Pertanyaan yang Bertanya
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Pada era milenial saat ini sering kita bertemu dengan pertanyaan yang bertanya seperti judul di atas; sebagai contoh “apa yang bisa saya bantu”. Tampak sekali bahwa diksi yang dibangun dari pertanyaan yang bertanya itu sebenarnya penuh dengan lingkup filsafat. Jika kita telusuri lebih jauh dalam informasi digital, maka sebenarnya filosofi pertanyaan yang bertanya menyentuh aspek mendasar dari pengetahuan, pemahaman, dan komunikasi.
Berikut adalah beberapa poin penting mengenai filosofi di balik pertanyaan yang bertanya: Pertama, pencarian kebenaran. Di sini pertanyaan merupakan alat untuk mencari kebenaran. Melalui bertanya, kita mengungkap ketidaktahuan dan membuka jalan menuju pemahaman yang lebih baik.
Kedua, keingintahuan. Pertanyaan mencerminkan keingintahuan alami manusia. Filosofi ini menghargai sifat dasar manusia untuk selalu ingin tahu lebih banyak tentang dunia di sekitar mereka. Ketiga, Dialog dan Diskusi: Pertanyaan mendorong dialog dan diskusi, yang merupakan inti dari pembelajaran dan pertukaran ide. Socrates, misalnya, menggunakan metode bertanya untuk mengarahkan murid-muridnya menuju pencerahan.
Ketiga, kritik dan refleksi. Dalam kritik dan refleksi, Pertanyaan sering mengandung refleksi kritis. Mereka membantu kita untuk tidak menerima sesuatu begitu saja, tetapi untuk berpikir lebih dalam dan mempertanyakan asumsi-asumsi dasar.
Keempat, pembelajaran dan pendidikan. Dalam pendidikan, pertanyaan adalah alat pengajaran yang penting. Guru menggunakan pertanyaan untuk merangsang pemikiran siswa dan mengevaluasi pemahaman mereka.
Kelima, eksplorasi diri. Dalam eksplorasi diri pertanyaan juga bisa bersifat introspektif, membantu individu memahami diri mereka sendiri, tujuan hidup, dan nilai-nilai yang mereka anut.
Keenam, proses tanpa akhir. Banyak pertanyaan besar dalam filsafat dan ilmu pengetahuan yang mungkin tidak pernah memiliki jawaban akhir. Dalam ranah filsafat proses bertanya itu sendiri sering kali lebih penting daripada jawaban yang didapatkan.
Dengan kata lain, filosofi pertanyaan yang bertanya mengakui pentingnya rasa ingin tahu, kritikal, dan dialog dalam usaha manusia untuk memahami dunia dan diri mereka sendiri. Pertanyaan tersisa masihkah pertanyaan itu relevan untuk dipertanyakan saat ini. Ternyata akhir-akhir ini banyak di antara kita terjebak dengan pertanyaan yang selalu dipertanyakan. Akibatnya, semua tidak terjawab karena jawaban dari pertanyaan itu justru menjadi pertanyaan dari pertanyaan tadi. Ini bisa kita buktikan banyak persoalan dinegeri ini yang hanya berhenti dipertanyaan, tidak pernah sampai pada jawaban.
Peristiwa terakhir maraknya kasus guru besar abal-abal yang menggemparkan dunia perguruan tinggi. Ternyata semua berhenti pada pertanyaan, dan paling tinggi himbauan; namun jawaban dari pertanyaan sebagai penyelesai persoalan, sampai tulisan ini dibuat ternyata belum ada tanda-tanda. Banyak kalangan meyakini bahwa pertanyaan tentang persoalan ini akan tetap dibiarkan pada ruang tanya. Sedangkan ruang jawab akan dibiarkan terbuka sampai dengan adanya persoalan baru untuk difungsikan sebagai penutup. Anehnya penutup ini pun dibiarkan juga ada pada posisi tanya, sampai ada persoalan baru yang menutupnya, dan itu berlangsung terus dan terus seolah tanpa akhir.
Kasus guru besar yang penuh tanya itu justru berakibat fatal bagi mereka yang ada di “jalan yang benar”; karena dapat dipastikan akan keluar peraturan baru yang mempersulit yang sudah sulit bagi mereka yang ada pada posisi sulit. Sementara para pelanggar yang sudah menikmati “manisnya” melanggar, tidak akan mendapatkan sanksi apapun, termasuk sanksi akademik apalagi moral. Terlebih lagi mereka saat ini ada pada posisi tawar politik yang tinggi, sehingga mampu “menghardik” siapapun yang mengusiknya, termasuk orang paling berkuasapun di muka bumi ini. Bahkan tidak segan segan untuk membayar orang guna membuat pertanyaan baru dengan tujuan jawabannya akan menjadi pertanyaan yang tanpa jawaban.
Tulisan ini hanya ingin mengingatkan kepada Anda yang ada pada posisi sulit yang sebentar lagi akan menerima kesulitan baru. Bersabarlah karena jika itu memang milik mu, dia tidak akan salah alamat. Sebaliknya, jika itu bukan ditakdirkan untuk mu, maka ikhlaskanlah, karena wilayah kita hanya ada pada doa dan usaha. Sementara pandangan kita untuk mereka yang saat ini sedang mendapatkan “keberuntungan” dari cara yang melanggar, biarkan Tuhan mengurusnya karena itu wilayah transidental yang tidak ada ilmunya. Untuk mendapatkan kenikmatan dengan jalan melakukan pelanggaran adalah kenikmatan semu, bagai ilusi di gurun pasir.
Keberkahan itu bukan pada produk hasil akan tetapi pada hakekat hasil, manakala kita mampu mempertanggungjawabkan semua pertanyaan langit kelak di “Padang Pengadilan Abadi”; maka sesungguhnya itulah jawaban yang hakiki. Sayangnya, manusia melihat segala sesuatu, termasuk keberkahan, harus tampak nyata; padahal banyak hal, bukan hanya sekedar tampak nyata tetapi lebih jauh dari itu, ialah suasana kebatinan keilahian yang mengembang dalam perisai diri atau spectrum diri berupa rasa syukur yang amat sangat dalam menerima semua takdir-Nya.
Editor: Gilang Agusman
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!