Parikesit Lahir

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung

Sebenarnya tulisan ini tidak perlu muncul, tetapi ada beberapa teman pembaca mengirimkan pesan pribadi untuk meneruskan naskah setelah Perang Baratayudha berakhir. Untuk itu, maka dilakukan perburuan naskah kontemporer yang berkaitan dengan akhir Baratayudha yang melahirkan Raja Hastina. Seorang keturunan Pandawa dari garus turun Abimanyu anak Arjuna yang mati di peperangan dengan luka beribu panah menancap di badannya.

Berdasarkan penelusuran digital ditemukan informasi, ketika perang selesai dan Pandawa menang, Ashwatama, putra Drona, merasa dendam terhadap Pandawa. Dalam kemarahannya, ia menggunakan senjata sakti bernama Brahmastra untuk membunuh janin dalam kandungan Uttari, istri almarhum Abimanyu agar dinasti Pandawa punah. Senjata tersebut sangat kuat dan mampu menghancurkan segalanya.

Melihat bahaya ini, Prabu Kresna, yang merupakan dewa penolong Pandawa, segera turun tangan. Dengan kekuatannya, berhasil melindungi janin Uttari dari dampak senjata mematikan tersebut. Parikesit lahir dalam kondisi selamat berkat pertolongan Prabu Kresna. Nama “Parikesit” diberikan karena selama masa pertumbuhannya, ia selalu penasaran dan mencoba memahami dunia sekitarnya. Dalam bahasa Sanskerta, Parikesit berarti “yang menyelidiki” atau “yang mencari”.

Setelah Pandawa memutuskan untuk mundur dari dunia dan melakukan perjalanan terakhir mereka ke puncak Mahaprasthana, Parikesit menjadi raja Hastinapura. Ia memerintah dengan bijaksana dan membawa kemakmuran bagi rakyatnya, melanjutkan warisan Pandawa dan memastikan kelangsungan dinasti Kuru.

Apa pelajaran yang dapat dipetik dari kisah ini? Pertama, Keajaiban Ilahi. Kisah Parikesit mengajarkan bahwa keajaiban selalu mungkin terjadi, terutama dalam situasi sulit, jika seseorang berada di bawah perlindungan kebenaran dan kebajikan.

Kedua,.Peran Pemimpin Muda. Sebagai penerus Pandawa, Parikesit menunjukkan bahwa tanggung jawab besar dapat diemban oleh generasi muda jika mereka dibimbing dengan baik.

Ketiga, Kekuatan Kebaikan Mengalahkan Kejahatan. Tindakan Ashwatama menunjukkan konsekuensi dari dendam dan kejahatan, sementara perlindungan Prabu Kresna menjadi simbol kemenangan kebaikan.

Sama halnya setelah berakhirnya pemilu kada kali ini; beberapa daerah memunculkan pemimpin baru, bahkan tidak terkecuali provinsi ini melahirkan pemimpin muda. Semula banyak yang menyangsikan kemampuan yang bersangkutan untuk bertarung. Mereka banyak tidak menyadari bahwa pemimpin ini memiliki “konsultan pribadi” yang sangat mumpuni. Ayahnya sendiri adalah pengusaha berjaya pada zamannya, bahkan menurut informasi sampai hari ini masih memegang kendali perusahaan besar. Beliau pernah membuat acara “Begawi” mengundang para ketua adat se-kabupaten untuk hadir di acara yang sangat meriah dan memerlukan biaya yang tidak sedikit; dan, itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu saja.

Sementara, pamannya yang selalu memberikan masukan-masukan, bahkan bimbingan; adalah budayawan, teknolog, intelektual yang sudah sangat paham dengan dunia perpolitikan, pendidikan, pemerintahan bahkan perencanaan pembangunan. Ditambah lagi, pergaulan dan pertemanan Sang Paman disegala lapisan masyarakat, dari tingkat kampung, daerah, sampai pusat. Bahkan salah seorang menteri kabinet Merah Putih saat ini adalah adik kelasnya saat di perguruan tinggi papan atas di negeri ini. Sisi lain, sepupunya banyak juga yang menjadi intelektual muda di kampus negeri ternama di daerah ini; tentu ini semua merupakan mesiu untuk maju bagi “Sang Parikesit”.

Berkaca dari pengalaman masa lampau, daerah ini pernah dipimpin oleh orang muda yang berjaya; tetapi sayang arsiteknya hanya sampai pada memenangkannya, tetapi tidak ikut mengawalnya dengan baik. Akibatnya pada seratus hari masa kepemimpinannya banyak yang kecewa, terutama mengikuti budaya anak muda yang selalu “bangun kesiangan”. Tentu ini contoh yang tidak untuk dicontoh.

Perahu sudah dilautkan, layar sudah dikembangkan, kemudi sudah disiapkan, bahan bakar sangat tersedia; tinggal bagaimana nahkoda akan berlayar. Semoga kelahiran “Parikesit” pada daerah ini dapat memenuhi harapan semua pihak, walaupun harus disadari tidak mungkin dapat memuaskan semua orang, sebab pemimpin bukan alat pemuas, akan tetapi mediator tanggung sekaligus berperan sebagai dirigen orkestra sosial bagi masyarakatnya.

Hilangkan sekat sosial yang terbangun dampak dari Pemilukada, karena pemimpin itu bukan pemimpin golongannya, tetapi pemimpin daerahnya. Barisan orang lama bukan berarti musuh semua, sebab mereka dibawah perintah yang hanya bisa menjawab “Siap Komandan”. Evaluasi mereka kemudian dudukkan sesuai bidang dan kemampuannya, karena mereka adalah mesin birokrasi yang tidak mudah untuk diganti. Salam Waras. (SJ)

Editor: Gilang Agusman