Pemberdayaan yang Memberdayai
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Pemberdayaan dan memperdayai adalah dua konsep yang bertolak belakang dan memiliki implikasi yang sangat berbeda. Merujuk dari beberapa sumber keduanya dapat dibedakan sebagai berikut: Pemberdayaan mengacu pada proses memberikan kekuatan, otoritas, atau kemampuan kepada individu atau kelompok agar dapat mengambil kontrol atas hidup mereka sendiri, meningkatkan kemandirian, dan mengambil keputusan yang memengaruhi mereka secara positif. Ini melibatkan memberikan sumber daya, keterampilan, pengetahuan, atau dukungan yang diperlukan agar individu atau kelompok dapat mencapai potensi mereka sepenuhnya. Pemberdayaan biasanya berfokus pada upaya untuk meningkatkan kualitas hidup dan kemandirian.
Memperdayai adalah tindakan memanipulasi, menipu, atau menggunakan kekuatan atau otoritas untuk mengelabui atau menyesatkan individu atau kelompok agar melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan kepentingan mereka sendiri. Ini melibatkan penggunaan tipu muslihat, kebohongan, atau praktik-praktik yang tidak etis untuk mendapatkan keuntungan atau mengendalikan orang lain. Memperdayai bertentangan dengan konsep pemberdayaan karena melibatkan pengurangan kekuatan atau kendali dari individu atau kelompok yang terkena dampak.
Perbedaan mendasar antara pemberdayaan dan memperdayai terletak pada niat dan hasil dari tindakan tersebut. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dan kemandirian individu atau kelompok, sedangkan memperdayai bertujuan untuk mengambil keuntungan dari atau mengendalikan orang lain guna kepentingan diri atau kelompoknya.
Perbedaan hitam-putih di atas tidak menimbulkan masalah, karena semuanya terang benderang, disebabkan ada pada tataran konsep; namun pada tataran praksis tidak sesederhana itu. Sebab banyak kita jumpai memperdaya dibungkus dengan pemberdaya; akibatnya menciptakan ketergantungan yang masif dan jangka panjang. Sebab, memperdaya yang dibungkus pemberdaya itu adalah upaya merusak sistem secara sistimatis yang ada dalam masyarakat, karena hubungan yang terbangun dibuat ketergantungan baik struktural maupun fungsional.
Sebagai ilustrasi; jika bantuan yang diberikan akibat dari mengerjakan sesuatu guna kepentingan bersama; ini adalah bentuk pemberdayaan dalam arti minimalis. Namun jika bantuan diberikan secara cuma-cuma dan mengakibatkan ketergantungan akan bantuan itu baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, berarti hal itu adalah perdayaan. Karena apa yang dilakukan tidak lebih dari “candu” yang membuat ketagihan. Bantuan yang diberikan sengaja dibuat untuk timbul sikap berharap, dan harap inilah menjadi candu untuk selalu meminta karena dibuat tak berdaya. Orang yang terkena tadi disebut terkena tipu daya; akibatnya muncul sikap ketergantungan dan berharap akan pemberian.
Dari sisi teori kedudukan masing-masing konsep tadi jelas; namun saat diaplikasikan kedalam kondisi nyata dalam masyarakat menjadi sangat berbeda. Sebab jika pemberdayaan dalam konsep diimplementasikan, tidak menutup kemungkinan terjadi penyimpangan; salah satu diantaranya adalah berbentuk proyek fiktif. Bisa terjadi proyeknya yang fiktif, bisa juga jumlah yang mengerjakan yang fiktif; lebih parah lagi semuanya fiktif.
Jika pilihan kedua yang dipilih, dan selama ini pilihan jatuh kemari, yang terjadi adalah sifat ketergantungan dan sikap hidup malas. Lebih parah lagi jika perdayaan ini diisi dengan muatan syahwat politik; maka terjadilah hubungan simbiose mutualistic nyaris sempurna. Mereka yang diberi selalu haus akan pemberian, sipemberi akan mengatur ritme bantuan sesuai kepentingan. Penelikungan kekuasaan “memberi” inilah yang menyempurnakan perubahan menjadi tipu daya.
Hasil penelusuran sejarah ditemukan bukti-bukti bahwa cara penelikungan ini dilakukan menjadi sempurna jika dikaitkan dengan keadaan darurat; karena sifat kedaruratan itulah yang mempermudah jalan untuk melakukan apa saja; tentu berlindung pada jargon besar “penyelamatan” atau bisa juga dengan lebih halus lagi “tanggap darurat”. Oleh sebab itu tidak heran jika setelah kondisi darurat berlalu, akan ditemukan penyimpangan besar yang berujung pada pemanfaatan situasi untuk kepentingan pribadi.
Ternyata orang bijak pernah berpesan …”bisa jadi bencana bagi orang lain…justru menjadi keberkahan bagi yang lainnya..”. Di sana tampaknya keagungan keilahian dalam mengatur harmoni alam ini, dan semua itu diatur dengan skenaro kodrat yang tidak satu mahluk-pun di dunia ini mengetahui akan semua itu. Sama halnya kita semua seolah yakin bahwa besok matahari akan terbit, namun tidak ada diantara kita yang mengetahui hakekatnya mengapa matahari harus terbit, karena itu semua adalah wilayah transidental, hanya Sang Maha Pencipta yang Maha Mengetahui.
Salam waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!