Catatan Kaki dari Guru Detik Pemimpin Antara Selamat Tinggal Lampung
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Beberapa waktu lagi, daerah ini memiliki pemimpin baru yang begitu dilantik diwajibkan mengikuti “wajib latih pimpinan” di Lembah Tidar. Bak Taruna yang harus mengikuti latihan fisik dan ideologi guna dijadikan bekal untuk tugas kenegaraan mendatang.
Informasi ini diperoleh dari tulisan HBM di media ini beberapa waktu lalu. Tentu sebagai warga yang baik kita semua akan berdoa semoga semuanya dapat berlangsung sukses tidak ada hal yang merintangi.
Kita ucapkan selamat kepada pemimpin baru, namun bagaimana dengan “pemimpin antara” (PA) yang sebentar lagi akan mengakhiri tugasnya. Sebagai warga yang baik juga layak kita mengucapkan “terimakasih” kepada beliau yang telah mempersiapkan segala sesuatunya sehingga daerah ini memiliki pemimpin terpilih yang kredibel.
Namun sayang di akhir penutup tugas, Sang PA harus berhadapan dengan rakyatnya sendiri dengan antas nama penyelamatan aset pemerintah daerah harus mengerahkan alat-alat berat dan besar guna meratakan bangunan yang ada.
Betul, persoalan ini sebenarnya merupakan persoalan lama, peninggalan pemimpin lama, yang sering marah-marah dan menyisakan beberapa persoalan besar yang belum terselesaikan
PA yang semula kedatangannya sangat dielu-elukan karena memiliki komunikasi yang baik dengan segala lapisan, namun ada detik-detik terakhirnya harus meninggalkan kesan yang tidak menyenangkan.
Memang hal ini adalah konsekwensi wajar dari suatu aturan yang harus ditegakkan; akan tetapi apakah tidak dipikirkan ada cara-cara lain yang lebih manusiawi dengan tidak melakukan penggusuran.
Pertanyaan lanjut, apakah lahan yang sudah diratakan itu tadi benar-benar akan dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk membangun sesuatu yang kemaslahatannya dirasakan oleh warga.
Atau hanya sekedar mengejar target keberhasilan “membebaskan”; apakah tidak dipikirkan justru menata ulang dengan rela “melepaskan hak” dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum.
Tentu tulisan ini tidak ingin masuk terlalu dalam pada persoalan itu, sebab disamping bukan ahlinya, juga tidak mengetahui secara detail tata ruang yang ada di wilayah itu.
Mencermati informasi di beberapa media online, ternyata kasus pertanahan di wilayah kita ini cukup banyak dan beragam. Sampai-sampai beberapa kali ganti kepala daerah tidak pernah terselesaikan dengan maksimal; bahkan cenderung menggantung sengaja disisakan untuk tugas pemimpin berikutnya.
Tentu sikap seperti ini sangat tidak manusiawi, namun karena menemukan jalan bunt uterus menerus akhirnya jurus pembiaran harus dilakukan.
Untuk perkara ini tampaknya PA ada pada posisi delematis, belum lagi persoalan tinggalan persoalan perkara-perkara administrasi kepemerintahan dan hukum.
Semua akan menjadi ekor dibelakang PA, sekalipun yang bersangkutan akan menyelesaikan jabatan.
Persoalan seleksi pimpinan lembaga, persoalan hukum migas, persoalan pengangkatan kepala sekolah; dan mungkin masih ada lagi; adalah duri dalam daging yang setiap saat bisa membangunkan PA tengah malam.
Belum lagi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan anggaran perjalanan dinaas, yang sering dijadikan pintu masuk oleh penyidik dalam memulai perkara.
Sebaiknya sebelum pisah pamit dengan pejabat baru PA harus “membersihkan” mejanya dari “debu-debu “yang bisa membuat “batuk” dikemudian hari.
Belajar dari kasus seorang menteri perdagangan masa lalu, yang kasusnya dibuka hari ini; terlepas apakah itu benar atau tidak; manakala kita sudah diberi rompi oranye, maka apapun pembelaan kita menjadi salah.
Catatan kaki ini semata-mata dibuat hanya untuk saling mengingatkan, tidak ada maksud lain; karena penulis sendiri tidak ada hubungan struktural maupun fungsional pada PA. Mungkin yang tepat hanya peringatan dari “seorang guru kepada muridnya”. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman