Sungkem

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Pada tanggal satu Syawal saat Hari Raya Idul Fitri yang akan datang beberapa jam lagi, pada sebagain masyarakat khususnya Jawa, ada satu acara ritual yaitu sungkem kepada orang tua, atau yang dituakan. Mudik dijalani menjelajah negeri, hanya ingin satu kata berjumpa dengan orang tua untuk melakukan sungkem bersimpuh di hadapannya. Oleh karena itu, orang bijak berkata manakala orang tua sudah tiada, kampung halaman tinggal cerita. Selain itu, ada semacam rangkaian sungkem antara lain setelah kepada kedua orang tua, kemudian istri kepada suami, anak-anak kepada kedua orang tua, dan seterusnya.

Lalu, apa sejatinya sungkem itu? Berdasarkan penelusuran perpustakaan digital ditemukan informasi sebagai berikut: Tradisi sungkem pada hari raya Idulfitri di Indonesia diperkirakan telah ada sejak masuknya Islam ke Nusantara, khususnya melalui penyebaran ajaran Wali Songo pada abad ke-15 dan ke-16. Tradisi ini merupakan akulturasi antara nilai-nilai Islam dan budaya lokal, terutama budaya Jawa yang sangat menjunjung tinggi penghormatan kepada orang tua dan leluhur.

Sejarah dan Perkembangannya:
Sebelum Islam datang, masyarakat Jawa sudah mengenal tradisi penghormatan kepada orang tua dan sesepuh, yang tercermin dalam budaya sembah bakti. Ketika Islam masuk, nilai ini tetap dipertahankan tetapi diberi makna islami, yakni sebagai bentuk birrul walidain (berbakti kepada orang tua) dan memohon maaf.

Dakwah Wali Songo dan Islamisasi Tradisi
Para Wali Songo menyebarkan Islam dengan pendekatan budaya, tidak menghapus adat istiadat yang baik, tetapi menyelaraskannya dengan ajaran Islam. Dalam hal ini, sungkem menjadi bagian dari tradisi silaturahmi saat Idulfitri sebagai simbol penghormatan, permohonan maaf, dan doa restu dari orang tua atau sesepuh.

Tradisi Keraton dan masyarakat umum di lingkungan Keraton Mataram Islam (abad ke-16 hingga sekarang), tradisi sungkem sudah menjadi bagian dari tata cara penghormatan kepada raja dan orang tua. Tradisi ini kemudian menyebar ke masyarakat umum dan menjadi kebiasaan yang terus lestari, terutama di Jawa, Sunda, dan daerah lain yang memiliki pengaruh budaya serupa.

Pengaruh Kolonialisme dan Modernisasi
Meskipun Indonesia mengalami berbagai perubahan sosial selama masa kolonial dan modernisasi, tradisi sungkem tetap bertahan. Bahkan hingga saat ini, banyak keluarga masih menjalankan sungkem sebagai bagian dari momen Idulfitri, meskipun dengan bentuk yang lebih sederhana atau disesuaikan dengan kondisi keluarga masing-masing.

Beberapa negara lain memiliki tradisi serupa yang juga menekankan penghormatan kepada orang tua atau sesepuh, hanya beda caranya; berdasarkan penelusuran digital begara-negara tadi adalah:

1. KoreaSebae (세배)
Di Korea, saat perayaan Seollal (Tahun Baru Imlek versi Korea), anak-anak dan anggota keluarga yang lebih muda melakukan sebae, yaitu membungkuk dengan posisi duduk (disebut keunjeol, 큰절) kepada orang tua dan sesepuh sebagai tanda penghormatan dan doa untuk kesehatan serta kebahagiaan mereka. Sebagai balasannya, orang tua biasanya memberikan nasihat dan angpao (sebaedon).

2. JepangOjigi (お辞儀)
Jepang memiliki budaya ojigi, yaitu membungkuk sebagai tanda penghormatan. Meskipun tidak dilakukan secara khusus pada momen Idul Fitri atau perayaan keluarga, ojigi digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk meminta maaf, menunjukkan rasa hormat, dan mengucapkan terima kasih—konsep yang mirip dengan sungkem dalam budaya Jawa.

3. TiongkokKowtow (叩头)
Dalam budaya Tiongkok, kowtow (menyentuhkan dahi ke lantai) merupakan bentuk penghormatan tertinggi yang diberikan kepada orang tua, leluhur, atau kaisar pada zaman dulu. Saat perayaan Tahun Baru Imlek atau dalam upacara tradisional, anak-anak biasanya bersujud kepada orang tua dan leluhur sebagai tanda bakti.

4. ThailandWai (ไหว้)
Masyarakat Thailand memiliki tradisi wai, yaitu gerakan menangkupkan tangan di dada dan membungkukkan badan sebagai tanda hormat. Dalam konteks keluarga, terutama saat hari raya atau peristiwa penting, wai dilakukan kepada orang tua sebagai ungkapan penghormatan dan terima kasih, mirip dengan sungkem.

5. IndiaPranāma (प्रणाम)
Dalam budaya India, pranāma adalah gestur penghormatan yang dilakukan dengan membungkuk dan menyentuh kaki orang tua atau guru sebagai tanda bakti. Ini adalah bentuk penghormatan yang umum dalam keluarga Hindu, terutama selama perayaan keagamaan atau acara keluarga penting.

Pertanyaan tersisa adalah masihkah tradisi luhur itu ada pada generasi Alfa sekarang. Dan, ini adalah tugas budaya kita semua untuk melakukan asimilasi dan akulturasi pada generasi penerus, agar terus lestari budaya bangsa ini. Melalui tulisan ini secara pribadi penulis mengucapkan Minal Aidin Wal Faizin mohon maaf lahir batin kepada seluruh staf redaksi dan sidang pembaca yang saya muliakan. Jika ada tulis yang tak berkenan mohon dimaafkan. Dan, semoga kita masih diberi kesempatan untuk ketemu Ramadhan yang akan datang. Salam Waras (SJ)

Editor: Gilang Agusman