Program Studi DIII Kebidanan Universitas Malahayati Gelar Pengabdian Masyarakat dan Berbagi di Panti Asuhan Al Ghoni Raudhah

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan, Program Studi DIII Kebidanan Universitas Malahayati menggelar kegiatan Pengabdian Masyarakat dan Berbagi di Panti Asuhan Al Ghoni Raudhah, Bandar Lampung. Acara ini melibatkan dosen dan mahasiswa dengan tema “Gerakan Sehat: Mencuci Tangan yang Benar” untuk anak-anak usia 6-12 tahun. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Jumat, 21 Maret 2025, sebagai bentuk kepedulian terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak-anak di panti asuhan.

Kegiatan diawali dengan edukasi kesehatan mengenai pentingnya mencuci tangan yang benar. Para mahasiswa dan dosen mengajarkan langkah-langkah mencuci tangan yang tepat melalui demonstrasi langsung kepada anak-anak, dengan tujuan agar kebiasaan sehat ini dapat menjadi bagian dari pola hidup sehari-hari mereka. Program ini menjadi kesempatan bagi para mahasiswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat sekaligus menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial.

Devi Kurniasari, SST., Bdn., M.Kes, selaku Ketua Program Studi DIII Kebidanan Universitas Malahayati, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memberikan edukasi kesehatan kepada anak-anak, khususnya mengenai pentingnya mencuci tangan dengan benar sebagai bagian dari upaya menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh. “Kegiatan ini juga sebagai bentuk komitmen kami, baik dosen maupun mahasiswa, dalam mendukung kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak yang berada di lingkungan panti asuhan,” ujar Devi.

Setelah sesi edukasi, acara dilanjutkan dengan kegiatan berbagi donasi berupa kebutuhan pokok bagi anak-anak di panti asuhan, seperti pakaian, makanan, dan perlengkapan sekolah. Selain itu, acara berbuka puasa bersama menjadi momen yang mempererat tali silaturahmi antara dosen, mahasiswa, dan penghuni Panti Asuhan Al Ghoni Raudhah.

“Dengan berbuka bersama, kami berharap dapat memperkuat silaturahmi dan memberikan kebahagiaan bagi anak-anak yang sedang menjalani bulan Ramadhan ini,” tambah Devi Kurniasari.

Kegiatan ini mendapat sambutan positif dari pihak Panti Asuhan Al Ghoni Raudhah, yang menyampaikan rasa terima kasih atas kepedulian dan dukungan yang diberikan oleh Universitas Malahayati. “Kami sangat berterima kasih atas kegiatan ini. Selain mendapatkan edukasi kesehatan yang bermanfaat, anak-anak juga merasa senang dan dihargai,” kata salah satu pengurus panti asuhan.

Melalui kegiatan ini, diharapkan tidak hanya meningkatkan kesadaran akan pentingnya hidup sehat, tetapi juga membangun kepedulian sosial yang lebih luas dalam rangka menciptakan masyarakat yang sehat dan peduli satu sama lain, terutama di bulan penuh berkah ini. (gil)

Editor: Gilang Agusman

10 Hari Demi 1000 Bulan

Sutikno, S.Pd.I., M.Pd.I
Dosen Agama Islam Universitas Malahayati

Sebagaimana dipahami bahwa pada bulan Ramadhan banyak keistimewaan-keistimewaan  dan salah satunya adalah malam lailatul qodar,

Apa keistimewaan lailatul qodar?

Lailatul Qadar merupakan malam keistimewaan yang hanya dimiliki bulan Ramadhan, yang disebutkan dalam al-Qur’an sebagai malam yang lebih baik daripada seribu bulan

Allah SWT berfirman , “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada Lailatul Qadar. Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 1-3)

Pada malam Lailatul Qadar tersebut, Allah SWT mengabulkan doa-doa hamba-Nya dan mengampuni dosa-dosa mereka, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Barang siapa yang beribadah pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari)

Kapan terjadi lailatul qodar?

Para ulama memiliki berbagai pendapat mengenai waktu terjadinya Lailatul Qadar. Mayoritas sepakat bahwa malam mulia ini terjadi pada sepuluh hari terakhir Ramadan, terutama pada malam-malam ganjil yaitu malam ke-21, 23, 25, 27, atau 29.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:”Carilah Lailatul Qadr pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadan.” (HR. Bukhari & Muslim).

Namun, kapan tepatnya? Itu tetap menjadi misteri. Banyak ulama dan mufasir berpendapat bahwa ketidakjelasan ini adalah bagian dari hikmah Allah SWT. Hal tersebut dirahasiakan waktunya agar umat Islam berusaha mencarinya dan mendapatkan pahala yang besar.

Rasulullah SAW juga tidak pernah menyebutkan waktu atau tanggal pastinya, hanya memberi petunjuk bahwa ia berada di sepuluh malam terakhir dan lebih mungkin terjadi pada malam-malam ganjil.

Apa ciri-ciri malam lailatul qodar?

Setidaknya ada 4 ciri turunya lailatul qodar, sesuai keterangan hadits yaitu:

  1. Sinar Cahaya yang Sangat Kuat dan Terang.

Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Lailatul Qadar (terjadi) pada sepuluh malam terakhir. Barangsiapa yang menghidupkan malam-malam itu karena berharap keutamaannya, maka sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang. Dan malam itu adalah pada malam ganjil, ke dua puluh sembilan, dua puluh tujuh, dua puluh lima, dua puluh tiga atau malam terakhir di bulan Ramadhan,” dan Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya tanda Lailatul Qadar adalah malam cerah, terang, seolah-olah ada bulan, malam yang tenang dan tentram, tidak dingin dan tidak pula panas. Pada malam itu tidak dihalalkan dilemparnya bintang, sampai pagi harinya. Dan sesungguhnya, tanda Lailatul Qadar adalah, matahari di pagi harinya terbit dengan indah, tidak bersinar kuat, seperti bulan purnama, dan tidak pula dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama matahari pagi itu.” (HR Ahmad).

  1. Angin Berhembus dengan Tenang.

Rosulullah bersabda “Sesungguhnya aku melihat Lailatul Qadar kemudian aku melupakannya, Lailatul Qadar turun pada 10 akhir (bulan Ramadan) yaitu malam yang terang, tidak dingin, tidak panas, serta tidak turun hujan.” (HR Ibnu Khuzaimah no. 2190 dan Ibnu Hibban no.3688 dan disahihkan oleh keduanya)

  1. Matahari Terbit Pagi Harinya dalam Keadaan Tidak Menyilaukan.

Dari Ibnu Abbas dimana Rasulullah SAW bersabda: “Lailatul Qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan tampak kemerah-merahan.” (HR Ath-Thayalisi dan Al Baihaqi)

  1. Matahari Terpancar Terang dan Berwarna Putih.

Rasulullah SAW bersabda: Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke 27 (dari bulan Ramadan). Dan, tanda-tandanya ialah pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa memancarkan sinar ke segala penjuru. (HR Muslim)

 Apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan lailatul qodar?

Bayangkan kita mendapatkan pahala sempurna dan lebih baik dari seribu bulan, maka tentu kita akan berusaha meraihnya dengan sekuat tenaga. Karena 1000 bulan utu setara dengan kurang lebih 83 tahun, dan ini lebih banyak dari rata-rata umur manusia saat ini.

Maka kiat untuk meraih lailatul qodar sebagaimana dicontohkan oleh nabi adalah memperbanyak intensitas ibadah di 10 hari terakhir di bulan Ramadhan

Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis: “Ketika memasuki sepuluh akhir Ramadhan, Nabi fokus beribadah, mengisi malamnya dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya untuk ikut ibadah,” (HR Al-Bukhari).

Apa yang dilakukan Rasulullah di sepuluh malam terakhir Ramadhan?

Di banyak literasi bahwa nabi memprioritaskan amalan khusus di 10 hari terahir di bulan Ramadhan, diantaranya:

  1. Menghidupkan malam-malam Ramadhan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Shahih Muslim, ‘Aisyah meriwayatkan: “Aku selalu menyaksikan beliau beribadah selama Ramadhan hingga menjelang subuh,”
  2. Rasulullah saw selalu membangunkan keluarganya untuk shalat malam di malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan hadits Abi Dzar menggambarkan hal ini dengan jelas: “Bahwasannya Rasulullah saw beserta keluarganya bangun (untuk beribadah) pada malam 23, 25, 27. Khususnya pada malam 29.”
  3. Rasulullah mengencangkan ikat pinggang dalam arti menghindari tempat tidur pada sepuluh malam terakhir Ramadhan. Hal ini bersandar pada hadits: Rasulullah saw ketika memasuki sepuluh terakhir malam Ramadhan beliau mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan (beribadah) malam itu dan membangunkan keluarganya.
  4. Rasulullah saw selalu beri’tikaf di sepuluh malam terakhir Ramadhan.

I’tikaf adalah berdiam diri di masjid yang dilakukan oleh orang khusus (maksudnya dengan niat) dengan sifat tertentu (menyangkut syarat, waktu, definisi masjid, dan aturan sistematis lainnya)

Oleh karena itu mari kita hidupkan sisa 10 hari terakhir Ramadhan ini dengan sebaok-baiknya sesuai apa yang diajarkan oleh rasulullah SAW. Dan pengahapan kita dapat meraih lailatul qodar, amin ya rabbal ‘Alamin. (STK)

Editor: Gilang Agusman

Kanan Mbuwang, Kiri Nendang

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Pagi menjelang siang, ruangan kerja kedatangan tamu seorang sahabat lama; sebagai adat timur saling berbagi berita tentang kesehatan kami masing-masing. Terakhir dari kalimat yang diucapkan beliau adalah “Saya itu sehat Prof, tetapi sedang tidak waras”. Tentu kalimat ini mengundang tanya yang mendalam “Ada apa gerangan?”. Setelah bicara panjang lebar, ternyata beliau sedang ada pada posisi ibarat pepatah lama “dimakan, mati Bapak, tidak di makan, mati Emak”. Tentu posisi dilematis seperti ini tidak cukup di jawab dengan “Ya..jual saja” atau “Tinggalkan saja”; karena apapun jawabannya memiliki konsekuensi.

Teman lama ini bercerita bahwa perusahaan tempatnya bekerja sedang mengalami konflik internal yang berkepanjangan, sampai-sampai konflik itu nyaris terbuka. Akibatnya posisi teman yang menduduki jabatan strategis tadi menjadi serba salah, karena jika memilih opsi A beliau akan terbuang, sebaliknya jika memilih opsi B beliau akan ditendang. Akhirnya kami memecahkan persoalan ini dengan menggunakan pendekatan SWOT analisis. Dan, ditemukan jawaban persoalan ini adalah memunculkan opsi baru yang profesional sifatnya yaitu “Apakah pemilik jawaban A dan Jawaban B memerlukan kita? jika sama-sama menjawab “Ya”, maka tolong dengar suara kami”. Itu adalah opsi bijak yang tidak membuat luka hati siapapun mereka, walaupun untuk melakukannya dan berada pada posisi itu juga tidak mudah.

Akan tetapi, ada yang harus diwaspadai dalam persoalan ini; yaitu kelompok atau teman sendiri yang berpola pikir avonturir, ciri mereka ini bermuka seribu dengan pola jika berhadapan dengan A akan menjelekkan B, dan jika ketemu B akan menjelekkan A, bahkan apa yang seharusnya dirahasiakan mereka tidak segan untuk membukanya jika itu menguntungkan dirinya. Karakter atau pola seperti ini ada di semua lini, menyedihkan lagi jika mereka yang ada pada posisi ini lebih banyak dibandingkan yang istiqomah pada posisinya.

Tidak kurang pentingnya adalah adanya kelompok “tunggu dan lihat”; ciri kelompok ini hanya ingin ikut menang saja, dan tidak mau ambil resiko apapun. Dalam bahasa Palembang kelompok ini disebut “melok menang bae” , maksudnya hanya ikut yang menang saja, atau yang menguntungkan mereka. Apakah mereka-mereka itu salah; tentu saja tidak, karena hal-hal yang berkaitan dengan pilihan itu adalah hak dasar manusia. tinggal pertimbangan moral sebagai ukuran untuk menilainya.

Secara realita sosial dapat kita temukan dalam banyak kasus; justru jurus ini sering digunakan untuk “membuang” mereka yang dianggap oposisi atau terlalu pandai. Terutama dalam dunia perpolitikkan langkah ini sangat nyata adanya. Mereka-mereka yang dianggap terlalu banyak tahu, dan atau diduga akan membahayakan posisi dan organisasi, maka langkah ini sangat efektif dipakai. Adapun cara yang dipilih disesuaikan dengan situasi yang mendukung.

Banyak contoh dari level nasional sampai lokal; bisa dirasakan dan dilihat secara jelas; saat sebelum menjadi, mereka diajak kemana pergi bahkan difasilitasi. Namun, begitu sudah duduk “mukti wibowo” (tercapai cita-citanya); maka langkah pembersihan dilakukan, dan mereka yang terindikasi tidak segaris atau akan menjadi batu sandungan kelak dikemudian hari, segera disingkirkan atas nama reshuffle.

Keberpihakan memang diperlukan, namun pada posisi tertentu kita dipaksa untuk mengambil sikap; dan sikap pilihan itu pada umumnya hanya dua. Oleh sebab itu berdasarkan pengalaman, kita diminta cerdas; tidak salah jika kita membalikkan yang kita pilih tadi untuk bagaimana caranya memilih kita, karena dasar kompetensi kita. oleh sebab itu pada posisi ini tidak cukup kita pandai, akan tetapi harus cerdas dalam artian sebenarnya. Disini peran diskusi-diskusi perlu kita bangun bersama mereka-mereka yang sudah berpengalaman pada dunianya. Karena mereka sudah paham akan asam garam pergaulan yang tidak jarang bagai fatamorgana; tampak indah dari jauh, ternyata jurang yang menganga. Hasriadi Mat Akin pernah mengingatkan melalui tulisannya “dua mata untuk melihat, dua telinga untuk mendengar, tetapi hanya satu mulut untuk bicara. Sebab dalam hidup, memahami lebih penting dari pada sekedar berucap”. Dan, pemahamanlah yang akan menjadi suluh kita dalam menemukenali persoalan, terutama yang berhubungan dengan perilaku manusia.

Pesan lain, pada saat seperti itu ingat orang bijak yang mengatakan “Pada saat terasa tidak ada jalan keluar, ingatlan Allah selalu mempersiapkan jalan yang tidak kita duga, karena setiap kesulitan adalah pintu menuju kemudahan; kalian tidak sendirian, setiap air mata, setiap doa Allah mendengarkan, tetap teguh, pertolongan Allah itu dekat”.

Manakala perspektif berfikir kita terbentur pada tembok ketidaktahuan, maka perlu kita ingat akan pesan filosof terkemuka pada zamannya yang mengatakan “Ketika kita sadar segala sesuatu dalam hidup ini terjadi atas kehendak Allah, maka tak ada satupun yang pantas untuk disesali karena esok dan masa depan adalah rahasia. Tak perlu menebak-nebak hidup dalam rasa khawatir, percayalah selama kita berusaha, Allah menyediakan yang terbaik untuk kita”.

Oleh karena itu, sebelum kita menentukan sikap sebaiknya bermunajatlah kepada Sang Maha Mengetahui, dan perlu disadari bahwa memilih untuk tidak memilih, atau berpihak untuk tidak memihak; terkadang juga merupakan suatu pilihan yang bijak. Namun apapun alasan kebenaran itu akan menemukan jalannya sendiri. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Biasa Aja Kali

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Istilah ini muncul disekitar awal tahun dua ribuan seiring tumbuhkembangnya generasi millennial saat itu. Saat ini mereka sudah melahirkan generasi Alpha yang lebih kaya lagi akan diksi bahasa, dan jika tidak cermat kita akan tertinggal dari perkembangan bahasa mereka. Kecepatan perkembangan bahasa ternyata juga berkaitan dengan perspektif penggunanya.

Bahasa sebagai media penyampai, untuk saat ini sudah berkembang dengan cepat, terutama bahasa-bahasa pergaulan yang tidak pernah ditemukan sebelumnya. Salah satu diantaranya adalah diksi “biasa aja kali”. Hasil penelusuran digital diperoleh informasi sebagai berikut: Istilah ini kemungkinan besar muncul secara alami dalam percakapan sehari-hari masyarakat Indonesia, terutama dalam bahasa gaul atau informal. Karena sifatnya yang sangat umum dan tidak terkait dengan istilah akademik atau budaya tertentu, sulit untuk menentukan kapan tepatnya ungkapan ini pertama kali digunakan dan siapa pengguna pertamanya.

Namun, ada beberapa faktor yang bisa membantu memahami asal-usulnya:

1. Evolusi Bahasa Gaul di Indonesia

Bahasa gaul di Indonesia terus berkembang, terutama sejak era media sosial dan internet. Ungkapan seperti “biasa aja” dan penambahan kata “kali” (yang menegaskan atau melembutkan pernyataan) sudah lama digunakan dalam bahasa lisan. Istilah ini kemungkinan besar berkembang sejak era 1990-an hingga 2000-an, seiring dengan popularitas bahasa santai di kalangan anak muda.

2. Pengaruh Media & Pop Culture

Banyak istilah gaul mendapatkan popularitas melalui sinetron, film, lagu, atau media sosial. Frasa seperti “biasa aja kali” sering muncul dalam percakapan karakter di film atau sinetron yang menggambarkan kehidupan anak muda. Seiring waktu, istilah ini menjadi bagian dari percakapan sehari-hari.

3. Penggunaan dalam Konteks Digital & Meme

Di era media sosial seperti Twitter, Instagram, dan TikTok, ekspresi “biasa aja kali” sering digunakan sebagai reaksi terhadap sesuatu yang dianggap dilebih-lebihkan. Meme dan komentar di platform ini turut memperkuat penyebarannya.

Lebih lanjut ditemukan informasi filosofi dari “biasa aja kali” bisa diinterpretasikan sebagai cara pandang hidup yang santai, tidak berlebihan, dan lebih menerima keadaan apa adanya. Beberapa makna filosofis yang bisa dikaitkan dengan ungkapan ini antara lain:

1. Sikap Anti-Drama & Anti-Berlebihan

Dalam kehidupan, banyak orang yang terlalu membesar-besarkan suatu hal, entah itu kesuksesan, kegagalan, atau masalah kecil. Filosofi “biasa aja kali” mengajarkan bahwa tidak semua hal harus dibesar-besarkan. Hidup akan lebih ringan jika kita tidak selalu bereaksi berlebihan terhadap segala sesuatu.

2. Hidup Sederhana dan Rendah Hati

Menganggap sesuatu sebagai “biasa aja” bisa berarti tidak mudah terjebak dalam kesombongan atau euforia berlebihan. Misalnya, ketika seseorang mendapatkan pencapaian, tetapi tetap merasa bahwa itu adalah bagian dari perjalanan hidup yang wajar, maka ia tidak akan cepat terlena.

3. Mengurangi Ekspektasi, Meningkatkan Kebahagiaan

Sering kali, ekspektasi yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kekecewaan. Dengan filosofi “biasa aja kali,” seseorang belajar untuk tidak menggantungkan kebahagiaannya pada harapan yang muluk-muluk, sehingga lebih mudah merasa puas dan bersyukur.

4. Menghadapi Hidup dengan Lebih Tenang

Filosofi ini juga mencerminkan sikap zen atau ketenangan batin. Tidak semua hal harus direspons dengan intensitas yang tinggi. Ada kalanya kita hanya perlu mengamati, menerima, dan melanjutkan hidup tanpa terbawa arus emosi yang tidak perlu.

Secara maknawi filosofi “biasa aja kali” bukan berarti apatis atau tidak peduli, tetapi lebih kepada mindset yang tidak mudah terombang-ambing oleh keadaan. Ini adalah cara untuk menjaga keseimbangan dalam hidup, tidak terlalu berlebihan dalam menyikapi sesuatu, tetapi tetap sadar dan bijak dalam bertindak.

Oleh karena itu generasi pengguna istilah ini lebih tahan akan “gempuran” dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Mereka akan dengan cepat melakukan penyesuaian diri dengan keadaan yang ada. Hal ini makin kokoh lagi karena penguasaan akan teknologi digital; rerata mereka sangat menguasai penggunaan piranti ini. Informasi berada digegaman tangannya, oleh sebab itu mereka cepat mengambil sikap manakala ada sesuatu yang datang sebagai stimulan.

Resain dari pekerjaan, hijrah ke luar negeri, atau bekerja paruh waktu, dan berkeinginan mengejar pendapatan yang besar, melakukan perjalanan wisata; hak-hal itu adalah pilihan gaya hidup yang sangat dekat dengan mereka. Oleh sebab itu jika ada sesuatu yang menstimulan, mereka merasa tidak nyaman; lalu memilih menghindar atau pergi ke negeri orang; hal ini merupakan style budaya yang mereka miliki. Tinggal sekarang mampukah negeri ini menemukenali kemudian memanfaatkan keunggulan mereka sehingga tetap bermanfaat bagi negaranya; jangan terlalu tergesa-gesa menjastifikasi mereka sebagai orang yang tipis nasionalismenya. Karena “kenyinyiran” seperti itu adalah bentuk ketidaktanggungjawaban kepada generasi penerus. Negeri ini dibangun tidak cukup dengan orasi, dijogeti, di hardik dan ditakut-takuti; akan tetapi harus ada kerja nyata, dan bukti nyata. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Prodi Anafarma Universitas Malahayati Berbagi Kebahagiaan di Bulan Ramadhan, Dari Anafarma untuk Sesama

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Bulan Ramadhan selalu menjadi waktu yang penuh berkah, baik untuk memperbanyak ibadah maupun berbagi kebahagiaan dengan sesama. Dalam semangat kepedulian sosial, Program Studi Anafarma Universitas Malahayati menyelenggarakan serangkaian kegiatan bertajuk “Dari Anafarma untuk Sesama: Berbagi Kebahagiaan di Bulan Ramadhan.” Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa empati, solidaritas, dan kepedulian terhadap masyarakat, khususnya mereka yang membutuhkan.

1. Pembagian Takjil Gratis Untuk menyambut bulan yang penuh berkah ini, mahasiswa Program Studi Anafarma mengadakan pembagian takjil gratis kepada masyarakat di beberapa titik strategis di Jalan Pramuka. Kegiatan ini bertujuan agar warga yang sedang menjalankan ibadah puasa dapat berbuka dengan mudah, sekaligus menyebarkan kebaikan di tengah-tengah masyarakat.

2. Bakti Sosial dan Santunan Sebagai bentuk nyata kepedulian terhadap sesama, mahasiswa dan dosen Anafarma mengadakan bakti sosial di Panti Asuhan Bussaina. Bantuan yang diberikan meliputi sembako, pakaian layak pakai, serta kebutuhan lainnya yang sangat diperlukan oleh anak-anak panti. Kegiatan ini diharapkan dapat sedikit meringankan beban hidup mereka, serta memberikan kebahagiaan di bulan yang penuh berkah ini.

3. Kajian Islami dan Buka Puasa Bersama Untuk lebih mempererat tali silaturahmi, Prodi Anafarma juga mengadakan kajian Islami dengan tema yang relevan dengan kesehatan dan ibadah di bulan Ramadhan. Dalam acara ini, mahasiswa, dosen, dan keluarga Panti Asuhan Bussaina dapat saling berbagi ilmu dan pengalaman, dilanjutkan dengan buka puasa bersama sebagai wujud kebersamaan.

4. Edukasi Kesehatan dan Pengabdian Masyarakat Selain kegiatan sosial, Prodi Anafarma juga mengedepankan edukasi kesehatan kepada masyarakat mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Di tengah pandemi yang belum sepenuhnya berakhir, menjaga kesehatan tubuh, terutama selama berpuasa, menjadi sangat penting. Para mahasiswa Anafarma memberikan informasi yang berguna tentang bagaimana menjaga kesehatan tubuh, baik fisik maupun mental, selama bulan Ramadhan.

Dengan terlaksananya kegiatan “Dari Anafarma untuk Sesama: Berbagi Kebahagiaan di Bulan Ramadhan”, diharapkan dapat menebarkan kebaikan dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Kegiatan ini tidak hanya menjadi ladang amal bagi mahasiswa dan dosen, tetapi juga mempererat hubungan antara universitas dan masyarakat luas dalam suasana penuh berkah Ramadhan.

Semoga semangat berbagi dan kepedulian ini dapat terus berlanjut, serta memberikan dampak positif bagi sesama, terutama bagi mereka yang membutuhkan. Karena di bulan yang penuh berkah ini, setiap kebaikan yang kita lakukan akan mendapatkan ganjaran yang berlipat. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Katalog Buku Python untuk Otomotif

Judul buku : Python untuk Otomotif

Pengarang:

Fauzi Ibrahim, S.T., M.T.

Tyan Tasa, S.Kom., M.Kom.

Agus Apriyanto, S.T., M.T.

Adam Wisnu Murti, S.T., M.T.

ISBN:     Proses

sinopsis:

Buku ini hadir sebagai upaya untuk
menjembatani kesenjangan antara dunia pemrograman
Python dan industri otomotif yang semakin
berkembang pesat. Dengan kemajuan teknologi
seperti kendaraan listrik, kendaraan otonom, dan
Internet of Things (IoT), Python menjadi salah satu alat
yang sangat penting untuk mendukung inovasi di
bidang otomotif

Ramadhan Penuh Berkah, DKM Mushola Universitas Malahayati Semangat Berbagi dan Berkontribusi

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Dalam semangat berbagi dan menebarkan kebaikan di bulan suci, Dewan Kemakmuran Mushola (DKM) Universitas Malahayati Bandar Lampung menyelenggarakan kegiatan Sedekah Ramadhan Berkah 1446 H. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang berbunyi :

مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ، وَلَا يَقْبَلُ اللَّهُ إِلَّا الطَّيِّبَ، وَإِنَّ اللَّهَ يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِينِهِ، ثُمَّ يُرَبِّيهَا لِصَاحِبِهِ، كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ، حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الجَبَلِ

Artinya: “Barang siapa yang bersedekah dengan sebutir kurma hasil dari usahanya sendiri yang baik (halal), sedangkan Allah tidak menerima kecuali yang baik saja, maka sungguh Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya lalu mengasuhnya untuk pemiliknya sebagaimana jika seorang dari kalian mengasuh anak kudanya hingga membesar seperti gunung” (HR. Al-Bukhari No. 1410).

Kegiatan ini menjadi bentuk kepedulian sosial dan kebersamaan antar penghuni apartemen serta asrama Universitas Malahayati dalam menyemarakkan bulan penuh berkah ini.

Kegiatan Sedekah Ramadhan Berkah berlangsung selama bulan Ramadhan, tepatnya menjelang waktu berbuka puasa. Kegiatan ini berjalan atas arahan Ust. Sutikno S.Pd.I,.M.Pd.I selaku kepala Asrama Green Dormitory dan Ust. Muslih S.H.I.,M.H selaku Pembina DKM Mushola Universitas Malahayati. Dalam pelaksanaannya, setiap penghuni apartemen secara bergiliran memberikan 5 iftor beserta takjil sesuai jadwal yang telah ditentukan. Setiap hari terjadwal 5 orang dengan jumlah paket iftor kurang lebih  25 nasi. Paket iftor tersebut kemudian dibagikan kepada mereka yang membutuhkan, seperti mahasiswa perantauan, pekerja kampus, serta masyarakat sekitar yang berpuasa.

Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk menumbuhkan rasa kepedulian sosial, mempererat ukhuwah Islamiyah, membiasakan diri untuk berbagi rezeki di bulan ini serta memakmurkan mushola dengan mendatangkan banyak jamaah.

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam QS. At – Taubah ayat 18 :

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا ٱللَّهَ ۖ فَعَسَىٰٓ أُو۟لَٰٓئِكَ أَن يَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُهْتَدِينَ

Artinya: “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah: 18)

Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi mereka yang sedang dalam perjalanan atau kesulitan mendapatkan makanan berbuka puasa tepat waktu, dengan adanya kegiatan Sedekah Ramadhan Berkah 1446 H, diharapkan semakin banyak individu yang merasakan manfaat dari semangat berbagi ini. Semoga kegiatan ini menjadi ladang amal bagi semua pihak yang terlibat dan membawa keberkahan bagi seluruh civitas akademika Universitas Malahayati Bandar Lampung. Aamiin.

“Diam” itu Jawaban

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Pada suatu kesempatan diskusi dalam perkuliahan filsafat ilmu; ada seorang mahasiswa pascasarjana berkomentar bahwa menurut dirinya puasa yang paling berat itu adalah puasa diam, dalam pengertian diam yang luas dan mendalam. Karena perkuliahan ini bukan kuliah agama, maka pembahasannya berlingkup filsafat, lebih spesifik ke filsafat ilmu. Diskusi berjalan dan jika dirangkum beberapa materinya yang berasal dari berbagai sumber adalah sebagai berikut: Pernyataan “Diam adalah jawaban” dapat dimaknai dalam beberapa cara tergantung dari sudut pandang filosofis yang digunakan.

1. Diam sebagai Pengakuan atas Keterbatasan Akal. Dalam filsafat, ada banyak hal yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Ludwig Wittgenstein dalam “Tractatus Logico-Philosophicus” menyatakan: “Apa yang tidak bisa dibicarakan, harus didiamkan.”
Artinya, ada batas-batas dalam bahasa dan logika manusia. Ketika akal tidak mampu menjelaskan suatu kebenaran yang lebih dalam (misalnya, hakikat Tuhan, makna kehidupan, atau pengalaman mistik), maka diam menjadi satu-satunya jawaban yang masuk akal.

2. Diam sebagai Bentuk Kebijaksanaan. Banyak filsuf dan pemikir menganggap bahwa diam adalah tanda kebijaksanaan, karena kata-kata sering kali tidak cukup untuk menggambarkan realitas. Diam memungkinkan seseorang untuk merenung lebih dalam sebelum berbicara. Terkadang, jawaban terbaik bukanlah berbicara, tetapi mengamati, mendengarkan, dan memahami. Oleh sebab itu dalam filsafat Timur ditemukan frasa sebagai berikut : “Orang yang tahu tidak berbicara, orang yang berbicara tidak tahu.” Artinya, semakin seseorang memahami suatu kebenaran yang mendalam, semakin ia sadar bahwa kata-kata tidak cukup untuk menggambarkannya. Kedalaman hakekat itu sering kali tidak terwakili oleh kata atau kalimat.

3. Diam dalam Mistisisme dan Spiritualitas. Dalam tradisi mistik, diam adalah sarana untuk mencapai kesadaran yang lebih tinggi. Dalam tasawuf, diam disebut sebagai “shamt”, yaitu cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Djalaluddin Rumi pernah berpesan bahwa: “Diam adalah bahasa Tuhan, selain itu hanyalah terjemahan yang buruk.” Artinya, dalam keheningan, seseorang bisa lebih dekat dengan kebenaran Illahi daripada melalui perdebatan kata-kata.

4. Diam sebagai Perlawanan dan Sikap Eksistensial. Dalam filsafat eksistensialisme, diam bisa menjadi bentuk perlawanan terhadap absurditas kehidupan. Jean-Paul Sartre dan Albert Camus menunjukkan bahwa dunia ini tidak selalu memberikan jawaban yang jelas, sehingga diam bisa menjadi ekspresi kesadaran akan absurditas itu.

Dalam konteks politik dan sosial, diam bisa menjadi bentuk kritik dan perlawanan, seperti yang ditunjukkan oleh Mahatma Gandhi dengan “Satyagraha” (perlawanan tanpa kekerasan). Dan, tampaknya apa yang dilakukan beliau, sekarang banyak dilakukan orang di negeri ini. Namun penyebab dari ke-diam-an itu disebabkan kefrustrasian yang berkepanjangan.

Bisa dibayangkan setelah parade korupsi yang tidak ada pemberatan hukuman bagi pelakunya, akan tetapi yang dilakukan justru pengesahan undang-undang yang memuat ketentuan negara melalui aparatnya bisa menyita kendaraan jika dua tahun tidak bayar pajak. Tidak pernah terpikirkan apa sebab tidak bisa bayar pajak; bisa jadi itu indikasi anjloknya ekonomi, atau sistem yang rumit.

Tampaknya diam juga dapat menunjukkan sikap kewarasan yang tinggi, karena sekarang banyak dijumpai justru mereka yang banyak bicara menunjukkan sikap sebaliknya. Akan tetapi bisa jadi parade diam itu juga mengindikasikan kefrustrasian yang mendalam. Oleh sebab itu ledakan yang diakibatkan dari diam berkepanjangan bisa membuat goncangan sosial yang membahayakan. Sayangnya teori ini banyak tidak dipahami oleh para pemimpin masa kini, atau bisa jadi tidak perlu memahami karena memang kondisi diam dikondisikan sedemikian rupa sehingga menjadi tercapai apa yang mereka inginkan.

“Diam” sebagai bentuk pertahanan diri yang paling akhir dan paling berat. Oleh sebab itu diam tidak bisa dilakukan dengan cara yang instan, akan tetapi harus melalui latihan yang cukup lama. Oleh karena itu banyak diantara kita yang gagal manakala ada pada posisi harus diam. Walaupun tidak selamanya diam itu emas, tetapi paling tidak dapat memposisikan kita untuk mengambil jarak, sehingga kita menemukan kebeningan dalam berkeputusan untuk bertindak. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman

Prodi Farmasi Universitas Malahayati Gelar Workshop Pengelolaan Referensi dan Analisis Data Statistik

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id): Program Studi Farmasi Universitas Malahayati sukses menggelar Workshop “Tingkatkan Kualitas Penelitian Melalui Pengelolaan Referensi Karya Ilmiah dan Keterampilan Analisis Data Statistik”. Kegiatan ini berlangsung selama dua hari, Selasa dan Rabu, 18–19 Maret 2025, dengan peserta utama mahasiswa tingkat akhir yang tengah menyelesaikan skripsi.

Workshop ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa dalam mengelola referensi ilmiah serta memperdalam keterampilan analisis data statistik. Seiring dengan perkembangan teknologi, mahasiswa memang memiliki akses terhadap berbagai buku tutorial dan software analisis data. Namun, tanpa pemahaman yang tepat, banyak dari mereka masih mengalami kesulitan dalam mengelola data penelitian secara sistematis dan valid. Oleh karena itu, pelatihan ini dirancang secara spesifik agar mahasiswa lebih mudah dalam menyusun referensi dan mengolah data penelitian mereka.

Dalam penelitian ilmiah, pengelolaan referensi yang baik menjadi fondasi utama. Referensi tidak hanya berfungsi sebagai sumber informasi, tetapi juga memberikan landasan akademik yang kuat bagi sebuah karya ilmiah. Workshop ini membahas secara mendalam tentang manajemen referensi, termasuk klasifikasi publikasi, penggunaan search tools, serta teknik pencarian literatur yang efektif. Dengan meningkatnya kemampuan manajemen referensi, mahasiswa diharapkan dapat menyusun skripsi yang lebih sistematis dan berbobot, serta selalu mengikuti perkembangan terkini dalam bidang farmasi.

Selain itu, analisis data statistik juga menjadi bagian penting dalam penelitian ilmiah. Banyak mahasiswa yang masih mengalami kesulitan dalam menggunakan software pengolah data dan menginterpretasikan hasil penelitian mereka. Oleh karena itu, dalam workshop ini, peserta mendapatkan pelatihan khusus dalam penggunaan software statistik, teknik analisis data, serta cara menyajikan hasil penelitian dalam bentuk narasi, tabel, grafik, dan visualisasi lainnya. Dengan pelatihan ini, mahasiswa diharapkan dapat menyajikan data penelitian mereka secara lebih akurat dan profesional.

Ketua Program Studi Farmasi Universitas Malahayati, apt. Ade Maria Ulfa, M.Kes., menyampaikan bahwa workshop ini akan menjadi agenda tahunan yang dilaksanakan di awal semester genap. “Kami berharap melalui pelatihan ini, mahasiswa tidak lagi mengalami hambatan dalam menyusun referensi dan mengolah data penelitian mereka. Dengan keterampilan yang lebih baik, mereka dapat menghasilkan karya ilmiah yang berkualitas tinggi,” ujarnya.

Ketua panitia kegiatan, apt. Gusti Ayu Rai Saputri, M.Si., juga menambahkan bahwa pelatihan ini diadakan sebagai bentuk komitmen Prodi Farmasi dalam mendukung mahasiswa menyelesaikan penelitian mereka dengan lebih efektif. “Kami ingin memastikan bahwa mahasiswa memiliki pemahaman yang kuat dalam menggunakan alat bantu penelitian, sehingga mereka dapat lebih percaya diri dalam menyusun skripsi mereka,” ungkapnya.

Dengan suksesnya workshop ini, diharapkan mahasiswa Prodi Farmasi Universitas Malahayati semakin siap dalam menghadapi tantangan penelitian akademik. Pelatihan ini bukan hanya sekadar pembekalan teknis, tetapi juga menjadi langkah strategis dalam meningkatkan mutu penelitian dan kualitas lulusan di bidang farmasi. (gil)

Editor: Gilang Agusman

Universitas Malahayati Perkuat Pendidikan Kebidanan, Siapkan Program Magister Kebidanan

BANDARLAMPUNG (malahayati.ac.id)Universitas Malahayati semakin memperkuat komitmennya dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui rencana pembukaan Program Studi Magister (S2) Kebidanan. Langkah strategis ini bertujuan untuk mencetak tenaga bidan dengan kompetensi lebih tinggi dalam bidang akademik, penelitian, dan pelayanan kebidanan. Program Magister Kebidanan ini diharapkan dapat memperkuat peran bidan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak serta mendorong pengembangan kebijakan kesehatan berbasis riset.

Pendirian program studi ini sedang dalam tahap persiapan dengan target dibuka pada tahun 2026. Untuk itu, Universitas Malahayati telah membentuk Tim Pembentukan Program Studi Magister Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan, yang bekerja keras melakukan serangkaian pembahasan akademik dan presentasi.

Tim tersebut melaksanakan presentasi di ruang rapat Gedung Rektorat, yang dihadiri langsung oleh Rektor Universitas Malahayati, Dr. Muhammad Kadafi, SH., MH, serta para Wakil Rektor, yaitu Wakil Rektor I, Prof. Dr. Dessy Hermawan, S.Kep., Ns., M.Kes, Wakil Rektor III, Dr. Eng Rina Febrina, ST., MT, dan Wakil Rektor IV, Drs. Suharman, M.Pd., M.Kes. Acara ini menjadi langkah awal yang krusial untuk memastikan kelancaran proses pembukaan program studi tersebut. Selasa (18/3/2025).

Ketua Tim Pembentukan Program Studi, Dainty Maternity, SST., M.Keb, menegaskan bahwa, “Kami berkomitmen untuk menghadirkan program studi yang tidak hanya memenuhi standar akademik, tetapi juga memberikan dampak nyata bagi masyarakat. Program Magister Kebidanan ini diharapkan menjadi solusi bagi para bidan yang ingin meningkatkan kompetensi profesionalnya.”

Sebagai bentuk dukungan terhadap keberlanjutan program ini, Universitas Malahayati akan terus melakukan sosialisasi serta menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Dengan begitu, diharapkan dapat memastikan kelancaran pendirian program ini dan memberikan akses pendidikan tinggi yang berkualitas bagi para bidan di seluruh Indonesia.

Program Magister Kebidanan Universitas Malahayati ini juga membuka peluang bagi seluruh calon mahasiswa dan tenaga kesehatan yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang magister. Program ini memberikan kesempatan untuk mengembangkan diri lebih jauh dalam dunia kebidanan, serta memberikan kontribusi yang lebih luas dalam sektor kesehatan ibu dan anak di Indonesia. (gil)

Editor: Gilang Agusman