kudamu bahwa jika dia tidak berjalan, saya akan menyerahkan tugas ini kepada tukang jagal hewan di pasar ini untuk menyembelihnya..!”
Tukang delman tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Abu Nawas.
Akhirnya, dia memberikan kepingan uang perak kepada Abu Nawas sesuai janjinya. Nukilan cerita ini menggambarkan kecerdikan dan humor Abu Nawas yang sering menggunakan logikanya untuk menyelesaikan masalah. Betapa peran logika menjadi alat pemecah persoalan menggunakan bahasa.
Sejurus kemudian Abu Nawas melanjutkan perjalanannya dengan menaiki untanya kembali. Dalam perjalanan itu dia melewati padang pasir. Tak lama kemudian bertemu dengan seorang penggembala unta yang tengah duduk di bawah pohon sambil mengawasi untanya yang sedang merumput. Penggembala itu tampak murung, tatapannya kosong karena memikirkan sesuatu. Abu Nawas, yang selalu ingin tahu, mendekati penggembala itu dan kemudian bertanya, “Saudaraku, mengapa kau terlihat begitu sedih? Apakah ada yang bisa kubantu?”
Penggembala itu menghela napas dan menjawab, seraya berkata “Aku sedang bingung Abu Nawas. Aku memiliki 17 ekor unta, dan sebelum meninggal, ayahku berwasiat agar unta-unta itu dibagi kepada kami, tiga bersaudara. Kakakku harus mendapatkan setengah dari jumlah unta, adikku mendapat sepertiga, dan aku sendiri sepertujuh. Tapi bagaimana membagi unta-unta ini tanpa harus memotong seekor pun?”.
Mendengar itu Abu Nawas tersenyum, merasa tertantang oleh persoalan bagi-membagi itu. Setelah berpikir sejenak, dia berkata, “Baiklah jangan khawatir. Aku punya jalan keluar untuk persoalanmu ini. Tapi aku akan meminjamkan untaku terlebih dahulu kepadamu, setelah pembagian nanti tolong dikembalikan.” Pengembala setuju asal persoalan yang memusingkan kepala itu segera selesai. Selanjutnya Abu Nawas kemudian meminjamkan untanya, sehingga jumlah unta menjadi 18 ekor. Dia mulai membagi unta sesuai wasiat ayah penggembala: Kakak mendapatkan setengah dari 18, yaitu 9 ekor. Adik mendapatkan sepertiga dari 18, yaitu 6 ekor. Penggembala itu sendiri mendapatkan sepertujuh dari 18, yaitu 3 ekor. Setelah membagikan semua unta, ternyata jumlahnya tepat 18 ekor. Setelah diserahkan semua kepada yang berhak, termasuk kepada Si Penggembala, Abu Nawas kemudian meminta kembali untanya yang ada pada bagian Si Penggembala sambil berkata, “Masalah selesai, dan aku meminta kembalikan untaku; dan aku tidak kehilangan apa-apa!”. Penggembala itu dan keluarganya sangat kagum dengan kecerdikan Abu Nawas. Mereka mengucapkan terima kasih dengan tulus dan memuji kebijaksanaannya.
Cerita ini menggambarkan dalam menyelesaikan masalah kita dapat menggunakan cara yang logis, matematis dan adil, tanpa merugikan siapapun. Ternyata Logika dan Matematika, dibantu Bahasa dapat menyelesaikan persoalan menjadi mudah dan sederhana; hanya diperlukan taktis dan strategi berfikir untuk memecahkan masalah. Itulah mengapa dalam Filsafat Ilmu dikatakan bahwa Logika, Matematika, Statistika dan bahasa selalu berkelindan dalam menyelesaikan masalah. Pertanyaannya mampukan kita menangkap esensi dari keempatnya tadi? Salam Waras. (SJ)
Editor: Gilang Agusman