Mati Kok Lampu
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Beberaapa waktu lalu pagi menjelang siang di ruang kerja sedang mencermati layar laptop dalam rangka menyiapkan artikel untuk diterbitkan pada media yang kita sedang baca ini, tiba-tiba tanpa peringatan dini lampu penerang gedung mati mendadak. Basanya hal ini tidak berlangsung lama. Namun kali ini cukup memakan waktu, karena mesin pembangkit listrik lembaga difungsikan. Itu penanda mati listrik PLN akan memakan waktu lama.
Betul saja ternyata; sampai pulang dikompeks perumahan-pun listrik tetap tidak menyala. Di sana tampak keaslian tempramen manusia sebagaimana warna aslinya. Ada yang mengeluh berkepanjangan karena kepanasan sambil berkipas membuka baju setengah badan, ada yang asyik bermain dengan keluarga, ada yang ngobrol bareng tetangga, dan masih banyak lagi. Perilaku yang selama ini tidak pernah muncul dipermukaan, justru dengan kematian listrik semua menjadi tampak warna aslinya.
Lalu apa yang menjadi menarik untuk dideskripsikan sehingga dapat diambil sebagai pembelajaran. Ternyata matinya listrik karena gangguan yang cukup lama itu menunjukkan banyak hal kepada kita untuk dapat diambil sebagai hikmah , paling tidak ada dua hal besar yaitu: Pertama, kita melihat sifat asli pribadi-pribadi dalam menghadapi persoalan yang tidak menyenangkan.
Kedua, kita dapat melihat begitu sangat tergantungnya manusia saat ini terhadap energi, dalam hal ini listrik; bahkan menduduki setara dengan papan, sandang, dan pangan. Sekaligus ketergantungan ini menunjukkan betapa pentingnya listrik dalam mendukung fungsi-fungsi dasar dan kenyamanan dalam kehidupan modern. Krisis listrik atau pemadaman listrik dapat menyebabkan gangguan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan dan ekonomi. Bahkan ada teman seorang ekonom mencoba menghitung dan mengkalkulasi berapa kerugian perputaran ekonomi saat kematian listrik yang lebih dari duabelas jam; hasilnya mencengangkan, diperoleh angka delapan belas digit.
Selanjutnya biarkan mereka yang berkepentingan untuk menghitungnya, lalu apa yang menarik untuk dibahas. Listrik secara fisik yang mati membuat semua kita mengalami persoalan dalam melakoni kehidupan. Bagaimana jika yang mati itu listrik yang ada dalam diri kita yaitu “hati nurani”; bisa dibayangkan kesulitan yang akan kita jumpai. Tampaknya kematian hati nurani itu semakin hari semakin menggejala, dan ini melanda siapapun kita, tidak perduli pejabat atau rakyat jelata.
Apa itu hati nurani ? Secara singkat, hati nurani adalah mekanisme internal yang membantu seseorang menentukan tindakan yang benar dan salah berdasarkan moral dan etika pribadi. Hati nurani adalah konsep yang merujuk pada suara batin atau perasaan moral seseorang yang membimbing mereka untuk membedakan antara yang benar dan yang salah. Secara umum, hati nurani dianggap sebagai kompas internal yang membantu seseorang membuat keputusan moral berdasarkan keyakinan, nilai-nilai, dan prinsip-prinsip etis yang mereka pegang.
Beberapa aspek penting dari hati nurani: Pertama, Moral dan Etika: Hati nurani seringkali dipahami sebagai panduan internal yang membantu seseorang memahami dan mengevaluasi tindakan mereka dari sudut pandang moral dan etis. Kedua, Internal dan Personal: Hati nurani bersifat sangat pribadi dan individual. Apa yang dirasakan benar atau salah oleh satu orang mungkin berbeda dengan orang lain, tergantung pada latar belakang, pendidikan, dan pengalaman hidup mereka.
Ketiga, Kesadaran Diri: Hati nurani juga berkaitan dengan kesadaran diri seseorang mengenai tindakannya. Ini termasuk kemampuan untuk merasakan penyesalan atau rasa bersalah ketika melakukan sesuatu yang dianggap salah menurut standar moral pribadi maupun pada umumnya. Keempat, Pengaruh Lingkungan: Meskipun hati nurani bersifat internal, ia dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti pendidikan, budaya, agama, dan lingkungan sosial. Kelima, Pengambilan Keputusan: Dalam proses pengambilan keputusan, hati nurani memainkan peran penting dengan memberikan dorongan atau peringatan batin yang membantu seseorang memilih tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai moral mereka.
Padamnya listrik sudah begitu terasa dampaknya kesemua lini kehidupan, lalu; jika yang padam hati nurani; betapa menderitanya bangsa ini. Karena semua kita kehilangan suluh keilahian yang memberi penerang dalam mengambil keputusan. Siapapun kita akan dibuat menderita berkepanjangan, karena sekali saja kita mengabaikan pertimbangan hati nurani; maka dampak iringnya akan memakan waktu yang tidak sebentar.
Lebih parah lagi jika itu melanda mereka yang berada pada posisi memimpin. Tentu saja akibat yang ditimbulkan akan lebih fatal lagi. Karena semua keputusan yang diambil akan kehilangan roh keilahian, yang berupa tata nilai, kepatutan, kelayakan, keadilan, kebersamaan, dan masih banyak lagi sifat-sifat mulia yang seharusnya melekat kepada semua keputusan yang diambil.
Jabatan boleh berganti, bahkan berseri; namun semua menjadi kehilangan makna jika semua itu membuat menderitanya orang lain, karena disebabkan oleh matinya hati nurani. Kehidiran yang tidak dapat menghadirkan adalah merupakan malapateka bagi kehidupan bersama.
Editor: Gilang Agusman
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!